Anda di halaman 1dari 8

BAB III

TEKNOLOGI JURING GANDA PADA BUDIDAYA TEBU


MENGGUNAKAN BERBAGAI MACAM BIBIT

A. Pelaksanaan Praktikum
Hari : Rabu
Tanggal : 20 Ferbruari 2019
Tempat : Kebun Percobaan Wedomartani, Ngemplak, Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta

B. Tujuan Acara
1. Praktek budidaya tanaman tebu dengan teknlogi juring ganda.
2. Mengetahui pengaruh dosis pupuk kompos terhadap pertumbuhan tanaman
tebu.

C. Tinjauan Pustaka
1. Tebu
Tebu merupakan tanaman C4 dari famili Graminae (rumput-rumputan)
yang termasuk tanaman parenial (tahunan). Kultivar tebu Saccharum
officinarum L. mulai digunakan oleh hampir seluruh dunia pada tahun
1800an karena kultivar tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkan.
Tanaman tebu diperbanyak secara vegetatif menggunakan potongan batang
tebu (bagal) atau mata tunas (Fageria et.al 2011). Batang tebu terdiri atas
ruas-ruas dan buku-buku dengan setiap buku terdapat mata tunas yang
menempel. Satu rumpun batang tebu terdiri dari batang primer, batang
sekunder, batang tersier. Tunas yang pertama kali muncul dari mata tunas
yang ditanam disebut dengan batang primer. Tunas yang muncul dari batang
primer disebut batang sekunder. Batang tersier adalah batang yang muncul
dari mata tunas batang sekunder. Tinggi batang tebu mencapai 2-4 m
dengan diameter batang dapat mencapai 5 cm.

21
22

Klasifikasi tebu yaitu sebagai berikut (James, 2004) :


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Sebagai tanaman tropika, tebu membutuhkan iklim yang sesuai untuk
mencapai pertumbuhan yang optimum. Curah hujan, cahaya, dan suhu
merupakan faktor iklim yang utama dalam mengendalikan pertumbuhan
tanaman tebu. Di samping itu, tanah juga merupakan faktor penting sebagai
media tempat tumbuh yang dapat menyediakan hara tanaman, air, dan
oksigen bagi tanaman. Tebu dapat tumbuh pada bermacam-macam jenis
tanah dengan pH tanah 4-9 namun dapat tumbuh dengan sangat baik pada
pH 5.8-7.2 (Fageria dkk, 2011).
Tanaman tebu tumbuh baik pada curah hujan 1000 - 1300 mm/tahun
dengan sekurang kurangnya 3 bulan kering. Distribusi curah hujan ideal
untuk pertanaman tebu yakni ±200 mm pada masa pertumbuhan (5-6 bulan),
±125 mm pada periode berikutnya (selama 2 bulan), dan <75 mm selama 4-
5 bulan pada periode kering. Suhu ideal bagi tanaman tebu bekisar 24 –
34°C dengan selisih suhu antara siang dan malam tidak lebih dari 100°C.
Tanaman tebu membutuhkan sinar matahari 12-14 jam setiap harinya.
Kondisi berawan pada siang hari akan mempengaruhi intensitas penyinaran
sehingga proses fotosintesis menurun (Indrawanto dkk, 2010).
Secara umum, tanaman tebu dapat tumbuh di lahan basah maupun
kering. Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah
tanah yang tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah sehingga irigasi dan
drainasenya harus diperhatikan. Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada
berbagai jenis tanah seperti alluvial, grumosol, latosol, dan regusol dengan
23

ketinggian 0–1400 mdpl. Ketinggian lahan paling ideal untuk tanaman tebu
adalah <500 mdpl (Indrawanto dkk., 2010).
2. Juring Ganda pada Budidaya Tebu
Sistem tanam juring ganda berpeluang meningkatkan produktivitas tebu
karena disamping populasi tanaman pada juring ganda relatif lebih banyak
dari pada juring tunggal per hektar yaitu 22.500 dibandingkan 20.000
batang atau lebih banyak 2.500 batang per hektar dibandingkan juring
tunggal, juga didukung sirkulasi udara dan pemanfaatan sinar matahari yang
lebih optimal. Pada juring ganda, penyinaran matahari lebih optimal karena
jarak tanam dari pucuk ke pucuk (PKP) pada Sistem tanam juring ganda
relatif lebih renggang dibandingkan dengan jarak tanam pada Sistem tanam
juring tunggal. Pada juring ganda memiliki PKP 185 cm, sedangkan pada
juring tunggal menerapkan PKP 110 cm. Kelebihan lainnya, petani tebu
yang menerapkan sistem tanam juring ganda dapat memanfaatkan juringan
yang lebar untuk tanaman tumpangsari seperti kacang tanah, kedelai,
bawang merah, dan jagung (Ernawanto dkk, 2013).
3. Kompos
Kompos adalah pupuk yang mengandung bahan organik, seperti daun-
daunan, jerami, rumput-rumputan, sulur, cabang, serta koroean hewan yang
telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai.
Sehingga, bermanfaat untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos juga
mengandung hara-hara mineral yang dibutuhkan bagi tanaman. Sisa
tanaman, hewan, atau kotoran hewan, juga sisa jutaan makhluk kecil
merupakan sumber bahan organik yang sangat potensial bagi tanah.
Dikarenakan perannya yang sangat penting terhadap perbaikan sifat fisik,
kimia, dan biologi tanah. Apabila sisa hasil tanaman tidak dikelola dengan
baik maka akan berdampak negatif terhadap lingkungan, seperti
mengakibatkan rendahnya keberhasilan pertumbuhan benih karena
imobilisasi hara, allelopati, atau tempat berkembangnya patogen tanaman.
Bahan-bahan ini menjadi lapuk dan busuk bila berada dalam keadaan basah
dan lembab. Selama proses perubahan dan peruraian bahan organik, unsur
24

hara akan bebas menjadi bentuk yang larut dan dapat diserap tanaman.
Sebelum mengalami proses perubahan, sisa hewan dan tumbuhan ini tidak
berguna bagi tanaman, sebab unsur hara masih dalam bentuk terikat yang
ttidak dapat diserap oleh tanaman (Setyorini et al., 2006).

D. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Cangkul
b. Ember
c. Cethok
d. Meteran
e. Pathok
2. Bahan
a. Bibit tanaman tebu
b. Pupuk kompos
c. Pupuk Urea
d. Pupuk SP-36
e. Pupuk KCl
f. Tali Rafia

E. Cara Kerja
1. Menyiapkan lahan yang akan ditanami dengan cara dibajak dan dicangkul.
2. Membuat juring dengan jarak dari pusat ke pusat (PKP) 1,35 hingga 1,5 m,
dan kedalaman 30 sampai 40 cm dengan panjang 2 m dan lebar 0,5 m
sebanyak dua buah. Lalu mencampur tanah dan pupuk kompos sesuai dengan
perlakuan.
3. Menyiapkan bibit tebu yang akan digunakan.
4. Menanam bibit bermata tunas dua, batang bibit terpendam dan tunas
menghadap ke samping dengan kedalaman kurang lebih 1 cm.
5. Menutup bibit dengan tanah tipis.
6. Menabur pupuk di atasnya, berupa pupuk urea, SP-36, dan KCl.
25

7. Menutup kembali dengan tanah tetapi jangan sampai tertutup rapat atau
menjadi padat.
8. Melakukan perawatan.

F. Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Jumlah tunas
Perlakuan Jumlah Junas
P1 12
P2 15
Keterangan :
P1 : Bedengan 1 Ember Pupuk
P2 : Bedengan 2 Ember Pupuk
Tabel 3.2 Pertumbuhan Bibit Tanaman Tebu
Panjang Tunas Jumlah Daun
Sampel
P1 P2 P1 P2
1 118 119 7 6
2 32 100 3 5
3 98 87 5 7
4 45 93 5 8
5 43 115 4 10
6 136 110 9 9
7 66 95 6 6
8 76 83 6 5
9 68 61 5 4
10 98 44 7 7
11 110 30 8 4
12 115 125 6 7
13 69 92 8 7
14 0 40 0 6
15 0 40 0 5
Rerata 71,6 82,27 5,27 6,4

G. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan pada praktikum teknologi juring ganda pada
budidaya tanaman tebu, dapat diketahui bahwa juring yang dibuat dengan jarak
dari pusat ke pusat (PKP) 1,35-1,5 m, dan kedalaman 30-40 cm dengan panjang
26

2 m dan lebar 0,5 m sebanyak dua buah. Kemudiam masing-masing juring


dicampur dengan tanah dan pupuk kompos sesuai perlakuan. Digunakan dua
macam perlakuan yang digunakan yaitu pada perlakuan pertama dengan
pemberian 1 ember pupuk kompos dan pemberian 2 ember pupuk kompos.
Selanjutnya, bibit tanaman tebu ditanam terpendam dan tunas menghadap ke
samping dengan kedalaman kurang lebih 1 cm. Kemudian menabur pupuk di
atasnya, berupa pupuk urea, SP-36, dan KCl. Setelah itu juring ditutup dengan
tanah tetapi jangan sampai tertutup rapat atau menjadi padat. Manfaat
penggunaan juring ganda pada budidaya tanaman tebu yaitu juring ganda dapat
meningkatkan produksi tanaman tebu karena dengan teknologi ini sirkulasi
udara dan pemanfaatan sinar matahari lebih optimal, karena pada sistem tanam
juring ganda relatif lebih renggang dibandingkan dengan jarak tanam pada
sistem tanam juring tunggal.
Berdasarkan data hasil yang diperoleh, ada tiga parameter yang digunakan,
yaitu,parameter yang digunakan yaitu jumlah tunas, panjang tunas, dan jumlah
daun. Pada parameter jumlah tunas, didapatkan jumlah tunas perlakuan satu
ember pupuk kompos (P1) sebanyak 12 tunas, dan pada perlakuan dua ember
pupuk kompos (P2) sebanyak 15 tunas. Kemudian parameter panjang tunas,
rata-rata panjang tunas perlakuan P1 yaitu sepanjang 71,6 cm dan P2 sepanjang
82,27 cm. Sementara berdasarkan parameter jumlah daun, rerata yang
dihasilkan pada perlakuan P1 sebesar 5,27 dan P2 sebesar 6,4. Hal ini sesuai
dengan novizan (2005) dimana pemberian pupuk kompos dengan dosis yang
cukup dalam arti tidak kurang dan tidak berlebih mampu memberikan unsur
nitrogen yang cukup juga bagi tanaman. fungsi nitrogen bagi tanaman adalah
sebagai pembentuk klorofil, asam nukleat, dan enzim. Nitrogen dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang relative besar pada setiap taham pertumbuhan
tanaman, khususnya pada tahap pertumbuhan vegetative, seperti pembentukan
tunas, perkembangan batang, dan daun.
27

H. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Teknologi juring ganda pada budidaya tanaman tebu yang dilakukan yaitu
dengan membuat juring dengan jarak dari pusat ke pusat (PKP) 1,35-1,5 m,
dan kedalaman 30-40 cm dengan panjang 2 m dan lebar 0,5 m sebanyak
dua buah. Lalu masing-masing juring dicampur dengan tanah dan pupuk
kompos sesuai perlakuan.
2. Dosis pupuk kompos yang diberikan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman tebu, dimana semakin banyak dosis pupuk yang
diberikan maka pertumbuhan tebu akan berlangsung optimal. Hal ini
terbukti pada perlakuan 2 ember memiliki hasil yang lebih tinggi dibanding
1 ember pada parameter jumlah tunas, panjang tunas, dan jumlah daun.
28

DAFTAR PUSTAKA

Ernawanto, Q.D., Suyamto, T. S., Agus, S., Syaiful, H., Sugiono, Noeriwan B.S.,
& Era, P. 2013. Pengembangan Teknologi Usahatani Tebu Spesifik Lokasi
di Madura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jawa Timur.
Fageria, N. K., Baligar, V. C., & Jones, C. A. 2011. Sugarcane. Di dalam: Peart,
R.M., Pessarakli, M., Cassman, K.G., Nielsen, D. R., Elsas, J.D., Kuykend,
L.D., & Bollag J.M. 2011. Growth and Mineral Nutrition of Field Crop. Edisi
3. CRC Press. New York.
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, M., & Rumini, W. 2010. Budidaya dan
Pasca Panen Tebu. ESKA Media. Jakarta.
James, G. 2004. Sugarcane. Edisi 2. Blackwell Publishing. Lowa.
Setyorini, D., R. Saraswati, & E. K. Anwar. 2006. Kompos Balai Penelitian
Tanah. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai