Anda di halaman 1dari 3

Kritik terhadap Teori Birokrasi Max Weber

Secara umum birokrasi merupakan suatu sistem pengorganisasian negara dengan


tugas yang sangat kompleks dan hal ini jelas memerlukan pengendalian operasi manajemen
pemerintahan yang baik. Sangatlah disayangkan, apabila kerja rutinitas aparat birokrasi
sering menyebabkan masalah baru yang menjadikan birokrasi statis dan kurang peka terhadap
perubahan lingkungan bahkan terkesan cenderung resisten terhadap pembaharuan. Kondisi
seperti ini seringkali memunculkan potensi praktek mal-administrasi yang mengarah pada
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Bermula dari kondisi tersebut maka pemerintah pusat maupun
daerah perlu segera melakukan reformasi birokrasi yang tidak hanya pada tataran komitmen
saja tetapi juga dilandingkan dalam tataran kehidupan nyata.
Max Weber menciptakan model tipe ideal birokrasi yang menjelaskan bahwa suatu
birokrasi atau administrasi mempunyai suatu bentuk yang pasti dimana semua fungsi
dijalankan dalam cara-cara yang rasional. Tipe ideal itu menurutnya bisa dipergunakan untuk
membandingkan birokrasi antara organisasi yang satu dengan organisasi yang lain. Menurut
Max Weber bahwa tipe ideal birokrasi yang rasional tersebut dilakukan dalam cara-cara
sebagai berikut:
Pertama, individu pejabat secara personal bebas, akan tetapi dibatasi oleh jabatannya
manakala ia menjalankan tugas-tugas atau kepentingan individual dalam jabatannya. Pejabat
tidak bebas menggunakan jabatannya untuk keperluan dan kepentingan pribadinya termasuk
keluarganya. Kedua, jabatan-jabatan itu disusun dalam tingkatan hierarki dari atas ke bawah
dan ke samping. Konsekuensinya ada jabatan atasan dan bawahan, dan ada pula yang
menyandang kekuasaan lebih besar dan ada yang lebih kecil. Ketiga, tugas dan fungsi
masing-masing jabatan dalam hiearki itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya.
Keempat, setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. Uraian
tugas (job description) masing-masing pejabat merupakan domain yang menjadi wewenang
dan tanggung jawab yang harus dijalankan sesuai dengan kontrak. Kelima, setiap pejabat
diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya, idealnya hal tersebut dilakukan melalui
ujian yang kompetitif. Keenam, setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima
pensiun sesuai dengan tingkatan hierarki jabatan yang disandangnya. Setiap pejabat bisa
memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya dan jabatannya sesuai dengan keinginannya dan
kontraknya bisa diakhiri dalam keadaan tertentu. Ketujuh, terdapat struktur pengembangan
karier yang jelas dengan promosi berdasarkan senioritas dan merit sesuai dengan
pertimbangan yang obyektif.
Konsep yang dipaparkan oleh Weber diatas menimbulkan berbagai kritik dari para
alhi Administrasi Publik, beberapa diantaranya menolak dengan mengungkap kelemahan dari
teori Weber ini. Menurut Robert K. Merton, dalam artikelnya Bureaucratic Structure and
Personality, ia mempersoalkan gagasan birokrasi rasional Weber. Bagi Merton, penekanan
Weber pada reliabilitas (kehandalan) dan ketepatan akan menimbulkan kegagalan dalam
suatu administrasi. Karena peraturan yang dirancang sebagai alat untuk mencapai tujuan,
dapat menjadi tujuan itu sendiri. Selain itu, birokrat yang berkuasa akan membentuk
solidaritas kelompok dan kerap menolak perubahan. Jika para pejabat ini dimaksudkan untuk
melayani publik, maka norma-norma impersonal yang menuntun tingkah laku mereka konflik
dapat menyebabkan dengan individu-individu warga negara. Apa yang ditekankan Merton
adalah suatu struktur yang rasional dalam pengertian Weber menimbulkan dapat dengan
mudah akibat-akibat yang tidak diharapkan dan mengganggu bagi pencapaian tujuan- tujuan
