Islam adalah agama dakwah yang mewajibkan umatnya untuk mengajak manusia dengan
segala macam cara dan media, agar menerima kebenaran agama Allah, meyakini dan
mengamalkannya dalam segala aspek kehidupannya. (Rousydiy.1986:10) Tujuan utama dari
Risalah Muhammad adalah untuk membawa rahmat kepada alam semesta, tidak hanya kepada
umat manusia. (Hasjmy.1984:38) Sebagai pembawa risalah yang rahmatan lil ‘alamin
Muhammad saw merupakan Rasul akhir zaman dan Risalahnya juga merupakan Risalah yang
terakhir, namun berlaku bagi semua manusia di alam ini. Karenanya Dakwah Islamiyah yang
bertugas mengembangkan Risalah Muhammad menjadi tetap berkelanjutan sampai akhir zaman.
Berhasilnya Rasulullah saw menyampaikan Risalah dan mengembangkan dakwah Islamiyah,
sehingga dalam waktu yang relatif singkat, beliau mampu membangun tiga perkara besar. Yaitu
agama yang besar, ummat yang satu dan negara yang stabil. Hal ini dikarenakan oleh kebenaran
ajaran Islam yang didakwahkannya, ketepatan metode yang digunakan, terutama metode dakwah
amaliyah, kefasihan lidah yang dimilikinya, serta kepribadian yang kuat penuh daya tarik dan
daya pikat, penguasaan terhadap audience, juga karena sikap mental yang membaja.
(Rousydiy.1986: 13)
Fakta sejarah membuktikan bahwa dalam waktu relatif singkat yakni hanya selama dua
puluh tiga tahun, Rasulullah saw. telah berhasil membuat suatu revolusi kemanusiaan yang total
dan frontal, yang sekaligus membuat suatu perubahan wajah dan bentuk kehidupan manusia di
dunia ini. Perubahan dimaksud ialah merombak sistem kehidupan bangsa Arab pada masa
jahiliyah yang ditandai dengan berkembangnya kemusyrikan, khurafat, dan tahayul, kemudian
Rasulullah saw membangunnya menjadi satu masyarakat baru yang melandaskan sikap,
pandangnan dan tatanan kehidupannya di atas dasar Tauhidullah dan Taqwallah yang
mengangkat derajat manusia kepada kemuliaan dan peradaban.(Noor.1981:72)
Keberhasilan Dakwah dan perjuangan Rasulullah saw dalam membangun kehidupan
umat dan masyarakat Islam, disamping karena yang ditegakkan beliau itu adalah Al Haq (Dienul
Islam) dan karena keuletan serta ketabahan beliau dalam melaksanakan tugas yang suci dan
mulia, juga ditunjang oleh faktor kemuliaan akhlak dan keluhuran budi pekerti beliau sebagai
faktor subjektif yang sangat menentukan. Kemuliaan akhlak tersebut merupakan mestika hidup
peribadi Rasul Allah yang menyinari seluruh lapisan masyarakat dan sebagai besi berani yang
mampu menarik simpati, memikat perhatian, serta menggerakkan jiwa setiap insan untuk
menerima seruan Dakwah Islam yang disampaikannya.(Noor. 1981 : 78)
Faktor yang juga turut menentukan keberhasilan dakwah Rasulullah, ialah karena
dakwah yang dilaksanakannya memiliki keistimewaan tertentu. Kesitimewaan tersebut
membedakan dakwah Rasulullah saw, dengan dakwah-dakwah Rasul sebelumnya. Sekaligus
memberi sumbangan besar terhadap kesuksesan dakwah Islamiyah yang dilaksanakan oleh
Rasulullah saw dan oleh umat Islam di kemudian hari.
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia si antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu”. (QS. 49 Al Hujarat ayat 13)
Sementara pada abad modern dan dalam era globaliasi seperti sekarang ini, perbedaan
hak yang disebabkan perbedaan warna kulit, keturunan, kebangsaan, dan lain-lain masih
menyelimuti sebagian besar dunia, terutama di negara-negara maju yang justru sering
mendengung-dengungkan hak-hak asasi manusia. Politik apartheid yang pernah mendominasi
Afrika Selatan, perbedaan status dan hak-hak sosial di Amerika dan Eropa karena perbedaan
warna kulit, kekebalan hukum bagi sementara bangsawan di sejumlah negara, dan lain-lain,
adalah merupakan contoh kongkrit bahwa peraturan-peraturan dan undang-undang buatan
manusia selalu bersifat relatif dan hanya akan menguntungkan kelompok atau manusia yantg
membuatnya.
Kedua, karena ajaran-ajaran Islam itu bersumber dari Allah, maka ia memiliki kharisma
yang luhur sehingga manusia akan cenderung menghormati dan mentaati ajaran-ajaran tersebut.
Sebelum Nabi Muhammad saw diutus menjadi rasul dengan membawa ajaran Islam, orang-
orang Arab pada masa jahiliyah sudah terbiasa minum minuman keras (khamar). Bagi mereka
minum khamar itu tidak dianggap sebagai perbuatan tercela. Kemudian ketika Islam datang dan
secara graduasi (bertahap) mengharamkan minum khamar, maka ketika ayat paling akhir yang
mengharamkan khamar itu diturunkan, mereka serentak meninggalkan khamar seraya ramai-
ramai menumpahkannya ke tanah. Padahal perintah untuk meninggalkan khamar itu hanya
dengan satu kalimat saja, yaitu “maka tinggalkanlah khamar itu”. Hal ini sesuai dengan firman
Allah:
Artinya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa
putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha
Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.”.(QS. 4 An Nisaa’ ayat 171)
Itulah contoh sikap yang berlebih-lebihan sehingga melampaui batas dalam bidang
akidah. Sementara contoh sikap berlebih-lebihan dalam bidang ibadah adalah kisah antara dua
orang Shahabat Nabi, yaitu Abu al-Darda dan Salman al-Farisi seperti berikut ini;
Suatu saat Salman al-Farisi datang ke rumah Abu al-Darda. Dua orang ini ibarat saudara
kandung, karena mereka telah dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad saw. Ketika Salman al-
Farisi datang, beliau melihat Ummu al-Darda (isteri Abu al-Darda) dalam keadaan layu, lunglai,
berpakaian kumal dan tidak bergairah.
“Kenapa Anda demikian?” tanya Salman Al-Farisi. “Lihat saja itu, saudaramu Abu al-
Darda. Ia sudah tidak mau lagi dengan dunia”, jawab Ummu al-Darda. Tidak lama kemudian
Abu al-Darda keluar untuk menemui Salman al-Farisi, sambil membawa makanan. “Wahai
Salman, silahkan Anda makan. Saya tidak akan makan karena sedang berpuasa”., kata Abu al-
Darda menyilahkan Salman. “Tidak”, jawab Salman. “Saya tidak akan makan sampai Anda juga
ikut makan”’ tambahnya. Akhirnya Abu al-Darda kalah, beliau ikut makan bersama Salman al-
Farisi.
Ketika malam tiba, Abu al-Darda pergi untuk solat tahajud, namun Salman al-Farisi
menghalanginya. “Tidurlah anda, wahai Abu al-Darda” katanya. Maka beliau pun tidur. Tidak
lama kemudian beliau bangun untuk solat tahajud. Untuk kedua kalinya Salman al-Farisi
menghalanginya. Maka beliaupun tidur lagi.
Menjelang fajar Salman al-Farisi bangun, lalu membangunkan Abu al-Darda. “Nah,
wahai Abu al-Darda, sekarang mari kita solat tahajud”, kata Salman al-Farisi. Maka solatlah
kedua orang tersebut. Sesudah selesai sholat, Salman al-Farisi berkata kepada Abu al-Darda,
“Wahai Abu al-Darda. Sesungguhnya jiwa ragamu itu mempunyai hak yang harus engkau
penuhi, Tuhanmu juga mempunyai hak yang harus engkau penuhi, tamumu juga mempunyai hak
yang yang harus engkau penuhi, dan keluargamu juga mempunyai hak yang harus engkau
penuhi. Oleh karena itu penuhilah hak-hak mereka itu masing-maing. Keesokan harinya kedua
orang itu menghadap Nabi Muhammad saw untuk menceritakan kejadian semalam. Setelah
diceritakan, Nabi saw berkomentar, “Salman Benar”. (Yaqub. 1997 : 15)
Nabi saw juga pernah kedatangan tiga orang Shahabat, dimana setelah mereka melihat
ketekunan Nabi saw dalam beribadah, mereka masing-masing berjanji, yang pertama akan sholat
tahajud terus menerus dan tidak akan tidur pada malam hari, yang kedua akan berpuasa selama-
lamanya dan tidak akan makan pada siang hari, yang ketiga akan selalu beribadah dan tidak akan
menikahi wanita.
Mendengar janji-janji mereka itu Nabi saw kemudian keluar untuk menemui mereka,
serya bertanya, “Siapa tadi yang berjanji seperti itu? Saya adalah orang yang paling takut kepada
Allah dari pada kalian. Tetapi saya sholat tahajud dan juga tidur pada malam hari, saya juga
berpuasa dan terkadang juga tidak berpuasa, dan saya juga menikahi wanita. Itulah sunnahku.
Siapa yang tidak sukap kepada sunnahku, maka ia berarti tidak termasuk golonganku.
Ajaran Islam yang tercermin dalam Hadits Nabi saw ini menunjukkan bahwa Islam
memperlakukan manusia secara wajar sebagai makhluk biologis, bukan sebagai malaikat dan
bukan sebagai binatang. Ia memberikan aturan-aturan agar manusia dapat menyalurkan
kebutuhan seksualnya secara wajar dan sehat, yaitu dengan disyariatkannya aturan pernikahan.
Islam juga membuat pagar kokoh agar martabat manusia tidak jatuh menjadi martabat binatang,
yaitu dengan mengharamkan perzinahan, hubungan seks bebas, dan sebagainya.
Dalam bidang muamalah, Islam juga melarang penganutnya untuk bersikap kikir
sehingga tidak mau memberi sedekah sama sekali. Tetapi pada saat yang sama Islam juga
melarang pemberian yang tidak memakai perhitungan sehingga terkesan adanya penghamburan
dan pemborosan. Singkatnya ajaran dakwah Islam adalah konsep kehidupan yang moderat, yaitu
suatu konsep kehidupan yang menghendaki adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat.(Rousydiy. 1986 : 46)
D. Kesimpulan.
Mengakhiri tulisan ini kiranya dapat diambil suatu pemahaman bahwa dakwah yang
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw adalah dakwah yang memiliki berbagai keistimewaan.
Keistimewaan tersebut tentu berbeda dengan dakwahnya para Nabi lainnya, dan dengan
keistimewaan tersebut maka Nabi Muhammad saw mampu mencapai hasil dakwah yang
gemilang, bukan saja pada jamannya tetapi juga sampai saat sekarang ini.
Keistimewaan tersebut adalah sangat baik jika dipelajari, dipahami dan sekaligus dimiliki
oleh setiap juru dakwah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dakwahnya. Sehingga dakwah
Islam yang terselenggara pada saat ini akan tetap terpelihara hakikatnya serta akan mampu
memberikan hasil dakwah yang gemilang seperti yang telah dicapai oleh Nabi Muhammad saw.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur-anul Kariim
Abdul Aziz,Jum’ah Amin.1997. Fiqh Da’wah Prinsip dan Kaidah asasi Da’wah Islam, Solo.
Citra Islami Press.
Abdul Karim Zaidan,. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Jakarta. Media Dakwah.
Abdul Munir Mulkhan. Ideologisasi Gerakan Dakwah Episod Kehidupan M. Nasir dan Azhar
Basyir.Yogyakarta. SIPRESS.
Abdurrahman Al Baghdadi. Da’wah Islam & Masa Depan Umat Mengimplentasi Metode
Da’wah Rasulullah SAW di Era Globalisasi. Bangil. Al Izzah..
Ali Mustafa Yaqub,. 1997. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta. Pustaka Firdaus.
Ali Abdul Halim Mahmud, 1996, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah dan
Harakah, Jakarta. Gema Insani Press.
Farid Ma’ruf Noor,.1981. Dinamika dan akhlak Dakwah, Surabaya. Bina Ilmu.
M. Jakfar Puteh & Saifullah.(Ed).2001. Dakwah Tekstual dan Kontekstual (Peran dan
Fungsinya dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat). Yogyakarta. Pustaka Belajar.
Syeikh Abdurrahman Abdul Khaliq, 1996, Metode dan Strategi Dakwah Islam, Jakarta. Al
Kautsar.
T.A. Lathief Rousydiy, 1986, Rasul Terbesar Muhammad SAW. Medan, Rimbow.
Yusuf al-Qardhawy, 1997, Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang
Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, Jakarta.
Pustaka Al Kautsar.