Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Domperidon

2.1.1 Uraian bahan

Rumus bangun :

Rumus molekul : C22H24ClN5O2

Berat molekul : 425,9

Nama kimia : 5-kloro-1-[1-[3-(2-okso-2,3-dihidro-1H-benzimidazol-1-

il) propil] piperidin-4-il]-1,3-dihidro-2H-benzimidazol-2-on

Pemerian : Serbuk putih atau hampir putih

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

dimetilformamida, sedikit larut etanol (96%) dan methanol

Titik Lebur : 242,5ºC (British Pharmacopeia, 2009).

pKa : 7,9 (Moffat, et al., 2005)

2.1.2 Farmakologi Domperidon

Domperidon merupakan antiemetik pilihan pertama di banyak negara.

Domperidon menjadi obat antiemetik dengan mekanisme kerja menghambat aksi

dopamin dengan menginhibisi dopamin pada reseptornya. Obat ini memiliki

6
afinitas yang cukup kuat pada reseptor dopamin D2 dan D3 yang ditemukan

dalam CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone) yang berada pada bagian luar sawar

darah otak yang meregulasi nausea dan vomit. Domperidon tidak dapat menembus

sawar darah otak sehingga tidak menimbulkan gangguan ekstrapiramidal sehingga

lebih aman digunakan bila dibandingkan metoklopramid. Domperidon juga efektif

dalam mengatasi gastroparesis, gastroesophageal pediatrik (muntah bayi). Saat

digunakan secara peroral, domperidon mengalami metabolisme lintas pertama di

lambung dan hepatik sehingga menghasilkan bioavailabilitas yang rendah (sekitar

15%) yang artinya pada konsentrasi tersebut tidak akan meminimalisir laju

muntah pada pasien (Champion, et al., 1986).

Walaupun domperidon dinyatakan lebih aman namun pemberiannya tetap

perlu mendapat perhatian khusus terutama karena ternyata domperidon memiliki

efek samping dapat merangsang kadar prolaktin plasma yang dalam jangka

panjang dapat menyebabkan galaktore dan ginekomastia. Di samping itu,

domperidon dilaporkan dapat menyebabkan reaksi alergi kulit seperti rush dan

urtikaria. Domperidon dikontraindikasikan dengan penderita yang hipersensitif

dengan domperidon, penderita prolaktinoma dan pada pasien yang mendapat

pendarahan, obstruksi mekanik perforasi gastrointestinal saat terdapat serangan

motilitas lambung (Champion, et al., 1986).

2.1.3 Efek samping

Efek samping yang dapat terjadi meliputi sedasi, reaksi ekstrapiramidal,

distonik Parkinson, diskinesia tardif, peningkatan kadar prolactin serum, mulut

kering, sakit kepala, diare, ruam kulit, rasa haus, cemas, dan urtikaria (ISO, 2010).

7
2.1.4 Dosis

Dispepsia fungsional: dewasa dan usia lanjut: 3 kali sehari 20-30 mg dan 10-

20 mg sekali sebelum tidur malam tergantung respon klinik, pengobatan jangan

melebihi 12 minggu. Dewasa dan usia lanjut: 20-30 mg dengan interval waktu 4-8

jam; anak-anak: 0,2-0,4 mg/kgBB sehari dengan interval waktu 4-8 jam; obat

diminum 15-30 menit sebelum makan dan sebelum tidur malam (ISO, 2010).

2.1.5 Sediaan

Dalam perdagangan domperidon tersedia dalam bentuk tablet setara 10 mg,

kaplet setara 10 mg, sirup setara 5 mg/5 ml, suspensi setara 5 mg/5 ml, dan drop

setara 5 mg/ml (ISO, 2010).

2.2 Orally Disintegrating Tablet (ODT)

2.2.1 Pengertian

Bentuk sediaan padat banyak digunakan karena mudahnya pemberian,

memiliki dosis yang akurat dan dapat digunakan sendiri tanpa adanya rasa sakit.

Bentuk sedian padat yang umum adalah tablet dan kapsul, bentuk sediaan ini bagi

beberapa pasien sulit untuk ditelan. Pasien harus minum air untuk dapat menelan

bentuk sediaan tersebut. Pasien sering sekali merasa kesulitan dan tidak nyaman

dalam menelan tablet konvensional (Parmar, et al., 2009).

Adanya berbagai perubahan fungsi fisiologis terkait usia, termasuk

kesulitan menelan tablet secara utuh, akan menurunkan tingkat kepatuhan.

Kelompok pasien yang menjadi perhatian atas isu ini terutama adalah pediatri dan

geriatri (Rao dan Gandhi, 2009).

Banyak penelitian yang kemudian dikembangkan untuk mengatasi

masalah ini dan tablet cepat hancur di mulut (Orally Disintegrating Tablet) telah

ditemukan sebagai salah satu bentuk sediaan paling bermanfaat (Koseki, et al.,

8
2008). Sediaan ODT ini mempunyai beberapa karakteristik yang membedakannya

dari bentuk sediaan yang lain. Penutupan rasa adalah hal yang sangat penting

dalam formulasi ODT yang bisa diterima. Umumnya formulasi tablet tidak

dipengaruhi oleh penutupan rasa, karena diasumsikan bahwa sediaan tersebut

tidak akan melarut sampai sediaan tersebut melewati rongga mulut. Kebanyakan

suspensi oral, sirup, dan tablet kunyah hanya mengandung flavor dan pemanis lain

untuk menyamarkan rasa pahit obat pada sediaan (Kundu dan Sahoo, 2008).

Tablet terdisintegrasi cepat juga dikenal sebagai tablet yang meleleh di

mulut, tablet orodispersibel, rapid melt, melarut cepat, dan lain-lain. Tablet

terdisintegrasi cepat merupakan tablet yang ketika diletakkan pada lidah akan

terdisintegrasi secara instan melepaskan obat dan terlarut pada saliva. Semakin

cepat obat terlarut, semakin cepat obat diabsorbsi sehingga efek terapi dapat

tercapai. Beberapa obat diabsorpsi dari mulut, faring dan esophagus ketika saliva

turun menuju perut. Pada beberapa kasus, bioavailabilitas obat lebih besar

dibandingkan dengan sediaan tablet konvensional. Keuntungan yang dimiliki

tablet terdisintegrasi cepat dikenal dalam industri maupun akademik (Bhowmik,

et al., 2009).

2.2.2 Karakteristik ideal ODT

Oleh karena sediaan ODT berbeda dari tablet konvensional umumnya, sediaan

ODT hendaknya memiliki beberapa karakteristik yang ideal diantaranya yaitu (Fu,

et al., 2004):

a. Disintegrasi yang cepat. Secara umum, hal ini berarti bahwa disintegrasi tablet

ODT harus terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit. Namun demikian, akan lebih

disukai bila disintegrasi terjadi secepat mungkin di dalam rongga mulut. ODT

9
harus mengalami disintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air sama sekali

dan dimaksudkan untuk melarut dengan air ludah pasien sendiri.

b. Penutupan rasa (taste-masking) dari senyawa aktif. Hal ini dikarenakan obat

ODT akan melarut atau mengalami disintegrasi di dalam mulut. Setelah melarut,

sediaan diharapkan tidak atau sedikit meninggalkan residu. Rasa yang tidak enak

di mulut kemudian menjadi persoalan yang kritis. Teknologi penutupan rasa yang

ideal hendaknya mampu menghasilkan mouth-feel yang baik dan tidak

memberikan sensasi berpasir (grittiness) di mulut.

c. Kekerasan dan porositas tablet yang optimal. Oleh karena ODT dirancang

memiliki waktu disintegrasi/disolusi yang cepat, dibutuhkan zat tambahan

(excipients) dengan derajat keterbasahan (wettability) yang tinggi dan struktur

tablet dengan porositas yang tinggi guna memastikan absorpsi air yang cepat ke

dalam tablet. Kekerasan tablet berbanding terbalik dengan porositasnya, maka

adalah hal penting untuk mendapatkan porositas tablet dengan absorpsi air yang

cepat tanpa mengurangi kekerasan tablet sehingga tidak mudah rusak selama

pengemasan dan pendistribusian dalam blister atau botol tablet konvensional.

d. Sensitifitas yang rendah terhadap kelembapan. ODT seringkali sensitif terhadap

kelembapan, hal ini dikarenakan zat tambahan dengan kelarutan dalam air yang

tinggi banyak digunakan dalam formulasi ODT. Untuk mengatasi hal ini,

diperlukan strategi pengemasan yang baik untuk melindungi tablet dari berbagai

pengaruh lingkungan.

