Anda di halaman 1dari 83

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN DAS DAN HUTAN LINDUNG


BALAI PENGELOLAAN DAS & HUTAN LINDUNG JENEBERANG SADDANG

RENCANA PENGELOLAAN DANAU TEMPE

Makassar, Desember 2018


Rencana Pengelolaan
Danau Tempe
Rencana Pengelolaan
Danau Tempe

Rencana Pengelolaan Danau Tempe

Pengarah :
Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung

Penanggung Jawab :
Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat

Tim Penyusun :
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Dinas Pengelolaan
Lingkungan Hidup Prov. Sulsel, Kepala BPDASHL Jeneberang Saddang, Kepala
Bappeda Prov. Sulsel, Kepala Dinas Kehutanan Prov. Sulsel, Kepala Dinas
Kelautan & Perikanan Prov. Sulsel, Kepala Dinas Kebudayaan & Kepariwisataan
Prov. Sulsel, Kepala Dinas SDA, Cipta Karya & Tata Ruang Prov. Sulsel, Kepala
BBKSDA Prov. Sulsel, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Kepala Bappeda
Kab. Wajo, Kepala DLH Kab. Wajo, Kepala Dinas PU Penataan Ruang & Cipta
Karya Kab. Wajo, Kepala Dinas Perikanan Kab. Wajo, Kepala Dinas Pertanian
Kab. Wajo, Kepala Dinas Pariwisata Kab. Wajo, Kepala Bappelitbangda Kab.
Sidrap, Kepala Dinas PR, Kawasan Permukiman, Pertanahan & Lingkungan
Hidup Kab. Sidrap, Kepala Dinas PSDA Kab. Sidrap, Kepala Dinas Kepemudaan
Olahraga & Pariwisata Kab. Sidrap, Kepala Dinas PU Penataan Ruang dan
Perhubungan Kab. Sidrap, Kepala Dinas Pertanian Kab. Sidrap, Kepala Bappeda
Kab. Soppeng, Kepala DLH Kab. Soppeng, Kepala Dinas PU & Penataan Ruang
Kab. Soppeng, Kepala Dinas Peternakan & Perikanan Kab. Soppeng, Kepala
Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab. Soppeng, Kepala Bappeda Kab. Bone,
Kepala DLH Kab. Bone, Kepala Bappeda Kab. Maros, Kepala DLH Kab. Maros,
Kepala Bappeda Kab. Enrekang, Kepala DLH Kab. Enrekang, Kepala UPT KPH
Walanae, Kepala UPT KPH Cenrana, Kepala Canag Dinas Kehutanan Wilayah V,
Dr. Ir. Rustam, MP (Akademisi Universitas Hasanuddin), Ketua Forum DAS
Sulawesi Selatan, Ketua Forum Penyelamat Danau Tempe.
SAMBUTAN

Danau adalah bagian penting dari suatu lansekap atau sebuah DAS (Daerah Aliran Sungai).
Pada danau melekat berbagai fungsi ekologi, hidrologi, sosial dan ekonomi, mempengaruhi
tidak hanya kehidupan lokal tetapi juga regional. Oleh sebab itu danau harus dikelola dengan
baik agar semua fungsinya dapat dinikmati umat manusia secara berkelanjutan.
Indonesia memiliki sekitar 800 danau besar dan kecil. Sebagian dari danau-danau tersebut
kondisinya memprihatinkan. Hal tersebut mendorong pelaksanaan Konferensi Nasional
Danau I pada tahun 2009 yang melahirkan Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau
Berkelanjutan. Selanjutnya dilaksanakan Konferensi Danau II di Semarang pada tahun 2011
yang melahirkan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) dengan menjadikan Danau
Rawa Pening sebagai model yang kemudian direplikasi pada 14 Danau prioritas lainnya yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Hmapir satu dekade sejak Kesepakatan Bali dan GERMADAN, belum banyak kemajuan nyata
dalam pengelolaan danai di Indonesia. Persoalan-persoalan seperti danau yang terancam
karena pendangkalan akibat sedimentasi dan gulma eceng gondok, danau yang airnya
terpolusi berat dan menyebabkan kematian ikan, masih terjadi bahkan semakin banyak.
Pada beberapa kesempatan rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI, Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diminta untuk melakukan upaya percepatan
terwujudnya pengelolaan danau yang berkelanjutan.
Multifungsi adalah sebuah kelebihan, tetapi juga bisa menjadi penyebab kerusakan atau
kehancuran suatu sumberdaya alam. Karena fungsinya yang beragam, ia menjadi obyek dari
banyak kepentingan. Apabila berbagai kepentingan tersebut saling bersaing, tidak harmonis
satu sama lain, maka sumber alam termaksud pasti akan hancur. Itu yang sedang terjadi
terhadap danau-danau di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pertama-tama dan
utama pengelolaan danau harus bernagkat dari sebuah Rencana Pengelolaan Danau
Terpadu, yang disusun bersama-sama secara lintas sektor, lintas kepentingan dan
selanjutnya diacu bersama secara konsisten. Juga menjadi keharusan, Renaca Pengelolaan
Danau Terpadu diinternalisasikan ke dalam Rencana Pembangunan Daerah serta menjadi
salah satu pertimbangan dalam penyusunan atau revisi RTRW. Beberapa daerah kini sudah
atau sedang dalam proses penyusunan Rencana Pengelolaan Danau Terpadu.
Saya menyambut baik atas tersusunnya Renca Pengelolaan Danau Tempe dam
menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada Kelompok Kerja Pengelolaan Danau
Tempe. Semoga ini menjadi sebuah langkah signifikan menuju terwujudnya pengelolaan
Danau Tempe yang berkelanjutan dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Lakes are
life, love them. Danau adalah kehidupan, cintai mereka.

Jakarta, Desember 2018

Direktur Jenderal Pengendalian DAS


dan Hutan Lindung

Ida Bagus Putera Parthama, Phd


NIP 19590502 198603 1 001
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Peraturan Perundangan 3
C. Tujuan dan Manfaat 5
D. Daftar Istilah 7
II. Gambaran Umum Danau Tempe 11
A. Letak Geografis 11
B. Status dan Kondisi Kawasan Danau 11
1. Iklim 11
2. Hidrologi (a – f) 14
3. Topografi dan Tata Guna Lahan 22
4. Geomorfologi Kawasan Danau 23
5. Fungsi dan Manfaat Danau 25
C. Karakteristik Danau Tempe 26
1. Tipe Danau 26
2. Morfologi Danau 26
3. Stratifikasi Danau 28
4. Flora dan Fauna 29
5. Sosial, Ekonomi dan Budaya 33
III. Perumusan Masalah dan Kondisi yang Diharapkan 35
A. Perumusan Masalah 35
1. Permasalahan Biofisik 35
a. Daerah Tangkapan Air 35
b. Sempadan Danau 39
c. Perairan Danau 40
d. Resiko Bencana 41
2. Permasalahan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi 41
B. Perumusan Kondisi yang Diharapkan 42
1. Kualitas Air 42
2. Laju Sedimentasi 43
3. Keanekaragaman Hayati Danau 43
4. Sosial, Ekonomi, dan Budaya 44
C. Visi dan Misi 44
IV. Penentuan dan Perumusan Program Strategis 45

Rencana Pengelolaan Danau Tempe v


A. Analisis Penentuan Program Strategis 45
B. Analisis SWOT 46
C. Perumusan Rencana Pengelolaan Danau 48
V. PENUTUP 62
A. Target Pencapaian 62
B. Mekanisme Rencana Pengelolaan Danau masuk kedalam 62
RPJMN/RPJMD serta RTRW
LAMPIRAN

Rencana Pengelolaan Danau Tempe vi


DAFTAR TABEL

1. Sistem Hidrologi DTA Danau Tempe ......................................... 15


2. Sediment Balance Danau Tempe ............................................. 20
3. Analisis Mutu Air Danau Tempe Menurut Metode Storet ........... 21
4. Rata-rata Hasil Pengukuran T-N dan T-P, Khlorofil dan Kecerahan
Danau Tempe ........................................................................ 22
5. Tutupan Lahan di DTA Danau Tempe ...................................... 23
6. Luas Danau Tempe berdasarkan Genangan Air pada Musim Berbeda 26
7. Penyusutan Luas Danau Tempe dari Tahun 1981 - 2015 ........... 27
8. Jenis-jenis Ikan yang Tertangkap di Danau Tempe ................... 29
9. Jenis Tanaman Air yang teramati di Danau Tempe ................... 31
10. Jenis Burung Air yang Pernah di temukan di Danau Tempe ........ 32
11. Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DTA Danau Tempe ............ 37
12. Program Penetapan Tata Ruang Kawasan Danau ...................... 50
13. Program Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau .................... 51
14. Program Penyelamatan Ekosistem Sempadan Danau ................ 53
15. Program Penyelamatan DAS Bila-Walanae dan DTA Danau Tempe 55
16. Program Pemanfaatan Sumberdaya Air Danau ......................... 56
17. Program Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi,
dan Informasi Ekosistem Danau .............................................. 57
18. Program Pengembangan Kapasitas, Kelembagaan dan Koordinasi 59
19. Program Prioritas Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat 60

Rencana Pengelolaan Danau Tempe vii


DAFTAR GAMBAR

1. Curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan di stasiun


Hujan Paria, Kec.Majauleng, Kabupaten Wajo (1999-2011) ....... 12
2. Variasi Suhu Udara Rata-rata Bulanan ..................................... 12
3. Kelembaban udara rata-rata bulanan ....................................... 13
4. Penyinaran Matahari Rata-rata Bulanan ................................... 14
5. Kawasan Danau Tempe dan sekitarnya ................................... 14
6. Peta DAS Bila - Walanae ......................................................... 15
7. Anak-anak Sungai Bila dan Walanae yang Mengalir ke Danau
Tempe ................................................................................... 16
8. Jangkauan Debit Air Bulanan Sungai Bila ................................. 16
9. Variasi Debit Air Bulanan Sungai Walanae ................................ 17
10. Jangkauan Debit Air Bulanan Sungai Cenranae ........................ 18
11. Debit Air Rata-rata Bulanan Sungai-sungai yang Berhubungan
Langsung dengan Danau Tempe ............................................ 18
12. Debit Banjir Sungai-sungai Utama yang Berperan dalam Hidrologi
Danau Tempe ....................................................................... 19
13. Peta Geomorfologi Kwasan Danau Tempe ................................ 24
14. Penyusutan Luas Efektif Danau Tempe berdasarkan Analisis Citra
Satelit ................................................................................... 27
15. Peta Penggunaan Lahan di DTA Danau Tempe ......................... 37
16. Peta Tingkat Bahaya Erosi di DTA Danau Tempe ...................... 38

Rencana Pengelolaan Danau Tempe viii


BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki lebih dari 840 danau yang tersebar di berbagai


wilayah di Indonesia, dengan luas total mencapai 710.300 ha. Sekitar 540
danau memiliki luas di atas 10 ha, dan 300 danau memiliki luas kurang dari
10 ha. Dari aspek ekonomi, danau di Indonesia memiliki fungsi yang sangat
penting dan beragam, mulai dari sumber air baku air minum, kebutuhan
rumah tangga, sumber irigasi pertanian, perikanan, transportasi, wisata,
hingga pembangkit tenaga listrik. Secara ekologis, danau memiliki fungsi
antara lain sebagai habitat biota endemik, pengatur iklim mikro dan
pengendali banjir. Selain itu, danau juga memiliki fungsi sosial sebagai pusat
tumbuh budaya dan kearifan.
Pertambahan penduduk dan peningkatan kebutuhan terhadap lahan
pemukiman dan pertanian, industri, dan sumber energi yang dikategorikan
sebagai sumber terbarukan, telah mendesak peran danau dari pengendali
ekosistem menjadi unit ekosistem yang semakin mengalami eksploitasi berat.
Konferensi Nasional Danau Indonesia I pada 13 – 15 Agustus 2009 di
Bali tahun 2009 telah menghasilkan Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan
Danau Berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global. Dalam
kesepakatan tersebut, ditekankan bahwa untuk mempertahankan,
melestarikan dan memulihkan fungsi danau berdasarkan prinsip
keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan ditempuh melalui
tujuh strategi, yaitu pengelolaan ekosistem danau; pemanfaatan sumberdaya
air danau; pengembangan sistem monitoring, evaluasi dan informasi danau;
penyiapan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim terhadap
danau; pengembangan kapasitas, kelembagaan dan koordinasi; peningkatan
peran masyarakat; dan pendanaan berkelanjutan.
Pengelolaan danau secara khusus di Indonesia belum memiliki sejarah
yang panjang seperti pengelolaan sungai. Danau masih sering diposisikan
sebagai sumber air besar yang tidak ada habisnya. Kesepakatan Bali tahun
2009 tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan yang ditandatangani oleh 9
(Sembilan) Menteri pada Konferensi nasional Danau Indonesia I, telah
memasuki era baru. Setelah pada tahun 2011 diluncurkan Gerakan
Penyelamatan Danau (Germadan) di Semarang pada saat Konferensi
Nasional Danau Indonesia II dan telah tersusunnya Rencana Aksi
Penyelamatan Danau untuk 15 danau prioritas I yang meliputi Danau Toba,
Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau Kerinci, Rawadanau, Danau

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 1


Rawapening, Danau Sentarum, Danau Kaskade Mahakam (Semayang,
Melintang, Jempang), Danau Limboto, Danau Poso, Danau Tempe, Danau
Tondano, Danau Tempe, Danau Batur dan Danau Sentani.
Danau Tempe merupakan salah satu dari 15 Danau Prioritas
berdasarkan pembentukannya merupakan danau paparan banjir yang
berasal dari depresi lempeng bumi Asia-Australia, terletak di wilayah
Sulawesi Selatan antara sungai Walanae Cenranae pada koordinat 4 000’00” -
4015’00” LS dan 119052’30” – 120007’30” BT. Melintasi tujuh kecamatan yang
tersebar pada tiga kabupaten. Luas Danau Tempe mencapai 47.800 ha pada
saat tinggi muka air (TMA) mencapai elevasi 10 m dari permukaan laut (dpl).
Kondisi Danau Tempe saat ini, memiliki luas permukaan atau genangan air
yang berfluktuasi tergantung musim. Pada musim kemarau Danau Tempe
hanya memiliki luas 10.000 ha dengan kedalaman air antara 0,50 – 1,00 m.
Sedangkan pada musim hujan luasnya mencapai 28.000 - 43.000 ha dengan
rata-rata TMA pada kisaran 6,0 – 9,0 mdpl.
Sungai yang menuju ke Danau Tempe terdiri atas 23 sungai dan
membentuk dua sistem sungai dan catchment area, yaitu Sungai Bila yang
mengalir dari arah utara dengan luas catchment area 1.368 km2 dan Sungai
Walanae yang mengalir ke dalam sungai Cenranae dari arah selatan dengan
luas catchment area 3.190 km2. Sedangkan Danau Tempe sendiri
mempunyai luas catchment area 283.899,84 Ha. Sungai Cenranae selain
mengalirkan air Sungai Walanae kedalam Danau Tempe pada musim hujan,
sungai ini juga merupakan outlet danau ke arah timur sampai Teluk Bone
sepanjang 70 km. Curah hujan di daerah danau sebesar 1.400 – 1.800
mm/tahun dan di catchment area Bila dan Walanae sebesar 1.400 – 4.000
mm/tahun.
Danau Tempe memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar,
terdiri dari lingkungan fisik dan hayati. Lingkungan fisik yang menjadi daya
tarik adalah hamparan danau yang luas menghubungkan tiga kabupaten dan
sumberdaya air untuk irigasi serta air baku untuk PDAM. Di Danau Tempe
hidup 17 jenis ikan termasuk udang air tawar yang bernilai ekonomis
penting, yang populasinya sudah mulai terancam sebagai dampak
penangkapan dan kerusakan habitat.
Tahun 2015-2019 merupakan periode implementasi Rencana Aksi
Penyelamatan Danau Prioritas seperti yang tertuang dalam RPJMN 2015-
2019 dimana disebutkan bahwa salah satu Sasaran Utama Ketahanan Air
adalah “Pengelolaan Kualitas Air Danau dengan indikator membaiknya
Kualitas Air di 15 Danau” serta melaksanakan “Pengelolaan Danau Terpadu
di 15 danau prioritas nasional”.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 2


Berdasarkan uraian di atas menunjukkan perlunya pengelolaan danau
secara terpadu yang harus melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan
sumberdaya alam yang terdiri dari unsur–unsur masyarakat, dunia usaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah dengan prinsip-prinsip keterpaduan,
kesetaraan dan berkomitmen untuk menerapkan penyelenggaraan
pengelolaan sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Dalam penyelenggaraan pengelolaan danau terpadu tersebut diperlukan
perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai
pemangku kepentingan (stakeholders) dalam satu kesatuan ekosistem danau
mulai dari daerah tangkapan air (DTA), sempadan dan badan air danau itu
sendiri. Untuk itu perlu Rencana Pengelolaan Danau Tempe ini disusun untuk
dapat dijadikan acuan bagi para stakeholders terkait dalam menyusun dan
melaksanakan program pengelolaan di Danau Tempe .

B. Peraturan Perundangan
Berikut adalah beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan pengelolaan ekosistem danau, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi;
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya
Pertanian;
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
8. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
10. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;
11. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Kehutanan;
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
13. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB
Mengenai Keanekaragaman Hayati;

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 3


14. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya;
15. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria;
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
17. Peraturan PemerintahNomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS;
18. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/ Kota;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi
Sumberdaya Ikan;
21. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan;
22. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan
Tanah;
23. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;
24. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan
Hutan;
25. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi;
26. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;
27. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi;
28. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar;
29. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa Liar;
30. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
31. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009
tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air danau dan/atau Waduk;
32. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/1990 tentang
Pengendalian Mutu Air pada Sumber-Sumber Air;
33. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 49/PRT/1990 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Ijin Penggunaan dan atau Sumber-Sumber Air;
34. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/1990 tentang Syarat-Syarat
Pengawasan Kualitas Air;

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 4


35. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 86/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan
Akomodasi;
36. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 87/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan
dan Minuman;
37. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 88/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Kawasan
Pariwisata;
38. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 89/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Transportasi
Wisata;
39. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 90/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Daya Tarik
Wisata;
40. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 91/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi;
41. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 92/
HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa
Pramuwisata;
42. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 687/KPTS-11/1989 tentang
Pengusahaan Hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Rakyat dan
Taman Wisata Laut;
43. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/KPTS-11/1994 tentang Sarana
dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata di Kawasan Pelestarian Alam;
44. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 447/KPTS-11/1996 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Pengusahaan Pariwisata Alam;
45. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 348 IKPTS-11/1997 tentang
Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 446/KPTS-ll/1996
tentang Tata Cara Permohonan, Pemberian dan Pencabutan Ijin
Pengusahaan Pariwisata Alam;
46. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum;
47. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003
tentang Pedoman mengenai Syarat dan Tata Cara Perijinan serta
Pedoman Pembuangan Limbah ke Air dan Sumber Air.
48. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Rencana Tataruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Selatan;

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 5


49. Peraturan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 69 Tahun 2010
tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup;
50. Peraturan Daerah Kabupaten Wajo Nomor 14 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Danau Tempe.
Salah satu peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam
penyusunan rencana pengelolaan danau adalah Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal
4 Undang-Undang tersebut mengatur perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut: a)
perencanaan; b) pemanfaatan; c) pengendalian; d) pemeliharaan; e)
pengawasan; dan f) penegakan hukum. Dalam pasal 12 ayat (1) mewajibkan
pemanfaatan sumberdaya alam (termasuk danau) dilakukan berdasarkan
Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). Selain
itu Pasal 13 dalam Undang-Undang tersebut juga mengatur pengendalian
kerusakan lingkungan hidup, yaitu meliputi: a) pencegahan; b)
penanggulangan; dan c) pemulihan.

C. Tujuan dan Manfaat


Dokumen rencana pengelolaan Danau Tempe disusun dengan tujuan
untuk:
1. Meningkatkan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi para penentu
kebijakan di pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam implementasi
program kerja rencana pengelolaan Danau Tempe.
2. Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait sesuai
kewenangannya untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan Danau
Tempe secara lestari.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan tokoh adat serta stakeholders
dalam rangka pengelolaan dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe.

Adapun manfaat yang diharapkan dari rencana pengelolaan Danau


Tempe antara lain:
1. Memberikan penyadaran kepada masyarakat, pemangku kepentingan
dan instansi terkait tentang pentingnya menyelamatkan dan melestarikan
ekosistem Danau Tempe
2. Memaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem Danau Tempe
secara berkelanjutan. sebagai habitat alami spesies endemik berbagai
jenis ikan, krustacea dan molusca serta fungsi ekonomi danau bagi
masyarakat sekitarnya.
3. Terwujudnya ekosistem Danau Tempe yang lestari dan berdaya guna
serta bermanfaat dalam menunjang kehidupan masyarakat.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 6


D. Daftar Istilah

1. Daerah tangkapan air danau adalah suatu wilayah daratan yang


menampung dan menyimpan air dari curah hujan dan mengalirkannya ke
danau secara langsung atau melalui sungai yang bermuara ke danau.
2. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah
hujan ke laut secara alami, yang batasnya di darat merupakan pemisah
topografis dan batasnya di laut sampai dengan daerah perairan yang
masih terpengaruh oleh aktivitas daratan.
3. Ekosistem Danau adalah ekosistem akuatik perairan danau dan
ekosistem terestrial daerah tangkapan air danau
4. Beban pencemaran adalah jumlah berat suatu unsur pencemar yang
terkandung dalam air atau air limbah yang masuk ke sumberdaya air.
5. Daya tampung beban pencemaran air danau adalah kemampuan
danau dan waduk untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa
mengakibatkan airnya menjadi tercemar atau terganggu
pemanfaatannya.
6. Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah proses sistematis dan
komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan dengan
mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi serta prinsip-prinsip
keberlanjutan dari usulan kebijakan, rencana, dan program
pembangunan.
7. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan
kondisi tercemar atau kondisi baik suatu sumber air dalam waktu tertentu
dengan membandingkannya dengan baku mutu air atau kelas air yang
ditetapkan.
8. Status trofik adalah status kualitas air danau berdasarkan kadar unsur
hara dan kandungan biomassa atau produktivitasnya.
9. Eutrofikasi adalah proses peningkatan kadar unsur hara terutama
parameter nitrogen dan parameter fosfor di air danau.
10. Oligotrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara
dengan kadar rendah.
11. Mesotrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara
dengan kadar sedang.
12. Eutrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara
dengan kadar tinggi.
13. Hipertrofik adalah status trofik air danau yang mengandung unsur hara
dengan kadar sangat tinggi.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 7


14. Lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya demikian rupa sehingga
lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan
peruntukannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air.
15. Spesies asli adalah spesies-spesies yang menjai penduduk suatu
wilayah atau ekosistem secara alami tanpa campur tangan manusia.
Kehadiran spesies ini (baik binatang maupun tumbuhan) melalui proses
alami tanpa intervensi manusia
16. Spesies endemik merupakan gejala alami sebuah biota untuk menjadi
unik pada suatu wilayah geografi tertentu. Sebuah spesies bisa disebut
endemik jika spesies tersebut merupakan spesies asli yang hanya bisa
ditemukan di sebuah tempat tertentu dan tidak ditemukan di wilayah lain.
Wilayah di sini dapat berupa pulau, negara, atau zona tertentu
17. Spesies asing adalah spesies, subspesies, atau pada tingkatan takson
yang lebih rendah, yang diintroduksi keluar habitat alaminya pada masa
lalu atau saat sekarang, meliputi setiap bagian, biji-bijian, telur atau
propagules dari spesies tersebut yang mungkin bertahan atau merupakan
rangkaian dari hasil reproduksi
18. Spesies invasif adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang
mengkolonisasi suatu habitat secara masif dan menimbulkan dampak
negatif
19. Spesies asing invasif adalah spesies yang diintroduksi secara sengaja
atau tidak disengaja yang berasal dari luar habitat alaminya, dimana
mereka memiliki kemampuan untuk membentuk diri mereka, menyerang,
berkompetisi dengan spesies lokal/asli dan mengambil alih lingkungan
barunya
20. Spesies introduksi (introduced species) merupakan spesies yang
yang berkembang di luar habitat (wilayah) aslinya akibat campur tangan
manusia baik disengaja ataupun tidak. Beberapa spesies ada yang
merusak (bersifat invasif) dan lainnya tidak memiliki dampak negatif
bahkan menguntungkan bagi ekosistem dan manusia
21. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman di antara makhluk
hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya, daratan, lautan dan
ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan
bagian dari keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam
spesies, antar spesies dan ekoistem
22. Introduksi adalah pergerakan oleh kegiatan manusia, baik secara
langsung maupun tidak langsung, berupa spesies asing, keluar dari
habitat alaminya. Perpindahan tersebut dapat terjadi dalam lingkup
negara atau antar negara

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 8


23. Minapolitan adalah konsep pembangunan kelautan dan perikanan
berbasis wawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi,
berkualitas, dan percepatan (akselerasi).
24. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui
penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya,
daya dukung, dan proses-proses ekologis. Terdiri dari tahap persiapan,
pengumpulan, dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi,
konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan penetapan dengan
mempertimbangkan kajian-kajian aspek ekologi, sosial ekonomi, dan
budaya masyarakat.
25. Epilimnion adalah lapisan atas air danau dan yang terkena cahaya
matahari.
26. Thermocline adalah lapisan air danau dimana terjadi perubahan
suhunya.
27. Hypolimnion adalah lapisan bawah air danau di bawah Thermocline.
28. Tata Kelola Pariwisata adalah struktur tata kelola tempat tujuan wisata
yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, dan
pengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui
pemanfaatan jejaring, informasi, dan teknologi, yang terpimpin secara
terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri, akademisi,
dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan,
volume kunjungan wisata, lama tinggal, dan besaran pengeluaran
wisatawan serta manfaat bagi masyarakat di tempat tujuan wisata.
29. Peta Daerah Tangkapan Air adalah Peta yang menginformasikan
daerah-daerah yang di batasi punggung-punggung gunung dimana air
hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung
gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai
utama
30. Peta Penggunaan Lahan adalah peta penggunaan lahan
menginformasikan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannyadengan
lahan, yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra
31. Peta Tata Guna Lahan adalah peta yang menggambarkan konstruksi
vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut
seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga
kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1) struktur
fisik yang dibangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi
alami, tanah pertanian dan kehidupan binatang, (3) tipe pembangunan
32. Peta Lereng adalah Peta yang menginformasikan kemiringan Lereng
yang merupakan bentuk dari variasi perubahan permukaan bumi secara
global, regional atau dikhususkan dalam bentuk suatu wilayah tertentu

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 9


variabel yang digunakan dalam pengidentifikasian kemiringan lereng
adalah sudut kemiringan lereng, titik ketinggian di atas muka laut dan
bentang alam berupa bentukan akibat gaya satuan geomorfologi yang
bekerja
33. Peta Jenis Tanah adalah peta yang menggambarkan variasi dan
persebaran berbagai jenis tanah atau sifat-sifat tanah (seperti pH,
tekstur, kadar organik, kedalaman, dan sebagainya) di suatu area. Peta
tanah merupakan hasil dari survey tanah dan digunakan untuk evaluasi
sumber daya lahan, pemetaan ruang, perluasan lahan pertanian,
konservasi, dan sebagainya. Dalam peta tanah, terdapat data primer
yang merupakan hasil dari pengukuran langsung di lapangan dan data
sekunder merupakan hasil dari perhitungan dan/atau perkiraan
berdasarkan data yang didapatkan di lapangan. Contoh data sekunder
yaitu kapasitas produksi tanah, laju degradasi, dan sebagainya
34. Peta Batimetri danau adalah peta yang menginformasikan kedalaman
di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau.
Sebuah peta batimetri umumnya menampilkan relief lantai atau dataran
dengan garis-garis kontur (contour lines) yang disebut kontur kedalaman
(depth contours atau isobath), dan dapat memiliki informasi tambahan
berupa informasi navigasi permukaan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 10


BAB II. GAMBARAN UMUM

A. Letak Geografis
Danau Tempe merupakan danau besar yang ada di provinsi Sulawesi
Selatan, tepatnya berada pada Kabupaten Wajo dengan wilayah terluas
(70%), selebihnya berada di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Soppeng
serta melintasi tujuh kecamatan dan 51 desa yang tersebar pada ketiga
kabupaten tersebut. Di Kabupaten Wajo terdapat empat kecamatan, yaitu
Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo, dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua
kecamatan, yaitu Marioriawa dan Donri-Donri. Kabupaten Sidrap dengan satu
kecamatan, yaitu Pancalautan. Secara geografis, Danau Tempe terletak
antara sungai Walanae Cenranae pada koordinat 4000’00” – 4015’00”LS dan
119052’30” – 120007’30”BT.

B. Status dan Kondisi Kawasan Danau


1. Iklim
Data iklim yang digunakan dalam laporan ini adalah data iklim hasil
pengukuran Stasiun Klimatologi di Kabupaten Wajo yaitu stasiun Hujan Paria,
Kecamatan Majauleng. Data yang dapat diperoleh dari stasiun-stasiun ini
hanya curah hujan, suhu udara dan kelembaban. Parameter iklim yang dikaji
adalah suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, arah dan kecepatan
angin serta penyinaran matahari. Analisis masing-masing parameter iklim
adalah sebagai berikut:
a. Curah Hujan
Berdasarkan data klimatologi yang diambil dari stasiun Hujan Paria,
wilayah Danau Tempe memiliki intensitas curah hujan yang sedang
sepanjang tahun, dengan intensitas curah hujan tertinggi (337 mm/bulan)
terjadi pada bulan Juni (Gambar 1). Pola curah hujan ini menunjukkan
bahwa puncak musim hujan terjadi antara musim peralihan (Maret-April-Mei)
dengan musim kemarau (Juni-Juli-Agustus), meskipun pada musim barat
(Desember-Januari-Februari) di wilayah Danau Tempe curah hujan mencapai
104 mm/bulan. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman maka wilayah ini dapat
dikategorikan ke dalam tipe iklim D yaitu memiliki 3 bulan basah berturut-
turut (200 mm) apabila hujan diasumsikan mulai turun saat musim barat.
Adanya pergeseran puncak hujan ini menunjukkan bahwa pengaruh musim
barat di daerah ini tidak terlalu dominan dibanding daerah lainnya di pantai
barat dan selatan Provinsi Sulawesi Selatan.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 11


Jumlah hari hujan dalam setahun berkisar antara 74 – 204 hari, dengan
rata-rata hari hujan sebanyak 124 hari per tahun dan rata-rata hari hujan per
bulan selama setahun 11 hari. Jumlah hari hujan di atas, rata-rata hari hujan
per bulan selama 9 bulan, pada bulan Januari – Juli dan November – Juni.

500 25
Curah Hujan (mm/bulan)
Hari Hujan (hari)
400 20
Curah Hujan (mm/bln)

Hari Hujan (hari)


300 15

200 10

100 5

0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES

Gambar 1. Curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan di stasiun


Hujan Paria, Kec.Majauleng, Kabupaten Wajo (1999-2011).

b. Suhu Udara
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25 – 280C dengan variasi
musiman yang sangat kecil. Suhu udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi
pada bulan Januari hingga Mei dan Oktober hingga November dan terendah
pada bulan Juni–September serta bulan Desember.

30
Temperatur (oC)
29

28

27

26

25
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC

Gambar 2. Variasi suhu udara rata-rata bulanan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 12


Hal ini tidak terlepas dari pengaruh musim di mana pada bulan Juli –
Oktober curah hujan relatif kurang. Suhu udara juga sangat dipengaruhi oleh
letak geografis lokasi studi berada dalam daerah equatorial, sehingga
perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Selain
itu, terlihat bahwa kondisi suhu udara yang tercatat di stasiun klimatologi
dalam wilayah provinsi Sulawesi Selatan relatif hampir sama kondisinya
terutama di lokasi-lokasi yang berada pada daerah yang topografinya
rendah. Variasi suhu udara rata-rata bulanan dapat dilihat pada Gambar 2.
c. Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang relatif tinggi yaitu berkisar antara 80%
pertahun dengan kelembaban rata-rata berkisar antara 76 – 83%.
Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Januari kemudian menurun
sampai kondisi terendah pada bulan September dan naik lagi sampai pada
bulan Desember. Variasi kelembaban udara rata-rata bulanan dapat dilihat
pada Gambar 3.

90
88 Humidity (%)
86
84
82
80
78
76
74
72
70
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC

Gambar 3. Kelembaban udara rata-rata bulanan

d. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari rata-rata bulanan bervariasi antara 4,6 –7,2
jam/hari. Penyinaran matahari cenderung meningkat dari bulan Agustus
sampai mencapai maksimum pada bulan September dan Oktober, kemudian
menurun sampai bulan Desember. Variasi penyinaran matahari rata-rata
bulanan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 13


10
9 Sunshine (hour/day)
8
7
6
5
4
3
2
1
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC

Gambar 4. Penyinaran matahari rata-rata bulanan

2. Hidrologi
a. Daerah Tangkapan Air
Danau Tempe terletak di tengah wilayah cekungan Tempe. Kawasan
Danau Tempe terdiri dari Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya
(Gambar 5), selama musim kemarau ketiga danau tersebut terpisah satu
dengan lainnya. Danau Sidenreng dan Danau Buaya terhubung dengan
Danau Tempe dengan saluran air yang terbentuk secara alami.

Gambar 5. Kawasan Danau Tempe dan sekitarnya.

Danau Tempe memperoleh pasokan air dari sistem Sungai Bila di


bagian utara dan sistem Sungai Walanae dari bagian selatan, baik pada
musim hujan maupun musim kemarau. Sedangkan outlet Danau Tempe
adalah Sungai Cenranae yang mengalirkan air langsung ke teluk Bone.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 14


Secara umum sistem sungai yang mengalirkan air menuju ke Danau Tempe
terdiri atas 23 sungai (inlet) yang termasuk dalam DTA Bila dan DTA
Walanae. Kedua DTA tersebut berada pada 2 (dua) kawasan daerah aliran
sungai (DAS) yaitu DAS Walanae dan Das Bila (Gambar 6).

Gambar 6. Peta DAS Bila-Walanae


Sedangkan sungai yang mengalir keluar (outlet) dari Danau Tempe
hanya satu yaitu sungai Cenranae. Perkiraan luas DTA masing-masing anak-
anak sungai Bila dan Walanae pada sistem sungai Danau Tempe, baik inlet
maupun outlet disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 7.
Tabel 1. Sistem hidrologi DTA Danau Tempe
Luas (km2) Persentase
No Sistem DTA
Inlet Outlet (%)
1 Sungai Bila 1.368 18,76
2 Sistem Danau Tempe 1.580 21,66
3 Sungai Walanae 3.190 43,74
Sub-total 6.138 84,16
4 Sungai Cenranae 1.155 15,84
Sub-total 1.155 15,84
Total 7.293 100,00
Sungai Bila mengalir sepanjang ± 100 km dari daerah hulu (upstream)
yaitu Kabupaten Enrekang dengan catchment area 28,38 km2 (283.899,84
Ha). Sistem Sungai Bila mempunyai empat anak sungai utama yaitu Sungai
Bila, Sungai Buya, Sungai Lancirang dan Sungai Kalola. Pola sungai ini
bermeander dari utara ke selatan dekat Tanru Tedong Kabupaten Sidrap dan
berbelok ke timur kemudian mengalir masuk ke Danau Tempe melalui

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 15


dataran alluvial sekitar danau. Rata-rata kemiringan lereng sungai Bila
sangat terjal terutama di bagian upstream dan menjadi landai di muara
sungai sekitar Danau Tempe.

Gambar 7. Anak-anak Sungai Bila dan Sungai Walanae


yang mengalir ke Danau Tempe

Lebar Sungai Bila antara 70 - 200 m dengan kapasitas tampung sungai


adalah 600-850 m3/detik (Nippon Koei, 1997). Jangkauan debit air rata-rata
bulanan Sungai Bila disajikan pada (Gambar 8).

800

700 S. Bila
600

500
Q (m3/s)

400

300

200

100

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Gambar 8. Jangkauan debit air rata-rata bulanan Sungai Bila

Sungai Walanae mempunyai daerah tangkapan air (DTA) seluas 3.190


2
km . Sungai ini mempunyai hulu di Kabupaten Maros mengalir ke bagian
tengah Sulawesi Selatan dan bergabung dengan Sungai Cenranae di
Kabupaten Sengkang dan mengalirkan air masuk ke Danau Tempe pada
musim hujan. Sistem Sungai Walanae terdiri dari anak Sungai Sanrego,

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 16


Menraleng dan Mario. Sungai Sanrego mempunyai lereng yang terjal yaitu
rata- rata 1/400 dengan dasar sungai terdiri dari kerikil dan bongkahan.
Kapasitas pengaliran Sungai Sangrego sekitar 700 m3/detik sedangkan
Sungai Menraleng adalah 700 m3/detik (Nippon Koei, 1997). Dari sebelah
barat Danau Tempe mendapat masukan air dari beberapa sungai termasuk
Sungai Batu-Batu, Bilokka, Panincong, Lawo dan lain-lain dengan catchment
area ke 4 sungai tersebut adalah 927 km2. Variasi debit air rata-rata bulanan
Sungai Walanae disajikan pada (Gambar 9).

800

700 S. Walanae
600

500
Q (m3/s)

400

300

200

100

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Gambar 9. Variasi debit air bulanan Sungai Walanae.

Sungai Cenranae sebagai outlet mengalir ke arah timur Danau Tempe


hingga Teluk Bone sepanjang ± 70 km dengan DTA 1.155 km2. Sungai
Cenranae adalah sistem sungai tunggal, mempunyai lebar dasar 30 - 80 m
dan lebar permukaan 100 - 150 m. Sedangkan kedalaman sungai bervariasi
antarai 5 – 8 m. Kemiringan Sungai Cenranae sangat landai yaitu 1/10000 di
daerah upstream dan 1/30000 di daerah downstream dengan kapasitas
pengaliran adalah 250 – 500 m3/detik (Nippon Koei, 1997). Saat ini di Sungai
Cenranae telah dibangun Bendung Gerak yang berfungsi sebagai regulator
pengaturan air Danau Tempe untuk mempertahankan ketinggian air pada
level tertentu. Jangkauan debit air rata-rata bulanan Sungai Cenranae
disajikan pada Gambar 10.
Selain sistem Sungai Bila dan Sungai Walanae sebagai pemasok utama
air ke dalam Danau Tempe. Terdapat pula sungai- sungai kecil seperti Sungai
Batu-batu dan Sungai Lawo yang melalui Kabupaten Soppeng dan mengalir
langsung masuk ke Danau Tempe. Luas DTA Sungai Batu-Batu dan Sungai
Lawo masing-masing berkisar 110 km2 dan 160 km2 sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 7 di atas.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 17


800

700 S. Cenranae
600

500
Q (m3/s)

400

300

200

100

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Gambar 10. Jangkuan debit air bulanan Sungai Cenranae

Jangkauan debit air rata-rata bulanan sistem sungai utama dan anak-
anak sungai yang terukur pada beberapa stasiun pengamatan (Gauge
Station) yang berhubungan langsung Danau Tempe disajikan pada Gambar
11.
450
Stasiun
400
Bila
350 Tanru Tedong
300 Tanpangeng
Solo
250
Cabenge
200
Ujung Lamuru
150 Sanrego
100 Langkeme

50 Lawo
Batu Batu
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Gambar 11. Debit air rata-rata bulanan sungai-sungai yang berhubungan


langsung dengan Danau Tempe
Debit air banjir yang memasuki Danau Tempe pada musim hujan yang
disuplai oleh sistem sungai utama yaitu Sungai Bila dan Sungai Walanae jauh
lebih besar dibandingkan dengan debit air yang keluar dari Danau Tempe
melalui Sungai Cenrane (Gambar 12). Ratio yang tidak seimbang antara
kapasitas inlet dengan outlet Danau Tempe menyebabkan air melimpah dan
menggenangi wlayah di sekitar danau terutama pada bulan Mei, Juni dan Juli
setiap tahunnya. Daerah-daerah yang terdampak banjir dari luapan air

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 18


Danau Tempe meliputi sebagian besar Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap
dan sebagian Kabupaten Soppeng.

Gambar 12. Debit Banjir Sungai-Sungai Utama yang berperan dalam


Hidrologi Danau Tempe.

Berdasarkan pada gambar 7, 8 dan 9 di atas bahwa aliran pada sungai-


sungai tersebut di atas, secara umum membawa sejumlah sedimen baik
sedimen tersuspensi (suspended load) maupun sedimen dasar (bed load).
Adanya perubahan angkutan sedimen dasarakan disertai dengan perubahan
konsentrasi sedimen tersuspensi. Konsentrasi sedimen tersebut selanjutnya
akan ketika memasuki Danau Tempe sebagian besar mengendap
(sedimentasi) di dasar danau dan selebihnya akan keluar melalui outlet
danau (Sungai Cenranae) khususnya sedimen tersuspensi. Analisis
keseimbangan muatan sedimen (sediment balance) Danau Tempe disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Sediment balance Danau Tempe
Bed Suspend
Sungai Total
Load Load
Sungai yg bemuara ke Danau Tempe
(i) Sungai Bila 23.944 168.598 192.542
(ii) Sungai Walanae 153.437 632.629 786.066

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 19


Bed Suspend
Sungai Total
Load Load
(iii) Sungai lain 19.094 71.397 90.491
(2) Sungai yg disuplai oleh Danau Tempe
(i) Sungai Cenranae 81.000 469.490 550.490
(3) Balance, Sediment in the Lake 518.609

b. Status Mutu Air


Sumber utama air Danau Tempe berasal dari bebepa sistem sungai
yang menjdi tempat berbagai aktivitas masyarakat yang bermukim di sekitar
DTA dan aliran sungai. Sungai dan perairan Danau Tempe berfungsi sebagai
sarana transportasi, tempat mandi, mencuci dan kegiatan lainnya. Interaksi
langsung kegiatan masyarakat dengan sistem sungai yang menjadi inlet
serta limbah domestik dan perrtanian, peternakan maupun industri rumahan
menjadi sumber pencemaran ekosistem Danau Tempe.
Berdasarkan analisis status mutu air menurut Metode Storet (Tabel 3),
menunjukkan bahwa Danau Tempe berada pada kelas D (buruk) dengan
skor (-166) atau “status tercemar berat” pada klasifikasi baku mutu air kelas
II.
c. Status Trofik Danau Tempe
Status trofik menunjukkan dampak adanya beban limbah unsur hara
yang memasuki ekosistem perairan danau. Kualitas perairan danau
diklasifikasikan berdasarkan proses eutrofikasi oleh unsur hara meliputi:
Total Phosphor (Total-P) dan Total Nitrogen (Total-N). Tumbuhan air
termasuk alga di dalam sel dan jaringan tubuhnya pada umumnya
mengandung phosphor lebih rendah dari pada nitrogen yaitu masing-masing
0,09% untuk nitrogen dan 0,7% untuk phosphor dari berat basah. Phosphor
akan menjadi faktor pembatas eutrofikasi jika kadar T-N lebih dari 8 kali
kadar T-P. Sebaliknya Nitrogen menjadi faktor pembatas eutrofikasi jika
kadar T-N kurang dari 8 kali kadar T-P (UNEP-IETC/ILEC, 2001 dalam KLH,
2008).
Kandungan klorofil-a menggambarkan kadar biomassa alga atau
fitoplankton dengan perkiraan berat rata-rata klorofil adalah 1,0% dari
biomassa alga. Sedangkan kecerahan perairan sangat menentukan jumlah
intensitas cahaya matahari yang menembus ke dalam kolom air yang
selanjutnya diperlukan oleh alga dan tanaman air lainnya untuk proses
fotosintesis.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 20


Tabel 3. Analisis mutu air Danau Tempe menurut Metode Storet
Baku Hasil Pengukuran
No Parameter Satuan Mutu Rata- Skor
Kelas II Min Max
Rata
Parameter Fisika
0
1 Suhu Air C Deviasi 3 27.80 27.80 27.80 0
2 Warna Air Units 25.00 48.00 64.00 56.00 -10
PtCo/Colour
4 DHL µS/cm 1,500.00 331.00 361.00 346.00 0
5 Kekeruhan nTU 15.00 3.50 38.90 21.20 -8
6 TSS mg/L 50.00 678.00 4748.00 2713.00 -10
7 TDS mg/L 1,000.00 352.00 488.00 420.00 0
Parameter Kimia
1 pH - 6,0 – 8,5 7.25 7.43 7.34 0
2 BOD mg/L 3.00 2.50 2.8 2.65 0
3 COD mg/L 25.00 16.40 25.3 20.85 -16
4 DO mg/L 4.00 6.20 6.2 6.20 0
5 T-Phosfat (P) mg/L 0.20 0.23 0.24 0.24 -20
6 Amoniak (NH3) mg/L - 0.06 0.23 0.15 0
7 Nitrit (NO2-) mg/L 0.06 0.06 0.14 0.10 -16
8 Nitrat (NO3-N) mg/L 10.00 0.06 0.75 0.41 0
9 Sulfat (SO4) mg/L - 22.50 28.10 25.30 0
10 Minyak dan Lemak µg/L 800.00 0.10 3.00 1.55 0
11 Fenol µg/L 1.00 0.02 0.02 0.02 0
12 Deterjen (MBAS) µg/L 150.00 0.06 0.09 0.08 0
13 Pb (Timbal) mg/L 0.03 0.01 0.01 0.01 0
14 Cd (Cadnium) mg/L 0.01 7.00 7.00 7.00 -20
15 Cu (Tembaga) mg/L 0.02 0.02 0.70 0.36 -16
16 Zn (Seng) mg/L 0.05 0.02 0.02 0.02 0
17 As (Arsen) mg/L 1.00 0.00 0.06 0.03 0
18 Fe (Besi) mg/L - 0.67 2.00 1.34 0
19 Mn (Mangan) mg/L - 0.02 0.02 0.02 0
20 Mg (Magnesium) mg/L - 12.12 80.80 46.46 0
21 Cl (Clorida) mg/L 0.60 2.20 2.30 2.25 -20
Parameter Biologi
1 Fecal Coli Jml/100mL 1,000.00 1,500.00 2,400.00 2,700.00 -30
2 Total Coli Jml/100mL 5,000.00 2,400.00 4,600.00 4,700.00 0
JUMLAH SKOR -166
Sumber: DPLH Sulawesi Selatan, 2018.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 21


Jika kelarutan unsur T-N dan T-P dalam perairan kadarnya jauh
melebihi kadar yang terdapat dalam jaringan tumbuhan air, maka akan
terjadi blooming atau ledakan populasi tumbuhan air lainnya seperti yang
terjadi pada danau atau perairan yang mengalami eutrofikasi.
Berdasarkan hasil pengukuran rata-rata kandungan T-N, T-P, khlorofil
dan kecerahan (Tabel 4). Dengan merujuk kepada Permen Lingkungan Hidup
No 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air
Danau/dan atau Waduk maka status trofik Danau Tempe digolongkan ke
dalam eutrofik sampai hipertofik.
Tabel 4. Rata-rata hasil pengukuran T-N dan T-P, khlorofil dan kecerahan
Danau Tempe

No Parameter Satuan Hasil Pengukuran


1 Total-N (µg/L) 1.120,00
2 Total-P (µg/L) 230,0
3 Khlorofil a (µg/L) 13,77
4 Kecerahan (m) 0,20
Sumber: DPLH Sulawesi Selatan, 2018.

3. Topografi dan Tata Guna Lahan


Danau Tempe terletak di tengah wilayah cekungan Tempe yang berasal
dari depresi lempeng bumi Asia-Australia dan terletak di wilayah sungai
Walanae dan Cenranae. Depresi lempeng Asia-Australia ini membentuk
sistem danau yang terdiri atas Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau
Buaya. Selama musim kemarau ketiga danau tersebut terpisah dan hanya
terhubung dengan saluran air yang terbentuk secara alami. Pada musim
hujan ketiganya menyatu menjadi satu kesatuan genangan air danau dan
oleh masyarakat setempat disebut dengan banjir.
Elevasi dasar Danau Tempe terletak pada ketinggian ± 3 m dpl yang
merupakan titik terendah dan elevasi tertinggi ± 10,5 m dpl (Nippon Koei,
2003). Sedangkan satuan geomorfologi Danau Tempe dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu: 1) Satuan bentang alam pedataran. Satuan ini
mendominasi (± 50 %) topografi daerah di sekitar Danau Tempe, Danau
Sidenreng dan Danau Buaya serta sepanjang sungai utama yang bermuara
ke Danau Tempe yaitu Sungai Bila, Cenranae dan Sungai Walanae. Satuan
ini membentuk pedataran yang sangat luas memanjang dari barat laut
hingga sebelah tenggara danau; 2) Satuan bentang alam perbukitan
bergelombang. Bentuk ini menempati sekitar 40% topografi Danau Tempe
dan melingkari daerah pedataran melebar ke timur di Kabupaten Wajo dan
menyempit dibagian barat danau; dan 3) Satuan bentang alam perbukitan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 22


tersayat tajam. Bentuk ini menempati sekitar 10% topografi Danau Tempe
dan menempati bagian barat DAS Soppeng di daerah Mario Riawa sedangkan
di bagian utara menempati DAS Bila di bagian hulu.
Sumber dan dampak kerusakan yang terjadi pada ekosistem Danau
Tempe antara lain perambahan hutan, perladangan berpindah, dan illegal
logging. Kegiatan ini akan menimbulkan perubahan penggunaan lahan,
sehingga menyebabkan terjadinya erosi yang berdampak terhadap
meningkatnya laju sedimentasi pada Danau Tempe.
Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Tempe meliputi 4 Kabupaten yaitu:
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Sidrap, dan Kabupaten
Soppeng dengan luas total 283.899,84 ha. Tata guna lahan pada Daerah
Tangkapan Air (DTA) Danau Tempe (Tabel 5) didominasi oleh pertanian
lahan kering bercampur semak yaitu sebesar 85.294,03 ha, atau sebesar
30,04% dari total luas DTA Danau Tempe, serta sawah seluas 60.542,86 ha,
atau sebesar 21,33% dari total luas DTA Danau Tempe.
Tabel 5. Tutupan Lahan di DTA Danau Tempe

TUTUPAN LUAS (Ha) %


Belukar Rawa 704,65 2,36
Hutan Lahan Kering Primer 31.398,08 11,06
Hutan Lahan Kering Sekunder 18.660,89 6,57
Hutan Tanaman 204,12 0,07
Pemukiman 1.399,72 0,49
Pertanian Lahan Kering 37.629,17 13,25
Pertanian Lahan Kering Bercampur Semak 85.294,03 30,04
Savana/Padang Rumput 4.901,85 1,73
Sawah 60.542,86 21,33
Semak Belukar 33.728,92 11,88
Tanah Terbuka 1.893,28 0,67
Tubuh Air 1.542,26 0,54
Total 283.899,84 100
Sumber: BPDASHL Jeneberang Saddang, 2018

4. Geomorfologi Kawasan Danau


Cekungan Tempe terdiri atas dataran teras dan dataran banjir. Pada
dataran teras umumnya berbentuk datar yang terletak beberapa meter dari
dataran banjir, namun batas antara kedua dataran ini tidak tegas. Dataran
banjir alluvial terbentuk di sepanjang sungai dan sekitar danau. Peta
geomorfologi kawasan Danau Tempe (Gambar 13). Sedangkan dataran teras

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 23


umumnya terbentuk pada tanggul alami dan rawa belakang sepanjang
saluran sungai dan rawa di sekitar Sungai Walanae dan dikenal 3 satuan
geomorfologi yaitu:
a. Satuan Bentang Alam Pedataran
Satuan bentang alam pedataran mendominasi daerah penelitian sekitar
50% terletak di sekitar Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya
dan sepanjang sungai utama seperti Sungai Bila, Sungai Cenrana dan Sungai
Walanae. Satuan ini membentuk pedataran yang luas memanjang dari barat
laut – tenggara Danau Tempe.

Gambar 13. Peta geomorfologi kawasan Danau Tempe

b. Satuan Bentang Alam Perbukitan Bergelombang


Bentuk geomorfologi ini menempati sekitar 40% kawasan Danau
Tempe. Satuan ini melingkari daerah pedataran melebar ke timur di
Kabupaten Wajo dan menyempit di bagian barat Danau Tempe
c. Satuan Bentang Alam Perbukitan Tersayat Tajam
Bentuk morfologi ini menempati sekitar 10% dari DTA Danau Tempe
bagian barat meliputi DTA Soppeng di daerah Mario Riawa sedangkan di
bagian utara menempati DTA Bila di bagian hulu.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 24


Sungai-sungai yang terdapat pada satuan bentang alam perbukitan
tersayat tajam dapat dibagi berdsarkan sifat kandungan airnya yaitu:
1. Sungai Episodis (Ephemeral).
Sungai yang berair hanya pada saat terjadi hujan deras dan beberapa
hari setelah hujan terjadi. Jenis sungai ini dijumpai pada daerah
perbukitan terutama pada anak-anak sungai.
2. Sungai periodis (intermittent)
Sungai yang airnya tergantung pada musim, pada musim hujan volume
airnya besar sedangkan pada musim kemarau volume airnya kecil. Sungai
semacam ini dapat di jumpai di Sungai Talanggalung, Sungai Tokade,
Sungai Lajokka, Sungai Lamase, Sungai Sapewalie, Sungai Lamanganeng,
Sungai Dua dan Sungai Callaccuyang terletak di Kabupaten Wajo. Sungai
Bake, Sungai Malanroe, Sungai Tanjung, Sungai Kampiri, Sungai
Tabalocci, Sungai Lawo, Sungai Padangeng, Sungai Panincong, Sungai
Batu-batu dan Sungai Mate yang terletak di Kabupaten Soppeng.
Sedangkan Sungai Bilokka, Sungai Massepe dan Sungai Laringgi terletak
di Kabupaten Sidenreng Rappang.
3. Sungai Permanen
Sungai yang airnya tetap ada sepanjang tahun tanpa terpengaruh oleh
musim. Sungai semacam ini dijumpai di sungai-sungai besar seperti
Sungai Bila, Sungai Walanae dan Sungai Cenrana.

5. Fungsi dan Manfaat Danau


A. Fungsi dan Manfaat Ekonomi
1. Ekosistem Danau Tempe sejak lama telah dimanfaatkan masyarakat
sebagai fishing ground penangkapan ikan-ikan air tawar.
2. Menjadi daerah pengembangan pariwisata berbasis kearifan lokal,
ekowisata dan penelitian.
3. Menjadi sumber air baku untuk PDAM kota Sengkang dan sekitarnya..
4. Sumber air irigasi pertanian untuk mengairi sawah-sawah di sekitar
Danau Tempe dengan sistem pompanisasi.
B. Fungsi Ekologi
1. Sebagai sumber plasma nutfah yang berpotensi sebagai penyumbang
kekayaan genetik.
2. Sebagai tempat berlangsungnya siklus hidup secara lengkap beberapa
jenis flora dan fauna asli Danau Tempe.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 25


C. Karakteristik Danau
1. Tipe Danau
Danau Tempe pada zaman dahulu adalah sebuah perairan yang
menjadi penghubung antara Selat Makassar dengan Teluk Bone dan
merupakan sebuah perairan yang memisahkan Pulau Sulawesi bagian utara
dan selatan. Secara geologis Danau Tempe terbentuk karena adanya
pergeseran dan benturan lempeng Australia-Eurasia menyebabkan terjadinya
pengangkatan lempeng bumi sekitar kawasan Danau Tempe Purba yang
meliputi 3 danau yaitu Danau Buaya, Danau Sindenreng, dan Danau Tempe.
Berdasarkan ciri yang dimiliki maka Danau Tempe dikategorikan
sebagai tipe danau “paparan banjir” dengan fluktuasi tinggi muka air (TMA)
tinggi yang mencapai ±5,6 mdpl. Secara garis besar TMA Danau Tempe
dapat dikelompokkan menjadi 3 periode yaitu periode air tinggi berlangsung
pada bulan Mei-Agustus, tertinggi Juni, periode rendah pada bulan
September-Desember dan periode rerata/sedang pada bulan Januari-April.
Pada saat periode rerata/sedang TMA Danau Tempe berkisar antara 2,0 -
2,5 mdpl.
2. Morfologi Danau
Danau Tempe memiliki karakteristik morfologi yang sangat dinamis
berdasarkan luas genangan air yang mengikuti pola musim. Pada musim
kemarau luas genangan air Danau Tempe diperkirakan hanya ± 10.000 Ha
dan pada musim hujan luas genangan air dapat mencapai 43.000 Ha seperti
ditunjukkan pada Tabel 6.
Secara admistratif Wilayah Danau Tempe terletak pada 3 kabupaten
yaitu wilayah administrasi Kabupaten Wajo seluas 54,7%, Kabupaten Sidrap
seluas 34,6% dan Kabupaten Soppeng seluas 10,7% (Bappeda Kab. Wajo,
2006).
Tabel 6. Luas Danau Tempe berdasarkan genangan air pada musim berbeda
Luas TMA Volume
No Sumber
(Ha) (m) (m3)
1 30.000-43.000 7,0-9,0 - Nippon Koei, (1997).
2 10.000 1,5 - Nippon Koei, (1997).
3 15.000–20.000 4,1–7,8 - Anonim, (2001)
4 16.250 5,0 162.500.000 Lap.Supervisi BG, (2012)
5 13.290 5,0 132.900.000 Profil D.Tempe, (2012)

Volume air Danau Tempe juga bervariasi dan sangat tergantung pada
musim. Hasil studi profil menunjukkan bahwa elevasi dasar Danau Tempe
berada kisaran rata-rata 3 mdpl. Dengan demikian jika TMA dikurangi

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 26


dengan elevasi dasar maka dapat di perkirakan variasi kedalaman air dan
volume air Danau Tempe. Berdasarkan laporan suvervisi Bendung Gerak
tahun 2012, maka rata-rata kedalaman air Danau Tempe adalah 2 m dengan
volume 162.500.000 m3 dan berdasarkan pada profil Danau Tempe 2012
adalah 132.900.000 m3 (Tabel 6).
Danau Tempe saat ini telah mengalami pendangkalan intensif dan
banyak dari area efektif danau telah terkonversi menjadi daratan permanen.
Hasil kajian pemetaan dan interpretasi citra satelit multi waktu selama 4
tahun (1981, 1989, 2000, dan 2015) yang diambil pada musim penghujan di
tahun yang bersangkutan serta hasil survei lapangan tahun 2015
menunjukkan luas efektif Danau Tempe terus menyusut dari waktu ke waktu
(Marjuki, 2015).

Gambar 14. Penyusutan luas efektif Danau Tempe berdasakan analisis citra
satelit (Marjuki, 2015)

Penurunan luas Danau Tempe dalam kurun waktu 25 tahun (1989 –


2015) mencapai ± 19,972,68 Ha (Tabel 7 dan Gambar 14). Diperkirakan
akan terus menyusut di masa mendatang apabila tidak dilakukan upaya-
upaya konservasi dan pengelolaan secara menyeluruh baik kawasan DTA,
sempadan dan eksistem perairan danaunya sendiri. Diperkirakan laju
penurunan luasan Danau Tempe mencapai 1,48 km2 per tahun disebabkan
oleh erosi tinggi di daerah DAS dan DTA yang menyebabkan aliran sedimen
menuju Danau Tempe yang masif setiap tahun pada musim penghujan
(Germadan, 2014).
Tabel 7. Penyusutan luas Danau Tempe dari Tahun 1981 – 2015
No Satelit Tanggal Perekaman Luas (Ha)
1 Landsat 2 21 Mei 1981 28.213,44*
2 Landsat 4 01 April 1989 17.611,87
3 Landsat 7 21 Agustus 2000 15.945,13
4 Landsat 8 08 September 2015 8.240,76
*Danau Tempe dan Danau Sidenreng masih menyatu (Sumber: Marjuki, 2015) .

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 27


3. Stratifikasi Danau
Stratifikasi perairan yang bersifat lentik seperti danau dapat di
kelompokkan berdasarkan perbedaan intensitas cahaya dan suhu atau
temperatur air. Cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan, mengalami
penurunan intensitas sejalan dengan bertambahnya kedalaman dan
dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang menembus permukaan air
dan konsentrasi Total Solid Suspention (TSS).
Berdasarkan perbedaan intensitas cahaya maka stratifikasi vertikal
kolom air pada danau dikelompokkan menjadi 3 yaitu:
a. Lapisan eufotik yaitu lapisan yang masih mendapat cukup cahaya
matahari.
b. Lapisan kompensasi yaitu lapisan air dimana jumlah oksigen (O2) yang
dihasil oleh alga (fitoplankton) dalam proses fotosintesis sama dengan
jumlah O2 yang diperlukan untuk respirasi dari alga tersebut atau setara
dengan intensitas cahaya sebesar 1% dari lapisan permukaan.
c. Lapisan profundal yaitu lapisan air di bawah lapisan kompensasi,
denganintensitas cahaya <1% bahkan tidak ada cahaya (afotik).
Berdasarkan perbedaan suhu atau temperatur air pada setiap ke-
dalaman, stratifikasi suhu (thermal stratification) pada danau dibagi menjadi
3 yaitu:
a. Epilimnion, yaitu lapisan permukaan air yang memiliki suhu relatif tinggi
dengan fluktuasi harian yang sangat kecil. Seluruh massa air pada
mintakat ini tercampur baik karena adanya angin dan gelombang.
b. Thermocline atau metalimnion, yaitu lapisan air di bawah epilimnion
ditandai dengan adanya gradien perubahan suhu air yang sangat besar.
c. Hipolimnion yaitu lapisan di bawah metalimnion. Lapisan ini memiliki suhu
air yang sangat rendah (lebih dingin) dengan perbedaan suhu secara
vertikal yang relatif kecil. Massa air pada lapisan ini bersifat stagnan dan
memiliki densitas yang lebih besar.
Danau Tempe sebagai danau paparan banjir dengan morfologi yang
sangat variatif khususnya luas dan kedalaman air. Selain itu, banyaknya
sungai-sungai yang menjadi inlet danau sehingga sifat perairan Danau
Tempe pada musim hujan cenderung lotik. Sedangkan pada musim kemarau,
Danau Tempe sangat dangkal (< 2,0 m) serta kekeruhan air dan TSS air
yang sangat tinggi masing-masing 21,20 nTU dan 2.713,00 mg/L.
Berdasarkan pada kriteria stratifikasi air dan karakteristik sifat air danau
secara fisik maka stratifikasi air pada Danau Tempe sangat sulit untuk
terbentuk, baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 28


4. Flora dan Fauna
Jenis flora dan fauna yang ditemukan hidup di dalam ekosistem
Danau Tempe berdasarkan tingkat taksa (genus) sangat beragam, baik
komposisi jenis ikan, tumbuhan air, burung, mamalia, krustasea dan moluska
serta plankton dan biota lainnya yang belum teridentifikasi. Sebagian besar
data-data tentang flora dan fauna Danau Tempe belum terdokumentasi
dengan baik sehingga belum dapat diinformasikan secara menyeluruh dalam
dokumen ini. Beberapa jenis flora dan fauna Danau Tempe yang dapat
disajikan dalam dokumen ini adalah sebagai berikut.
a. Jenis-Jenis Ikan
Jenis-jenis ikan dan udang air tawar yang tertangkap di Danau Tempe
(Tabel 8) komposisinya cukup beragam, baik kelompok ikan herbivora,
karnivora dan omnivora. Jenis ikan yang dominan adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus), ikan sepat siam (Trichogastespectoraris) dan ikan
bloso (Glossogobius sp.). Ikan bloso atau bungo oleh masyarakat di sekitar
danau dianggap sebagai spesies endemik. Namaun spesies ini banyak
ditemukan di tempat lain di seluruh perairan tawar Indonesia. Dengan
demikian ikan bungo merupakan ikan asli Danau Tempe yang populasinya
sudah mulai terancam.
Tabel 8. Jenis-jenis ikan yang tertangkap di Danau Tempe
Nama
No Famili Nama Spesies Nama Lokal
Umum
1 Anabantidae Anabastestinideus Betok Bale oseng
2 Anguillidae Anguilla sp. Sidat Masapi
3 Osphronemidae Trichogasterpectoralis Sepat siam Bale janggo
4 Chanidae Channa striata Gabus Bale salo/bolong
5 Cichlidae Oreochromis niloticus Nila Bele nila
Oreochromis mossambicus Mujair Bale jabir
6 Clariidae Clariasbatrachus Lele Bale samelang
7 Cyprinidae Puntiusjavanicus Tawes Bale kandea
Cyprinuscarpio Karper Bale ulaweng
Osteochilus vittatus Nilem -
8 Cyprinontidae Aplocheilus panchax Kepala Bale tullumata
timah
9 Gobidae Glossogobius aureus Bloso Bale bungo
Glossogobius giuris Bloso Bale bungo
10 Eleotrididae Oxyeleotris marmorata Betutu Bale lappuso
12 Helostomatidae Helostoma temminckii Tambakan Bale biawang)*
13 Loricariidae Liposarcus pardalis Sapu-sapu -
14 Megalopidae Megalops cyprinoides Bulan-bulan Bale kampulen

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 29


Nama
No Famili Nama Spesies Nama Lokal
Umum
15 Pangasiidae Pangasius hypopthalmus Patin Bale patin
16 Synbranchidae Monopterus albus Belut sawah Lenrong
17 Mungilidae Mugil cephalus Belanak Bale Bonti)*
18 Hemiramphidae Dermogenys pusillus Julung- Bale dui-dui)*
julung
19 Leiognathidae Leiognathus dussumieri Pepetek Bale bete-bete)*
20 Theraponidae Therapon jarbua Kerong- Bele
kerong ceccopeng)*
21 Palaemonidae Macrobrachium rosenbergii Udang galah Bongko rongka
*
Keterangan: ) Spesies ikan yang diduga telah hilang
Beberapa jenis ikan asli Danau Tempe telah mengalami tekanan
penangkapan dan kerusakan lingkungan. Sebagai contoh ikan bloso atau
bungo bloso (Glossogobius sp.) yang merupakan spesies asli sudah
menunjukkan gejala tekanan reproduksi. Pada umumnya ikan bungo yang
tertangkap oleh nelayan mempunyai ukuran yang relatif kecil dan sebagian
besar jenis betina sudah bertelur. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut
telah mengalami tekanan sehingga mengubah strategi reproduksinya dari
strategi r menjadi strategi k. Perubahan strategi reproduksi ikan dapat
terjadi karena tekanan penangkapan dan tekanan lingkungan. Pada strategi
k, umumnya ikan matang gonad pada ukuran yang masih kecil, kebalikan
dengan strategi r karena demi mempertahankan keberlangsungan hidup
populasinya di dalam suatu ekosistem.
Beberapa jenis moluska yang terdapat di Danau Tempe adalah
Angulygra costata (Viviparidae), Bellamya javanica (Viviparidae), Brotia
perfecta (Thiaridae), Corbicula sp. (Corbiculidae), Melanoides amabilis
(Thiaridae), M. fontinalis (Thiaridae), M. granifer (Thiaridae), M. tuberculate
(Thiaridae), dan Pilascutata (Ampularridae). Semua jenis moluska tersebut
di atas adalah gastropoda atau siput, kecuali Famili Corbiculidae ( Corbicula
sp) adalah golongan bivalvia (kekerangan). Brotia perfecta merupakan
spesies endemik, sedangkan Corbicula sp dan Pilascutata merupakan spesies
komersil. Namun ketiga spesies tersebut sudah tidak ditemukan lagi di
Danau Tempe (Whitten, et al., 1987).
Selain jenis-jenis ikan dan moluska, terdapat juga beberapa spesies
fauna darat antara lain: Kura-kura (Cuora amboinensis), biawak (Varanus
salvator) dan sao-sao (Hydrosaurus amboinensis) serta katak, kadal hijau,
dan ular rawa. Kura-kura (C. amboinensis) banyak diburu untuk dijual
karapasnya sehingga terancam punah (Giesen et al., 1991).

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 30


b. Tumbuhan Air
Tumbuhan air yang ditemukan di Danau Tempe terdiri atas 4 tipe
habitat, yaitu tipe tanaman berakar dengan daun tersembul (emergent), tipe
terendam sempurna (free submerged), tipe terapung sempurna (free
floating), dan tipe daun terapung dengan akar tenggelam (rooted with
floating leave). Sedangkan untuk spesies dan famili dari tumbuhan air yang
teramati terdapat di Danau Tempe ditunjukkan pada (Tabel 9).
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah jenis tumbuhan air yang
paling dominan teramati di Danau Tempe, bahkan menutupi 70-80%
permukaan danau terutama pada musim kemarau. Keberadaan tumbuhan
air pada ekositem danau sangat diperlukan sebagai spowning ground
beberapa jenis ikan air tawar terutama yang bersifat fitofil yaitu ikan-ikan
menempelkan telurnya pada akar tanaman air ketika memijah. Tanaman air
juga bermanfaat sebagai nursery ground atau daerah asuhan berbagai
larva-larva ikan hingga mencapai ukuran juvenil kemudian hidup bebas di
perairan danau hingga mencapai ukuran dewasa. Namun tumbuhan air
dapat berperan positif pada ekosistem danau saat populasinya dalam
keadaan seimbang dan terkendali yaitu penutupannya tidak melebihi 1%
dari luas permukaan perairan.
Tabel 9. Jenis-jenis tanaman air yang teramati di Danau Tempe

No Famili Nama Spesies Cara Hidup Nama Umum


1 Cyperaceae Actinoscirpus grossus Emergent Ruput teki
2 Hydrocharitaceae Hydrilla verticillata Free submerged Hidrilla
Ottelia alismoides Free floating -
3 Nymphaeaceae Nymphaea pubescens Rooted with floating Teratai
4 Gramineae Echinochloa colonum Rooted with floating Rumput bebek
5 Polygonaceae Polygonum barbatum Floating leaves Eceng gondok
6 Pontederiaceae Eichornia crassipes Free floating
7 Cyperaceae Cyperus platystylis Submerged Rumput teki
Rhynchospora sp. Submerged Rumput teki
8 Limnocharitaceae Limnocharis flava Emergent Genjer
9 Convolvulaceae Ipomoea aquatica Free floating Kangkung
10 Onagraceae Ludwigia adscendens Rooted with floating
11 Najadeceae Najas Indica Submerged
12 Araceae Pistia stratiotes Free floating Paku air
13 Amaranthaceae Altermanthera philoxeroides Rooted with floating Kremah air

c. Burung
Jenis-jenis burung air yang pernah hidup dan ditemukan pada
ekosistem Danau Tempe sebanyak 40 spesies dengan 11 famili (Saleh,
1998) dan 12 diantaranya adalah spesies yang dilindungi (Tabel 10).

