Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………... 1

C. Tujuan……………………………………………………………………. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawwuf……………………………………………………. 2

B. Pengertian masyarakat Modern………………………………………….. 3

C. Ciri-Ciri Zaman Modern…………………………………………………. 4

D. Kerangka Manusia Modern………………………………………………. 5

E. Ciri- Ciri Masyarakat Modern……………………………………………. 6

F. Problematika Masyarakat Modern………………………………………... 7

G. Fungsi dan Peranan Tasawuf Dikehidupan Modern……………………... 9

H. Tasawuf Penyeimbang Dunia Materil dan Spiritual……………………… 10

I. Penerapan Taswuf Dalam Kehidupan Modern…………………………… 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………….. 17

B. Saran……………………………………………………………………… 17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesunguhnya tasawuf dalam Islam merupakan pengembangan metode Sufisme, sebagai aliran kebaktian
dan mistik dalam tradisi islam, telah menjadi sasaran ketegangan modernisasi yang dialami seluruh dunia
muslim. Peningkatan penduduk perkotanan yang cepat, penyebaran pendidikan umum non-religious dan
ilmu alam, pengikisdan hirerki keluarga dan sosial perkampungan, penggantian kerajaan dengan
kekuasaan rakyat., peningkatan mobilitas dan akses informasi semuanya telah mendatangkan tekanan
bagi komunitas muslim sama dengan tekanan yang dialami masyarakat Barat dalam proses
industrialisasinya.

Bagi sementara kalangan muslim, sufisme atau tasawuf tidak relevan kepada kemoderenan dan semua
yang berkaitan dengan itu, bahkan, sebaliknya sufisme mereka pandang sebagai hambatan bagi kaum
muslimin dalam mencapai modernitas dan kemajuan dalam berbagai lapangan kehidupan. Karena itu
jika kaum muslimin ingin mencapai kemajuan, maka sufisme dan berbagai bentuknya haruslah
ditinggalkan, karena kemunduran dan kelatarbelakangan kaum muslimin adalah karena mereka
terperangkap ke dalam berbagai praktik sufistik memabukkan, yang membuat mereka lupa pada dunia.

Pandangan ini, yang menempatkan sefisme sebagai tertuduh, bahkan suatu hal yang baru. Bahan sejak
bermulanya praktik-praktik sufistik di awal islam, kaum muhaddistin dan fuqoha’ memandang sebagai
tidak sesuai dengan sunah nabi, eksesif dan spekulatif dalam hal menyangkut tuhan.

Bahkan kebangkitan modernisme dan reformasi islam sejak abad ke 20 menjadikan tasawuf sebagai
salah salah satu sasaran pembaharuan dan pemurnian islam. Bagi para pemikir dan aktivis modrnis dan
reformasi muslim, kaum muslim bisa mencapai kemajuan hanya dengan nmeninggalkan kepercayaan
dan praktik sufistik yang mereka pandang bervampur dengan bid’ah khurafat tahayul dan taqlid kepada
pemimpin tasawuf dan tarekat.Pandangan-pandangan yang seperti ini tampak perlu dikaji ulang setelah
lebih dari setengah abad negara-negara dan masyarakat muslim mengalami modernitas.

Kemudian, bagaimana kehidupan tasawuf di dalam era modern ini? Apakah masih ada eksistensi tasawuf
dalam dunia modern? Dalam beberapa pertanyaan tersebutlah yang menjadi beberapa pemikiran
sehingga penulis mencoba untuk membahas ke dalam bab-bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tasawuf?


2. Apa pengertian masyarakat modern ?

3. Apa saja ciri-ciri masyarakat modern ?

4. Apa saja problematika yang dihadapi masyarakat modern?

5. Apa peranan tasawuf dalam dunia modern?

6. Bagaimana penerapan tasawuf dalam dunia modern?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahuai pengertian tasawuf .

2. Untuk mengetahuai pengertian masyarakat modern.

3. Untuk mengetahuai ciri-ciri masyarakat modern.

4. Untuk mengetahuai problematika yang dihadapi masyarakat modern.

5. Untuk mengetahui peranan tasawuf dalam dunia modern.

dupan Modern

Hakikat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Allah melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah
Islam. Dan memang ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di
antaranya: "Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (O.S. Asy-syam [911:9); "Hai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke
dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, den masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang
memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku,
hidupku den matku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta slam, tiada sekutu bagi-Nye; den demikian
itulah yang diperintahkan kepadaku den aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri
(kepada) Allah" (QS. Al An'am: 162).

Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih den
berperilaku baik den mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau
aliran tasowuf dalam mengisi kesehariannya d1haruskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah den
tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasamya sudah menjelma dalam
kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang
digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik terhadap
musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaku
hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup
seorang sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang
yang bermanfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern
yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari
hidupnya. Ketidak jelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat
spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengerahkan
hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.

Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modem

Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga
bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia modern. Apalagi dewasa ini tampak
perkembengan yang menyeluruh dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner

H. Tasawwuf: Penyeimbang Dunia Materil dan Spritual

Tasawwuf tidak boleh dilihat hanya berfungsi sebagai pemenuhan kerohanian manusia. Tasawwuf
sebenarnya berfungsi sebagai penyeimbang kepada keharmonian hidup manusia. Kemajuan dan
pembangunan yang tertumpu pada aspek fisikal dan material akan melahirkan manusia yang berat
sebelah (pincang).

Kehidupan modern yang didominasi oleh falsafah materialisme adalah kehidupan yang kasar, kering,
penuh dengan konflik, kepentingan, permusuhan dan kebencian. Lebih daripada itu seorang yang
materialistik pada kemuncaknya sanggup melakukan perkara yang tidak etis demi memenuhi tujuannya.
Ini menunjukkan bahwa sifat materialistik (nafsu) telah memenjarakan dan memperhambakan dirinya.
Oleh itu, pada hakikatnya materialisme telah merendahkan martabat manusia menjadi makhluk yang
rendah.

Islam, sebagai panduan hidup manusia, telah memberikan jalan keluar bagi kepincangan dan
ketidakharmonian kehidupan manusia. Solusi yang diberikan oleh Islam adalah keseimbangan (i‘tidal)
antara pembangunan jasmani dan pembangunan rohani, antara keperluan material dan keperluan
spiritual.

Walaupun orientalis tidak membedakan tasawwuf dengan mistisisme, namun jelas bahwa terdapat
perbedaan yang jelas antara tasawwuf dengan mistisisme. Mistisisme, khususnya yang berkaitan dengan
kuasa luar biasa (paranormal) atau ilmu ghaib (occult), muncul setelah tasawwuf awal diselewengkan
oleh beberapa aliran tasawuf. Ibn Taymiyyah adalah di antara ulama’ yang terang-terangan menentang
penyelewengan kaum sufi di zamannya.
Penilaian kritis terhadap perkembangan tasawwuf juga dilakukan oleh Ibn Khaldun dalam karyanya,
Muqaddimah. Setelah mengkaji dengan mendalam, Ibn Khaldun membincangkan perkembangan
tasawwuf dengan cukup rinci dan ilmiah termasuk beberapa penyimpangan yang dilakukan oleh kaum
sufi. Beliau menolak pandangan tokoh-tokoh sufi yang menyebabkan seseorang lari dari dunia. Ibn
Khaldun (tt: 2005) juga mengatakan bahwa konsep qutb ataupun ra’s al-‘Arifin (maqam yang tertinggi
dalam tatanan sufi) adalah konsep yang tidak berasas sama sekali.

Umat Islam sewajarnya adalah umat pertengahan (ummatan wasatan) di antara umat Yahudi yang rigid,
literal, menumpukan pada aspek perundangan semata (the ten commandents) dan umat Nasrani yang
telah memperkenalkan kerahiban (rahbaniyyah), meninggalkan dunia demi menyucikan diri.

Sejak awal Rasulullah s.a.w. telah memperingatkan bahwa dalam Islam tiada kerahiban: la rahbaniyyata fi
al-Islam. Dengan demikian umat Islam terlepas dari satu keburukan yang terdapat dalam agama lain iaitu
bid‘ah kerahiban. Rasulullah s.a.w. tidak menyetujui orang yang terus menerus beribadah dengan
meninggalkan makan minum, seks dan tidur malam, sebaliknya menyuruh mereka mengikuti sunnah
baginda yang menjalani kehidupan seperti manusia biasa.

Di samping itu kekuatan rohani merupakan bekal yang penting dalam mengarungi kehidupan yang penuh
dengan tantangan. Seseorang yang hanya dibekalkan dengan kekuatan akal akan rentan kekecewaan dan
putus asa, karena tidak semua perkara dapat diselesaikan dengan kemampuan akal manusia. Hakikatnya,
para saintis telah mengakui bahwa kejayaan seseorang dalam kehidupan bukan saja ditentukan oleh
ketinggian IQ tetapi juga ketinggian EQ (emotional quotient) dan SQ (spiritual quotient) atau pun oleh
sarjana Muslim disebut sebagai kecerdasan rohaniah (transcendental intelligence). (Tasmara: 2004:61)

Kecerdasan rohaniah mampu membekalkan semangat, kekentalan, kesabaran, keikhlasan, kejujuran,


integriti, dsb. Seseorang yang merasakan dirinya dekat dengan Tuhan akan sentiasa berbuat baik,
berbakti kepada masyarakat demi mencapai keridhaan Sang Kekasih dan mengharapkan ganjaran-Nya di
akhirat kelak. Kecerdasan rohaniah menghasilkan taqwa (self-restrain) yang dapat menghalang
seseorang Muslim daripada melakukan perbuatan maksiat, jahat dan tercela walaupun tiada
pengawasan dan kawalan luaran.

Tasawwuf tidak memundurkan seseorang. Seseorang yang dekat dengan Allah Swt. adalah orang yang
banyak berbuat dan bukan hanya berharap. Ungkapan yang menggambarkan keperibadian para sahabat
di zaman Rasulullah s.a.w. adalah mereka itu seperti para rahib di waktu malam dan pasukan berkuda
pada waktu siang “ruhbanun fi al-layl wa fursanun bi al-nahar.” Inilah gambaran sebenar seorang Muslim
yang benar-benar mengikuti ajaran Islam. Seorang yang dekat dengan Tuhan tetapi juga seorang yang
beraksi dan bukan hanya penonton. Seorang Muslim sejati adalah yang memainkan peranan sebagai
aktivis, reformis, pengurus, pentadbir, pemikir, pendidik dsb. Mereka adalah golongan yang dirasakan
akan kehadiran mereka oleh umat ini dan merasa kehilangan dengan ketiadaan mereka.
Revitalisasi Tasawwuf di Abad Modern

Tasawwuf perlu diperkenalkan semula kepada masyarakat dengan pendekatan yang baru. Pendekatan
yang menumpukan pada substansi dan bukannya bentuk (form). Pendedahan yang apresiatif sekaligus
kritis perlu diperkenalkan kepada para pendidik. Tidak seperti ilmu Syari‘ah lainnya, tasawwuf adalah
ilmu yang mengalami perkembangan yang luas dan terkadang tidak terkawal. Dalam menggambarkan hal
ini, al-Attas (2006:96) mengatakan bahwa seseorang itu mesti dapat membedakan antara aspek positif
tasawwuf daripada aspek negatifnya. Menurutnya aspek negatif tasawwuf sebenarnya tidak merujuk
kepada tasawwuf yang sebenar. Al-Attas (2001: 96) mendefinisikan tasawwuf sebagai pengamalan
Syariah dalam maqam ihsan. Baginya tasawwuf membentuk dimensi ruhani Islam di mana organ yang
digunakan juga adalah organ spiritual (fu’ad, qalb). Dimensi dalaman ini menuntut seseorang pergi lebih
jauh daripada sekedar pengamalan luaran.

Muhammad al-Ghazzali (tt: 103) juga telah mencoba melakukan tajdid terhadap tasawuf. Persoalan
utama yang ingin diatasi olehnya adalah bagaimana mengeluarkan tasawwuf dari ‘gua pertapaan’
sehingga ia dapat menjadi kekuatan yang menggerakkan. Muhammad al-Ghazali (tt:104) menjelaskan
bahawa konsep ihsan yang ditekankan dalam hadist tidak seharusnya dibatasi pada ibadah khusus saja.
Hadist lain menuntut bahwa Allah Swt. mewajibkan hambanya berlaku ihsan pada setiap perkara yang
dilakukan.

