ASKEP SKULL DEFECT Revisi
ASKEP SKULL DEFECT Revisi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Defek tulang kepala (cranial bone defects) dan defek tulang wajah (cranio
facial defects) merupakan kasus medis dimana tidak adanya jaringan tulang pada
bagian cranial dan facial (da Silva et al., 2014). Defek tersebut dapat terjadi akibat
trauma, nekrosis jaringan, penyakit infeksi dan degeneratif, pertumbuhan tulang
abnormal, atau tindakan medis yang disengaja seperti craniectomy dan bedah
kecantikan (Gabrielli et al., 2004; Lee et al., 2009; Szpalski et al., 2010). Defek
tersebut dapat menyebabkan berkurangnya fungsionalitas tulang kranial dan
perubahan anatomi (Szpalski et al., 2009). Perubahan anatomi tersebut dapat
berpengaruh negatif terhadap kehidupan sosial pasien yaitu kelemahan psikologis
dan menurunnya kepercayaan diri dalam hubungan sosial (Aydin et al., 2011).
Rekonstruksi dan redesain/perbaikan pada defek tulang kepala disebut
sebagai tindakan cranioplasty (Fusseti et al., 2011). Rekonstruksi defek tersebut
dilakukan untuk memberikan perlindungan pada organ otak, meringankan rasa
sakit pada area defek, memberikan nilai estetis, serta mengurangi kecemasan
pasien. Tindakan cranioplasty dapat dilakukan baik melalui rekonstruksi
osteoplastik maupun restorasi menggunakan alloplastik. Material yang umum
digunakan sebagai implan alloplastik berupa logam inert, polymethylmethacrylate
(PMMA), polyethylene (PE), maupun karet silikon (Dumbrigue et al., 1998).
Masing-masing bahan dan metode manufaktur yang tersedia untuk
rekonstruksi tulang kepala/tengkorak menunjukkan kinerja tertentu dalam hal
akurasi, sifat mekanik, waktu dan biaya produksi. Pemilihan bahan dan metode
untuk pembuatan implan, yang tidak dalam lingkup penelitian ini, tergantung pada
kebutuhan pasien, bentuk dan lokasi dari cacat tulang dalam kombinasi dengan
infrastruktur dan anggaran yang tersedia (Cabraja et al., 2009).
PMMA merupakan salah satu bahan alloplastic paling populer digunakan untuk
tindakan cranioplasty. Penggunaan PMAA secara medis telah dilakukan sejak
Perang Dunia kedua pada tahun 1940-an (Elkins dan Cameron, 1946; Woolf dan
Walker, 1945) dan masih digunakan hingga saat ini (Caro-Osorio et al., 2013).
PMMA merupakan material polimer termoplastik transparan. Resin akrilik ini
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak adanya
tulang cranium/tulang tengkorak Skull defect menjadi suatu masalah sejak
awal periode kehidupan manusia.Skull defect sudah dapat ditemukan pada
jaman neolitikum..Skull effect adalah adanya pengikisan pada tulang cranium
yang disebabkan oleh adanya pengikisan yang disebabkan massa
ekstrakranial atau intrakranial, atau juga bisa berasal dari dalam tulang
(Burgener & Kormano, 1997). Skull defect dapat terjadi dari lahir atau
kongenital pada bayi yang biasanya disebut dengan anenchephaly dan juga
skull defect yang dilakukan secara sengaja untuk membantu pengeluaran
cairan atau pendarahan atau massa yang ada di kepala atau otak.
2.2 Etiologi
Penyebab terjadinya skull defect diantara lain:
a. Frakturcranium
b. Tumor
c. Penipisantulang
d. Kelainan kongenital(enchephalocele)
e. Pengikisan massa ekstrakranial atauintrakranial
f. Post op trepanasi (Burgener & Kormano,1997)
g. Trauma parah pada tengkorak dan tulangwajah
h. Reseksi tumortengkorak
i. Hilangnya tulang akibat osteomyelitis (Ramamurthi, et al,2007)
sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang
optimal. Cedera primer,yang terjadi pada waktu benturan,mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba,cedera robekan atau
hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan
sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena
metabolic sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan
autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.Cidera kepala
terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstrakranial akan dapat
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan
karena mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-
menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasiarterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi namun bila trauma mengenai
tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga. Cidera
kepala intrakranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial terutama
motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.
CIDERA
KEPALA
BAB 3
TINJAUAN KASUS
A. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama : Tn. BK
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Umbulsari Sumbermujur Candipuro Lumajang
Nomor register : 261957
Diagnosis medis : Skull Defect
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien pernah melakukan operasi trepanasi dan sekarang akan
mengembalikan tulang tengkorak yang tertanam dalam kepala.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan tidak memiliki penyakit seperti darah tinggi,
diabetes, dan penyakit pernapasan.
4) Keluhanutama
Klien mengatakan takut akan operasi
5) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami
sakit seperti dirinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada dasarnya dalam pemeriksaan fisik menggunakan pendekatan secara
sistematik yaitu: inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
1) Keadaanumum
Tanda-tanda vital
Tekanan darah 120/80 mmhg, Nadi 92 x/menit, Respiratori rate 22
x/menit, suhu 36,5 °C
2) Kesadaran
GCS : 456
3) Pemeriksaan head totoe
a) Kepala danrambut
8
B. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Cemas berhubungan dengan ancaman pada status terkini: prosedur
pembedahan
Intra Operasi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
(trauma jaringan, kulit tidak utuh)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi (cranioplasty)
3. Risiko hipotermia berhubungan dengan paparan lingkungan (pendingin
ruangan)
Post Operasi
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
2. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Resiko cedera berhubungan dengan trauma intracranial
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi
10
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Monitor intensitas 1. Sediakan informasi yang selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan sesungguhnya meliputi didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Rencanakan strategi diagnosis, treatment dan 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk prognosis nyaman
pembedahan mengurangi stress 2. Tetap dampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Gunakan teknik relaksasi untuk menjaga nyaman pada pasien
untuk mengurangi keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
kecemasan mengurangi
d. Kondisikan lingkungan 3. Instruksikan pasien
nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Bantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengenalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Pantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Rawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Ganti peralatan
11
D. Implementasi
No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan
Pre Operasi
1 Cemas NOC : Kontrol Cemas Kriteria hasil : NIC : Enhancement Coping 1. Memberikan informasi
berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan a. Memonitor intensitas 1. Menyediakan informasi selama perawatan yang
dengan ancaman tindakan keperawatan kecemasan yang sesungguhnya didapatkan pasien
pada status diharapkan kecemasan b. Merencanakan strategi meliputi diagnosis, 2. Memberikan rasa
terkini: prosedur hilang atau berkurang. koping untuk mengurangi treatment dan prognosis nyaman
pembedahan stress 2. Tetap mendampingi kien 3. Memberikan rasa
c. Menggunakan teknik untuk menjaga nyaman pada pasien
relaksasi untuk keselamatan pasien dan 4. Mengurangi ansietas
mengurangi kecemasan mengurangi
d. Mengkondisikan 3. Menginstruksikan pasien
lingkungan nyaman untuk melakukan ternik
relaksasi
4. Membantu pasien
mengidentifikasi situasi
yang menimbulkan
ansietas.
Intra Operasi
1 Resiko infeksi NOC : Pengendalian Resiko Kriteria hasil : NIC : Pengendalian Infeksi 1. Mencegah terjadinya
berhubungan Tujuan : Pasien tidak Tidak menunjukkan tanda- 1. Memantau tanda / gejala infeksi
pertahan tubuh mengalami infeksi atau tanda infeksi infeksi 2. Mencegah invasi
primer tidak tidak terdapat tanda-tanda 2. Merawat luka operasi mikroorganisme
adekuat infeksi pada pasien. dengan teknik steril 3. Mencegah inos
3. Memelihara teknik 4. Mencegah inos
isolasi, batasi jumlah
pengunjung
4. Menganti peralatan
14
E. Evaluasi
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau
berkurang.
2. Pasien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada pasien.
3. Pasien tidak mengalami dehidrasi atau cairan tubuh pasien adekuat.
4. Pasien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat
diterima
5. Pasien mengalami stress minimal pada sisi operasi
17
BAB 4
INSTRUMENT TEKNIK DAN OPERATING TEKNIK CRANIOPLASTY
Gambar 2.1 Cranioplasty dengan autograft atau allograft (Fusseti et al., 2011)
4.1.2 Penggunaan berbagai macam material sintesis dan bentuk prefabricated/pracetak atau
custom made implants seperti titanium, porous high density polyethylene (PHDPE) dan
18
PMMA. Sebelumnya desain implan didapatkan dari pembuatan cetakan negatif dari
tengkorak orang normal, kemudian di fabrikasi dan dalam perkembangan berikutnya desain
implan didapatkan dari pembuatan cetakan negatif dari data CTScan tengkorak pasien
(Steven et al., 2008). Implan dihasilkan dengan metode subtraksi berbasis mesin computer
numerical control (CNC), seperti yang bisa dilihat pada Gambar 2.2. Saat ini dengan
berkembangnya teknologi printer 3D berbasis additive manufacturing, yaitu istilah industri
resmi standar (ASTM F2792) untuk semua aplikasi teknologi yang berhubungan dengan
proses bergabung bahan untuk membuat benda-benda dari data 3D model, biasanya lapisan
demi lapisan, sebagai lawan/kebalikan dari proses dalam metode manufaktur subtraktif/CNC
(Wohlers Associates, 2013) makin membuka kemungkinan yang lebih luas untuk tindakan
cranioplasty. Hal ini dikarenakan metode AM bisa dikembangkan dari material padat, cair
dan serbuk.
4.4 DESINFEKSI
DESINFEKSI JUMLAH
Povidone Iodine 30 cc
4.5 DRAPPING
DRAPPING JUMLAH/LEMBAR
Doek Steril :
1. Doek kecil 4
2. Doek besar 2
3. Opsite 1
4.6 GOWNING
BAHAN JUMLAH
Gowning 4
4.7 GLOVING
JENIS DAN UKURAN JUMLAH
1. Doble Glove 7/7,5 2/2
20
11. Berikan sepuit 10 cc yang berisi oplosan phcain pada operator lalu injeksikan
pada daerah yang akan di insisi dan tunggu selama kurang lebih 2 menit
12. Berikan mes nomer 1(20) untuk insisi kulit
13. Berikan mes 2 (10) untuk insisi galea, berikan dandiklem untuk klem perdarahan
pada galea, rawat perdarahan dengan kasa kering dan suction daerah yang
menggenang
14. Insisi diperlebar dengan mes 2 (10) dan rawat perdarahan dengan bipolar sambil
semprot dengan NS
15. Setelah insisi terlihat fasi yang menempel pada dura, berikan 2 kasa basah untk
menutup flap bagian dalam berikan sringhak untuk mempertahankan flap.
16. Rawat perdarahan dengan couter bipolar serta sepuling dengan NS
17. Berikan double pinset anatomis pada operator dan asisten serta gunting
metzenboung pada operator untuk menggakat fasia pada dura
18. Terlihat dura rawat perdarahan dengan couter bipolar dan spuling dengan NS
19. Berikan woces serta surgicel pada operator pada perdarahan pada tepi-tepi dura
yang disisipkan pada tepi-tepi antara dura dengan tulang
20. Berikan hacting set yaitu needle holder sertavikkril 3.0 untuk headster/gunting
dura.
21. Berikan kocker untuk mengambil tulang yang tertanam pada galea, tulang
tersebut dicocokan pada daerah yang akan dipasang plate.
22. Berikan mini screw dan mini plate pada operator serta screw driver dan croem
klem.
23. Pasang plate dan secrew pada tulang pada 3 bagian diluar.
24. Pada bagian yang ditentukan letakkan mini plate dan pasangkan mini secrew
pada tulang dengan secrew driver dan gantung dura dengan vikkri 3.0
25. Berikan bone max pada tulang cuci dengan NS sampai bersih dan suction.
26. Pasang redown drain dan fiksasi dengan menggunakan mersilik 2.0
27. Jahit lapis demi lapis vikkri 3.0 galea, dermalon 2.0
28. Bersihkan luka dengan kasa basah kemudian kasa kering
29. Tutup luka dengan sufratule, kasa, hipavik, dan tensocrap rapikan pasien dan alat
hitung kelengkapannya.
24
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Skull defect merupakan suatu kelainan pada kepala ketika tidak adanya tulang
cranium/tulang tengkorak, tanda dan gejala skull defect diantaranya kepala asimetris,
bagian kepala terasa lembek dan terdapat pulsasi atau denyut pada daerah tersebut.
Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan operasi
trepanasi atau cranioplasty. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka
tulang kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan pembedahan
definitive (seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural hematoma)
dan kondisi lain pada kepala yang memerlukan tindakan kraniotomi). Cranioplasty
adalah memperbaiki kerusakan tulang kepala dengan menggunakan bahan plastic atau
metal plate.Epidural Hematoa (EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi diantara
tulang dang dan lapisan duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang
terjadi pada rongga diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea.
Tindakan cranioplasty juga dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan
bahkan syok. Agar tidak timbul komplikasi lebih lanjut ada perwatan yang diberikan
saat pre, intra dan post operasi. Dari tanda dan gejala yang ditimbulkan banyak
diagnose keperawatan yang muncul dalam kasus asuhan keperwatan Cranioplasty,
yakni cemas, resiko perdarahan dan resiko aspirasi
5.2 SARAN
Dengan memahami pembahasan dengan Cranioplasty kita dapat memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan berfikir kritis dalam menghadapi kasus skull defect. Dan
bagi Instansi Rumah Sakit diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan
perioperatif yang optimal bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA
26
Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Mosby:
Elsevier.
Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan).
Alih bahasa : Yayasan Ikatan alumsi Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.
Cetakan I.
Burgener, Francis A & Kormano, Martti. 1997. Bone And Joint Disorder. New York:
Thieme.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius.
Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. Mosby:
Elsevier.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Judul diperbaiki
Asuhan keperawatan pada tn BK dengan SKULL Defect dengan tindakan cranioplasty
autograf
27
Fokus ke cranioplasty