Dosen Pengampu:
DISUSUN OLEH :
PRODI HUKUM
2021/2022
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang telah memberikan hikmah
,hidayah,Kesehatan serta umur panjang sehingga makalah ini yang berjudul “Ideologi ilmu
pengetahuan ilmu rabbaniyah” ini dapat terselesaikan.kami juga berterima kasih kepada
Bapak Muhammad Wahyu Ilham S.H.I M.H.I selaku dosen pengampu.
Dalam makalah ini akan akan membahas mengenai “Ideologi ilmu pengetahuan ilmu
rabbaniyah” karena sangat penting untuk kita ketahui untuk kita ketahui Penulis Menyadari
bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-kekurangan. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik
dan saran pembaca akan penulis terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penelitian
lebih lanjut.
Medan,November 2021
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………….……………………………………………………………………….ii
BAB I………………………………………………………………………………………….1
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..1
1.1.LATAR BELAKANG……………………………………………………………………..1
1.2.RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………….4
1.3.TUJUAN…………………………………………………………………………………..5
BAB II…………………………………………………………………………………………5
PENDAHULUAN……………………………………………………………………………..5
BAB III………………………………………………………………………………..……...17
PENUTUP……………………………………………………………………………………17
3.1. KESIMPULAN……………………………………………………………………….…17
3.2. SARAN……………………………………………………………………………….…17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………..……………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
1
berkata: “Sesungguhnya kepentingan Eropa di Asia Jauh dan Asia Tengah terancam
bahaya selama di sana masih ada Al-Qur‟an yang di baca dan Ka‟bah yang kerap di
kunjungi
Sementara Louis IX (1215-1270), raja Perancis, sempat di tawan oleh kaum Muslimin
ketika mengalami kekalahan dalam Perang Salib di kota Al-Manshuriah. Setelah
dibebaskan dari penjara dan kembali ke negerinya, dia memberi nasihat bahwa untuk
dapat mengalahkan bangsa muslim mereka harus dapat mengalahkan ruh yang mengalir
dalam urat nadi dan persendian umat Islam. Ruh (spirit) yang menghidupkan mereka
adalah dienul Islam (Al-Qur‟an). Caranya menghancurkan konsep-konsep dasar Islam
sebagai ta‟wil dan tasykik di tengah-tengah umat. Mereka berupaya keras menjauhkan
umat Islam dari ajarannya yang benar lewat ghozwul fikr (perang pemikiran), karena
hakekat ghozwul fikr adalah mencabut akar keislaman dari hati kaum muslimin dan
menggusur Islam dari pentas kehidupan nyata. Dampaknya kaum muslimin tertimpa
penyakit Al-Wahn yang telah di sabdakan oleh Rasulullah shalullahu „alaihi wasallam,
yaitu cinta dunia dan benci kematian. Rasulullah shalullahu „alaihi wasallam bersabda:
حب: وماالوهن؟ قال, ايرسول هلال:وليقذفن هلال يف قلوبكم الوهن فقال قائل
الدنياوكراهيةاملوت
Artinya: “Sungguh Allah akan merasukan ke dalam hati kalian sebuah wahn (penyakit),
lalu Rasulullah di tanya: apakah wahn itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: mencintai
kehidupan dunia dan takut akan mati” (HR. Abu Dawud)
2. Faktor Internal
Kondisi kaum muslimin akhir-akhir ini juga, jelas terlihat adanya gejala demoralisasi
di masyarakat. Kejahatan dan kekerasan hampir menjadi konsumsi setiap hari di surat
kabar dan televisi. Perzinahan, aborsi dan kasus kecanduan narkoba menduduki peringkat
tertinggi yang terjadi pada generasi muda. Selain itu arus informasi yang masuk hampir
tanpa batas, seperti mode dan gaya hidup orang barat, telah di adopsi tanpa
filter(saringan) dan dijadikan sebagai suatu kebiasaan dan kebanggaan7
Gejala demoralisasi ini harus di waspadai, karena akan menimbulkan preseden yang
buruk bagi generasi yang akan datang, agar mereka tidak termasuk generasi yang Allah
Ta‟ala gambarkan sebagai generasi buruk yang akan membawa pada kehancuran dan
kesesatan, sebagaimana Allah subhanahu wa ta‟ala berfirman:
2
الصالةmف فخلف من بعدهم خ لف أضاعوا
واتبعوا الشهوات فسو يلقون غي
“Maka datanglah sesudah mereka, generasi pengganti (yang buruk) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan” (Q.S Maryam:59)
Dalam dunia pendidikan juga banyak realita dan fenomena dalam lembaga pendidikan
di sekolah secara umum dan di pondok pesantren secara khusus Nampak terjadinya gejala
demoralisasi dalam lingkungan sekolah. Sering terjadinya tawuran antar peserta didik,
murid bertindak dholim kepada guru atau sebaliknya, minum-minuman keras dan pesta
narkoba.
Tijan Purnomo mengatakan bahwa Komisi Nasional Perlindungan Anak (Konmas
PA) mencatat sebanyak 2.008 kasus kriminalisasi yang dilakukan anak usia sekolah yang
terjadi sepanjang kuartal pertama 2012. Jumlah ini meliputi berbagai jenis kejahatan
seperti pencurian, tawuran, dan pelecehan seksual yang dilakukan siswa SD hingga SMA.
Timbulnya gejala demoralisasi pada peserta didik bukan serta merta (semata-mata)
akibat dari kebodohan mereka dan dampak lingkungan yang tidak baik serta pergaulan
mereka yang salah. Namun lebih dari itu semua ada satu permasalahan yang kurang
menjadi perhatian bagi lembaga itu sendiri yaitu hilangnya jiwa rabbani pada diri seorang
guru yang memiliki profesi sebagai pendidik, padahal kehadiran sosok guru yang rabbani
menjadi tumpuan dan harapan bagi peserta didik dan kehadiran mereka akan melahirkan
pula nilai-nilai rabbani pada diri peserta didik.
Melihat dua realita tersebut , kaum Muslimin hari ini sangat mendambakan sosok
pendidik dan generasi yang rabbani dalam rangka untuk mengembalikan eksistensi kaum
Muslimin, yang siap berjuang di jalan Allah demi membela Islam dan kaum Muslimin
dari orang-orang kafir, serta mampu tampil di tengah-tengah masyarakat dengan akhlak
yang mulia lagi penuh bijaksana. Maka generasi rabbani adalah tumpuan dan harapan
umat yang akan membawa kemajuan Islam dan tegaknya kalimatullah di bumi ini.
Pada abad 20 M tampil tokoh terkenal yang bernama Sa‟id Hawwa asal Sirya, beliau
adalah pendidik yang banyak memberikan sumbangsih dalam pembentukan generasi yang
rabbani di sela-sela jihadnya fi sabilillah. Beliau memiliki banyak karya sebagai bentuk
3
kesungguhannya dalam mewujudkan manusia yang rabbani. Salah satu karya beliau
adalah “Mudzakkirat Fi Manazili Ash Shiddiqin Wa Ar Rabbaniyin Min Khilali An
Nushush”.
Menurut Sa‟id Hawwa dalam kitab tersebut rabbani itu adalah orang yang mengenal
Allah dan beribadah kepada-Nya, bersamaan dengan itu iamenjadi orang yang berilmu,
memberikan pengajaran kepada orang lain, memberikan nasehat kepada mereka, menjadi
saksi atas mereka, berhukum kepada hukum Allah Ta‟ala, mengajak mereka berbuat
ma‟ruf dan mencegah mereka dari yang munkar. Beliau juga berkata: rabbani adalah
jujur, berilmu, bijak, menghidupkan sunnah nabi dengan dakwah, beramal dan qudwah.
Lebih lanjut Sa‟id Hawwa menjelaskan di dalam kitabnya yang lain bahwa standar minim
untuk menyandang label rabbani itu ada tiga, yaitu: dia berilmu, beramal, dan
mengajarkan ilmunya kepada orang lain.12
Tentunya sangat menarik apa yang di paparkan oleh Sa‟id Hawwa untuk di kaji dan
gali sebagai bekal awal dalam memahami generasi robbani , sehingga membantu untuk
merealisasikan sifat-sifat tersebut bagi kaum muslimin dan para pendidik secara khusus.
Maka kajian tentang pendidikan rabbani menjadi obyek penelitian ini. Alasan peneliti
memilih masalah ini adalah karena masih banyak kaum muslimin yang belum mengetahui
secara mendalam tentang pendidikan generasi rabbani, termasuk peneliti sendiri.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam
bentuk tesis dengan judul “PENDIDIKAN RABBANI PERSPEKTIF SA‟ID HAWWA
DALAM KITAB MUDZAKKIRAT FI MANAZILI ASH SHIDDIQI}N WA AR
RABBANI}YI}N MIN KHILALI AN NUSHUSH”, kajian analisis Adapun alasan
peneliti memilih Sa‟id Hawwa dalam penelitian ini karena menurut penulis, Sa‟id
Hawwa telah menggabungkan dari beberapa kriteria yang dikemukakan oleh para Ulama
menjadi satu kesatuan yang sempurna. Dan juga beliau salah satu tokoh yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan kajian ilmu tentang keislaman serta beliau seorang ahli
tafsir yang tulisannya menjadi rujukan kaum Muslimin, seperti dalam tafsirnya Al Asas
Fi at Tafsir
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.Konsep dari Ilmu Rabbani
2.Sifat Pendidikan dalam Pendidikan islam
3.Pendidikan islam
4
1.3 TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Rabbani
1.pengertian rabbani
Secara etimologis, Rabbaniyyin adalah jamak dari kata Rabbani. Kata Rabbani adalah
menisbahkan sesuatu kepada Rabb, yaitu Tuhan. Jika dikaitkan dengan orang, kata ini
berarti orang yang telah mencapai derajat ma‟rifat kepada Allah atau orang yang sangat
menjiwai ajaran agamanya.
Kata Rabbani dinisbahkan kepada kata Rabb yang mendidik manusia dengan ilmu
dan pengajaran pada masa kecil. Menurut Ibnu Abbas, kata Rabbani berasal dari kata
Rabbi yang mendapatkan imbuhan alif dan nun yang menunjukkan makna mubalaghah.
Sebagian ulama berpendapat bahwa kata Rabbani mempunyai arti tokoh ilmuwan yang
mendidik dan memperbaiki kondisi sosialnya, dan ada juga yang berpendapat bahwa kata
tersebut bermakna orang yang ahli dan mengamalkan agama sesuai yang ia ketahui, maka
dengan demikian kata tersebut identik dengan al-alim al-hakim, yang mempunyai arti
orang yang sempurna iman dan ketaqwaannya.
Rabbaniyyin itu jamak dari rabbaniy yang berarti,
1) orang yang mewakafkan diri untuk mengkhidmati agama atau menyediakan dirinya
untukmenjalankan ibadah;
2) orang yang memiliki ilmu Ilahiyat (Ketuhanan);
3)orang yang ahli dalam pengetahuan agama, atau seorang yang baik dan
muttaqi;
4) guru yang mulai memberikan kepada orang-orang pengetahuanatau ilmu yang ringan-
ringan sebelum beranjak ke ilmu-ilmu yang berat-berat;
5) induk semang atau majikan atau pemimpin;
6) seorang muslih(pembaharu).
Ar-Rubbaniyyin bentuk tunggalnya rubbaniy, sebagaimana dikatakanoleh Sibawaih,
5
artinya adalah dikaitkan dengan Tuhan dan taat kepada-Nya.Sebagaimana dikatakan,
Rajulun Ilaihiy, artinya bila ia selalu taat kepadaAllah dan mengetahui-Nya.
Disebutkan pula bahwa ilmu dan penyebarannya itulah yang bisamenjadikan kita
rabbani (dipancari sinar keTuhanan). Orang yangmempelajari ilmu bukan didasarkan
keikhlasan tidak akan memperolehkeridhaan Allah. Dirinya sama dengan pohon yang
tidak memberikankemanfaatan apa pun, karena pohon itu tidak berbuah.
2. Syarat Menjadi Seorang Rabbani
Dalam Jami’ul Bayaan fii Ta’wilil Qur’aan, di sebutkan lima hal yang harus di miliki
oleh seorang rabbani, yaitu sebagai berikut:
a. ‘Alim dan Mutsaqqaf
Seorang Rabbani haruslah seorang berilmu dan berwawasan. Adasemangat belajar
yang kuat di dalam dirinya. Ia di gerakkan oleh Rabbyang mentarbiyah manusia dengan
perantara pena. Ia tergema oleh ayat pertama Iqra’, agar ia tak hanya sekedar membaca
kalamNya di mushhaf dan semesta, tapi memulainya dengan menyebut asma Rabbnya
yang telah menciptakan. Agar ia tak hanya menulis, tetapi juga memberikan pencerahan.
Agar ia tak sekedar menyusun huruf dan kalimat, tetapi juga merajut benang-benang
warna menjadi sebuah sorot cahaya.
b. Faqih
Seorang yang Rabbani, mencoba untuk melihat apa yang ada di baliksesuatu,
mendengarkan yang tak terucapkan, dan menilai dari berbagai sisiyang tak selalu linear
Seorang ’alim mungkin saja lahir dari ruang berisibuku-buku, tapi seorang faqih mucul di
tengah orang ramai yangmenghadapi banyak persoalan.
c. Al Bashirah bis Siyasah
Seorang yang Rabbani, memiliki kedalaman pandangan tentangpolitik. Politik islam
adalah seni mengelola urusan publik agar manusiamerasa indah beribadah dan mampu
menjadikan setiap aktivitas merekasebagai ibadah. Jika di kaitkan dengan dunia
pendidikan maka seorangrabbani harus pandai meneglola urusan pendidikan, agar
pendidikan yang
dijalankan bisa berjalan dengan baik dan mampu menjadikan setiap aktivitas mereka
sebagai ibadah.
d. Al Bashirah bit Tadbir
Seorang yang Rabbani juga memiliki kedalaman pandangan dalam hal manajemen.
Dia tahu bagaimana menempatkan suatu sumberdaya pada posisi yang tepat.
6
e. Al Qiyam bis Su-unir Ra’iyah li Mashlahatid Dunyaa wad Diin
Poin ini adalah implementasi dari poun ketiga dan keempat. Katakuncinya adalah
kepedulian pada kepentingan publik. Seorang yangRabbani memiliki peran dalam
menegakkan kepentingan masyarakatbanyak dalam kerangka kebaikan dunia dan agama.
Ada advokasi,penyantunan, ada pelayanan, ada peningkatan kesejahteraan, dan ada
kebijakan yang membuka peluang-peluang kebaikan.
3. Pengaruh dan Buah dari Sifat Rabbani
a. Mengetahui tujuan keberadaan (eksistensi) manusia
Dengan rabbaniyah ini, manusia akan mengetahui tujuan darikeberadaannya,
mengetahui orientasi bagi perjalanan hidupnya danmengenal misi hidupnya. Orang yang
mempunyai sifat rabbani tidak akanhidup dalam kegelapan dan tidak akan berjalan tanpa
tujuan, melainkan iaberjalan dengan petunjuk dari Tuhannya, dengan keterangan dari-
Nya, danpenjelasan tentang tempat kembalinya setelah ia mengenal Allah dan mengakui
keesaan-Nya.
b. Mengikuti Fitrah
Di antara buah dan faedah dari rabbaniyah ini adalah manusia ituakan mengikuti
fitrahnya, yang Allah telah menciptakannya di atas fitrahitu. Fitrah itu pula yang
menuntut keimanan kepada Allah, dan tidak adalagi yang dapat menggantinya. Pada
hakikatnya dalam fitrah manusiaterdapat kekosongan yang tidak cukup hanya dipenuhi
oleh ilmu
pengetahuan, intelektualitas, maupun filsafat, melainkan ia hanya dapat dipenuhi oleh
iman kepada Allah SWT. Fitrah manusia akan selalumerasakan kegalauan, kelaparan, dan
kehausan, sampai ia menemukan Allah, beriman dan berorientasi kepada-Nya.
c. Keselamatan Jiwa dari Keterpecahan dan Konflik Batin
Faedah dari rabbaniyah ini adalah selamatnya jiwa manusia dariketerpecahan dan
konflik batin, hatinya tidak akan terbagi dan terbelah diantara berbagai tujuan dan
bermacam orientasi. Islam telah membatasi tujuan manusia pada satu tujuan, yaitu ridha
Allah SWT danmengkonsentrasikan obsesinya hanya pada satu obsesi yaitu beramal
menurut ridha Allah SWT.
d. Terbebas dari Penghambaan kepada Egoisme dan Nafsu Syahwat
Ketika rabbaniyah telah mengakar kuat dalam jiwa yang terdalam,maka manusia akan
terbebas dari penghambaan kepada egoisme, nafsusyahwat dirinya, kenikmatan fisiknya
dan dari ketundukan dan penyerahan diri kepada tuntutan materi dan kesenangan
pribadinya.
7
2.2. Sifat Pendidik dalam Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidik dalam Pandangan Islam
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi bimbingan atau
bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
kedewasaannya, maupun melaksanakan tugasnyasebagai makhluk Allah menjadi kholifah
di muka bumi, sebagai makhluk sosial,dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.
Selain itu pendidik juga diartikan sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya adalah
mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta (berfikir), rasa (berperasaan), dan karsa
(membaca) peserta didik sebagai implementasi konsep ideal mendidik.
Pendidik dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik. Dalam islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut
adalah orang tua (ayah dan ibu) peserta didik. Tanggungjawab tersebut disebabkan
sekurang-kurangnya oleh dua hal: pertama karena kodrat, yaitu Karena orang tua
ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula
bertanggungjawab mendidik anaknya, kedua karena kepentingan kedua orang tua, yaitu
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah
sukses orang tuanya juga.Namun pendidikan yang di berikan di rumah boleh di katakan
terbatas pada perkembangan aspek afektif, yaitu perkembangan sikap saja. Untuk
itubtanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik di lanjutkan oleh Lembaga
pendidikan di sekolah. Yang mana di lembaga ini peserta didik mampumengembangkan
aspek kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (ketrampilan).
Di dalam undang-undang SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 membedakanantara
pengertian pendidik dan tenaga kependidikan. Tenga kependidikan adalah anggota
masyarakat yang mengabdikan dirinya dan diangkat untuk menujang penyelenggaraan
pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamongbelajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan
sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam
penyelenggaraan pendidikan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwapendidik adalah
orang yang mengajar dan bertanggungawab terhadap perkembangan potensi peserta didik
baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik, dan menjadikan manusia seutuhnya, yaitu
beriman dan bertaqwa kepada Allah. Oleh sebab itu, maka dia harus memiliki sifat dan
sikap yang menjadi figur dan suri tauladan yang baik bagi peserta didiknya.
8
2. Kewajiban Pendidik dalam Pandangan Islam
Di bawah ini beberapa kewajiban yang harus di perhatikan pendidikmenurut pendapat
Al-Ghazali:
a. Pendidik harus menaruh rasa kasih sayang terhadap peserta didik dan memperlakukan
mereka seperti terhadap anak mereka sendiri. RosulullahSAW bersabda : “sesungguhnya
saya bagi kamu adalah ibarat bapak dengan anak.” Oleh karena itu, guru melayani peserta
didik seperti melayani anaknya sendiri.
b. Pendidik tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih,tetapi bermaksud
mencari keridhoan Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
c. Berikanlah nasehat kepada murid pada setiap kesempatan, bahkan gunakanlah
kesempatan untuk menasehati dan membimbingnya.
d. Mencegah peserta didik dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin
dan jangan dengan cara yang terus terang, serta dengan jalan yang halus dan jangan
mencela. Al-Ghazali menganjurkan pencegahan tersebut dengan isyarat atau sindiran.
e. Perhatikan tingkat akal pikiran peserta didik dan berbicara dengan mereka
menurut kadar akalnya.
f. Jangan menampakkan rasa benci pada murid suatu cabang ilmu, tetapi seyogyanya
dibukakan jalan bagi mereka untuk belajar cabang ilmu tersebut.
g. Peserta didik yang masih di bawah umur diberikan pelajaran yang jelas dan pantas
baginya, dan tidak perlu disebutkan pada anak, rahasia-rahasia yang terkandung di
belakang sesuatu itu hingga ia tidak menjadi dingin kemauannya atau gelisah pikirannya.
h. Pendidik harus mengamalkan ilmunya dan tidak bertolak belakang dengan
perbuatannya.
Selain memiliki kewajiban diatas seorang pendidik juga harus memiliki
kompetensi, yang mana seorang pendidik itu harus memiliki lima
kompetensi, yaitu:
1) Kompetensi personal, yaitu kualitas kemampuan pribadi seorang pendidik yang
diperlukan agar dapat menjadi pendidik yang baik.Kemampuan personal ini mencakup
kemampuan pribadi yang berkenaan dengan pemahaman diri, penerimaan diri,
pengarahan diri, dan perwujudan diri. Seperti bersih tubuhnya, lemah lembut, kasih.
sayang, bijaksana, adil, tegas, ikhlas, rendah hati, pemaaf, sabar, berwibawa dan
sederhana.
2) Kompetensi professional, yaitu kemampuan yang diperlukan agar dapat mewujudkan
dirinya sebagai pendidik yang profesional.Kompetensi meliputi aspek kepekaan atau
9
keahlian dalam bidangnya, yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya beserta
metodenya, rasa tanggungjawab akan tugasnya dan rasa kebersamaan dengan sejawat
guru lainnya.
3) Kompetensi sosial, yaitu kemampuan yang diperlukan oleh seseorang agar dapat
berhasil dalam hubungan dengan oaring lain. Dalam kompetensi social ini, termasuk
ketrampilan dalam interaksi social dan melaksanakan tanggungjawab social.
4) Kompetensi intelektual, yaitu penguasaan berbagai ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan tugasnya sebagai pendidik. Diantara tugas tersebut diantaranya:
memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi, memahami ilmu pendidikan
dan keguruan serta mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik, memahai,
menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan di ajarkannya.
5) Kompetensi spiritual, yaitu kualitas keimanan dan ketaqwaan sebagai orang yang taat
dalam hal beragama. Kompetensi spiritual ini berkaitan dengan hubungan dirinya dengan
Allah (iman dan taqwa).
12
orang-orang rabbani ,karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya.” (QS.3:79)
13
tertentu. Dalam hal ini, dia harus menyikapi setiap peserta didiknya sesuaidengan
perbuatan dan bakatnya. Rosulullah saw adalah teladan yang baikuntuk seorang pendidik.
Selain itu ada sifat-sifat mendasar yang membantu seseorang melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik. Sifat kesempurnaan manusia memang hanya dimiliki oleh para rasul
saja, namun manusia bisa juga berupaya dengan segala kemampuan yang ada untuk
meraih akhlak yang baik dan sifat-sifat yang terpuji. Sifat-sifat yang diupayakan bisa
dimiliki oleh setiap pendidik agar meraih keberhasilan, diantaranya adalah :ketabahan dan
kesabaran, lemah lembut (ramah) dan tidak kasar, hati yang penyayang, mengambil yang
paling ringan dari dua hal selama hal itu tidak dosa, lunak dan fleksibel, menjauhi sifat
marah, bersikap seimbang (moderat) dan pertengahan, membatasi diri dalam memberikan
nasehat yang baik.
6. Jenis Pendidik dalam Pandangan Islam
Menurut Prof. Dr. Moh. Athiyah Al-Abrasyi pendidik itu ada tiga macam, yaitu:
a. Pendidik kuttab
Pendidik kuttab yaitu, pendidik yang mengajarkan Al-Qur‟an kepada anak-anak di
kitab. Sebagian diantara mereka hanya berpengetahuan sekedar pandai membaca,
menulis, dan menghafalkan Al-qur‟an semata. Sebagian dari mereka mengajar untuk
kepentingan duniawi atau mencari penghidupan saja, sehingga kurang mendapat
kehormatan dari masyarakat. Namun tidak kurang dari mereka berilmu pengetahuan yang
luas dan
mengajar dengan ikhlas sehingga mendapat kehormatan dan penghargaan yang mulia.
Dianataranya seperti Al Hajaj, Al-Kumait, Al-Khatib Atha „bin Abi Rabah.
b. Pendidik umum
Pendidik umum yaitu, pendidik yang pada umumnya mengajar dilembaga-lembaga
pendidikan dan mengelola atau melaksanakan pendidikan islam secara formal seperti
madrasah-madrasah, pondok pesantren, pendidikan di masjid, surau-surau, ataupun
pendidikan informal seperti keluarga.
c. Pendidikan khusus
Pendidikan khusus atau sering disebut muadib yaitu, pendidik yang memberikan
pelajaran khusus kepada seorang atau lebih dari seorang anak pembesar, pemimpin
Negara atau khalifah seperti pendidikan yang dilaksanakan di rumah-rumah tertentu di
istana. Dalam hal ini biasanya orang tua (ayah) terdidik bersama-sama dengan pendidik
memilih dan
menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik. Pendidik khusus
biasanya memberikan pelajaran 4 jam atau lebih setiap hari dan ia tinggal bertahun-tahun
14
di tempat tersebut. Karena itu peserta didik dapat melanjutkan pelajarannya sampai ke
tingkat yang dikehendaki. Ditinjau dari segi status dan kaitannya dengan gaji yang
mereka terimaada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Guru swasta, yaitu pendidik islam yang statuanya adalah swasta, artinya ia bukan
pegawai negeri yang menerima gaji dari pemerintah, melainkan ia bekerja. Kadang-
kadang ia menerima gaji dari yayasan pendidikan di tempat di mana ia bekerja, tetapi
banyak pula dari mereka yang tidak menerima gaji sepeser pun. Ia bekerja di lembaga
pendidikan islam ini hanya untuk mengharapkan ridho dan pahala dari Allah SWT.
2) Guru negeri, yaitu pendidik islam yang statusnya sebagai pegawai negeri. Ia bekerja
dan menerima gaji dari pemerintah. Kadang-kadang ia bekerja di lembaga pendidikan
negeri tetapi ada pula di antara mereka yang di perbantukan di lembaga-lembaga
pendidikan swasta.
e. Guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat.Tujuan akhir
pendidikan islam adalah terciptanya insan kamil (manusia sempurna), yaitu manusia yang
mampu menyelaraskan dan memenuhi kebutuhan dunia dan akhirat, dan kebutuhan fisik,
psikis, sosial dan spiritual. Orientasi pendidikan islam tidak hanya memenuhi hajat hidup
jangka pendek, seperti pemenuhan kebutuhan duniawi, tetapi juga memenuhi hajat hidup
jangka panjang seperti pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan isla mengandung tiga aspek nilai yang semestinyadirealisasikan dalam
melaksanakan suatu metode dalam pendidikan islam, yaitu:
a. Membentuk peserta didik menjadi hamba Allah yang menghambakan diri
kepada-Nya semata.
b. Bernilai edukatif yang mengacu kepada petunjuk Al-Qur‟an.
c. Berkaitan dengan motivasi dan kedisiplinan sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an
yang disebut dengan pahala dan siksaan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1. . Kata Rabbani adalah menisbahkan sesuatu kepada Rabb, yaitu Tuhan. Jika dikaitkan
dengan orang, kata ini berarti orang yang telah mencapai derajat ma‟rifat kepada Allah
atau orang yang sangat menjiwai ajaran agamanya.
2. Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab memberi bimbingan atau
bantuan kepada peserta didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai
kedewasaannya,
3.Pendidik dalam islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan peserta didik. Dalam islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut
adalah orang tua (ayah dan ibu) peserta didik.
3.2.SARAN
Dengan adanya pembahasan tentang “Ideologi Ilmu Rabbaniyah “ini,diharapkan kepada
teman -teman dapat menjadi karakter yang lebih baik lagi kedepannya.
17
Al-Qur’an dan Tafsirnya: Edisi yang disempurnakan (Jakatra: Departemen Agama RI,
………..2009),
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan
………..(STAIN Ponorogo Press, 2007).
Hadrat Mirza Thahir Ahmad Khalifatul Masih IV, Terj. Dewan Naskah Jemaat
………..Ahmadiyah Indonesia, Al-qur’an dengan Terjemahan dan Tafsir Singkat
………..(Jakarta: Yayasan Wisma Damai, 2007).
Ahmad Mustafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi (Semarang: TOHA PUTRA, 1993), 349.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur
……….(Semarang: PT. PUSTAKA PUTRA, 2000).
Salima A. Fillah, Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim (Yogyakarta: Pro-U Media,
………..2007).
Yusuf al-Qardhawi, Madkhal li Ma’rifah al-Islam Sistem Pengetahuan Islam (Jakarta:
…………RESTU ILAHI, 2004), 209-213.
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan, Studi Ayat-Ayat Berdimensi Pendidikan
……….(Pamulang Tanggerang Selatan Banten: Pustaka Aufa Media, 2012).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT REMAJA
………..ROSDAKARYA, 2001).
Undang-undang SISDIKNAS 2003 UU RI No. 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 point 5 dan 6
Muhammad „Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan (Bandung: CV
………..PUSTAKA SETIA, 2003).
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: PT REMAJA
………..ROSDAKARYA, 2001).
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia,
………..2010).
Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat
……….(Jakarta: Gema Insani Press, 1995).
Muhammad Suwaid Nur Abdul Hafizh, Mendidik Anak Bersama Nabi, Panduan Lengkap
,,,,,,,,,,,,,,,Pendidikan Anak Disertai Teladan Kehidupan Para Salaf, Terj. Salafuddin Abu
,,,,,,,,,,,,,,,Sayyid (Solo: Pustaka Arafah, 2006).
18
Nur Uhbiyati dan Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV PUSTAKA
,,,,,,,,,,SETIA, 1997).
Ibid
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2009).
Muhammad Muntahibun Nafis, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta:Teras, 2011), 16.
Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Islam (Bandung: CV
,,,,,,,,,,PUSTAKA SETIA, 2009).
Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2008).
Ahmad Izzan dan Saehudin, Tafsir Pendidikan.
19