organisasi.
Carl Friedrich mengkritisi pendapat Weber bahwa seorang birokrat selalu harus
bertindak sesuai aturan yang tertulis. Kenyataannya, peraturan- merupakan petunjuk yang
peraturan tidak lengkap untuk bertindak. Ini artinya, faktor-faktor di luar peraturan harus
dipertimbangkan oleh imuwan sosial dalam menginterpretasikan tindakan pejabat.
Kemungkinan interpretasi ini menggambarkan perlunya pilihan untuk digunakan sebagai
pertimbangan setiap administrator. Ini berlawanan dengan pendapat Weber, yang
membenarkan birokrat untuk menghindari semua tanggung jawab atas tindakannya. Bagi
Friedrich, seorang birokrat bisa bertindak luar teknis, di ketentuan ataupun instruksi Oleh
karenanya, Friedrich mengkritik Weber karena mengabaikan tanggung jawab tersebut. la
menganggap penekanan Weber terhadap otoritas membuat organisasi sosial jadi menyerupai
organisasi militer. la menghalangi setiap jenis konsultasi, dan hanya mengandalkan pola
kooperatisme.
Bagi saya teori Max Weber ini terlalu kaku untuk dijalankan dalam sebuah instansi
baik itu pemerintah maupun swasta. Hal ini terjadi dikaerrnakan struktur dan lingkungan
dalam sebuah birokrasi tersebut berubah-ubah mengikuti arus pergerakan zaman dan tentunya
tujuan dalam birokrasi tersebut juga akan berubah. Teori birokrasi Weber tidak dapat
menjelaskan hal tersebut karena terlalu berorientasi pada peraturan-peraturan tertulis yang
sifatnya kaku. Seorang pejabat dalam menentukan kebijakan tentunya tidak hanya melihat
peraturan tertulis saja, justru akan lebih baik bila mempertimbangkan faktor-faktor luar yang
sifatnya lebih praktis yang terjadi ditengah-tengah perubahan kehidupan masyarakat.
Disamping itu pejabat juga perlu melakukan improvisasi dalam menyikapi peraturan dan
menyesuaikan tingkah laku berdasarkan perubahan tersebut. Teori Max Weber mengenai
birokrasi ini kurang dapat diterapkan di era seperti sekarang, dimana perubahan zaman dapat
terjadi secara tiba-tiba dan diperlukan suatu kebijakan yang strategis mengenai perubahan ini.
Apabila hanya mengacu pada peraturan yang tertulis maka yang terjadi adaah kebijakan itu
tidak sudah tidak relevan lagi dan mengakibatkan kebijakan tersebut menjadi kurang tepat
menyasar pada suatu permasalahan,
Penerapan mengenai teori Max Weber ini apabila terus digunakan dalam sebuah
tatanan instansi akan membingungkan pihak pembuat kebijakan atau dalam arti lain adalah
pejabat. Bagaimana tidak, disatu sisi ia harus tunduk terhadap suatu perundang-undangan
atau peraturan-peraturan tertulis yang sifatnnya kaku namun dianggap birokratis, disisi lain
dalam menentukan kebijakan berdasarkan pada intuisi dan juga improvisasi mengenai
perubahan yang terbarukan, namun hal ini akan dianggap sebagai penyalahgunaan karena
tidak tertulis dalam peraturan yang berlaku. Oleh karenanya penting bagi suatu instansi
melegalkan sebuah keputusan yang sifatnya strategis dan mengembangkan aturan yang ada,
artinya peraturan perundang-undangan yang tertulis dikembangkan dan diperbaharui sesuai
dengan perubahan zaman, sikap fleksibilitas harus diterapkan agar menciptakan lingkungan
yang fleksibel dan update agar tujuan dari suatu instansi ataupun organisasi akan dengan
mudah tercapai.
Referensi :
Wakhid, Ali Abdul.2015. EKSISTENSI KONSEP BIROKRASI MAX WEBER DALAM
REFORMASI BIROKRASI DI INDONESIA.Jurnal Sosial Politik Islam
Kadir, Abdul.2010. Prinsip-prinsip Dasar Rasionalisasi Birokrasi Max Weber Pada
Organisasi Perangkat Daerah Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal
Politik. Hal 40-54
Anonim.2018.Pengertian Birokrasi: Arti, Ciri-Ciri, Fungsi, dan Peran Birokrasi.
https://www.maxmanroe.com/vid/sosial/pengertian-birokrasi-adalah.html

Anda mungkin juga menyukai