2.2.3 Kelebihan dan kekurangan formulasi ODT

ODT memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tablet

ODT diantaranya adalah (Bhowmik, et al., 2009):

10
a. Diberikan tanpa air kapan pun dan dimana pun.

b. Mudah diberikan kepada pasien yang sulit menelan seperti penderita stroke,

pasien geriatri dan pediatri.

c. Keuntungan pada beberapa kasus seperti pada saat serangan alergi tiba-tiba, dan

pada saat mabuk perjalanan, dimana onset obat yang sangat cepat dibutuhkan.

d. Peningkatan bioavailabilitas pada obat-obat yang sukar larut dan hidrofobik,

karena disintegrasi dan disolusi yang cepat dari sediaan ini.

e. Rasa yang enak dimulut sehingga dapat mengurangi persepsi bahwa obat itu

pahit untuk anak-anak dan dengan rasa yang enak tersebut dapat pula

meningkatkan kepatuhan pasien.

f. Absorbsi pra-gastrik akan menghindari zat aktif dari metabolisme lintas pertama

di hati, sehingga dapat meningkatan bioavailabilitas obat dan dosis obat dapat

dikurangi; peningkatan terapi sebagai hasil pengurangan dari efek yang tidak

diinginkan.

Kekurangan dari tablet ODT diantaranya adalah:

a. Tablet biasanya tidak mempunyai kekuatan mekanik yang cukup. Oleh karena

itu penanganan yang hati-hati sangat dibutuhkan.

b. Tablet mungkin meninggalkan rasa yang tidak enak dimulut jika tidak

diformulasi dengan baik.

2.2.4 Teknologi formulasi tablet ODT

2.2.4.1 Teknik paten

Teknik paten adalah teknik yang sudah dipatenkan oleh beberapa industri

farmasi dalam memproduksi Orally Disintegrating Tablet (ODT).

Adapun teknologi yang telah dipatenkan yaitu (Modi dan Tayade, 2006):

11
a. Zydis oleh R.P.Scherer Inc.

b. Quicksolv oleh Jansen Pharmaceutical

c. Flashtab oleh Ethypharm

d. Lyoc oleh Farmlyoc

e. Orasolv oleh Cima Labs Inc.

f. Durasolv oleh Cima Lab Inc.

g. RapiTab oleh Schwarz Pharma

h. Wow Tab oleh Yamanouchi Pharma Technologies, Inc.

i. Fast melt oleh Elan Corp.

j. Ziplets oleh Eurand

k. FlashDose oleh Fuisz Technology Ltd.

l. Oraquick oleh KV Pharm, Co., Inc.

m. Advatab oleh Eurand International

2.2.4.2 Teknik konvensional

a. Freeze drying

Freeze drying merupakan proses dimana air disublimasi dari produk

setelah dibekukan. Teknik ini menciptakan suatu struktur amorf berpori yang

dapat melarut dengan cepat (Lailla dan Sharma, 1993).

Bahan aktif dilarutkan atau didispersikan dalam suatu larutan sebagai

carrier/polimer. Campuran ini ditimbang lalu dituang pada dinding kemasan

blister. Kemasan blister dilewatkan pada saluran pembeku nitrogen cair untuk

membekukan larutan obat. Kemudian kemasan blister beku diletakkan pada

lemari pembeku untuk melanjutkan pengeringan beku. Setelah pengeringan beku

selesai, aluminium foil digunakan pada mesin penutupan/penyegelan blister.

12
Terakhir blister dikemas dan didistribusikan (Renon dan Corveleyn, 2000).

Teknik kering beku menunjukkan peningkatan absorbs dan meningkatkan

bioavailabilitas. Kekurangan utama dari teknik liofilisasi adalah mahal dan

membutuhkan waktu yang lama; kerapuhan membuat kemasan konvensional tidak

sesuai untuk produk ini dan stabilitas buruk pada kondisi di bawah tekanan

(Bhowmik, et al., 2009).

b. Tablet molding

Proses molding terbagi menjadi dua yaitu metode pelarut dan metode

panas. Metode pelarut dilakukan dengan membasahi campuran massa dengan

pelarut hidroalkohol kemudian dikompres dengan tekanan yang rendah. Tablet

yang terbentuk kemudian dikeringkan untuk menghilangkan pelarut yang

digunakan. Metode panas dilakukan dengan menyiapkan suspensi yang

mengandung bahan obat, agar-agar, dan gula (contohnya manitol atau laktosa)

lalu suspensi dituangkan ke dalam blister dan dibiarkan mengeras pada suhu

kamar sehingga terbentuk jelly dan kemudian dikeringkan secara vakum pada

suhu 30ºC (Bhowmik, et al., 2009).

c. Spray drying

Pada teknik ini, gelatin dapat digunakan sebagai bahan pendukung dan

sebagai matriks, maltodekstrin sebagai bahan pengisi dan Crosscarmellosa serta

crosspovidone digunakan sebagai superdisintegran. Tablet yang dibuat selama 20

detik dalam medium berair. Serbuk semprot kering ini yang dikompresi menjadi

tablet menunjukkan disintegrasi secara cepat dan meningkatkan disolusi

(Bhowmik, et al., 2009).

13
d. Sublimation (sublimasi)

Untuk mendapatkan matriks berpori, bahan-bahan volatil ditambahkan

pada formulasi yang kemudian akan diproses dengan sublimasi. Bahan yang

sangat mudah menguap seperti ammonium bikarbonat, ammonium karbonat,

camphora, dan urea dapat dikompresi bersama eksipien lainnya hingga

membentuk tablet. Bahan volatil ini kemudian dihilangkan dengan sublimasi dan

akan meningkatkan matriks yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan teknik

ini dilaporkan biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik (Bhowmik, et al.,

2009).

Obat + Agen volatil + Bahan tambahan

kompresi

Agen volatil

sublimasi

Poros yang timbul


akibat proses sublimasi

Gambar 2.1. Proses sublimasi

e. Direct compression (cetak langsung)

Metode cetak langsung dapat digunakan untuk membuat sediaan ODT

dengan cara memilih kombinasi bahan tambahan yang tepat, yang mana dapat

menghasilkan disintegrasi cepat dan daya tahan fisik yang baik. Bahan tambahan

yang dimaksudkan di sini adalah bahan penghancur (disintegrant). Beberapa

14
peneliti menggunakan bahan effervescent sebagai disintegrant, sementara yang

lain mengkombinasi berbagai disintegrant yang ada (Fu, et al., 2004).

f. Mass extrusion

Teknologi ini termasuk pencampuran aktif dengan menggunakan

campuran pelarut yang bercampur dengan air dari polietilen glikol (Bhowmik, et

al., 2009).

2.3 Superdisintegrants

Bahan penghancur atau superdisintegrants merupakan bahan utama dalam

formulasi ODT. Superdisintegrants ditambahkan untuk memudahkan pecahnya

atau hancurnya tablet saat kontak dengan air. Daya mengembang

superdisintegrants sangat tinggi dan cepat sehingga mampu mendesak kearah luar

secara cepat yang akan menyebabkan tablet cepat hancur. Terdapat 4 mekanisme

umum yang digunakan oleh superdisintegrants dalam mendistegrasikan tablet,

antara lain (Bhowmik, et al., 2009):

1) Aksi kapiler (Wicking)

Aksi Kapiler

Air ditarik oleh superdisintegran dan


menurunkan gaya tarik-menarik antar partikel

Gambar 2.2. Proses aksi kapiler (wicking)

15
Tablet yang merupakan hasil pengempaan dari granul, memiliki pori-pori

kapiler. Dan pada saat tablet bersinggungan dengan medium air, maka air akan

berpenetrasi masuk ke dalam pori-pori tablet. Akibatnya ikatan antar partikel

menjadi lemah dan pada akhirnya tablet akan pecah (Bhowmik, et al.,2009).

2) Pengembangan (Swelling)

Pengembangan

Partikel mengembang dan pecah dari bentuk matrik

Gambar 2.3. Proses pengembangan (swelling)

Beberapa bahan penghancur apabila terkena air maka akan mengembang,

akibatnya partikel penyusun tablet akan terdesak dan pecah. Hancurnya tablet

dengan mekanisme ini dipengaruhi oleh struktur pori-pori tablet. Semakin kecil

pori-pori granul yang ada di dalam tablet, maka semakin besar tenaga untuk

menghancurkan tablet (Bhowmik, et al., 2009).

3) Perubahan bentuk (Deformation)

Perubahan Bentuk

Partikel mengembang ke bentuk


sebelum dikompresi dan pecah dari

Gambar 2.4. Proses perubahan bentuk (deformation)

16
Partikel yang mengalami penekanan pada proses pengempaan akan

berubah bentuknya. Apabila tablet terkena air maka partikel yang membentuk

tablet akan kembali ke bentuk asalnya, maka partikel tablet akan berdesakan

sehingga tablet dapat hancur (Bhowmik, et al., 2009).

4) Perenggangan (Repulsion)

Perenggangan

Air masuk ke dalam poros dan partikel saling


tolak-menolak karena hasil gaya elektrik

Gambar 2.5. Proses perenggangan (repulsion)

Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan

adanya air yang masuk melalui jaringan kapiler yang tersusun di dalam tablet

maka partikel akan tolak menolak sehingga akan saling memisahkan diri

kemudian lepas dari susunannya di dalam tablet. Proses ini akan membantu

terjadinya disintegrasi (Bhowmik, et al., 2009).

2.4 Uraian tentang Primogel

Primogel mempunyai nama kimia sodium starch glycolate atau sodium

carboxymethyl starch. Serbuk higroskopis yang berwarna putih atau hampir putih,

mempunyai sifat alir yang baik. Apabila dilihat dengan mikroskop, primogel

berupa granul yang bentuknya tidak teratur dengan ukuran 30-100 mikrometer.

Granul primogel menunjukkan pengembangan (swelling) yang besar ketika

17
kontak dengan air. Menurut Farmakope Eropa, Primogel terbagi menjadi tiga jenis

yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C. Pembagian jenis ini berdasarkan pH, kandungan

Natrium, dan kandungan Natrium Klorida. Primogel biasanya digunakan sebagai

disintegran pada tablet atau kapsul. Primogel biasanya diformulasi untuk tablet

yang dicetak langsung atau dengan granulasi basah. Konsentrasi primogel yang

umum digunakan yaitu antara 2% - 8%, dimana konsentrasi optimum adalah 4%.

Primogel juga dapat digunakan sebagai agen pensuspensi. Primogel mempunyai

kemampuan untuk mengembang sampai 300 kali (Rowe, et al., 2009).

2.5 Uraian tentang Krospovidon

Krospovidon mempunyai nama kimia 1-Ethenyl-2-pyrrolidinone. Serbuk

putih sampai putih kekuningan, mengalir bebas, praktis tidak berasa, tidak berbau

atau hampir tidak berbau, bersifat higroskopis, praktis tidak larut dalam air dan

dalam sebagian besar pelarut organik. Krospovidon merupakan bahan

pengembang dalam tablet yang tidak larut dalam air, yang biasanya digunakan

dengan konsentrasi 2% - 5% pada tablet yang dibuat dengan metode cetak

langsung ataupun granulasi basah dan ggranulasi kering. Krospovidon memiliki

aktivitas kapiler yang tinggi dan cepat. Studi menunjukkan bahwa ukuran partikel

dari Krospovidon sangat mempengaruhi disintegrasi dari tablet. Partikel yang

lebih besar semakin meningkatkan kecepatan disintegrasi dibandingkan dengan

partikel yang lebih kecil. Krospovidon juga dapat digunakan sebagai peningkat

kelarutan. Dengan teknik co-evaporasi, Krospovidon dapat digunakan sebagai

peningkat kelarutan bagi bahan obat yang sangat sukar larut. Bahan obat

diabsorbsi oleh Krospovidon dalam pelarut yang sesuai dan kemudian pelarut

18
dievaporasi. Teknik ini menunjukkan hasil laju disolusi yang lebih cepat (Rowe,

et al., 2009).

2.6 Uraian tentang Selulosa mikrokristalin (Avicel)

Selulosa mikrokristal adalah selulosa yang dimurnikan secara parsial,

berwarna putih, tidak berbau, tidak berasa, serbuk kristal yang terdiri atas partikel-

partikel yang menyerap (Rowe, et.al., 2009).

Selulosa mikrokristalin sering juga disebut dengan avicel, suatu zat yang

dapat dicetak langsung. Sifat mengalirnya baik, dan sifat pencetakan langsungnya

juga bagus sekali. Harganya cukup mahal bila digunakan sebagai pengisi dengan

kadar tinggi, karena itu sering dikombinasi dengan zat lain. Zat ini merupakan

bahan pengisi yang banyak digunakan (Lachman, dkk., 1994).

Selulosa mikrokristal secara luas digunakan dalam farmasi, terutama

sebagai pengikat/pengisi dalam formulasi tablet dan kapsul yang dapat digunakan

dalam proses granulasi basah dan kempa langsung. Selain digunakan sebagai

pengikat/pengisi, selulosa mikrokristalin juga mempunyai sifat lubrikan dan

disintegran yang dapat berguna dalam pembuatan tablet (Rowe, et al., 2009).

2.7 Uraian tentang Camphora

Camphora adalah produk alami yang berasal dari kayu pohon

Cinnamomum camphora. Camphora diperoleh melalui destilasi uap dan

pemurnian dengan sublimasi. Pohon Cinnamomum camphora yang digunakan

setidaknya harus berumur 50 tahun. Camphora juga dapat disintesis dengan

menggunakan vinil klorida dan siklopentadiena (Zuccarini, 2009).

Camphora dapat digunakan sebagai antiseptik, analgesik, antipruritus,

counterirritant, dan rubefacient. Camphora digunakan secara luas dalam

19
pengobatan, terutama dalam bentuk topikal, hal ini berkaitan dengan aksi anastesi

lokal dan kemampuan untuk menimbulkan sensasi panas sehingga menjadi dasar

yang kuat dan efektif untuk menjadi obat. Saat ini camphora paling banyak

digunakan dalam bentuk inhalasi dan minyak camphora dengan menambahkan

19% atau 20% camphora kedalam minyak pembawa, serta sebagai bahan aktif

utama dalam pembuatan obat gosok dan balsam untuk pemakaian topikal sebagai

analgesik (Zuccarini, 2009).

Dosis oral untuk camphora yang digunakan secara oral adalah 120-300 mg

dan dosis parenteral adalah 60-200 mg (dosis yang melebihi tidak disarankan).

Sedangkan dalam bentuk minyak camphora tidak terdapat batasan dosis dan dapat

digunakan tanpa resiko apabila digunakan sesuai petunjuk. Tanda-tanda toksisitas

camphora yaitu menyebabkan konvulsi, letargi, ataksia, pusing berlebihan, mual,

dan koma (Zuccarini, 2009).

2.8 Spektrofotometer

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Alat ini terdiri dari spektrometer

yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (Day and Underwood, 1999).

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan

(larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya.

Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas

sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies

penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan

20
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat

terjadi jika foton/radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama

dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga.

Penetapan kadar dilakukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang

maksimum, agar dapat memberikan absorban tertinggi untuk setiap konsentrasi.

Bila suatu senyawa mempunyai lebih dari satu puncak, lebih diutamakan panjang

gelombang maksimum yang absorptivitasnya terbesar dan memberikan kurva

kalibrasi linier dalam rentang konsentrasi yang relatif lebar dan meningkat yang

ditentukan dengan persamaan regresi yang merupakan hubungan antara

konsentrasi dan serapan dan dapat dinyatakan sebagai berikut :

Y = aX + b

Dimana : Y = absorbansi

X = konsentrasi

a = koefisien regresi (juga menyatakan slope/kemiringan)

b = tetapan regresi dan juga disebut dengan intersep

Unsur - unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber cahaya: lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 sampai 350 nm,

sementara lampu halogen kuartz atau lampu tungsten daerah visibel dari 350

sampai 900 nm.

2. Monokromotor: digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam panjang

gelombang unsur-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah.

Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan melalui

sampel ketika instrumen tersebut memindai sepanjang spektrum.

21
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel yang akan di analisis. Pada

pengukuran di daerah sinar tampak, kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk

pengukuran pada daerah ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas

tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet umumnya mempunyai ketebalan 1

cm.

4. Detektor: berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai

panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi sinyal listrik yang

selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil data dalam bentuk angka digital.

5. Recorder: digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari

pengukuran (Day and Underwood, 1999).

22

Anda mungkin juga menyukai