Berangkat daripada hadist ini Muhammad al-Ghazali (tt: 105) mengatakan adalah tanggungjawab setiap
Muslim untuk memastikan segala tindakannya, pekerjaan yang dipilihnya, bidang yang digelutinya
dilakukan dengan sebaik mungkin untuk menjamin kualitas dan tahap kecemerlangan yang tertinggi.
Bahkan menurutnya, pelaksanaan fardu kifayah tersebut akan menentukan setiap Muslim dapat
melaksanakan fardu ‘ain. Dengan demikian tidak ada alasan umat Islam ketinggalan dalam bidang sains,
teknologi, militer, ekonomi dsb. Kerena apabila wujud sikap untuk berbuat yang terbaik (ihsan) dalam
melakukan setiap perkara maka umat Islam tidak akan ketinggalan dan mundur seperti sekarang ini
(Muhammad al-Ghazali, tt:106)

Di Nusantara, telah muncul seorang ilmuwan besar yang telah mencuba untuk memurnikan ajaran
tasawwuf. Hamka (2005:21) menyadari bahawa perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia Islam
umumnya telah dipengaruhi oleh ajaran tasawwuf yang menyeleweng. Dalam menanggapi hal ini antara
lain Hamka mengatakan:

“Di dalam zaman kekacauan pikiran, lantaran kurang baiknya ekonomi, sosial dan politik; kerapkali timbul
kerinduan ummat hendak melepaskan fikiran dari pengaruh kenyataan, lalu masuk ke dalam daerah
khayalan Tasauf”.

Menurut Hamka (2005:153), orang pertama yang menyerukan tajdid tasawwuf di Nusantara adalah
Ahmad Khatib bin ‘Abdul-Latif al-Minangkabawi yang mengajar di Mekah. Beliau telah menentang keras
amalan-amalan ahli tariqat terutamanya tariqat al-Naqshbandiyyah yang menghadirkan guru-guru
tariqat ketika permulaan suluk. Menurut ulama’ ini perbuatan seperti itu adalah syirik. Sebagai
kesimpulan Hamka menyarankan agar tasawwuf dikembalikan kepada pokok pangkalnya yaitu Tauhid.

Perlu dijelaskan bahwa dalam seseorang itu mempelajari tasawuf di abad modern ini tidak semestinya
bertariqat. Karena tasawwuf tidak hanya tertumpu pada zikir, suluk, mujahadah, salasilah dan kuantiti
ibadah khusus yang banyak tetapi yang lebih penting adalah pemahaman dan penghayatan terhadap
hakikat ajaran tasawwuf. Hakikat tasawwuf ialah hidupnya hati nurani dan jiwa manusia yang senatiasa
sadar akan hakikat dirinya, dan hakikat ketuhanan dalam setiap amal perbuatannya (Hamka, 2005: 17).
Seorang sufi melihat segalanya berasal daripada Allah Swt, dengan kuasa Allah Swt. dan akan kembali
kepada Allah Swt. Seorang sufi tidak terpikir untuk melepaskan dirinya dari tunduk kepada Syariah, justru
dia akan sentiasa memelihara diri daripada perkara-perkara yang ditegah oleh Syari‘ah.

Hasan Al-Banna (dalam Hawwa: tt: 116), pengasas al-Ikhwan al-Muslimin, memperkenalkan sistem usrah
untuk menjadikan tarbiyyah ruhiyyah sebagai asas pembangunan pejuang dakwah. Jelas sekali bahwa Ia
melakukan penggabungan antara tasawwuf dan fiqh al-harakah. Tasawwuf tidak menjadi tujuan tetapi
alat untuk membentengi diri dan memperkuat barisan. Tasawwuf yang ingin diketengahkan di sini
bertujuan untuk meningkatkan kerohanian dan mendidik jiwa para da‘i sebelum mereka berperanan
sebagai pembimbing masyarakat. Sebagai seorang da‘i tasawwuf dapat menjadi sumber kekuatan,
semangat dan daya juang yang sangat diperlukan dalam penyebaran dakwah.

I. Penerapan Konsep Tasawuf Dalam Kehidupan Modern

Seseorang bisa dikatakan bertasawuf jika mengetahui langkah-langkah menjadi seorang sufi, tentu
sebagian besar anggapan orang-orang modern mengatakan sulit dalam hal penerapan / aplikasinya
dalam kehidupan sehari-harinya. Berikut akan coba kami uraikan beberapa aplikasi tasawuf yang
setidaknya bisa kita jadikan sebagai langkah awal / kiat mengenal diri kita ini untuk kebaikan hidup ke
depannya, tentunya juga berdasar dengan sumber referensi yang ada. Yakni sebagai berikut:

1. Zuhud

Secara bahasa adalah bertapa di dunia, adapun secara istilah yaitu bersedia untuk melakukan ibadah,
dengan berupaya semaksimal mingkin menjahui urusan duniawi dan hanya mengharapkan kerihdoan
Allah SWT.[1][6] Dan zuhud dalam aplikasinya dalam kehidupan ini ternyata mampu melahirkan suatu
maqam dan cara hidup yang kebanyakan oleh ahli tasawuf dikatakan sebagai sesuatu yang telah dicapai
setelah maqam taubah, karena orang yang benar-benar zuhud pastinya telah meninggalkan symbol-
symbol duniawi dengan pandangan hidup di dunia tak lebih hanya sebatas permainan, mampir ngombe,
canda gurau dan sebagai ladang beribadah.

Pengertian zuhud secara lebih luas, zuhud sebenarnya bukan meninggalkan kehidupan dunia secara
keseluruhan, melainkan tetap mencari penghidupan duniawi, akan tetapi hanya sebatas untuk
memenuhi keperluan hidup ala kadarnya, mereka bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, yang
merupakan kewajiban seorang suami atas anak dan istrinya, dan itu semua hanya untuk mencari ridlo-
Nya, agar kelak besok lepas dari pertanggung jawaban di akhirat. Dengan kata lain, zuhud merupakan
upaya penyeimbangan kehidupan akhirat dan dunia.

Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-maindan sendau gurau belaka, dan sungguh kampung
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang bertaqwa; tidakkah kamu memahaminya?”

Diperkuat juga dengan sabda Nabi pada matan hadits berikut:

“Berzuhud di dunia, menyamankan hati dan badan, sedangkan kegemaran akan dunia, memperbanyak
kesedihan dan kegundahan.”

Selain itu terdapat perintah untuk berzuhud pula dalam matan hadist nabi:

“Berzuhudlah di dunia wahai hamba Allah, niscaya Allah akan mencintaimu”

Pengertian zuhud secara lebih luas, zuhud sebenarnya bukan meninggalkan kehidupan dunia secara
keseluruhan, melainkan tetap mencari penghidupan duniawi, akan tetapi hanya sebatas untuk
memenuhi keperluan hidup ala kadarnya, mereka bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, yang
merupakan kewajiban seorang suami atas anak dan istrinya, dan itu semua hanya untuk mencari ridlo-
Nya, agar kelak besok lepas dari pertanggung jawaban di akhirat. Dengan kata lain, zuhud merupakan
upaya penyeimbangan kehidupan akhirat dan dunia.

2. Tawakkal

Tawakal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan
kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Seperti yang
terdapat dalam QS. Ath-Thalaq (65) : 3 yang berbunyi:

dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.

Beliau Nabi Muhammad SAW juga bersabda:


“Sekiranya kamu bertawakkal kepada Allah SWT, dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Dia
memberi kamu rizki seperti Dia memberinya kepada kawanan burung yang berangkat di pagi hari dalam
keadaan lapar dan kembali pulang di sore hari dalam keadaan kenyang”

Jadi pada dasarnya inti dari aplikasi kita yang kedua ini adalah kesadaran hati bahwa segala sesuatu
berada di tangan Allah SWT, yang bermanfaat ataupun yang bermudharat, yang menyenangkan maupun
menyusahkan. Mewujudkan tawakkal bukan berarti meniadakan usaha (ikhtiyar), karena Allah telah
memerintahkan hamba-hambaNya untuk berusaha sekaligus bertawakkal, yakni berusaha dengan
seluruh anggota badaan dan bertawakkal dengan hati merupakan perwujudan iman kepada Allah.

3. Ikhlas

Ikhlas menurut KH. Ahmad Rifa’i didefinisikan sebagai berikut: ikhlas secara bahasa adalah bersih,
sedangkan menurut istilah adlah membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam
melaksanakan ibadah, dan hati tidak boleh menuju selain kepada Allah.[2][9] Maka dapat kita tarik
persepsi bahwa ikhlas sendiri inilah yang menunjukkan kesucian hati untuk menuju hanya kepada Allah,
karena apa, karena Allah tidak menerima ibadah seorang hamba kecuali dengan niat ikhlas karena Allah
semata dan perbuatan itu haruslah sah dan benar menurut syari’ah islam.

Dalam Al-Qur’an telah disebutkan beberapa dalil tentang anjuran ikhlas, yang antara lain adalah QS. Al-
An’am (6):162-163.

ö@è% ¨bÎ) ’ÎAŸx|¹ ’Å5Ý¡èSur y“$u‹øtxCur †ÎA$yJtBur ¬! Éb>u‘ tûüÏHs>»yèø9$# ÇÊÏËÈ Ÿw y7ƒÎŽŸ° ¼çms9
( y7Ï9ºx‹Î/ur ßNöÏBé& O$tRr&ur ãA¨rr& tûüÏHÍ>ó¡çRùQ$# ÇÊÏÌÈ

162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam.

163. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

Di dalam QS. Al-Baqarah (2): 172 menyebutkan bahwa

$yg•ƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=à2 `ÏB ÏM»t6ÍhŠsÛ $tB öNä3»oYø%y—u‘ (#r㠍ä3ô©$#ur ¬! bÎ)
óOçFZà2 çn$ƒÎ) šcr߉ç7÷ès? ÇÊÐËÈ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu
dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadaNya kamu menyembah.”

Kemudian yang selanjutnya adalah Sabar, yang diartikan sebagai keteguhan hati dalam menghadapi
kesulitan hidup. Dalam perjalanan hidup, senang dan susah datang silih berganti. Seperti dalam QS. Al-
Baqarah (2):155
Nä3¯Ruqè=ö7oYs9ur &äóÓy´Î/ z`ÏiB Å$öqsƒø:$# Æíqàfø9$#ur <Èø)tRur z`ÏiB ÉAºuqøBF{$# ħàÿRF{$#ur
ÏNºtyJ¨W9$#ur 3 ̍Ïe±o0ur šúïÎŽÉ9»¢Á9$# ÇÊÎÎÈ

“Dan sesungguhnya akan kami berikan percobaan yang sedikit kepada kamu, seperti ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta jiwa dan buah2han. Kemudian sampaikanlah kabar gembira bagi orang-
orang yang sabar.”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapan penyusun simpulkan:

Tasauf ialah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang
menaggalkan pengaruh budi yang asal (instink) kita, memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai
manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung
kepada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada
sesame ummat manusia, memegang teguh janji kepada Allah dalam hal hakikat, dan mengikut contoh
Rosululloh dalam hal syari’at.”

Masyarakat moder adalah masyarakat yang telah mengikuti kemajuan zaman yang bertentangan satu
sama lain. Perbedaan” spiritual disebabkan perbedaan mendasar anatar sufime dan postmodernisme
dalam melihat peranan” hasrat “ di dalam masyarakat.

Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih den
berperilaku baik den mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau
aliran tasowuf dalam mengisi kesehariannya d1haruskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah den
tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasamya sudah menjelma dalam
kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang
digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik terhadap
musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaku
hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup
seorang sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang
yang bermanfaat bagi orang lain.
Aplikasi tasawuf dalam kehidupan yang serba modern yang berhasil kami angkat dalam tema pada
pertemuan kali ini adalah terdiri dari 4 aplikasi, yakni dimulai dari Zuhud, Tawakkal, Ikhlas, serta Qona’ah
dan Sabar.

B. Saran

Kami menyakini bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini masih terdapat banyak sekali
kekurangan karena murni berasal dari kelemahan, kekurangan serta keterbatasan kami dalam mencari
sumber referensi dan menyajikan kepada pembaca semua. Maka dari itu kritik dan saran dari saudara/i
pembaca yang sifatnya membangun senantiasa kami harapkan untuk bahan koreksi dan pembenahan
kami selanjutnya. Terima kasih atas partisipasinya, tanpa mengurangi rasa hormat kami sampaikan
banyak Terima Kasih. Wassalamu ‘Alaikum.Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai