PENDAHULUAN
Penyusunan bacaan untuk anak tentu berbeda dari bacaan untuk orang dewasa. Satu
hal yang penting diperhatikan ketika menghadapi anak-anak kesederhanaan. Masa anak-anak
adalah masa awal perkembangan untuk banyak hal sehingga sesuatu yang kompleks belum
mampu diserap. Oleh karena itu, bacaan bagi anak haruslah bersifat sederhana.
Dunia anak jelas berbeda dengan dunia orang dewasa.hal ini adalah kesulitan utama
dalam penyusunan teks untuk anak. Banyak aspek yang harus diperhatikan. Adapun aspek
terpenting dalam penyusunan teks anak ini diantaranya adalah bahasa dan ruang lingkup daya
tangkap anak-anak (Liotohe, 1991: 14).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keterbacaan
Keterbacaan adalah terbaca-tidaknya suatu bahan bacaan tertentu oleh pembacanya.
Keterbacaan mempersoalkan tingkat kesulitan atau tigkat kemudahan suatu bahan bacaan
tertentu bagi peringkat pembaca tertentu. Keterbacaan merupakan ukuran tentang sesuai-
tidaknya suatu bacaan bagi pembaca tertentu dilihat dari segi tingkat kesulitan atau
kemudahan wacananya. Untuk memperkirakan tingkat keterbacaan bahan bacaan, banyak
dipergunakan orang berbagai formula keterbacaan. Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan
dalam bentuk peringkat kelas. Setelah melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana,
orang akan dapat mengetahui kecocokan materi bacaan tersebut untuk peringkat kelas
tertentu.
Dapat simpulkan bahwa tingkat keterebacaan dapat diartikan sebagai tingkat kesulitan
atau kemudahan wacana.Tingkat keterbacaan biasanya dinyatakan dalam bentuk peringkat
kelas. Oleh karena itu, setelah melakukan pengukuran keterbacaan sebuah wacana, seorang
guru akan dapat mengetahui kecocokan materi bacaan tersebut yang dapat digunakan untuk
peringkat kelas tertentu. Faktor yang paling utama mempengaruhi keterbacaan ada dua hal,
yakni panjang pendeknya kalimat dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah huruf
dan penyataan yang membentuknya.
B. Pentingnya Keterbacaan
Sebuah bacaan (buku teks) yang memiliki tingkat keterbacaan tinggi akan
mempengaruhi pembacanya. Menurut Klare (dalam Sulastri, 2011: 3) bacaan yang tingkat
keterbacaannya tinggi dapat meningkatkan minat belajar, menambah kecepatan dan efisiensi
membaca. Selain itu juga dapat memelihara kebiasaan membaca para pembacanya karena
mereka merasa dapat memahami wacananya dengan mudah. Oleh sebab itu, mengetahui
tingkat keterbacaan wacana khususnya buku teks pelajaran Bahasa Indonesia memang
diperlukan karena banyak manfaat yang didapat dari informasi tingkat keterbacaan buku
tersebut.
2
Keterbacaan buku teks khususnya buku teks Bahasa Indonesia perlu diketahui agar
seorang guru dapat memilih buku teks yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswanya. Jika
tingkat keterbacaan sebuah buku teks sudah diketahui, maka kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan lebih lancar dengan bantuan buku ajar yang dapat dipahami dengan mudah oleh
siswa. Siswa dapat memahami materi yang ada di buku dengan ataupun tanpa bimbingan dari
guru mata pelajaran.
Dupuis dan Askov (1982) mengedepankan empat faktor penentu tingkat keterbacaan
sebuah wacana. Keempat faktor tersebut adalah:
4. motivasi pembaca.
Hafni juga menegaskan bahwa semua formula baca bertolak dari ukuran
kata. Semakin sulit bacaan tersebut dimengerti, maka tingkat keterbacaan wacana
3
tersebut rendah. Sebaliknya, semakin mudah bacaan tersebut dimengerti, maka
tingkat keterbacaan wacana tersebut tinggi.
1. Kejelasan
Tulisan akan lebih mudah dipahami jika menggunakan kata-kata yang sudah
umum/ dikenal. Keterbacaan sebuah tulisan juga dipengaruhi oleh usia, pendidikan,
dan pengalaman pembaca. Misalnya, tulisan untuk kalangan mahasiswa akan
terasa sulit dipahami oleh pelajar sekolah menengah. Keterbacaan juga
dipengaruhi oleh panjang pendek kalimat yang ditulisnya, disesuaikan dengan
calon pembacanya. Buku untuk s iswa sekolah dasar pendek-pendek kalimatnya.
Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pula kemampuannya untuk
memahami tulisan dengan kalimat yang lebih panjang.
2. Bangun Kalimat
Ukuran kejelasan kalimat bukan hanya ditentukan oleh penggunaan kata dan panjang
pendek kalimat, tetapi juga oleh bangun kalimat. Bangun kalimat yang dapat
memberikan nilai tambah bagi kejelasan kalimat adalah: Kalimat susun, Informasi lama
mendahului informasi baru, dan informasi pendek mendahului informasi panjang.
4
Grafik fry pada dasarnya merupakan hasil penelitian terhadap wacana bahasa
Inggris. Hardjasujana menambahkan satu langkah lagi apabila ingin menggunakan
grafik fry untuk mengukur keterbacaan wacana bahasa Indonesia.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan grafik fry adalah sebagai
berikut.
2. Grafik Fry merupakan penelitian untuk wacana bahasa Inggris. Seperti kita
ketahui, struktur bahasa Inggris sangat berbeda dengan struktur bahasa Indonesia,
terutama dalam hal sistem suku katanya.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
BSNP telah menetapkan “keterbacaan” sebagai salah satu dari lima aspek yang
dijadikan standar penilaian buku pelajaran yang baik. Ini menandakan bahwa faktor
keterbacaan wacana harus menjadi perhatian utama dalam penulisan wacana, terutama
untuk bahan ajar dan buku pelajaran. Kita menyadari bahwa buku pelajaran adalah
media pembelajaran yang dominan peranannya di kelas. Oleh karena itu, buku
pelajaran harus dirancang dengan baik dan benar dengan memperhatikan kelima
standar yang ditetapkan itu. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
22/2007 maka buku pelajaran yang dipakai di setiap sekolah seharusnya memenuhi
standar kelayakan tersebut.
1. Panjang pendeknya kalimat. Semakin panjang kalimat dan semakin panjang kata
maka bahan bacaan tersebut semakin sukar. Sebaliknya, jika kalimat dan kata-katanya
pendek-pendek, maka wacana dimaksud tergolong wacan yang mudah.
2. Tingkat kesulitan kata. Hafni juga menegaskan bahwa semua formula baca bertolak
dari ukuran kata.Semakin sulit bacaan tersebut dimengerti, maka tingkat keterbacaan
wacana tersebut rendah. Sebaliknya, semakin mudah bacaan tersebut dimengerti,
maka tingkat keterbacaan wacana tersebut tinggi.
6
Formula keterbacaan dalam grafik ini berdasarkan dua faktor, yaitu panjang pendek
kata dan tingkat kesulitan kata yang ditandai oleh jumlah (banyak-sedikitnya) suku
kata yang membentuk setiap kata dalam wacana tersebut (Muchlisoh, 1996:170).
B. Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Yunus. 2010. Strategi Membaca Teori dan Pembelajaran. Bandung: Rizqy Press.
https://www.academia.edu/5355254/KETERBACAAN_MAKALAH.
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Grasindo.
https://bintangsitepu.wordpress.com/2010/09/11/keterbacaan/.
:https://uniisna.wordpress.com/2010/12/31/keterbacaan-wacana-dan-teknik-pengukurannya