Anda di halaman 1dari 11

KEISTIMEWAAN DAKWAH RASULULLAH SAW

DRS. SOIMAN, MA.


A. Pendahuluan.

Islam adalah agama dakwah yang mewajibkan umatnya untuk mengajak manusia dengan
segala macam cara dan media, agar menerima kebenaran agama Allah, meyakini dan
mengamalkannya dalam segala aspek kehidupannya. (Rousydiy.1986:10) Tujuan utama dari
Risalah Muhammad adalah untuk membawa rahmat kepada alam semesta, tidak hanya kepada
umat manusia. (Hasjmy.1984:38) Sebagai pembawa risalah yang rahmatan lil ‘alamin
Muhammad saw merupakan Rasul akhir zaman dan Risalahnya juga merupakan Risalah yang
terakhir, namun berlaku bagi semua manusia di alam ini. Karenanya Dakwah Islamiyah yang
bertugas mengembangkan Risalah Muhammad menjadi tetap berkelanjutan sampai akhir zaman.
Berhasilnya Rasulullah saw menyampaikan Risalah dan mengembangkan dakwah Islamiyah,
sehingga dalam waktu yang relatif singkat, beliau mampu membangun tiga perkara besar. Yaitu
agama yang besar, ummat yang satu dan negara yang stabil. Hal ini dikarenakan oleh kebenaran
ajaran Islam yang didakwahkannya, ketepatan metode yang digunakan, terutama metode dakwah
amaliyah, kefasihan lidah yang dimilikinya, serta kepribadian yang kuat penuh daya tarik dan
daya pikat, penguasaan terhadap audience, juga karena sikap mental yang membaja.
(Rousydiy.1986: 13)
Fakta sejarah membuktikan bahwa dalam waktu relatif singkat yakni hanya selama dua
puluh tiga tahun, Rasulullah saw. telah berhasil membuat suatu revolusi kemanusiaan yang total
dan frontal, yang sekaligus membuat suatu perubahan wajah dan bentuk kehidupan manusia di
dunia ini. Perubahan dimaksud ialah merombak sistem kehidupan bangsa Arab pada masa
jahiliyah yang ditandai dengan berkembangnya kemusyrikan, khurafat, dan tahayul, kemudian
Rasulullah saw membangunnya menjadi satu masyarakat baru yang melandaskan sikap,
pandangnan dan tatanan kehidupannya di atas dasar Tauhidullah dan Taqwallah yang
mengangkat derajat manusia kepada kemuliaan dan peradaban.(Noor.1981:72)
Keberhasilan Dakwah dan perjuangan Rasulullah saw dalam membangun kehidupan
umat dan masyarakat Islam, disamping karena yang ditegakkan beliau itu adalah Al Haq (Dienul
Islam) dan karena keuletan serta ketabahan beliau dalam melaksanakan tugas yang suci dan
mulia, juga ditunjang oleh faktor kemuliaan akhlak dan keluhuran budi pekerti beliau sebagai
faktor subjektif yang sangat menentukan. Kemuliaan akhlak tersebut merupakan mestika hidup
peribadi Rasul Allah yang menyinari seluruh lapisan masyarakat dan sebagai besi berani yang
mampu menarik simpati, memikat perhatian, serta menggerakkan jiwa setiap insan untuk
menerima seruan Dakwah Islam yang disampaikannya.(Noor. 1981 : 78)
Faktor yang juga turut menentukan keberhasilan dakwah Rasulullah, ialah karena
dakwah yang dilaksanakannya memiliki keistimewaan tertentu. Kesitimewaan tersebut
membedakan dakwah Rasulullah saw, dengan dakwah-dakwah Rasul sebelumnya. Sekaligus
memberi sumbangan besar terhadap kesuksesan dakwah Islamiyah yang dilaksanakan oleh
Rasulullah saw dan oleh umat Islam di kemudian hari.

B. Keistimewaan Dakwah Nabi Saw.


Missi dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw memiliki keistimewaan-
keistimewaan khusus (khasha’ish), di mana dalam beberapa hal berbeda dengan missi-missi
dakwah para Nabi terdahulu. Keistimewaan-keistimewaan ini terdapat dalam materi ajaran yang
didakwahkan oleh beliau, yaitu ajaran islam. Oleh karena itu, keistimewaan-keistimewaan itu
juga merupakan keistimewaan Islam itu sendiri. Di antara keistimewaan-keistiemwaan dakwah
Nabi saw itu adalah:

1. Berasal dari Allah (Rabbaniyah al-Da’wah).


Dakwah yang dibawa Nabi Muhammad saw bersumber dari wahyu Allah SWT atau
dikenal dengan istilah Rabbaniyah al-Da’wah. Rasul saw sendiri yang diberi tugas untuk
menyampaikan dakwah pengangkatannya juga berdasarkan perintah dan wahyu Allah Swt.
Dalam hal ini misi-misi dakwah para Rasul terdahulu juga sama, yaitu berasal dari Allah Swt.
(Abdul Aziz. 1998 : 51) Materi-materi yang didakwahkan Nabi saw bukan merupakan teori-teori
hasil pemikiran beliau, bukan pula merupakan hasil dari revolusi sosial pada zaman beliau hidup,
dan juga bukan hasil renungan falsafi beliau tentang keadaan sosial yang berkembang pada saat
itu. Melainkan semuanya merupakan rangkuman dari ajaran-ajaran yang bersumber dari wahyu
Allah yang diturunkan kepada beliau, sementara beliau menyampaikan kepada umatnya atas
perintah dari Allah juga.
Oleh karena itu, ajaran-ajaran Islam mempunyai perbedaan-perbedaan yang mendasar
serta prinsipil dibanding dengan ajaran-ajaran positif. Sebab ajaran Islam bersumber dari Allah,
sementara ajaran positif bersumber dari manusia. Ajaran Islam tidak dapat diubah oleh manusia.
Bahkan Nabi saw sendiri tidak memiliki wewenang untuk mengubah, merevisi, menambah atau
mengurangi. Sementara aturan-aturan positif kapan saja dapat diubah apabila manusia
menghendakinya. Sebagai konsekwensi keistimewaan rabbaniyah ini, ajaran dakwah Islam
memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh ajaran-ajaran lain, yaitu:
Pertama, ajaran Islam bersifat sempurna, tidak memiliki kekurangan apapun.
Kesempurnaan ini karena ajaran Islam bersumber dari Allah, sementara Allah memiliki
kesempurnaan yang mutlak, baik dari segi dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, maupun titah-Nya, dan hal
itu berpengaruh pada aturan-aturan yang ditetapkan-Nya, baik berupa hukum, akhlak, dan lain-
lain. Sementara aturan-aturan positif yang dibuat manusia tidak memiliki sifat-sifat tersebut. Ia
cenderung bersifat relatif seperti halnya relatifitas manusia yang mebuat atauran-aturan itu.(Al
Qardhawy. 1997 : 180)
Sebagai contoh misalnya, masalah persamaan hak. Dalam ajaran Islam dikenal adanya
pesamaan hak bagi semua manusia. Mereka mempunyai kedudukan yang sama di hadapan
undang-undang atau hukum. Islam tidak mengenal adanya kelebihan-kelebihan yang didasarkan
karena perbedaan warna kulit, kebangsaan, bahasa, status sosial, keturunan, dan lain-lain. Allah
hanya membedakan manusia dari tingkat ketakwaannya kepada Allah Swt. Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia si antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa di antara kamu”. (QS. 49 Al Hujarat ayat 13)
Sementara pada abad modern dan dalam era globaliasi seperti sekarang ini, perbedaan
hak yang disebabkan perbedaan warna kulit, keturunan, kebangsaan, dan lain-lain masih
menyelimuti sebagian besar dunia, terutama di negara-negara maju yang justru sering
mendengung-dengungkan hak-hak asasi manusia. Politik apartheid yang pernah mendominasi
Afrika Selatan, perbedaan status dan hak-hak sosial di Amerika dan Eropa karena perbedaan
warna kulit, kekebalan hukum bagi sementara bangsawan di sejumlah negara, dan lain-lain,
adalah merupakan contoh kongkrit bahwa peraturan-peraturan dan undang-undang buatan
manusia selalu bersifat relatif dan hanya akan menguntungkan kelompok atau manusia yantg
membuatnya.
Kedua, karena ajaran-ajaran Islam itu bersumber dari Allah, maka ia memiliki kharisma
yang luhur sehingga manusia akan cenderung menghormati dan mentaati ajaran-ajaran tersebut.
Sebelum Nabi Muhammad saw diutus menjadi rasul dengan membawa ajaran Islam, orang-
orang Arab pada masa jahiliyah sudah terbiasa minum minuman keras (khamar). Bagi mereka
minum khamar itu tidak dianggap sebagai perbuatan tercela. Kemudian ketika Islam datang dan
secara graduasi (bertahap) mengharamkan minum khamar, maka ketika ayat paling akhir yang
mengharamkan khamar itu diturunkan, mereka serentak meninggalkan khamar seraya ramai-
ramai menumpahkannya ke tanah. Padahal perintah untuk meninggalkan khamar itu hanya
dengan satu kalimat saja, yaitu “maka tinggalkanlah khamar itu”. Hal ini sesuai dengan firman
Allah:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,


(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntumgan.
(QS. 5 al Maa’idah ayat 90)
Sementara undang-undang buatan manusia, dalam masalah yang sama, tidak mampu
memberikan hasil yang baik dan memuaskan. Amerika serikat misalnya, pada tahun 1930 pernah
memberlakukan Undang-undang Anti Minuman Keras. Sebelum Undang-undang itu
diberlakukan, pemerintah Amerika melakukan kampanye anti minuman keras secara besar-
besaran. Kampanye ini menghabiskan dana 65 juta dolar Amerika. Sedangkan untuk pelaksanaan
Undang-undang itu pemerintah mengeluarkan dana hampir 10 juta dolar AS. Tiga tahun
kemudian sesudah Undang-undang itu diberlakukan, diadakan suatu penelitian khusus untuk itu.
Hasilnya diketahui bahwa sebanyak 200 orang terbunuh, 500.000 orang ditahan, dan denda atas
pelanggaran Undang-undang ini mencapai hampir 4 juta dolar AS. Sementara harta yang disita
akibat pelanggaran Undang-undang itu mencapi satu milyar dolar Amerika. Dan akhirnya pada
tahun 1933 Pemerintah Amerika mencabut Undang-undang Anti Minuman Keras tersebut.
(Yaqub.1997 : 68)
2. Komprehensif (Symuliyah al-Da’wah).
Dakwah Islam yang dibawa Nabi saw mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Tiada
suatu gerak dan aktivitas manusia, baik secara perorangan maupun kelompok yang tidak ada
aturannya dalam Islam.(Abdul Aziz. 1998 : 52) Secara global aturan-aturan atau hukum-hukum
yang ada dalam Islam terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Aturan-aturan yang berkaitan dengan akidah. Yaitu hal-hal yang wajib diimani oleh
seorang mukalaf (dewasa dan berakal), seperti beriman kepada Allah SWT, para
Malaikat, Kitab-Kitab Suci, para Rasul, Hari Kiamat, qodho dan qadar.
b. Aturan-aturan yang berkaitan dengan akhlak. Yaitu sifat-sifat perilaku terpuji yang harus
dimiliki seseorang, atau sifat-siat perilaku tercela yang harus ditinggalkan oleh seseorang
muslim.
c. Aturan-aturan yang berkaitan dengan ibadah atau amalan manusia. Yaitu perbuatan,
ucapan, perjanjian, dan lain-lain yang dilakukan oleh seorang mukalaf baik secara pribadi
maupun kelompok. Aturan ini secara garis besar terbagi dua, yaitu aturan tentang ibadah,
yakni pengaturan hubungan antara manusia dengan Allah, seperti sholat, puasa, zakat dan
haji. Sedangkan muamalah, adalah pengaturan hubungan manusia dengan sesama
manusia, baik secara perorangan maupun secara kelompok, seperti jual beli, pernikahan,
sewa menyewa, dan lain-lain.
Semua aturan hukum di atas terdapat dalam materi dakwah yang dibawa Nabi
Muhammad saw. Karenanya semua aktivitas dan gerak serta perilaku manusia muslim,
hendaklah berada dalam status hukum yang jelas, apakah itu wajib, haram, sunnah, makruh
ataupun mubah.(Al Qardhawy. 1997 : 198)

3. Universal (‘Alamiyah al-Da’wah).


Berbeda dengan misi-misi dakwah yang dibawa para Nabi terdahulu, misi dakwah yang
dibawa Nabi Muhammad saw bersifat universal. Islam tidak mengenal batas-batas waktu,
tempat, dan etnis; melainkan berlaku untuk sepanjang zaman, di semua belahan bumi, dan semua
umat manusia di dunia.(Abdul Aziz. 1998 : 525) Sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya
sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia
tiada mengetahui”.(QS. 34. Saba’ ayat 28)
Uversalitas ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw memiliki dua dimensi, yaitu
universal dalam arti berlaku untuk setiap tempat tanpa mengenal batas-batas etnis, dan universal
dalam arti berlaku untuk setiap waktu tanpa adanya perbatasan. Ini membawa konsekwensi
bahwa ajaran Islam bersifat permanen sampai akhir masa nanti. Karenanya sejak semula telah
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak akan mengalami perubahan-perubahan, baik pengurangan
maupun penambahan.
Untuk itu ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw itu bersifat elastis, akumulatif dan
fleksibel, sehingga dalam hal-hal tertentu dapat mengikuti perkembangan zaman dan memenuhi
kebutuhan manusia. Dan karena universalitasnya itulah Islam menjadi penutup bagi ajaran-
ajaran para Nabi terdahulu, sementara Nabi Muhammad saw menjadi Nabi penutup dari semua
para Nabi.(Rousydiy. 1986 : 69)
Ajaran Islam tidak terbatas dengan masa maupun generasi, demikian pula tidak terbatas
dengan tempat maupun umat, tidak terikat dengan suatu bangsa maupun kelas sosial. Sebagai
risalah universial yang berbicara kepada setiap umat, setiap ras, setiap suku bangsa dan kelas
sosial. Islam bukanlah merupakan suatu risalah bagi satu bangsa tertentu, yang mengklaim
bahwa ia sendiri yang merupakan bangsa Allah yang terpilih dan semua manusia harus tunduk
kepadanya. Islam bukan risalah bagi daerah tertentu yang semua daerah-daerah lain di muka
bumi harus tunduk kepadanya dan diserahkan kepadanya hasil buah-buahan dan kekayaannya.
Risalah Islam bukanlah risalah bagi kelas sosial tertentu yang tugasnya adalah menaklukkan
kelas-kelas sosial yang lain untuk melayani kepentingannya atau mengikuti hawa nafsunya atau
berjalan ikut dalam rombongannya. Baik kelas sosial yang menguasai ini adalah kaum kuat
maupun lemah, kaum tuan maupun hamba sahaya, kaum kaya maupun kaum fakir dan melarat,
risalah Islam merupakan risalah mereka semua, dan bukan untuk melayani kepentingan satu
kelompok dari mereka tanpa yang lainnya, dan memahaminya, menafsirkannya dan
mendakwahkan kepadanya merupakan monopoli satu kelompok khusus. Islam sesungguhnya
merupakan hidayah (petunjuk) dari Rabb manusia untuk seluruh umat manusia dan merupakan
rahmat Allah bagi setiap hamba Allah.(Al Qardhawy. 1997 : 197)

4. Mengenal balasan amal (Jazaiyah al-Da’wah).


Dawah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw tidak sekedar merupakan nasihat-
nasihat dan bimbingan-bimbingan tentang norma-norma dan nilai-nilai keluhuran tanpa adanya
balasan bagi pelakunya. Memang Islam berisikan nasihat-nasihat dan bimbingan-bimbingan,
tetapi juga sekaligus mengajarkan adanya balasan, yaitu berupa pahala bagi yang mematuhi
nasihat-nasihat itu, dan siksa bagi yang tidak mematuhinya.
Sistem balasan dalam Islam ini pada dasarnya hanya berlaku di akhirat, artinya balasan
itu akan diterima pelakunya di akhirat nanti. Namun tatanan kehidupan di dunia menghendaki
adanya pencegahan terhadap pelanggaran-pelanggaran, sehingga hak-hak warga masyarakat
akan terlindungi. Tanpa hal itu sistem kehidupan masyarakat tidak akan stabil. Karena itu, di
samping mengajarkan adanya balasan di akhirat, Islam juga mengajarkan adanya balasan di
dunia, baik balasan itu bersifat moral maupun material. Misalnya, seorang yang membunuh
orang lain dengan sengaja, di akhirat ia diancam dengan hukuman siksa di neraka, sementara di
dunia ia diancam dengan hukuman kisas (hukuman simisal dengan perbuatannya) di samping
hukuman moral dari masyarakat. Inilah balasan perbuatan yang diajarkan Islam. Balasan itu
bersifat ganda, di dunia dan di akhirat. Orang yang telah menerima balasan (hukuman) di dunia,
tidak berarti ia akan terbebas dari hukuman di akhirat, kecuali apabila ia bertaubat dan diterima
taubatnya oleh Allah SWT.

5. Moderat (I’tidaliyah al-Da’wah).


Keistimewaan dakwah Islam selanjutnya adalah ia bersifat moderat. Islam mendorong
manusia agar mencapai tingkat kesempurnaan, tetapi pada saat yang sama ia juga tidak menutup
mata terhadap karakteristik dan realitas manusia. Islam melarang penganutnya untuk bersikap
berlebih-lebihan dalam beragama, namun Islam juga melarang sikap semena-mena sehingga
persyaratan minimalpun tidak terpenuhi.
Rasulullah saw mengatakan, “Hindarilah oleh kalian sikap yang berlebih-lebihan
(ghuluw) dalam beragama, karena hancurnya orang-orang dahulu hanyalah karena sikap mereka
yang berlebih-lebihan dalam beragama”. Menurut Imam Ibn Taimiyah, larangan bersikap
berlebih-lebihan ini bersifat umum, artinya segala sikap yang berlebih-lebihan dalam beragama
sehingga melampaui batas-batas kewajaran, baik dalam masalah akidah, ibadah maupun
muamalah. Sementara menurut Ahli Tafsir Imam al-Syaukani, yang dimaksud dengan orang-
orang terdahulu dalam hadits Nabi saw itu, adalah orang-orang Nashrani dan Yahudi. Orang-
orang Nashrani berlebih-lebihan dalam menghormati Nabi Isa as, sehingga mereka
mengkultuskannya dan menganggapnya sebagai Tuhan. Sementara orang-orang Yahudi juga
berlebihan dalam merendahkan martabat Nabi Isa as. Sikap inilah yang kemudian dilarang Allah
Swt dalam firmanNya:

Artinya: “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, `Isa
putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang
disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga",
berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha
Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah
kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.”.(QS. 4 An Nisaa’ ayat 171)
Itulah contoh sikap yang berlebih-lebihan sehingga melampaui batas dalam bidang
akidah. Sementara contoh sikap berlebih-lebihan dalam bidang ibadah adalah kisah antara dua
orang Shahabat Nabi, yaitu Abu al-Darda dan Salman al-Farisi seperti berikut ini;
Suatu saat Salman al-Farisi datang ke rumah Abu al-Darda. Dua orang ini ibarat saudara
kandung, karena mereka telah dipersaudarakan oleh Nabi Muhammad saw. Ketika Salman al-
Farisi datang, beliau melihat Ummu al-Darda (isteri Abu al-Darda) dalam keadaan layu, lunglai,
berpakaian kumal dan tidak bergairah.
“Kenapa Anda demikian?” tanya Salman Al-Farisi. “Lihat saja itu, saudaramu Abu al-
Darda. Ia sudah tidak mau lagi dengan dunia”, jawab Ummu al-Darda. Tidak lama kemudian
Abu al-Darda keluar untuk menemui Salman al-Farisi, sambil membawa makanan. “Wahai
Salman, silahkan Anda makan. Saya tidak akan makan karena sedang berpuasa”., kata Abu al-
Darda menyilahkan Salman. “Tidak”, jawab Salman. “Saya tidak akan makan sampai Anda juga
ikut makan”’ tambahnya. Akhirnya Abu al-Darda kalah, beliau ikut makan bersama Salman al-
Farisi.
Ketika malam tiba, Abu al-Darda pergi untuk solat tahajud, namun Salman al-Farisi
menghalanginya. “Tidurlah anda, wahai Abu al-Darda” katanya. Maka beliau pun tidur. Tidak
lama kemudian beliau bangun untuk solat tahajud. Untuk kedua kalinya Salman al-Farisi
menghalanginya. Maka beliaupun tidur lagi.
Menjelang fajar Salman al-Farisi bangun, lalu membangunkan Abu al-Darda. “Nah,
wahai Abu al-Darda, sekarang mari kita solat tahajud”, kata Salman al-Farisi. Maka solatlah
kedua orang tersebut. Sesudah selesai sholat, Salman al-Farisi berkata kepada Abu al-Darda,
“Wahai Abu al-Darda. Sesungguhnya jiwa ragamu itu mempunyai hak yang harus engkau
penuhi, Tuhanmu juga mempunyai hak yang harus engkau penuhi, tamumu juga mempunyai hak
yang yang harus engkau penuhi, dan keluargamu juga mempunyai hak yang harus engkau
penuhi. Oleh karena itu penuhilah hak-hak mereka itu masing-maing. Keesokan harinya kedua
orang itu menghadap Nabi Muhammad saw untuk menceritakan kejadian semalam. Setelah
diceritakan, Nabi saw berkomentar, “Salman Benar”. (Yaqub. 1997 : 15)
Nabi saw juga pernah kedatangan tiga orang Shahabat, dimana setelah mereka melihat
ketekunan Nabi saw dalam beribadah, mereka masing-masing berjanji, yang pertama akan sholat
tahajud terus menerus dan tidak akan tidur pada malam hari, yang kedua akan berpuasa selama-
lamanya dan tidak akan makan pada siang hari, yang ketiga akan selalu beribadah dan tidak akan
menikahi wanita.
Mendengar janji-janji mereka itu Nabi saw kemudian keluar untuk menemui mereka,
serya bertanya, “Siapa tadi yang berjanji seperti itu? Saya adalah orang yang paling takut kepada
Allah dari pada kalian. Tetapi saya sholat tahajud dan juga tidur pada malam hari, saya juga
berpuasa dan terkadang juga tidak berpuasa, dan saya juga menikahi wanita. Itulah sunnahku.
Siapa yang tidak sukap kepada sunnahku, maka ia berarti tidak termasuk golonganku.
Ajaran Islam yang tercermin dalam Hadits Nabi saw ini menunjukkan bahwa Islam
memperlakukan manusia secara wajar sebagai makhluk biologis, bukan sebagai malaikat dan
bukan sebagai binatang. Ia memberikan aturan-aturan agar manusia dapat menyalurkan
kebutuhan seksualnya secara wajar dan sehat, yaitu dengan disyariatkannya aturan pernikahan.
Islam juga membuat pagar kokoh agar martabat manusia tidak jatuh menjadi martabat binatang,
yaitu dengan mengharamkan perzinahan, hubungan seks bebas, dan sebagainya.
Dalam bidang muamalah, Islam juga melarang penganutnya untuk bersikap kikir
sehingga tidak mau memberi sedekah sama sekali. Tetapi pada saat yang sama Islam juga
melarang pemberian yang tidak memakai perhitungan sehingga terkesan adanya penghamburan
dan pemborosan. Singkatnya ajaran dakwah Islam adalah konsep kehidupan yang moderat, yaitu
suatu konsep kehidupan yang menghendaki adanya keseimbangan antara kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat.(Rousydiy. 1986 : 46)

D. Kesimpulan.
Mengakhiri tulisan ini kiranya dapat diambil suatu pemahaman bahwa dakwah yang
dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw adalah dakwah yang memiliki berbagai keistimewaan.
Keistimewaan tersebut tentu berbeda dengan dakwahnya para Nabi lainnya, dan dengan
keistimewaan tersebut maka Nabi Muhammad saw mampu mencapai hasil dakwah yang
gemilang, bukan saja pada jamannya tetapi juga sampai saat sekarang ini.
Keistimewaan tersebut adalah sangat baik jika dipelajari, dipahami dan sekaligus dimiliki
oleh setiap juru dakwah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dakwahnya. Sehingga dakwah
Islam yang terselenggara pada saat ini akan tetap terpelihara hakikatnya serta akan mampu
memberikan hasil dakwah yang gemilang seperti yang telah dicapai oleh Nabi Muhammad saw.
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur-anul Kariim

Abdul Aziz,Jum’ah Amin.1997. Fiqh Da’wah Prinsip dan Kaidah asasi Da’wah Islam, Solo.
Citra Islami Press.

Abdul Karim Zaidan,. 1984. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Jakarta. Media Dakwah.

Abdul Munir Mulkhan. Ideologisasi Gerakan Dakwah Episod Kehidupan M. Nasir dan Azhar
Basyir.Yogyakarta. SIPRESS.

Abdurrahman Al Baghdadi. Da’wah Islam & Masa Depan Umat Mengimplentasi Metode
Da’wah Rasulullah SAW di Era Globalisasi. Bangil. Al Izzah..

A. Hasjmy.1984. Dustur Dakwah Menurut Al Qur-an, Jakarta. Bulan Bintang

Ali Mustafa Yaqub,. 1997. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta. Pustaka Firdaus.

Ali Abdul Halim Mahmud, 1996, Karakteristik Umat Terbaik Telaah Manhaj, Akidah dan
Harakah, Jakarta. Gema Insani Press.

Fadhlullah, Muhammad Husain.1997. Metodologi Dakwah Dalam al Qur-an Pegangan Bagi


Para Aktivis. Jakarta. Lentera Basritama.

Farid Ma’ruf Noor,.1981. Dinamika dan akhlak Dakwah, Surabaya. Bina Ilmu.

M. Jakfar Puteh & Saifullah.(Ed).2001. Dakwah Tekstual dan Kontekstual (Peran dan
Fungsinya dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat). Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Munzier Suparta. 2003, Metode Dakwah, Jakarta. Prenada Media

Syeikh Abdurrahman Abdul Khaliq, 1996, Metode dan Strategi Dakwah Islam, Jakarta. Al
Kautsar.

T.A. Lathief Rousydiy, 1986, Rasul Terbesar Muhammad SAW. Medan, Rimbow.

Yusuf al-Qardhawy, 1997, Pengantar Kajian Islam Studi Analistik Komprehensif tentang
Pilar-pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, Jakarta.
Pustaka Al Kautsar.

Anda mungkin juga menyukai