Pengarah :
Direktur Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung
Penanggung Jawab :
Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat
Tim Penyusun :
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Kepala Dinas Pengelolaan
Lingkungan Hidup Prov. Sulsel, Kepala BPDASHL Jeneberang Saddang, Kepala
Bappeda Prov. Sulsel, Kepala Dinas Kehutanan Prov. Sulsel, Kepala Dinas
Kelautan & Perikanan Prov. Sulsel, Kepala Dinas Kebudayaan & Kepariwisataan
Prov. Sulsel, Kepala Dinas SDA, Cipta Karya & Tata Ruang Prov. Sulsel, Kepala
BBKSDA Prov. Sulsel, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Kepala Bappeda
Kab. Wajo, Kepala DLH Kab. Wajo, Kepala Dinas PU Penataan Ruang & Cipta
Karya Kab. Wajo, Kepala Dinas Perikanan Kab. Wajo, Kepala Dinas Pertanian
Kab. Wajo, Kepala Dinas Pariwisata Kab. Wajo, Kepala Bappelitbangda Kab.
Sidrap, Kepala Dinas PR, Kawasan Permukiman, Pertanahan & Lingkungan
Hidup Kab. Sidrap, Kepala Dinas PSDA Kab. Sidrap, Kepala Dinas Kepemudaan
Olahraga & Pariwisata Kab. Sidrap, Kepala Dinas PU Penataan Ruang dan
Perhubungan Kab. Sidrap, Kepala Dinas Pertanian Kab. Sidrap, Kepala Bappeda
Kab. Soppeng, Kepala DLH Kab. Soppeng, Kepala Dinas PU & Penataan Ruang
Kab. Soppeng, Kepala Dinas Peternakan & Perikanan Kab. Soppeng, Kepala
Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab. Soppeng, Kepala Bappeda Kab. Bone,
Kepala DLH Kab. Bone, Kepala Bappeda Kab. Maros, Kepala DLH Kab. Maros,
Kepala Bappeda Kab. Enrekang, Kepala DLH Kab. Enrekang, Kepala UPT KPH
Walanae, Kepala UPT KPH Cenrana, Kepala Canag Dinas Kehutanan Wilayah V,
Dr. Ir. Rustam, MP (Akademisi Universitas Hasanuddin), Ketua Forum DAS
Sulawesi Selatan, Ketua Forum Penyelamat Danau Tempe.
SAMBUTAN
Danau adalah bagian penting dari suatu lansekap atau sebuah DAS (Daerah Aliran Sungai).
Pada danau melekat berbagai fungsi ekologi, hidrologi, sosial dan ekonomi, mempengaruhi
tidak hanya kehidupan lokal tetapi juga regional. Oleh sebab itu danau harus dikelola dengan
baik agar semua fungsinya dapat dinikmati umat manusia secara berkelanjutan.
Indonesia memiliki sekitar 800 danau besar dan kecil. Sebagian dari danau-danau tersebut
kondisinya memprihatinkan. Hal tersebut mendorong pelaksanaan Konferensi Nasional
Danau I pada tahun 2009 yang melahirkan Kesepakatan Bali tentang Pengelolaan Danau
Berkelanjutan. Selanjutnya dilaksanakan Konferensi Danau II di Semarang pada tahun 2011
yang melahirkan Gerakan Penyelamatan Danau (GERMADAN) dengan menjadikan Danau
Rawa Pening sebagai model yang kemudian direplikasi pada 14 Danau prioritas lainnya yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Hmapir satu dekade sejak Kesepakatan Bali dan GERMADAN, belum banyak kemajuan nyata
dalam pengelolaan danai di Indonesia. Persoalan-persoalan seperti danau yang terancam
karena pendangkalan akibat sedimentasi dan gulma eceng gondok, danau yang airnya
terpolusi berat dan menyebabkan kematian ikan, masih terjadi bahkan semakin banyak.
Pada beberapa kesempatan rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI, Pemerintah, dalam hal ini
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, diminta untuk melakukan upaya percepatan
terwujudnya pengelolaan danau yang berkelanjutan.
Multifungsi adalah sebuah kelebihan, tetapi juga bisa menjadi penyebab kerusakan atau
kehancuran suatu sumberdaya alam. Karena fungsinya yang beragam, ia menjadi obyek dari
banyak kepentingan. Apabila berbagai kepentingan tersebut saling bersaing, tidak harmonis
satu sama lain, maka sumber alam termaksud pasti akan hancur. Itu yang sedang terjadi
terhadap danau-danau di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pertama-tama dan
utama pengelolaan danau harus bernagkat dari sebuah Rencana Pengelolaan Danau
Terpadu, yang disusun bersama-sama secara lintas sektor, lintas kepentingan dan
selanjutnya diacu bersama secara konsisten. Juga menjadi keharusan, Renaca Pengelolaan
Danau Terpadu diinternalisasikan ke dalam Rencana Pembangunan Daerah serta menjadi
salah satu pertimbangan dalam penyusunan atau revisi RTRW. Beberapa daerah kini sudah
atau sedang dalam proses penyusunan Rencana Pengelolaan Danau Terpadu.
Saya menyambut baik atas tersusunnya Renca Pengelolaan Danau Tempe dam
menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada Kelompok Kerja Pengelolaan Danau
Tempe. Semoga ini menjadi sebuah langkah signifikan menuju terwujudnya pengelolaan
Danau Tempe yang berkelanjutan dan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Lakes are
life, love them. Danau adalah kehidupan, cintai mereka.
A. Latar Belakang
B. Peraturan Perundangan
Berikut adalah beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan pengelolaan ekosistem danau, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Sistem Nasional
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi;
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Sistem Budidaya
Pertanian;
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan;
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
8. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan;
9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
10. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan;
11. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Kehutanan;
12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
13. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi PBB
Mengenai Keanekaragaman Hayati;
A. Letak Geografis
Danau Tempe merupakan danau besar yang ada di provinsi Sulawesi
Selatan, tepatnya berada pada Kabupaten Wajo dengan wilayah terluas
(70%), selebihnya berada di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Soppeng
serta melintasi tujuh kecamatan dan 51 desa yang tersebar pada ketiga
kabupaten tersebut. Di Kabupaten Wajo terdapat empat kecamatan, yaitu
Tempe, Sabbangparu, Tanasitolo, dan Belawa. Kabupaten Soppeng dua
kecamatan, yaitu Marioriawa dan Donri-Donri. Kabupaten Sidrap dengan satu
kecamatan, yaitu Pancalautan. Secara geografis, Danau Tempe terletak
antara sungai Walanae Cenranae pada koordinat 4000’00” – 4015’00”LS dan
119052’30” – 120007’30”BT.
500 25
Curah Hujan (mm/bulan)
Hari Hujan (hari)
400 20
Curah Hujan (mm/bln)
200 10
100 5
0 0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGT SEP OKT NOP DES
b. Suhu Udara
Suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25 – 280C dengan variasi
musiman yang sangat kecil. Suhu udara rata-rata bulanan tertinggi terjadi
pada bulan Januari hingga Mei dan Oktober hingga November dan terendah
pada bulan Juni–September serta bulan Desember.
30
Temperatur (oC)
29
28
27
26
25
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC
90
88 Humidity (%)
86
84
82
80
78
76
74
72
70
JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC
d. Penyinaran Matahari
Penyinaran matahari rata-rata bulanan bervariasi antara 4,6 –7,2
jam/hari. Penyinaran matahari cenderung meningkat dari bulan Agustus
sampai mencapai maksimum pada bulan September dan Oktober, kemudian
menurun sampai bulan Desember. Variasi penyinaran matahari rata-rata
bulanan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4.
2. Hidrologi
a. Daerah Tangkapan Air
Danau Tempe terletak di tengah wilayah cekungan Tempe. Kawasan
Danau Tempe terdiri dari Danau Tempe, Danau Sidenreng dan Danau Buaya
(Gambar 5), selama musim kemarau ketiga danau tersebut terpisah satu
dengan lainnya. Danau Sidenreng dan Danau Buaya terhubung dengan
Danau Tempe dengan saluran air yang terbentuk secara alami.
800
700 S. Bila
600
500
Q (m3/s)
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
800
700 S. Walanae
600
500
Q (m3/s)
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
700 S. Cenranae
600
500
Q (m3/s)
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Jangkauan debit air rata-rata bulanan sistem sungai utama dan anak-
anak sungai yang terukur pada beberapa stasiun pengamatan (Gauge
Station) yang berhubungan langsung Danau Tempe disajikan pada Gambar
11.
450
Stasiun
400
Bila
350 Tanru Tedong
300 Tanpangeng
Solo
250
Cabenge
200
Ujung Lamuru
150 Sanrego
100 Langkeme
50 Lawo
Batu Batu
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Volume air Danau Tempe juga bervariasi dan sangat tergantung pada
musim. Hasil studi profil menunjukkan bahwa elevasi dasar Danau Tempe
berada kisaran rata-rata 3 mdpl. Dengan demikian jika TMA dikurangi
Gambar 14. Penyusutan luas efektif Danau Tempe berdasakan analisis citra
satelit (Marjuki, 2015)
c. Burung
Jenis-jenis burung air yang pernah hidup dan ditemukan pada
ekosistem Danau Tempe sebanyak 40 spesies dengan 11 famili (Saleh,
1998) dan 12 diantaranya adalah spesies yang dilindungi (Tabel 10).
A. Perumusan Masalah
Di mana:
Di mana :
A = Luas DAS (km2)
α = 36, dan β = -0,20
b. Sempadan Danau
Untuk menentukan status ekosistem sempadan danau digunakan
kriteria sebagai berikut:
1. Sempadan danau: status baik jika tidak ada bangunan, status terancam
jika mulai ada sedikit bangunan, dan status rusak jika banyak bangunan.
2. Sempadan pasang surut: status baik jika tidak ada bangunan dan tidak
ada pengolahan lahan dan tidak ada perkebunan dan sawah dengan
pemupukan, status terancam jika ada pengolahan lahan untuk
perkebunan dan sawah serta pemupukan, dan status rusak jika ada
bangunan dan ada pengolahan lahan dan ada perkebunan dan sawah
dengan pemupukan.
3. Pembuangan limbah: status baik jika tidak ada pembungan limbah,
status terancam jika ada pembuangan limbah dan tidak ada sistem
pengendalian pencemaran air, tetapi tidak melampaui daya tampung
pencemaran air danau, dan status rusak jika ada pembuangan limbah
dan tidak ada sistem pengendalian pencemaran air, serta telah
melampaui daya tampung pencemaran air danau.
Berdasarkan pada kriteria status ekosistem sempadan Danau Tempe
adalah sebagai berikut:
1. Kondisi saat ini tidak dijumpai adanya bangunan pada sempadan Danau
Tempe sehingga statusnya termasuk baik;
2. Sempadan pasang surut pada musim kemarau digunakan sebagai areal
pertanian dengan komoditi yang di usahakan adalah padi, kedele,
jagung, kacang panjang, lombok dan lain lain dengan menggunakan
pupuk, maka status sempadan pasang surut Danau Tempe termasuk
terancam sampai dengan status rusak;
3. Terdapat pembuangan limbah dan tidak terdapat sistem pengendalian
pencemaran air serta volume limbah cenderung meningkat sejalan
c. Perairan Danau
Sumber utama air Danau Tempe berasal dari beberapa sistem sungai
yang melintasi pemukiman dengan berbagai aktivitas masyarakat yang
disekitar aliran sungai, baik sebagai sarana transportasi maupun sebagai
tempat mandi, mencuci dan kegiatan lainnya. Interaksi langsung masyarakat
dengan sistem sungai tersebut, menyebabkan perairan Danau Tempe
berpotensi mengalami pencemaran, baik pencemaran organik dari limbah
domestik maupun limbah pertanian dan industri rumah tangga.
Berdasarkan analisis status mutu air menurut Metode Storet (Tabel 3),
menunjukkan bahwa perairan Danau Tempe berada pada kelas D (buruk)
dengan skor (-166) atau “status tercemar berat” dengan klasifikasi baku
mutu air kelas II. Beberapa parameter kualitas air yang sudah melebihi
ambang baku mutu air seperti kekeruhan, TSS, total phosfat (T-P), total
nitrogen (T-N), cadmium (Cd), tembaga (Cu) dan klorida (Cl) serta
parameter biologis yaitu bakteri fecal coli dengan kepadatan 2.700 sel/100
mL jauh di atas abang batas yang direkomendasikan yaitu 100- sel/100 mL.
Selanjutnya hasil analisis status trofik dengan merujuk kepada Permen
Lingkungan Hidup No 28 Tahun 2009 tentang Daya Tampung Beban
Pencemaran Air Danau/dan atau Waduk menunjukkan bahwa perairan
Danau Tempe digolongkan ke dalam status “eutrofik sampai hipertofik”
sebagaimana dijelaskan pada Tabel 4 pada bagian awal dokumen ini.
Permasalahan tutupan permukaan perairan Danau Tempe dari
tumbuhan air seperti eceng gondok (Eichornia crassipes) sangat besar.
Eceng gondok merupakan salah satu jenis tumbuhan air yang paling
dominan dan menutupi permukaan Danau Tempe 70 – 80%. Potensi
penutupannya sangat besar karena data kualitas air khususnya total nitrogen
dan total phosfat Danau Tempe sudah melebihi ambang batas yaitu 11,20
mg/L untuk T-N dan 0,23 mg/L untuk T-P. Nilai tersebut jauh melebihi
kandungan N dan P dalam jaringan tanaman eceng gondok yaitu 0,7 mg/L
dan 0,09 mg/L. Perairan yang kandungan T-N dan T-P lebih tinggi dari
kandungan unsur tersebut dalam jaringan eceng gondok, maka akan memicu
pertumbuhan populasi eceng gondok, bahkan dapat mencapai
pertumbuhan/laju penutupan 100% dalam waktu 21 hari.
Ancaman kerusakan ekosistem Danau Tempe akibat laju sedimentasi
harus mendapat perhatian serius dalam program rencana pengelolaan. Pada
2. Laju Sedimentasi
Pendangkalan Danau Tempe terjadi karena proses sedimentasi dari
bahan sedimen yang bersumber dari wilayah DAS dan DTA khususnya Bila
dan Walanae. Berdasarkan pada data terakhir, laju sedimentasi di Danau
Tempe mencapai 1 - 3 cm/tahun (Puslit Limnologi LIPI,2011)
Laju sedimentasi yang diharapkan dalam rencana pengelolaan Danau
Tempe paling tidak mengurangi intensitas laju sedimentasi < 1,0 cm/tahun.
Oleh sebab itu, kegiatan-kegiatan yang bertujuan mengurangi angkutan
sedimen ke perairan Danau Tempe perlu menjadi program super prioritas.
Dengan demikian diperlukan komitmen bersama khususnya yang berkaitan
dengan pengendalian erosi dan kerusakan ekosistem DAS dan DTA.
1. Visi
Terciptanya kembali ekosistem Danau Tempe yang produktif, berdaya
guna, dan lestari secara ekologis.
2. Misi
a. Meningkatkan tindakan pemulihan kerusakan kawasan DAS dan DTA
untuk mengurangi erosi dan pemanfaatan lahan yang menyalahi
peruntukan.
b. Mengupayakan adanya batas sempadan danau yang berkekuatan hukum
untuk menghindari okupasi lahan kawasan sempadan.
c. Menetapkan pelaksaan monitoring dan evaluasi kualitas air secara berkala
untuk memantau perubahan baku mutu air dan status trofik Danau
Tempe sesuai kondisi yang diharapkan.
d. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumberberdaya alam berbasis kearifan lokal untuk menjaga
kelestarian ekosistem Danau Tempe.
e. Meningkatkan peran setiap lembaga dan instansi terkait pada 3
kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) serta koordinasi antar lembaga
dan instansi di tingkat provinsi dan pusat dalam mendukung pengelolaan
Danau Tempe.
2. Kelemahan (Weakness = W)
a. Belum tersedianya tata ruang wilayah dan zonasi pemanfaatan ekosistem
danau sesuai peruntukannya;
b. Lemahnya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antar wilayah kabupaten
dan instansi dalam pengelolaan Danau Tempe;
c. Lemahnya partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli Danau
Tempe (FPDT) dalam pengelolaan dan pemanfaatan danau secara lestari.
4. Ancaman (Threat = T)
a. Kerusakan ekosistem DAS dan DTA menyebabkan tingginya tingkat
bahaya erosi yang memicu sedimentasi Danau Tempe;
b. Pendangkalan danau akibat laju sedimentasi yang tinggi sehingga
mereduksi luas dan kapasitas tampung terhadap air yang memasuki
danau;
c. Kerusakan lahan sempadan karena okupasi dan alih fungsi berbagai
kegiatan pertanian yang berpotensi memicu konflik sosial dan
pencemaran danau;
d. Tingkat pencemaran dan penutupan tanaman air sudah memprihatinkan
sehingga merubah baku mutu air dan status trofik danau menjadi
tercemar berat dan hipereutrofik;
B. Analisis SWOT
Berdasarkan hasil identifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman serta dengan menggunakan analisis SWOT, diperoleh alternatif-
alternatif strategi pengembangan melalui empat pengelompokan, yaitu : (1)
strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang; (2) strategi
menanggulangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang; (3) strategi
1. Strategi S-O
a. Membangun komitmen antar instansi dan lembaga terkait pada tiga
kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) bersama Provinsi Sulawesi
Selatan dan pusat untuk memulihkan dan melestarikan fungsi Danau
Tempe berdasarkan prinsip keseimbangan ekosistem dan daya dukung
lingkungan.
b. Mengoptimalkan potensi biodiversifikasi flora dan fauna khususnya
keanekaragaman spesies burung dan jenis ikan air tawar yang beragam
sehingga menarik untuk dikembangkan sebagai lokasi eduwisata dan
objek penelitian biologi yang mudah diakses.
c. Mengoptimalkan potensi sumberdaya air untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarak melalui pengembangan fungsi dan manfaat
Tanau Tempe.
d. Membangun kerjasama antar kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap)
untuk mengembangkan potensi wisata alam yang eksotis dengan
berbagai keunikan budaya dan kearifan lokal masyarakat Wajo, Soppeng
dan Sidrap.
2. Strategi W-O
a. Memaksimalkan proses percepatan penyusunan RTRW dan RDTR Propinsi
Sulawesi Selatan yang mengakomodir kawasan Danau Tempe yang perlu
dilestarikan serta penyusunan zonasi pemanfaatan ekosistem danau
(sempadan dan perairan danau);
b. Peningkatan koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi terkait
pada tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) dalam mendukung
penyelamatan dan pengelolaan Danau Tempe berdasarkan prinsip
keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan
c. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli
Danau dalam menjaga dan melestarikan keanekaragaman spesies ikan air
tawar dan spesies burung air serta burung migrasi yang singgah di Danau
Tempe
d. Mengupayakan penetapan batas sempadan danau yang berkekuatan
hukum dan disepakati oleh tiga bupati (Wajo, Soppeng dan Sidrap)
sehingga memudahkan dalam menata dan pengembangkan kawasan
Danau Tempe sebagai destinasi wisata alam dengan panorama yang
eksotis.
4. Strategi W-T
a. Mendorong pengembangan pertanian organik dan pengelolaan hutan
rakyat di kawasan DAS dan DTA untuk mengurangi erosi serta
mempercepat penetapan zonasi pemanfaatan ekosistem danau yang
diharapkan dapat membantu mengurangi laju sedimentasi.
b. Meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program antar instansi terkait
pada tiga kabupaten (Wajo, Soppeng dan Sidrap) dalam melakukan
pengendalian dan pencegahan laju sedimentasi Danau Tempe.
c. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat, stakeholders dan Forum Peduli
Danau dalam mencegah kerusakan, okupasi dan alih fungsi lahan
sempadan dari berbagai aktivitas masyarakat yang berpotensi memicu
konflik sosial dan pencemaran danau.
d. Mengadvokasi masyarakat dalam melakukan aksi gerakan penyelamatan
ekosistem Danau Tempe agar dapat mengurangi pencemaran dan
meningkatkan baku mutu air serta status trofik danau menjadi lebih baik.
Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 13) terdiri atas A.
Pengendalian sedimen meliputi: 1) Pengerukan sedimen secara menyeluruh;
2) Pembuatan tanggul pada badan danau; 3) Pemanfaatan sedimen danau
menjadi produk bernilai ekonomi tinggi; 4) Pengembangan green belt pada
bantaran sungai; 5) Pengendalian dan pengawasan izin tambang C pada
badan sungai. Kegiatan B. Pengendalian pencemaran meliputi: 1)
Menetapkan baku mutu dan status trofik air danau; 2) Pengelolaan sampah
pada sempadan danau.; 3) Pembangunan IPAL komunal; dan 4) Pembuatan
Kegiatan yang terkait dengan program ini (Tabel 15) terdiri atas: A.
Pengelolaan wilayah hulu meliputi: 1) Reboisasi hutan dan lahan kritis di
kawasan DAS dan DTA; 2) Evaluasi perijinan pemanfaatan dan okupasi lahan
di kawasan DAS dan DTA; 3)Penegakan hukum terhadap tindakan
pemanfaatan dan okupasi lahan tanpa ijin termasuk illegal logging. B.
Pengendalian aliran permukaan meliputi: 1) Pembuatan biopori, sumur
resapan dan embun; dan 2) Pembuatan bangunan ekohidrolika. C.
Penerapan pertanian ramah lingkungan meliputi: 1) Penerapan sistem
Pengumpulan
data dan
informasi
mengenai:
1. Pembuatan Menyiapkan Tersedia data
peta dan peta dan peta dan
karakteristik karakteristik karakteristik
morfometri morfometri morfometri
danau danau danau