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 31


Burung air tersebut menyebar diseluruh sub-habitat dengan jumlah spesies
yang ditemukan pada masing-masing sub-habitat sebagai berikut: Vegetasi
tepi danau 34 spesies, lokasi bungka toddo 32 spesies, dataran lumpur
danau 29 spesies, dan kawasan perairan danau 8 spesies.
Selain burung air, ditemukan pula jenis burung terrestrial atau burung
darat di Danau Tempe. Menurut Saleh (1998) bahwa terdapat 22 spesies
yang tercakup kedalam 14 famili burung darat yang mencari makan di
Danau Tempe. Di antara burung darat tersebut terdapat 5 spesies yang
dilindungi dari 2 famili masing-masing Famili Accipride yaitu: 1) Elang laut
burik (Pandion haliaetus); 2) Elang tikus (Elanus caeruleus) dan 3) Elang
bondol (Haliastur indus). Famili Alcedinidae yaitu: 4) Burung udang (Alcedo
attis) dan 5) Cekakak (Halcyon chloris).
Tabel 10. Jenis burung air yang pernah ditemukan di Danau Tempe

No Famili Nama Spesies Nama Umum Status


1 Podicipedidae Tachybaptus ruficollis Titihan Tidak dilindingi
2 Phalacrocoracidae Phalacrocorax sulcirostris Pecuk hitam Tidak dilindingi
3 P. melanoleucos Pecuk belang kecil Tidak dilindingi
4 Anhinga melanogaster Pecuk ular Dilindungi
5 Ardeidae Ardea sumatrana Cangak laut Tidak dilindingi
6 A. purpurea Cangak merah Tidak dilindingi
7 Casmerodius albus Kuntul putih besar Tidak dilindingi
8 Egretta picata Kuntul belang Dilindungi
9 E. intermedia Kuntul perak Dilindungi
10 E. garzetta Kuntul perak kecil Dilindungi
11 Bubulcus ibis Kuntul kerbau Dilindungi
12 Ardeola spesiosa Blekok sawah Tidak dilindingi
13 Butorides striatus Kokokan laut Tidak dilindingi
14 Nycticorax nycticorax Kowak malam Tidak dilindingi
15 N. caledonicus Kowak merah Dilindungi
16 Ixobrycus sinensis Bambangan kuning Tidak dilindingi
17 I. cinnamomeus Kekondangan Tidak dilindingi
18 I. flavicollis Kokokan sungai Tidak dilindingi
19 Ciconiidae Mycteria cinerea Walangkada Dilindungi
20 Ciconia episcopus Sandanglawe Dilindungi
21 Therskiornithidae Plegadis falcinellus Roko-roko Dilindungi
22 Anatidae Denrocygna arquata Belibis kembang Tidak dilindungi
23 Anas gibberifrons Itik Kelabu Tidak dilindungi
24 A. superciliosa Itik gunung Tidak dilindungi
25 A. querquedula Itik alis putih Tidak dilindungi
26 Rallidae Gallirallus striatus Mandar padi Tidak dilindungi
27 Porzana pusilla Tikusan kaki kuning Tidak dilindungi
28 Poliolimnas cinerea Tikusan alis putih Tidak dilindungi
29 Amaurornis phoenicurus Kareo Tidak dilindungi
30 Gallinula tenebrosa Mandar kecil Tidak dilindungi
31 G. cloropus Mandar batu Tidak dilindungi
32 Porphyrio porphyrio Mandar besar Tidak dilindungi

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 32


No Famili Nama Spesies Nama Umum Status
33 Irediparra gallinaceae Cale-cale Tidak dilindungi
34 Charadriidae Pluvialis scuatarola Trulek kliui Tidak dilindungi
35 Scolapacidae Tringa glareola Trinil semak Tidak dilindungi
36 Actitis hypoleucos Trinil pantai Tidak dilindungi
37 Gallinago gallinago Senip biasa Tidak dilindungi
38 Recurvirostridae Himantopus leucocephalus Gagang bayem Dilindungi
39 Sternidae Chlidonias hybridus Dara laut berkumis Dilindungi
40 C. leucopterus D. laut sayap putih Dilindung

Komposisi jenis burung di Danau Tempe dapat dibagi ke dalam 4


golongan (MacKinnon, 1993 dalam Saleh, 1998) sebagai berikut:
1. Golongan burung berdasarkan tipe habitatnya yaitu: a) burung merandai
22 spesies; b) burung rawa 12 spesies dan c) burung pantai 6 spesies.
2. Golongan burung yang dilindungi yaitu 12 spesies burung air dan 5
spesies burung darat.
3. Golongan burung berdasarkan keberadaannya di Danau Tempe yaitu: a)
burung penetap 16 spesies; b) burung pengunjung 20 spesies dan c)
burung migrasi 5 spesies. Selain itu terdapat 1 spesies burung darat yang
bermigrasi yaitu Etut kerbau (Matocilla flava).
4. Golongan burung berdasarkan kebiasaan makan (food habits) yaitu
karnivora 25 spesies dan omnivora 15 spesies.

5. Sosial Ekonomi dan Budaya


Danau Tempe mempunyai peranan ekonomis yang sangat tinggi
terhadap masyarakat sekitar. Peranan tersebut antara lain yaitu sebagai
sumber air irigasi (pompanisasi) pertanian, perikanan tangkap, air baku
PDAM, dan pariwisata.
Perkembangan usaha perikanan tangkap di kawasan Danau Tempe
dari tahun ke tahun (2007 - 2011) cenderung mengalami peningkatan
produksi sebesar 0,26 %. Produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Danau
Tempe pada tahun 2011 sebesar 13.560,60 ton dengan nilai produksi
sebesar ± Rp 72.921.340.000. Lokasi kegiatan usaha sektor perikanan
tangkap di Danau Tempe terdapat di Kecamatan Tempe, Sabbangparu,
Tanasitolo, Belawa dalam wilayah Kabupaten Wajo dan Kecamatan
Marioriawa, Donri-Donri dalam wilayah Kabupaten Soppeng serta
Kecamatan Pancalautan dalam wilayah Kabupaten Sidrap.
Kegiatan budidaya ikan di Danau Tempe selama ini belum pernah
dilakukan oleh masyarakat. Fluktuasi tinggi muka air (TMA) danau pada
musim hujan dan musim kemarau yang ekstrim menjadi faktor penyebabnya
sehingga tidak cocok untuk mengembangkan metode budidaya ikan baik

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 33


keramba jaring apung (KJA) maupun dengan pen culture atau lebih dikenal
dengan metode hampang. Namun setelah Bendung Gerak Tempe berfungsi
dimana TMA berada pada elevasi ±5 mdpl dengan kedalaman rata-rata air
danau pada musim kemarau antara 2,0 – 3,0 m, sehingga memungkinkan
untuk pengembangan budidaya ikan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
antisipasi dini tentang kemungkinan berkembangnya budidaya ikan dengan
menyiapkan perangkat aturan untuk mencegah efek negatif limbah budidaya
ikan terhadap ekosistem danau.
Usaha pariwisata di Danau Tempe belum berkembang dengan baik.
Pariwisata yang ada masih berkaitan erat dengan potensi alam, historis,
budaya yang dimiliki seperti budaya tenun tradisional sarung sutra yang
tetap dilestarikan oleh ibu-ibu di sekitar pinggiran danau. Wisatawan yang
berkunjung di obyek wisata Danau Tempe masih didominasi oleh wisatawan
lokal, sisanya adalah wisatawan mancanegara yang jumlahnya masih sangat
terbatas.
Sampai saat ini belum ada kelompok masyarakat atau pengusaha yang
memanfaatkan potensi eceng gondok dari Danau Tempe, karena eceng
gondok dianggap merugikan dan kehadirannya di ekosistem danau tidak
dikehendaki. Namun dengan penerapan teknologi tepat guna dalam
pengolahan eceng gondok maka dapat berubah menjadi komoditi yang unik
dan bernilai ekonomis antara lain: produk kerajinan yang berupa aksesoris,
bahan baku pakan ternak, pakan ikan, bahan baku pembuatan pupuk
kompos, bio gas dan produksi bio-oil.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 34


BAB III. PERUMUSAN MASALAH DAN KONDISI
YANG DIHARAPKAN

A. Perumusan Masalah

Danau tempe dahulu memiliki kedalaman lebih dari 200 m, tetapi


seiring perkembangan zaman danau ini menjadi tidak terawat dan semakin
dangkal. Danau Tempe yang dulunya menjadi penghalang banjir akibat
semakin dangkalnya danau, kini tiap tahun terjadi luapan yang
mengakibatkan banjir, sehingga keindahan dan kemampuan Danau Tempe
dalam menopang kehidupan masyarakat di sekitarnya memudar seiring
berjalannya waktu. Danau Tempe mengalami pendangkalan, hal tersebut
disebabkan karena Danau Tempe telah mengalami kerusakan akibat
pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan.
Secara garis besar, permasalahan di Danau Tempe meliputi: 1)
Permasalahan biofisik yang terdiri dari permasalahan di Daerah Tangkapan
Air (DTA) Danau Tempe, sempadan danau, dan perairan danau dan 2)
Permasalahan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi.
1. Permasalahan Biofisik
a. Daerah Tangkapan Air
Sedimentasi yang terjadi setiap tahun telah menyebabkan pendangkalan
yang menimbulkan dampak negatif bagi sumberdaya perikanan Danau
Tempe. Danau Tempe menjadi lebih dangkal dan volume air berkurang
sehingga ruang perairan untuk habitat ikan juga berkurang. Sedimen yang
masuk ke DAS merupakan akumulasi erosi dan buangan rumah tangga dan
industri sepanjang DAS. Kerusakan daerah hulu Danau Tempe diakibatkan
oleh penebangan yang tak terkendali, diantaranya perambahan hutan,
perladangan berpindah, illegal logging sehingga menjadikan jumlah kawasan
kritis di DTA Danau Tempe menjadi 128.174,82 ha dari total luasan DTA
283.899,84 ha. Terjadinya konversi daerah resapan dan kantong-kantong air.
Kekeringan, kawasan daerah resapan danau yang menurun, sehingga
cadangan air yang dapat disimpan semakin menipis.

Indikator kondisi dan pengaruh ekosistem terestrial pada daerah


tangkapan air adalah sebagai berikut :
1. Penutupan vegetasi pada lahan daerah tangkapan air (DTA) adalah luas
lahan vegetasi dibagi luas lahan DAS atau DTA. Kondisi yang baik adalah
apabila nilainya lebih besar dari 75 %, dan mulai terancam apabila
nilainya 30 – 75 %, sedangkan kondisi rusak apabila nilainya sudah <30

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 35


%. Pada danau vulkanik perhitungan luas vegetasi tersebut dikoreksi,
yaitu luas DTA terlebih dulu dikurangi dengan luas lahan yang tidak
dapat ditanami karena memiliki karakteristik solum tanah yang dangkal;
2. Fluktuasi debit air antara debit maksimal pada musim hujan dan debit
minimal pada musim kemarau, yang dinyatakan dengan nilai koefisien
regim sungai, yaitu KRS = Qmax/Qmin. Kondisi baik apabila KRS <50;
terancam apabila nilainya 50-120; rusak apabila nilainya >120;
3. Erosi lahan DAS atau DTA: tingkat erosi baik apabila laju erosi masih di
bawah batas toleransi erosi, terancam bila menyamai batas toleransi
erosi dan rusak apabila melebihi batas toleransi erosi. Batas toleransi
erosi untuk berbagai jenis lahan mengacu kepada peraturan dan
pedoman yang berlaku;
4. Pendangkalan danau: kondisi danau adalah baik apabila tidak terjadi
pendangkalan, terancam apabila pendangkalan rata-rata pertahun
mencapai <2% dari kedalaman danau, rusak apabila ≥2% dari
kedalaman danau;
5. Pembuangan limbah: kondisi danau adalah baik apabila tidak ada
pembuangan limbah atau ada pembuangan limbah akan tetapi ada
sistem pengendalian pencemaran air serta sesuai dengan daya tampung
beban pencemaran air danau; terancam apabila tidak ada sistem
pengendalian pencemaran air akan tetapi tidak melampaui daya tampung
beban pencemaran air danau; rusak apabila melampaui daya tampung
beban pencemaran air danau.

Berdasarkan pada kriteria di atas, maka status terestrial pada DTA


Danau Tempe adalah sebagai berikut :
1. Penutupan vegetasi pada lahan DTA dengan luas 283.899,84 ha,
didominasi oleh pertanian lahan kering campur (30,04%) diikuti sawah
(21,33%). Meskipun jika dijumlahkan termasuk dalam kategori baik
(>75%), namun karena kegiatan pertanian intensif dan konservasi tanah
yang kurang baik maka faktor ini akan mengakibatkan tingginya erosi;
2. Fluktuasi debit air antara debit maksimal pada musim hujan dan debit
minimal pada musim kemarau, yang dinyatakan dengan nilai koefisien
regim sungai (KRS), yaitu KRS = Qmax/Qmin. Kondisi yang terjadi di
Danau Tempe adalah terancam dengan nilai KRS=87 (Sungai Walanae);
3. Lahan kritis pada DTA Danau Tempe seluas 128.174,82 ha atau sebesar
45,15 % dari total luas DTA Danau Tempe.
4. Pendangkalan Danau Tempe saat ini termasuk dalam kategori rusak,
karena pendangkalan rata-rata per tahun 1-3 cm/tahun dengan
kedalaman rata-rata 5 m. Akibat pendangkalan ini, menyebabkan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 36


ekosistem Danau Tempe yang sangat dangkal akan berubah menjadi
ekosistem rawa;
5. Pembuangan limbah: kondisi Danau Tempe dapat dikategorikan
terancam akibat terjadinya pembuangan limbah dan tidak ada sistem
pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung
pencemaran air danau.

Penggunaan lahan pada wilayah yang termasuk dalam DTA Danau


Tempe, secara spasial ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 15. Peta Penggunaan Lahan di DTA Danau Tempe


Dari tabel peta penggunaan lahan menunjukkan bahwa mayoritas
penggunaan lahan di DTA Danau Tempe adalah hutan lahan kering
bercampur semak sebesar 85.294,03 Ha (30,04%). Berdasarkan penggunaan
lahan tersebut, dengan menggunakan formula USLE, maka diperoleh Kelas
TBE (Tingkat Bahaya Erosi) sebagaimana disajikan pada tabel 10 berikut.
Tabel 11. Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DTA Danau Tempe

Kelas Erosi Ton/Ha/Thn Luas (Ha) %


Berat 22.138,97 29.243,90 10,30
Ringan 3.946,87 132.834,09 46,79
Sedang 11.994,25 80.636,91 28,40
Sangat Berat 286.194,70 20,065,46 7,07
Sangat Ringan 114,04 21.119,48 7,44
Luas Total 283.899,84 100
Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE), secara spasial ditunjukkan pada gambar
16.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 37


Gambar 16. Peta Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DTA Danau Tempe

Tingkat kerusakan lingkungan di DAS-DAS yang terdapat di dalam


Ekosistem DAS Tempe sangat parah dan memprihatinkan. Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 284/Kpts-II/1999, DAS-DAS
tersebut dikategorikan sebagai Prioritas I di Indonesia.
Dampak utama yang mengakibatkan degradasi Danau Tempe adalah
laju sedimentasi yang relatif tinggi. Bahan sedimen bersumber dari proses
erosi di wilayah tangkapan air hujan (DAS) Bila dan Walanae. Setelah terjadi
peristiwa erosi maka akan mengakibatkan pengendapan (sedimentasi) dari
hasil erosi (sediment). Sedimentasi adalah proses lanjutan dari pengikisan
tanah oleh air. Laju sedimentasi dapat dihitung dengan persamaan berikut
(Ahmad Munir et al., 2000):
SY  SDR  E

Di mana:

 SY (Sediment Yield), dan


 SDR (Sediment Delivery Ratio)
Beberapa studi untuk mengestimasi SDR secara empirik dengan luas
DAS dinyatakan dalam formula berikut (Robinson, 1979 dalam Arsyad,
2010).
SDR  α.A β

Di mana :
 A = Luas DAS (km2)
 α = 36, dan β = -0,20

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 38


Menurut Puslit Limnologi LIPI (2011), laju sedimentasi di Danau Tempe
yaitu sebesar 1-3 cm/tahun. Akibat sedimentasi ini, danau mengalami
pendangkalan dan menyebabkan terjadinya bencana banjir di musim hujan
dan kekeringan di musim kemarau. Selanjutnya disebutkan bahwa
pendangkalan yang terjadi di Danau Tempe secara alami diakibatkan oleh
sedimentasi yang dibawa oleh inlet sungai yang bermuara di danau ini
seperti Sungai Lawo, Sungai Batu-batu, Sungai Belokka, Sungai Nila dan
Sungai Walanae. Terjadinya pendangkalan tersebut mengakibatkan
penurunan kapasitas tampung bagi danau tersebut sehingga memicu
terjadinya bencana banjir di kawasan sekitarnya.

b. Sempadan Danau
Untuk menentukan status ekosistem sempadan danau digunakan
kriteria sebagai berikut:
1. Sempadan danau: status baik jika tidak ada bangunan, status terancam
jika mulai ada sedikit bangunan, dan status rusak jika banyak bangunan.
2. Sempadan pasang surut: status baik jika tidak ada bangunan dan tidak
ada pengolahan lahan dan tidak ada perkebunan dan sawah dengan
pemupukan, status terancam jika ada pengolahan lahan untuk
perkebunan dan sawah serta pemupukan, dan status rusak jika ada
bangunan dan ada pengolahan lahan dan ada perkebunan dan sawah
dengan pemupukan.
3. Pembuangan limbah: status baik jika tidak ada pembungan limbah,
status terancam jika ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem
pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung
pencemaran air danau, dan status rusak jika ada pembuangan limbah
dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, serta telah
melampaui daya tampung pencemaran air danau.
Berdasarkan pada kriteria status ekosistem sempadan Danau Tempe
adalah sebagai berikut:
1. Kondisi saat ini tidak dijumpai adanya bangunan pada sempadan Danau
Tempe sehingga statusnya termasuk baik;
2. Sempadan pasang surut pada musim kemarau digunakan sebagai areal
pertanian dengan komoditi yang di usahakan adalah padi, kedele,
jagung, kacang panjang, lombok dan lain lain dengan menggunakan
pupuk, maka status sempadan pasang surut Danau Tempe termasuk
terancam sampai dengan status rusak;
3. Terdapat pembuangan limbah dan tidak terdapat sistem pengendalian
pencemaran air serta volume limbah cenderung meningkat sejalan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 39


perkembangan aktivitas masyarakat dan bahkan dapat melampaui daya
tampung pencemaran air danau terutama pada musim kemarau dimana
air danau berkurang. Dengan demikian status pembuangan limbah
Danau Tempe termasuk terancam sampai dengan status rusak.

c. Perairan Danau
Sumber utama air Danau Tempe berasal dari beberapa sistem sungai
yang melintasi pemukiman dengan berbagai aktivitas masyarakat yang
disekitar aliran sungai, baik sebagai sarana transportasi maupun sebagai
tempat mandi, mencuci dan kegiatan lainnya. Interaksi langsung masyarakat
dengan sistem sungai tersebut, menyebabkan perairan Danau Tempe
berpotensi mengalami pencemaran, baik pencemaran organik dari limbah
domestik maupun limbah pertanian dan industri rumah tangga.
Berdasarkan analisis status mutu air menurut Metode Storet (Tabel 3),
menunjukkan bahwa perairan Danau Tempe berada pada kelas D (buruk)
dengan skor (-166) atau “status tercemar berat” dengan klasifikasi baku
mutu air kelas II. Beberapa parameter kualitas air yang sudah melebihi
ambang baku mutu air seperti kekeruhan, TSS, total phosfat (T-P), total
nitrogen (T-N), cadmium (Cd), tembaga (Cu) dan klorida (Cl) serta
parameter biologis yaitu bakteri fecal coli dengan kepadatan 2.700 sel/100
mL jauh di atas abang batas yang direkomendasikan yaitu 100- sel/100 mL.
Selanjutnya hasil analisis status trofik dengan merujuk kepada Permen
Lingkungan Hidup No 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau/dan atau Waduk menunjukkan bahwa perairan
Danau Tempe digolongkan ke dalam status “eutrofik sampai hipertofik”
sebagaimana dijelaskan pada Tabel 4 pada bagian awal dokumen ini.
Permasalahan tutupan permukaan perairan Danau Tempe dari
tumbuhan air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) sangat besar.
Eceng gondok merupakan salah satu jenis tumbuhan air yang paling
dominan dan menutupi permukaan Danau Tempe 70 – 80%. Potensi
penutupannya sangat besar karena data kualitas air khususnya total nitrogen
dan total phosfat Danau Tempe sudah melebihi ambang batas yaitu 11,20
mg/L untuk T-N dan 0,23 mg/L untuk T-P. Nilai tersebut jauh melebihi
kandungan N dan P dalam jaringan tanaman eceng gondok yaitu 0,7 mg/L
dan 0,09 mg/L. Perairan yang kandungan T-N dan T-P lebih tinggi dari
kandungan unsur tersebut dalam jaringan eceng gondok, maka akan memicu
pertumbuhan populasi eceng gondok, bahkan dapat mencapai
pertumbuhan/laju penutupan 100% dalam waktu 21 hari.
Ancaman kerusakan ekosistem Danau Tempe akibat laju sedimentasi
harus mendapat perhatian serius dalam program rencana pengelolaan. Pada

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 40


bagian II (Gambaran Umum) telah dijelaskan bahwa kawasan DAS dan DTA
serta sempadan telah banyak beralih fungsi. Selain itu, luas lahan DTA yang
termasuk dalam kelas TBE berat sampai sangat berat mencapai 49.309,36
Ha. Dengan demikian potensi sedimentasi Danau Tempe sangat besar
peluangnya seiring dengan berjalannya waktu. Menurut Puslit Limnologi LIPI
(2011), laju sedimentasi di Danau Tempe berkisar antara 1 - 3 cm/tahun.
d. Resiko Bencana
Sejauh ini belum ada informasi dan data tentang bencana kematian
ikan yang hidup alami di dalam Danau Tempe, baik pada musim kemarau
maupun musim hujan. Perairan Danau Tempe bersifat dinamis, pada musim
hujan melimpah meskipun secara fisik airnya keruh tetapi pergerakan air
menyebabkan difusi oksigen kedalam air cukup intensif. Pada musim
kemarau air Danau Tempe menjadi dangkal tetapi relatif lebih jernih
sehingga radiasi matahari pada siang hari dapat menembus lapisan air
hingga ke dasar perairan. Dengan demikian ada produksi oksigen terlarut
dari hasil fotosintesis tanaman air dan alga, sedangkan pada malam hari
terjadi difusi oksigen dari atmosfir ke dalam air karena angin yang bertiup di
atas permukaan air danau. Kedua peristiwa tersebut yang menyebabkan
perairan Danau Tempe tetap dalam kondisi teroksidasi sehingga produksi
gas-gas beracun untuk ikan seperti amoniak (NH3), nitrit (NO2-) dan
hidrogen sulfida (H2S) dapat diminimalkan. Meskipun pada beberapa titik
atau lokasi tertentu pada musim kemarau terjadi kondisi perairan yang
reduktif yang memproduksi gas-gas beracun pada sedimen dasar tetapi air
danau yang dangkal, maka pada siang hari gas-gas tersebut akan
teroksidasi dengan sendirinya.
Sejarah tektonik dan geomorfik menunjukkan bahwa lempeng
Australia-Eurasia yang membentuk Danau Tempe bukan lempeng sesar
aktif. Dengan demikian kawasan Danau Tempe dapat anggap sebagai
kawasan bebas dari resiko bencana tektonik.

2. Permasalahan Kelembagaan dan Sosial Ekonomi


Permasalahan kelembagaan dan sosial ekonomi yang menjadi
penyebab upaya pengelolaan, perlindungan atau pemulihan ekosistem
Danau Tempe belum terlaksana dengan optimal diduga karena lemahnya
koordinasi antar lembaga dan instansi terkait pada tiga kabupaten yang
berhak atas pengelolaan Danau Tempe, demikian pula koordinasi tingkat
provinsi dan pusat belum terjalin sesuai harapan untuk menyelamatkan
Danau Tempe dari dampak sedimentasi yang sudah mengkhawatirkan.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 41


Langkah maju telah dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan revitalisasi Danau Tempe dengan
melakukan pengerukan sedimen yang dimulai sejak Desember 2016. Luas
area pengerukan di Kabupaten Wajo mencapai 242 Ha, Kabupaten Soppeng
289 Ha dan Kabupaten Sidrap 227,53 Ha. Sebagai langkah awal
penyelamatan Danau Tempe dari sedimentasi dan penutupan tanaman air
eceng gondok, namun masih perlu dikaji secara komprehensif kemungkinan
persoalan-persoalan sosial yang berpotensi muncul setelah program
revitalisasi pengerukan selesai.
Revitalisasi telah mengubah struktur mata pencaharian nelayan dalam
pemanfaatan Danau Tempe khususnya penangkapan ikan. Sistem
penangkapan ikan dengan “Bungka Toddo” merupakan salah satu alat
tangkap yang sangat produktif dan sejaka lama dioperasikan oleh
sekelompok masyarakat. Seteleh revitalisasi tentunya akan memunculkan
persoalan sosial yang baru, diantaranya apakah nelayan Bungka Toddo
masih perlu dipertahankan atau bertransformasi ke alat tangkap lain yang
produktivitasnya lebih rendah. Oleh sebab itu diperlukan suatu tata kelola
Danau Tempe yang lebih komprehensif. Sampai saat ini peraturan daerah
yang mengatur pengelolaan Danau Tempe adalah Perda Kabupaten Wajo
Nomor 14 Tahun 2016.
Permasalahan kelembagaan yang berkaitan dengan sosial ekonomi
pengelolaan Danau Tempe yang perlu mendapat perhatian antara lain :
1. Belum adanya forum atau SK Gubenur/Bupati/Walikota terkait
kelembagaan pengelolaan ekosistem Danau Tempe;
2. Lemahnya peran serta masyarakat dan stakeholders dalam pengelolaan,
pemanfaatan dan penyelamatan ekosistem Danau Tempe;
3. Belum optimalnya peran serta pemerhati lingkungan, dunia usaha,
lembaga riset dan perguruan tinggi serta masyarakat secara umum
dalam menjaga kelestarian ekosistem Danau Tempe;
4. Tingkat kesejahteraan dan pendidikan masyarakat sekitar Danau Tempe
yang masih rendah.

B. Perumusan Kondisi yang Diharapkan


1. Kualitas Air
Kondisi ideal yang diinginkan dalam rencana pengelolaan Danau Tempe
adalah kembalinya fungsi dan manfaat danau baik secara ekologis maupun
dalam meningkatkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Oleh sebab itu kualitas air yang diharapkan adalah meningkatkan nilai baku
mutu air menjadi tercemar ringan. Demikian pula status trofik Danau Tempe

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 42


dari hipertrofik mnjadi mesotrofik dan jika memungkinkan menjadi
oligotrofik.
Upaya peningkatan baku mutu dan status trofik perairan Danau Tempe
bukanlah suatu perkerjaan mudah, namun diperlukan komitmen dan kerja
keras dari semua pihak dan pemantauan kualitas air perlu dilakukan secara
berkala untuk melihat trend perubahan parameter kualitas air.

2. Laju Sedimentasi
Pendangkalan Danau Tempe terjadi karena proses sedimentasi dari
bahan sedimen yang bersumber dari wilayah DAS dan DTA khususnya Bila
dan Walanae. Berdasarkan pada data terakhir, laju sedimentasi di Danau
Tempe mencapai 1 - 3 cm/tahun (Puslit Limnologi LIPI,2011)
Laju sedimentasi yang diharapkan dalam rencana pengelolaan Danau
Tempe paling tidak mengurangi intensitas laju sedimentasi < 1,0 cm/tahun.
Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengurangi angkutan
sedimen ke perairan Danau Tempe perlu menjadi program super prioritas.
Dengan demikian diperlukan komitmen bersama khususnya yang berkaitan
dengan pengendalian erosi dan kerusakan ekosistem DAS dan DTA.

3. Keanekaragaman Hayati Danau


Danau Tempe yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi. Berasarkan data yang ada bahwa keanekaragaman ikan dan udang
air tawar yang pernah ditemukan mencapai ± 24 spesies. Sejalan dengan
kerusakan ekosistem, beberapa diantara spesies ikan terebut telah hilang.
Demikian juga dengan jenis fauna darat lainnya antara lain: Kura-kura
(Cuora amboinensis) dan sao-sao (Hydrosaurus amboinensis) statusnya
terancam punah. Selain disebabkan karena kerusakan habitat juga banyak
diburu oleh masyarakat untuk diperdagangkan secara illegal. Beberapa jenis
burung air dan darat yang menjadikan Danau Tempe sebagai habitat
aslinya, maupun jenis burung yang bermigrasi karena mencari makanan
atau migrasi karena siklus musim. Jenis-jenis burung tersebut saat telah
banyak hilang dari ekosistem Danau Tempe terutama burung yang
bermigrasi musiman. Menurut catatan sejarah bahwa Danau Tempe
merupakan salah satu tempat persinggahan burung migrasi dari Australia ke
dataran Asia, demikian sebaliknya.
Kondisi yang diharapkan dalam rencana pengelolaan ini bahwa
pulihnya kembali fungsi ekologis Danau Tempe sehingga terbentuk lagi
jejaring makanan (food web) yang lebih kompleks. Kompleksitas jejaring
makanan dalam suatu ekosistem dicirikan dengan tingginya
keanekaragaman dan biodiversity flora dan fauna dalam ekosistem tersebut.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 43


4. Sosial, Ekonomi dan Budaya
Kondisi sosial, ekonomi dan budaya yang diharapkan dalam rencana
pengelolaan Danau Tempe adalah sebagai berikut.
1. Terbangunnya kembali komitmen dan kerjasama antar lembaga serta
instasi terkait di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan pusat dalam
pengelolaan Danau Tempe dengan tujuan mengembalikan fungsi
ekologis dan fungsi sosial, ekonomi dan budaya demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat disekitar danau.
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan stakeholders dalam
pengelolaan dan pemanfaatan Danau Tempe berbasis kearifan lokal
untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam Danau
Tempe.
3. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam Danau Tempe melalui jasa
lingkungan seperti PDAM, irigasi, perikanan, destinasi wisata dan lain-lain
sudah saatnya dipikirkan adanya imbal jasa lingkungan untuk
mendukung program pengelolaan danau dengan baik.

C. Visi dan Misi

1. Visi
Terciptanya kembali ekosistem Danau Tempe yang produktif, berdaya
guna, dan lestari secara ekologis.
2. Misi
a. Meningkatkan tindakan pemulihan kerusakan kawasan DAS dan DTA
untuk mengurangi erosi dan pemanfaatan lahan yang menyalahi
peruntukan.
b. Mengupayakan adanya batas sempadan danau yang berkekuatan hukum
untuk menghindari okupasi lahan kawasan sempadan.
c. Menetapkan pelaksaan monitoring dan evaluasi kualitas air secara berkala
untuk memantau perubahan baku mutu air dan status trofik Danau
Tempe sesuai kondisi yang diharapkan.
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberberdaya alam berbasis kearifan lokal untuk menjaga
kelestarian ekosistem Danau Tempe.
e. Meningkatkan peran setiap lembaga dan instansi terkait pada 3
kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) serta koordinasi antar lembaga
dan instansi di tingkat provinsi dan pusat dalam mendukung pengelolaan
Danau Tempe.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 44


BAB IV. PENENTUAN DAN PERUMUSAN PROGRAM
STRATEGIS

A. Analisis Penentuan Program Strategis


Setiap permasalahan dalam pengelolaan danau perlu mendapat
perhatian dan penanganan serius karena berpotensi mengancam dan
merusak kealamian ekosistem Danau Tempe di masa akan datang. Kondisi
dan karakteristik lingkungan internal dan eksternal perlu dianalisis sehingga
dapat diperoleh beberapa rencana strategis yang mungkin dapat dilakukan.
Untuk keperluan analisis SWOT, penentuan dan identifikasi faktor internal
meliputi: kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness) dan faktor eksternal
meliputi: peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat). Berdasarkan pada
hasil analisis SWOT, selanjutnya akan dielaborasi ke dalam beberapa
strategi atau upaya yang dilakukan dalam bentuk program, sehingga upaya
tersebut efektif dan berdaya guna dalam mencapai sasaran pengelolaan
yang diharapkan sehingga dapat menyelamatkan Danau Tempe dari
kerusakan.
1. Kekuatan (Strength = S)
a. Danau terluas di Sulawesi Selatan dan secara administratif berada pada
tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) serta dapat berfungsi
sebagai reservoir alami untuk pengendali banjir di kawasan sekitarnya;
b. Memiliki biodiversifikasi flora dan fauna yang tinggi serta
keanekaragaman hayati perairan yang besar sehingga pernah dijuluki
“mangkuk ikan” Sulawesi Selatan;
c. Pontesi sumberdaya air sebagai irigasi, PDAM, perikanan, transportasi air
(danau dan sungai) dan pariwisata;
d. Merupakan ekosistem air tawar yang mempunyai beragam keunikan
budaya dan kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan potensi
danau.

2. Kelemahan (Weakness = W)
a. Belum tersedianya tata ruang wilayah dan zonasi pemanfaatan ekosistem
danau sesuai peruntukannya;
b. Lemahnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar wilayah kabupaten
dan instansi dalam pengelolaan Danau Tempe;
c. Lemahnya partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli Danau
Tempe (FPDT) dalam pengelolaan dan pemanfaatan danau secara lestari.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 45


d. Isu permasalahan dan konflik pemanfaatan kawasan sempadan danau
yang lebih menonjol dibandingkan dengan aksi penyelamatan ekosistem
danau;
3. Peluang (Opportunity = O)
a. Kesepakatan sembilan menteri di Bali tentang pengelolaan danau
berkelanjutan dalam mengantisipasi perubahan iklim global dan untuk
mempertahankan, melestarikan dan memulihkan fungsi danau
berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.
b. Letak Danau Tempe yang strategis, berada di tengah-tengah Provinsi
Selatan Selatan dan dapat diakses dengan mudah dari semua
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
c. Danau paparan banjir yang memiliki produktivitas perikanan tangkap
ienis-jenis ikan air tawar yang sangat beragam dan merupakan salah satu
tempat persinggahan burung-burung migrasi dari Australia ke Asia
demikian sebaliknya sehingga menarik untuk menjadi objek penelitian.
d. Danau Tempe telah berkembang menjadi destinasi wisata alam yang
sangat eksotis dengan pemandangan yang sangat indah dan keunikan
budaya serta kearifan lokal masyarakat Wajo, Soppeng dan Sidrap.

4. Ancaman (Threat = T)
a. Kerusakan ekosistem DAS dan DTA menyebabkan tingginya tingkat
bahaya erosi yang memicu sedimentasi Danau Tempe;
b. Pendangkalan danau akibat laju sedimentasi yang tinggi sehingga
mereduksi luas dan kapasitas tampung terhadap air yang memasuki
danau;
c. Kerusakan lahan sempadan karena okupasi dan alih fungsi berbagai
kegiatan pertanian yang berpotensi memicu konflik sosial dan
pencemaran danau;
d. Tingkat pencemaran dan penutupan tanaman air sudah memprihatinkan
sehingga merubah baku mutu air dan status trofik danau menjadi
tercemar berat dan hipereutrofik;

B. Analisis SWOT
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman serta dengan menggunakan analisis SWOT, diperoleh alternatif-
alternatif strategi pengembangan melalui empat pengelompokan, yaitu : (1)
strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; (2) strategi
menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang; (3) strategi

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 46


menggunakan kekuatan untuk menghadapi ancaman; serta (4) strategi
memperkecil kelemahan dan menghadapi ancaman. Alternatif strategi untuk
pengelolaan Danau Tempe secara lengkap diuraikan sebagai berikut:

1. Strategi S-O
a. Membangun komitmen antar instansi dan lembaga terkait pada tiga
kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) bersama Provinsi Sulawesi
Selatan dan pusat untuk memulihkan dan melestarikan fungsi Danau
Tempe berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.
b. Mengoptimalkan potensi biodiversifikasi flora dan fauna khususnya
keanekaragaman spesies burung dan jenis ikan air tawar yang beragam
sehingga menarik untuk dikembangkan sebagai lokasi eduwisata dan
objek penelitian biologi yang mudah diakses.
c. Mengoptimalkan potensi sumberdaya air untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarak melalui pengembangan fungsi dan manfaat
Tanau Tempe.
d. Membangun kerjasama antar kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap)
untuk mengembangkan potensi wisata alam yang eksotis dengan
berbagai keunikan budaya dan kearifan lokal masyarakat Wajo, Soppeng
dan Sidrap.

2. Strategi W-O
a. Memaksimalkan proses percepatan penyusunan RTRW dan RDTR Propinsi
Sulawesi Selatan yang mengakomodir kawasan Danau Tempe yang perlu
dilestarikan serta penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem danau
(sempadan dan perairan danau);
b. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi terkait
pada tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) dalam mendukung
penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe berdasarkan prinsip
keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan
c. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli
Danau dalam menjaga dan melestarikan keanekaragaman spesies ikan air
tawar dan spesies burung air serta burung migrasi yang singgah di Danau
Tempe
d. Mengupayakan penetapan batas sempadan danau yang berkekuatan
hukum dan disepakati oleh tiga bupati (Wajo, Soppeng dan Sidrap)
sehingga memudahkan dalam menata dan pengembangkan kawasan
Danau Tempe sebagai destinasi wisata alam dengan panorama yang
eksotis.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 47


3. Strategi S-T
a. Menjalin kerjasama dan kordinasi program pengendalian erosi dan alih
fungsi kawasan DAS dan DTA pada tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan
Sidrap) serta kabupaten lainnya dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang
berada dalam kawasan DAS Bila-walanae yang menjadi pensuplai
sedimen ke Danau Tempe.
b. Memaksimalkan tindakan pengurangan dan pencegahan laju sedimentasi
yang berdampak pada pendangkalan Danau Tempe sehingga dapat
mengurangi biodiversifikasi flora dan fauna serta keanekaragaman hayati
perairan.
c. Mencegah kerusakan, okupasi dan alih fungsi sempadan danau untuk
mempertahankan kuantitas dan kualitas sumberdaya air Danau Tempe
dalam berbagai peruntukan yang bermanfaat bagi kehidupan sosial
ekonomi masyarakat.
d. Mengoptimalkan berbagai keunikan dan kearifan lokal masyarakat dalam
memanfaatkan potensi Danau Tempe agar dapat meningkatkan baku
mutu air dan status trofik menjadi lebih baik.

4. Strategi W-T
a. Mendorong pengembangan pertanian organik dan pengelolaan hutan
rakyat di kawasan DAS dan DTA untuk mengurangi erosi serta
mempercepat penetapan zonasi pemanfaatan ekosistem danau yang
diharapkan dapat membantu mengurangi laju sedimentasi.
b. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi terkait
pada tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) dalam melakukan
pengendalian dan pencegahan laju sedimentasi Danau Tempe.
c. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli
Danau dalam mencegah kerusakan, okupasi dan alih fungsi lahan
sempadan dari berbagai aktivitas masyarakat yang berpotensi memicu
konflik sosial dan pencemaran danau.
d. Mengadvokasi masyarakat dalam melakukan aksi gerakan penyelamatan
ekosistem Danau Tempe agar dapat mengurangi pencemaran dan
meningkatkan baku mutu air serta status trofik danau menjadi lebih baik.

C. Perumusan Rencana Pengelolaan Danau


Program-program rencana pengelolaan Danau Tempe yang dirumuskan
dikelompokkan berdasarkan urgensinya. Untuk mencapai sasaran yang
diharapkan dalam pelaksanaan program tersebut, maka kegiatan-kegiatan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 48


dilakukan secara periodik dengan suatu pendekatan implementasi program
yang saling mendukung.
Pendekatan yang digunakan untuk mengatasi root problem Danau
Tempe adalah dengan mengintegrasikan tiga kekuatan yang harus saling
bersinergis, yaitu:
1. Peningkatan koordinasi para penentu kebijakan di pusat maupun provinsi
dengan kabupaten/kota dalam implementasi progam penyelamatan yang
telah disusun
2. Pengembangan peran kelembagaan dan instansi terkait sesuai
kewenangannya untuk melaksanakan dan mengawal setiap aktivitas
penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat pengguna dalam melakukan
pemanfaatan, pengelolaan dan konservasi sumberdaya hayati Danau
Tempe secara bertanggung jawab.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dirumuskan 8 program
prioritas dalam rangka penyelamatan Danau Tempe. Diharapkan program-
program tersebut dapat merubah kondisi yang ada menjadi lebih baik
sehingga semua komponen ekosisten danau dapat diselamatkandan berjalan
sesuai fungsinya masing-masing untuk mendukung keberlanjutan Danau
Tempe yang yang berdaya guna, lestari dan bersifat alami.
Untuk mencapai sasaran yang diharapkan maka dalam pelaksanaan
program-program tersebut dilakukan secara periodik dengan suatu
pendekatan implementasi program yang saling mendukung.
Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam Program Prioritas
penyelamatan ekosistem Danau Tempe meliputi :

1. Penetapan Tata Ruang Ekosistem Perairan Danau

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 12) adalah: 1)


Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) kawasan danau; 2) Penertiban sertifikat atas nama
Pemerintah Kabupaten setempat (Kabupaten Wajo, Sidrap, dan Soppeng); 3)
Penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem perairan danau, dan 4)
Pembuatan kanal (outlet) dari Danau Tempe ke laut.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 49


Tabel 12. Program Penetapan Tata Ruang Kawasan Danau
Indikator Instansi Penanggung
Sasaran Jawab
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome)
(Output) Pusat Daerah
Program 1: Penetapan Tata Ruang Kawasan Danau
Pemanfaatan Penyusunan Berfungsinya Tersedia Kementri 1. BAPPEDA
ruang tidak RTRW dan perda perda an PUPR dan DPLH
sesuai dengan RDTR kawasan tentang propinsi Provinsi
peruntukkannya, danau RTRW dan tentang 2. Dinas Tata
terjadi konflik RDTR RTRW dan Ruang
pemanfaatan tentang RDTR Kabupaten
ruang kawasan kawasan 3. Balai Besar
danau danau Wilayah
tempe dan Sungai
zonasi Pompengan
pemanfaatan Jeneberang
danau 4. Dinas
Penerbitansertif Luas Sertifikat Perikanan
ikat atas nama kawasan kepemilikan dan
pemerintah danau yang sebagai aset Kelautan
kabupaten menjadi pemda Kabupaten
setempat kewenangan
(Kabupaten setiap
Wajo, Sidrap, kabupaten
dan Soppeng); jelas
berdasarkan
hukum
Penyusunan Pembagian Tersedia
zonasi kawasan kawasan
pemanfaatan danau sesuai danau
ekosistem pemanfaatan berdasarkan
perairan danau nya pemanfaatan
nya
Pembuatan Meningkatkan Tersedia out
kanal (outlet) kapasitas let alternatif
alternatif dari outlet danau
danau tempe untuk
mengalirkan
air ke laut.

2. Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 13) terdiri atas A.
Pengendalian sedimen meliputi: 1) Pengerukan sedimen secara menyeluruh;
2) Pembuatan tanggul pada badan danau; 3) Pemanfaatan sedimen danau
menjadi produk bernilai ekonomi tinggi; 4) Pengembangan green belt pada
bantaran sungai; 5) Pengendalian dan pengawasan izin tambang C pada
badan sungai. Kegiatan B. Pengendalian pencemaran meliputi: 1)
Menetapkan baku mutu dan status trofik air danau; 2) Pengelolaan sampah
pada sempadan danau.; 3) Pembangunan IPAL komunal; dan 4) Pembuatan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 50


jamban keluarga. Kegiatan C. Pengendalian tanaman air meliputi: 1)
Pemanenan eceng gondok secara mekanis/fisik dan 2) Pengolahan eceng
gondok menjadi produk bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan D. Konservasi
sumberdaya dan keanekaragaman hayati meliputi: 1) Penyusunan rencana
zonasi pengelolaan perikanan danau; 2) Pengaturan penangkapan ikan
dengan alat tangkap destruktif; 3) Pembangunan reservat (rumah ikan)
sebagai zona konservasi ikan asli/endemik danau; dan 4) Pengaturan spesies
ikan untuk keperluan restocking.
Tabel 13. Program Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 2. Penyelamatan Ekosistem Perairan Danau
Laju A. Pengendalian Sedimentasi
sedimentasi Pengerukan Menambah Daya 1. KLHK 1.Balai Besar
dan sedimen kedalaman tampung dan 2. Kementerian Wilayah
pendangkalan secara dan elevasi volume air Pekerjaan Sungai
danau, menyeluruh TMA danau danau Umum Pompengan
kekeruhan bertambah 3. Kementerian Jeneberang
dan Pembuatan Mengurangi Batas Pertanian 2. DPLH
pencemaran tanggul pada aliran luasan dan 4. Kementerian Provinsi
air serte badan danau permukaan morfologi Pariwisata Sulawesi
status yang danau jelas dan Ekonomi Selatan
hipertrofik air membawah Kreatif 3. Dinas
danau sedimen dari 5. Kementerian Pertanian
sempadan ESDM 4. Dinas
danau Pariwisata
Pemanfaatan Membuka Tersedia 5. Dinas ESDM
sedimen danau lapangan produk
menjadi kerja bagi kerajinan
produk bernilai masyarakat dari
ekonomi tinggi sedimen
danau
Pengembangan Mencega Terbentuk
green belt erosi dan nya
pada bantaran aliran sempadan
sungai permukaan sungai
pada dengan
sempadan tanaman
sungai penghijauan
Pengendalian Mengurangi Pembatasan
dan sedimen izin
pengawasan masuk ke tambang
izin tambang danau galian C
galian C pada
badan sungai
B. Pengendalian Pencemaran
Menetapkan Meningkatkan Perubahan 1. KLHK 1. DPLH
baku mutu dan status trofik status trofik Provinsi
status trofik air dan baku (mesotrofik) Sulawesi

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 51


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
danau mutu air dan baku Selatan
danau mutu air
danau (kelas
II)
Pengelolaan Mencegah Tersedia
sampah sampah produk
memasuki olahan
perairan danau sampah yang
bernilai
ekonomi
Pembangunan Mengurangi/ Terbangunn
IPAL komunal mencegah ya IPAL
introduksi komunal
limbah padat pada saluran
dan cair limbah dari
memasuki kawasan
perairan pemukiman
danau
Pembuatan Mencegah dan Mengurangi
jamban membagun atau
keluarga budaya untuk mencegah
tidak masuknya
membuang bakteri coli
hajat di danau masuk ke
atau saluran perairan
air menuju danau
danau
C. Pengendalian Tanaman Air
Pemanenan Mengurangi Mengendali 1. DKP 1. Dinas
eceng gondok luas tutupan kan laju 2. Bappeda Perikanan
secara permukaan air penutupan Prov/Kab 2. Dinas PUPR
mekanis/fisik permukaan
danau dari
eceng
gondok
Pengolahan Membuka Meningkat
eceng gondok lapangan kerja kan
menjadi pupuk baru bagi pendapatan
bernilai masyarakat masyarakat
ekonomi tinggi kekitar danau
D. Konservasi Sumberdaya dan keanekaragaman hayati
Penyusunan Menjaga Meningkat 1. DKP 3. Dinas
rencana zonasi keanekaraga kan populasi 2. Bappeda Perikananan
pengelolaan man ikan Prov/Kab 4. Dinas
perikanan sumberdaya asli/endemik PUPR
danau hayati danau Danau
Tempe
Pengaturan Mencegah Berkembang
penangkapan kerusakan nya populasi
ikan dengan habitat ikan dari setiap

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 52


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
alat tangkap dan tekanan spesies
destruktif terhadap dengan
populasi setiap ukuran
spesies maksimal
ikan yang
tertangkap
Pembangunan Terciptanya Berkembang
reservat (rumah kawasan nya populasi
ikan) sebagai reproduksi dan dari berbagai
zona konservasi daerah asuhan spesies ikan
ikan larva-larva yang berasal
asli/endemik ikan yang dari natalitas
danau aman. alami di
dalam
ekosistem
danau
Pengaturan Mencegah Ikan-ikan asli
spesies ikan kehadiran danua dapat
untuk keperluan spesies baru di berkembang
restocking dalam danau dengan baik
yang bersifat tanpa
agresif tekanan dari
spesies baru
yang agresif

3. Penyelamatan Ekosistem Lahan Sempadan Danau


Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 14) terdiri atas: A.
Penataan sempadan danau meliputi: 1) Penetapan batas sempadan danau
berdasarkan peraturan perundangan; 2) Pembutan tanggul dan jalan
inspeksi danau pada 3 kabupaten (Wajo, Sidrap, dan Soppeng); 3)
Pembuatan green bel pada sempadan danau. B. Penerapan pertanian ramah
lingkungan pada kawasan sekitar sempadan meliputi: 1) Advokasi penerapan
pertanian organik dan pengurangan penggunaan pupuk kimia; dan 2)
Pengembangan kelompok usaha pembuatan pupuk organik dari eceng
gondok.
Tabel 14. Program Penyelamatan Ekosistem Sempadan Danau
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 3. Penyelamatan Sempadan Danau
Alih fungsi A. Pengendalian Sedimentasi
dan okupasi Penetapan Pulihnya Luas 1. Bappeda 1. BPN
lahan batas fungsi sempadan Prov/Kab.
sempadan sempadan sempadan danau yang 2. BBWS
danau, danau sebagai jelas dan Pompengan
berpotensi berdasarkan ekosistem ditetapkan Jeneberang

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 53


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
menjadi peraturan penyangga dengan 3. Dinas PUPR
sumber perundangan danau perundangan
konflik, erosi Pembutan Mencegah Batas
dan tanggul dan terjadinya sempadan
pencemaran jalan inspeksi okupasi jelas dan
serta danau pada 3 sempadan tersedia
sampah kabupaten danau sarana jalan
(Wajo, Sidrap,
dan Soppeng)
Pembuatan Mencegah Persentase
green belt erosi dan luas
pada aliran sempadan
sempadan permukaan yang dapat
danau pada dihijaukan
sempadan pada setiap
danau tahapan
kegiatan
B. Penerapan pertanian ramah lingkungan pada kawasan sekitar
sempadan
Advokasi Mengurangi Pencemaran 1. Kementrian 1. Dinas
penerapan limbasan sisa unsur N dan pertanian pertanian
pertanian pupuk kinia P dapat kabupaten
organik dan (anoganik) dikurangi
pengurangan memasuki dan
penggunaan perairan meningkat
pupuk kimia danau kan status
trofik danau
menjadi
mesotrofik
Pengembangan Membuka Meningkatkan
kelompok lapangan perekonomian
usaha pekerjaan masyarakat
pembuatan baru bagi sekitar danau
pupuk organik masyarakat
dari eceng
gondok

4. Penyelamatan DAS Bila-Walanae dan DTA Danau Tempe

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 15) terdiri atas: A.
Pengelolaan wilayah hulu meliputi: 1) Reboisasi hutan dan lahan kritis di
kawasan DAS dan DTA; 2) Evaluasi perijinan pemanfaatan dan okupasi lahan
di kawasan DAS dan DTA; 3)Penegakan hukum terhadap tindakan
pemanfaatan dan okupasi lahan tanpa ijin termasuk illegal logging. B.
Pengendalian aliran permukaan meliputi: 1) Pembuatan biopori, sumur
resapan dan embun; dan 2) Pembuatan bangunan ekohidrolika. C.
Penerapan pertanian ramah lingkungan meliputi: 1) Penerapan sistem

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 54


pertanian organik di kawasan DAS dan DTA; dan 2) Penerapan pertanian
terasering di daerah lereng.
Tabel 15. Program Penyelamatan DAS Bila-Walanae dan DTA Danau Tempe
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 4 : Penyelamatan Ekosistem DAS Bila - Walanae dan DTA Danau Tempe
Lahan kritis, A. Pengelolaaan Wilayah Hulu
okupasi dan Reboisasi hutan Berkurang Lahan kritis 1. Kementerian 1. Dinas
illegal logging dan lahan kritis di nya lahandengan TBE Pertanian Pertanian
serta kegiatan kawasan DAS dan kritis yang tinggi 2. KLHK Kab.
pertanian 3. KKP 2. BPDAS
DTA dengan TBE berkurang
yang Jeneberang
yang tinggi secara Saddang
meningkatkan bertahap 3. KPHL
laju erosi di
Evaluasi Menertibkan Perusahaan/
daerah DAS
perizinan pemanfaatan oknum yang
dan DTA
pemanfataan dan okupasi memanfaat
dan okupasi lahan di kan lahan
lahan kawasan DAS dan
DAS dan DTA terdata
DTA dengan jelas
Penegakan Mencegah Kerusakan
hukum terhadap kerusakan hutan, alih
tindakan lahan DAS fungsi dan
dan DTA illegal
pemanfaatan
dari logging
dan okupasi pembalaka dapat
lahan tanpa izin n secara dikurangi
termasuk illegal illegal
logging
B. Pengendalian Aliran Permukaan
Pembuatan Mengurangi Laju 1. KLHK 1. BPDASHL
biopori, sumur aliran sedimentasi 2. Kementerian Jeneberang
resapan dan permukaan ekosistem PUPR Saddang
embung dan jumlah Danau 2. BBWS
sedimen Tempe data Pompengan
yang dikurangi Jeneberang
terangkut 3. Dinas PUPR
Pembuatan Mengurangi Laju Kab.
bangungan aliran sedimentasi
ekohidrolika permukaan ekosistem
dan erosi di Danau
daerah Tempe
lereng dapat
dikurangi

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 55


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
C. Penerapan Pertanian Ramah Lingkungan
Penerapan Mengurangi Pencemara 1. Kementerian 1. Dinas
sistem pertanian limbasan n unsur N Pertanian Pertanian
organik di sisa pupuk dan P pada Kabupaten
kawasan DAS kimia dari perairan 2. BPDASHL
dan DTA DTA masuk Danau Jeneberang
ke Tempe Saddang
ekosistem dapat
danau dikurangi
Penerapan Mengurangi Laju
pertanian aliran sedimentasi
terasering di permukaan dan
daerah lereng dan erosi pendangkal
pada lereng an danau
DTA dapat
dikurangi

5. Pemanfaatan Sumberdaya Air Danau


Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 16) adalah: 1) Kajian
potensi maksimal air danau sebagai sumber air PDAM dan irigasi dengan
pompanisasi, 2) Pengaturan dan penetapan zona perairan danau sebagi
kawasan wisata berbasis kearifan lokal, dan 3) Penetapan standar jasa
lingkungan atas pemanfaatan air danau sebagai air baku PDAM dan irigasi.
Tabel 16. Program Pemanfaatan Sumberdaya Air Danau

Indikator Penanggung Jawab


Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pedukung
(Output)
Program 5. Pemanfataan Sumberdaya Air Danau
Fluktuasi Kajian potensi Mengatur Tinggi muka 1. BBWS 1. Dinas
Tinggi Muka maksimal air pemanfaatan air (TMA) pompengan Pendapatan
Air (TMA) danau sebagai sumberdaya Danau Tempe Jeneberang Daerah
Danau Tempe sumber air
air untuk pada elevasi 2. Dinas 2. PDAM
sangat besar PDAM dan
pada musim irigasi dengan mempertahan ± 5 mdpl Pertanaian
hujan dan pompanisasi kan TMA kabupaten
kemarau danau
Pengaturan Mencegah Tersedia zona
dan penetapan terjadinya khusus
zona perairan benturan parawisata
danau sebagai
kepentingan yang tertata
kawasan
wisata berbasis pemanfaatan permanen
kearifan lokal kawasan sehingga
perairan dapat
dimanfaatkan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 56


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pedukung
(Output)
danau setiap saat

Penetapan Mengoptimal Meningkatkan


standar jasa kan PDRB dari
lingkungan penghasilan penghasilan
air danau
negara bukan negara bukan
sebagai air
baku PDAM pajak (PNBP) pajak (PNBP)
dan irigasi

6. Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi, dan Informasi


Ekosistem Danau

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 17) adalah: 1)


Membentuk tim terpadu lintas instansi untuk monitoring dan evaluasi
ekosistem secara berkala; 2) Pengadaan pusat data dan sistem informasi
danau berbasis data geospasial; 3) Pengumpulan data dan informasi
mengenai: a) Pembuatan peta dan karakteristik morfometri danau, b)
Pembuatan peta neraca lingkungan hidup, c) Pembuatan peta DAS dan DTA
serta lahan kritis, d) Pembuatan peta morfologi, hidrologi, hidrobiologi, dan
batimetrik danau; dan 4) Pendataan dan evaluasi jenis ikan yang terancam
punah (jumlah spesies); dan 5) Pembentukan jaringan informasi dan website
Danau Tempe.
Tabel 17. Program Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi, dan
Informasi Ekosistem Danau
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 6 : Pengembangan Sistem Monitoring, Evaluasi, dan Informasi
Ekosistem Danau
Keterbatasan Membentuk tim Terbangunnya Data 1. KLHK 1. BPDASHL
data dan terpadu lintas koordinasi monitoring 2. BAPPEDA Jeneberang
informasi instansi untuk lintas instansi setiap Provinsi Saddang
ekosistem monitoring dan untuk instansi 2. BBWS
Danau Tempe evaluasi memudahkan yang Pompengan
ekosistem danau kegiatan diperlukan Jeneberang
secara berkala monitoring dan untuk 3. DPLH
evaluasi evaluasi 4. DKP
tersedia dan
dapat diakses
Pengadaan pusat Memberi Tersedianya
data dan sistem kemudahan basis data
informasi danau kepada semua kondisi ekos
berbasis data pihak untuk Tersedianya

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 57


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
geospasial mendapatkan basis data
imformasi ekosistem
tentang Danau danau yang
Tempe dapat diakses
oleh berbagai
pihak istem
danau yang
dapat diakses
oleh berbagai
pihak

Pengumpulan
data dan
informasi
mengenai:
1. Pembuatan Menyiapkan Tersedia data
peta dan peta dan peta dan
karakteristik karakteristik karakteristik
morfometri morfometri morfometri
danau danau danau

2. Pembuatan Menyiapkan Tersedia peta


peta neraca peta neraca neraca
lingkungan lingkungan lingkungan
hidup hidup hidup

3. Pembuatan Menyiapkan Tersedia peta


peta DAS dan peta neraca neraca
DTA serta lingkungan lingkungan
lahan kritis hidup hidup

4. Pembuatan Menyaiapkan Tersedia peta


peta morfologi, peta morfologi,
hidrologi, morfologi, hidrologi,
hidrobiologi, hidrologi, hidrobiologi,
dan batimetrik hidrobiologi, dan batimetrik
danau dan batimetrik danau
danau
Pendataan dan Mengetahui Tersedia data
evaluasi jenis kergaman dan informasi
ikan yang spesies ikan keanekaraga
terancam punah (spesies man hayati
(jumlah spesies) invasive dan danau
spesies
asli/endemik)
Pembentukan Memberi Tersedia
jaringan kemudahan alamat
informasi dan untuk website yang
website Danau mengakses dapat diakses
Tempe informasi setiap saat
danau Tempe

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 58


7. Pengembangan Kapasitas, Kelembagaan, dan Koordinasi

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 18) adalah: 1)


Peningkatan koordinasi antar kabupaten (Wajo, Sidrap dan Soppeng) dalam
pengelolaan ekosistem Danau Tempe; 2) Pembentukan mekanisme
koordinasi antar instansi/lembaga dan tokoh masyarakat lintas kabupaten
dalam pengelolaan Danau Tempe; 3) Perumusan dan penetapan peraturan
daerah lintas kabupaten atau provinsi tentang mekanisme koordinasi
pengelolaan Danau Tempe; dan 4) Peningkatan literasi dan pemahaman
pengelola danau serta masyarakat tentang pentingnya pengelolaan danau
berkelanjutan.
Tabel 18. Program Pengembangan Kapasitas, Kelembagaan dan Koordinasi
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 7 : Pengembangan Kapasitas, Kelembagaan dan Koordinasi
Lemahnya Peningkatan Terbentuknya Sinkronisasi 1. BAPPEDA 1. BAPPEDA
koordinasi koordinasi antar komitmen program Propinsi Kabupaten
antar instansi kabupaten (Wajo, Bersama dalam dalam
terkait dan Sidrap, dan melakuan pengelolaan
antar wilayah Soppeng) dalam kegiatan Danau
kabupaten pengelolaan penyelamatn Tempe
ekosistem Danau Danau Tempe
Tempe
Pembentukan Tersedia Program
mekanisme dokumen yang rencana
koordinasi antar menjadi acuan pengelolaan
instansi/lembaga bersama Danau
dan tokoh dalam Tempe
masyarakat lintas pengelolaan adalah salah
kabupaten dalam Danau Tempe satu acuan
pengelolaan bersama
Danau Tempe dalam
pengelolaan

Perumusan dan Perlu adanya Tersedia


penetapan peraturan peraturan
peraturan daerah yang bersama tiga
lintas kabupaten disepakati Bupati (Wajo,
atau provinsi oleh tiga Soppeng dan
tentang Bupati (Wajo, Sidrap)
mekanisme Soppeng dan tentang
koordinasi Sidrap) mekanisme
pengelolaan tentang koordinasi
Danau Tempe mekanisme pengelolaan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 59


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
koordinasi Danau
pengelolaan Tempe
Danau Tempe
Peningkatan Meningkatkan Terjadi
literasi dan kesadaran perubahan
pemahaman tentang persepsi
tentang pentingnya tentang
pentingnya dalam penting
pengelolaan menopang ekosistem
danau bagi kehidupan danau bagi
masyarakat masyarakat kehidupan
secara masyarakat
berkelanjutan

8. Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat

Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 19) adalah: 1)


Peningkatan peran Forum Pencinta Danau (FDT) Tempe, tokoh masyarakat,
dan lembaga adat dalam pengelolaan Danau Tempe; 2) Menghidupkan
kembali tradisi dan kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan Danau
Tempe; 3) Pengembangan destinasi wisata berbasis kearifan lokal; dan 4)
Menetapkan kalender tahunan Festival Danau Tempe (FDT).
Tabel 19. Program Prioritas Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat
Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
Program 8 : Peningkatan Peran dan Partisipasi Masyarakat
Rendahnya Peningkatan peran Menumbuhkan Menciptakan 1. Bappeda BPDAS
keterlibatan Forum Pencinta kesadaran lapangan kerja Prov/Kab. Jeneberang
masyarakat Danau (FPD) masyarakat dan 2. Dinas Saddang
dan kurangnya Tempe, tokoh dan lembaga meningkatkan Pariwisat
perhatian masyarakat dan adat dalam usaha 3. Dinas
dalam lembaga adat pengelolaan perekonomian Pendidikan
melestarikan dalam pengelolaan Danau Tempe masyarakat di dan
nilai-nilai Danau Tempe sekitar danau Kebudaya
kearifan lokal Menghidupkan Melalui Dapat an
dalam kembali tradisi dan kearifan lokal mengurangi
pengelolaan kearifan lokal dalam penggunaan
ekosistem masyarakat dalam pengelolaan alat tangkap
danau pengelolaan danau turut ikan yang
Danau Tempe membantu bersifat
melestarikan merusak

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 60


Indikator Penanggung Jawab
Sasaran
Permasalahan Kegiatan Capaian
(Outcome) Utama Pendukung
(Output)
sumberdaya
hayati

Pengembangan Menghidupkan Melestarikan


destinasi wisata kembali nilai- nilai-nilai
berbasis kearifan nilai budaya budaya
lokal masyarakat masyarakat
yang berkaitan dan
dengan membuka
pengelolaan lapangan
danau kerja yang
dapat
memberi
manfaat
ekonomi
Menetapkan Menyebarluas Festival
kalender tahunan kan informasi Danau
Festival Danau tentang FDT Tempe
Tempe (FDT) semakin me-
ningkatkan
kunjungan
wisatawan

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 61


BAB V. PENUTUP

A. Target Pencapaian 5 Tahunan (2019 - 2023)

Guna mendukung keberhasilan pengelolaan ekosistem Danau Tempe


sangat diperlukan kerjasama yang kuat antar para pihak dalam
melaksanakan komitmen penyelamatan Danau Tempe. Untuk itu, maka
Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Wajo, Bupati Sidrap dan Bupati Soppeng
dapat meminta Bappeda serta unit SKPD terkait di daerah untuk
menggunakan dokumen Rencana Pengelolaan Danau Tempe ini menjadi
dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program dan kegiatan
penyelamatan Danau Tempe. Rencana Pengelolaan Ekosistem Danau Tempe
dapat dilaksanakan dengan mengoptimalkan peran dan fungsi masing-
masing institusi terkait, sehingga tercapai program dapat tepat sasaran dan
tercapai sesuai dengan target yang telah ditentukan.

B. Mekanisme Rencana Pengelolaan Danau masuk


kedalam RPJMN/RPJMD serta RTRW
Internalisasi Rencana Pengelolaan Danau Tempe ke dalam
RPJMN/RPJMD serta RTRW adalah upaya untuk memastikan bahwa substansi
RP Danau Tempe terintegrasi kedalam muatan RTRW sehingga dapat
diimplementasikan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan para
pihak di daerah.
Rencana pengelolaan danau disusun dengan memperhatikan karakter
masing-masing danau baik secara biogeofisik, sosial maupun ekonomi.
Perencanaan tersebut saat ini sudah memasuki tahap pengintegrasian
rencana masing-masing sektor dan wilayah terkait dalam perencanaan
terpadu, selanjutnya rencana tersebut akan diintegrasikan ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional maupun Daerah (RPJMN/D)
tahun 2020 s/d 2024 dan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Rencana Penyelamatan ekosistem danau diintegrasikan (diinternalisasi)
ke dalam rencana tata ruang, baik rencana umum tata ruang (RUTR)
maupun rencana detil tata ruang (RDTR) dan peraturan zonasi. Peraturan
zonasi dimaksud mencakup zonasi pada daerah tangkapan air, sempadan,
riparian dan badan.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 62


DAFTAR PUSTAKA

Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, 2012a.


Laporan: Profil Ekosistem Danau Tempe. CV. Celebes Pratama
Konsultan. Makassar.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulawesi Selatan, 2012b.
Laporan: Kajian Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Tempe.
CV. Celebes Pratama Konsultan. Makassar.
Badruddin Machbub, 2010. Jurnal Sumber Daya Air, Vol 6. No 2 November
2010.
Bappeda Kabupaten Wajo, 2006. Pengelolaan kawasan Danau Tempe
melalui pendekatan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan (makalah) Sulawesi Selatan.
Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan
Upaya Pelestariannya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
dalam Bidang Limnologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara.
Boyd, C., 1991. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier
Scientific Publishing Company. New York.
Chambers, K. L. 1970. Biochemical coevolution. Twenty-ninth Biology
Colloquium, Oregon state, University Press. Eugene.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelola Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Giesen, W., M. Baltzer and R. Baruadi, 1991. Integrating conservation with
landuse development in wetlands in South Sulawesi, Indonesia
PHPA/AWB, Bogor, 240 pp.
Golterman, H.l., 1975. Physiological limnology: An approach to the
physiology of lake ecosystems. Elsevier Scientific Publishing Company.
Amsterdam - Oxford –New York.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem
Danau. KLH. Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Kesepakatan Bali
tentang Pengelolaan Danau Berkelanjutan. KLH.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Program Danau Prioritas Nasional
Tahun 2010 – 2014. KLH.
Kementerian Pekerjaan Umum, 2012. Laporan: Supervise Pembangunan
Bendung Gerak Tempe dan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan,
Pemulihan dan Pengawasan Danau Tempe. PT. Indra Karya, Consulting
Engineer. Wilayah-I Malang.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 63


Marjuki, B., 2015. Pendangkalan Danau Tempe Sulawesi Selatan tahun (1981
– 2015) dan upaya konservasi sumberdaya air. Analisis Citra Satelit
Balai Pemetaan Tematik Prasarana Dasar.
McComas. S., 2003. Lake and Pond Management: Guidebook. Lewis
Publishers.
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Odum, E.P., G. W. Barrett., 2005. Fundamentals of ecology. 5th Edition.
Thomson Learning, United State.
Saleh, N., 1998. Kelimpahan dan keragaman burung air di Danau Tempe
dalam upaya pelestariannya. Tesis Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Suwanto, A., T.N. Harahap, H. Manurung, S. Rachmawati, W.C. Rustadi, B.
B. Machbub, G.S.Haryati, I.N.N. Suryadiputra, Hoetomo. 2012. Grand
Design Penyelamatan Ekosistem Danau Indonesia. Kementerian
Lingkungan Hidup.
Setiadi, D. 1989. Dasar-dasar Ekologi. Pusat Antar Ilmu Hayat. IPB.
Wetzel, R.G. dan G.E. Likens, 1979. Limnological Analysis. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.
Wickins, J.F., 1976. Prawn biology and culture ocean. Mar. Bion, Ann. Rev.
(14) : 435 – 507.

Rencana Pengelolaan Danau Tempe 64


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai