Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PENDAPATAN NASIONAL
DALAM PRESFEKTIF EKONOMI ISLAM

OLEH:
WAWAN SETIAWAN ( 1206305404 )

MATA KULIAH :
TEORI EKONOMI MAKRO ISLAM

DOSEN:
NURUL HUDA, MM, M.Si
RANTI WILIASIH, SP, M.SI

PROGRAM PASCA SARJANA


PROGRAM STUDI KAJIAN TIMUR TENGAH DAN ISLAM
JAKARTA
2013
ABSTRACT

This paper describes the national income, and the calculations, both the
conventional and Islamic economics. In calculating national income can be used
three approaches, those are: (a) the production approach, (b) approach
pengekuaran, and pedekatan income. Based on the Islamic perspective, national
income calculations do not reflect the current welfare of a country, thus
improving people's welfare can not be done simply by raising national income
figures. Thus, in Islam to improve national welfare should include Falah
parameters, that is the balance between physical and spiritual wellbeing.
--------o0o--------

Makalah ini menjelaskan tentang pendapatan nasional dan perhitungannya,


baik secara konvensional maupun secara ekonomi Islam. Dalam melakukan
perhitungan pendapatan nasional dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu: (a)
pendekatan produksi (production approach), (b) pendekatan pengekuaran
(expenditure approach), dan pedekatan pendapatan (income approach).
Berdasarkan perspektif Islam, perhitungan pendapatan nasional yang dilakukan
saat ini tidak bisa mencerminkan kesejahteraan rakyat suatu Negara sehingga
meningkatkan kesejahteraan rakyat tidak dapat dilakukan hanya dengan menaikan
angka pendapatan nasional. Sehingga dalam Islam untuk meningkatkan
kesejahteraan nasional harus mencakup juga parameter falah, yaitu keseimbangan
antara kesejahteraan jasmani dan rohani.

ii
DAFTAR ISI

ABSTRACT ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………...... 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………. 1
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………...... 2
1.4 Metode Penulisan ............................................................ 2

BAB II PENDAPATAN NASIONAL DALAM PRESFEKTIF 3


EKONOMI KONVENSIONAL DAN ISLAM
2.1 Pendapatan Nasional 3
2.1.1 Pendapatan Nasional Dalam Presfektif Konvensional … 4
2.1.2 Pendapatan Nasional Dalam Presfektif Islam ..……… 5
2.2 Perhitungan Pendapatan Nasional ......…………………….. 8
2.2.1 Perekonomian Tertutup Dua Sektor ………...……… 8
2.2.2 Fungsi Investasi …………...............................……. 12
2.2.3 Perekonomian Tertutup Tiga Sektor …………………. 17
2.2.4 Pengertian dan Ruang Lingkup Perekonomian Tertutup
dengan Kebijakan Pemerintah Dalam Prespektif
Islam………..................................................................... 21

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA …..………………………………………………….. iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu Ekonomi Mikro adalah penerapan ilmu ekonomi dalam perilaku
individual sebagai konsumen, produsen maupun sebagai tenaga kerja, serta
implikasi kebijakan pemerintah untuk mempengaruhi perilaku tersebut.
Sedangkan Ilmu Ekonomi Makro adalah bagian ilmu ekonomi yang mempelajari
mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan (agregat). Dalam ilmu
ekonomi konvensional, tidak ada hubungan yang jelas antara tujuan-tujuan makro
ekonomi dan mikro ekonomi. Sedangkan dalam ilmu ekonomi Islam, setiap
keputusan ekonomi seorang manusia tidak terlepas dari nilai-nilai moral dan
agama karena setiap kegiatan senantiasa dihubungkan kepada syari’at yang
memiliki tujuan tercapai-nya falah di setiap segi kehidupan.
Untuk mencapai falah disetiap segi kehidupan umat manusia, dalam
makalah ini saya menjelaskan bahwa Islam keberatan terhadap Konsep
Pendapatan Nasional versi Sosialis maupun Kapitalis, karena hanya sebagian
orang yang merasakan kesejahteraan, sedangkan sebagian masyarakat tetap dalam
kemiskinan. Untuk itu, Pendapatan Nasional dalam Perspektif Islam merupakan
sebuah jawaban untuk mencapai kesejahteraan ataupun falah di setiap segi
kehidupan manuasia baik bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Dengan
demikian ukuran kesejahteraan suatu Negara dan masyarakatnya dapat terlihat
dari besaran Pendapatan Nasional Negara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Pendapatan Nasional Dalam Presfektif Ekonomi Islam menjadi topik
utama dalam tulisan ini dengan beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Pendapatan Nasional Konvensional?
2. Bagaimana Konsep Pendapatan Nasional Islam?
3. Apa perbedaan Konsep Pendapatan Nasional Konvensional dengan Islam?
4. Apa implikasi Konsep Pendapatan Nasional menurut Islam terhadap
perekonomian?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah “Konsep Pendapatan Nasional menurut Islam” ini
ditujukan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah “Teori
Ekonomi Makro Islam”, menambah pemahaman bagi penulis tentang Konsep
Pendapatan Nasional menurut Islam, dan berbagi pemahaman tersebut kepada
sesama umat manusia.

1.4 Metode Penulisan


Penyusun dan penilisan makalah ini menggunakan metode studi literatur
dan kepustakaan. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, juga
dari media-media lain yang diambil melalui internet.

2
BAB II
PENDAPATAN NASIONAL
DALAM PRESFEKTIF EKONOMI KONVENSIONAL DAN ISLAM

2.1 Pendapatan Nasional


Pendapatan Nasional adalah semua jenis barang atau jasa yang dihasilkan
suatu Negara dalam suatu periode tertentu. Jika kita analogikan dalam kehidupan
sehari-hari Negara dapat kita misalkan sebuah perusahaan yang menghasilakan
sebuah produk. Perusahan tersebut boleh mengklaim bahwa produk yang
dihasilkanya sebagai pendapatannya, walaupun produk tersebut belum terjual.
Begitu pula pada Pendapatan Nasional, produk yang telah di produksi dapat
diperhitungkan sebagai Pendapatan Nasional. Kecuali barang bekas, tidak bisa
boleh dihitung sebagai Pendapatan Nasional karena sudah terhitung saat proses
produksi, dan jika dilakukan maka terjadi Perhitungan Ganda (double counting).

Gambar 1: Siklus Aliran Pendapatan Model Konvensional

1) Sektor Rumah Tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan


individuyang dianggap homogen dan identik.
2) Sektor Perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan
yang memproduksi barang dan jasa.
3) Sektor Pemerintah (Government Sector), yang memiliki kewenangan politik
untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan.
4) Sektor Luar Negeri (Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia,
dimanaperekonomian melakukan transaksi ekspor-impor.

3
2.1.1 Pendapatan Nasional Dalam Presfektif Konvensional
Dalam perhitungan Pendapatan Nasional terdapat istilah yang disebut
dengan GDP (Gross Domestic Product) dan GNP (Gross National Product). Hal
yang membedakan diantara keduanya adalah:
 GDP adalah perhitungan pendapatan nasional pada area Domestik, jadi apa
saja yang diproduksi dalam Negara (domestic) maka produk tersebut akan
diakui sebagai Pendapatan Nasional.
 Sedangkan GNP adalah perhitungan pendapatan Nasional pada setiap warga
Negara asli yang menghasilkan produk, jadi apa saja yang dihasilkan warga
Negara meskipun ia berada diluar Negara maka akan diakui sebagai
Pendapatan Negara.
Perhitungan pendapatan nasional dapat dihitung berdasarkan tiga
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Produksi (production approach)
Perhitungan ini dilihat berdasarkan pendekatan nilai tambah dari suatu barang
yang diproduksi, yaitu perhitungan nilain barang siap pakai saja (final goods).
Contohnya pada proses pembutan sepatu tidak akan diperhitungkan harga dari
setiap bahan-bahan yang dibutuhkannya seperti kulit, benang, pewarna ataupun
hiasannya, tetapi yang akan diperhitungakan dalam Pendapatan Nasional
adalah harga dari setiap sepatu yang sudah siap pakai. Hal ini dimaksudkan
agar tidak terjadi perhitungan ganda. Dan di Indonesia sendiri perhitungan
produksi ini biasanya hasil dari penjumlahan produksi dari setiap industri.
2. Pendekatan Pengeluaran (expenditure approach)
Perhitungan berdasarkan pengeluaran ini bisanya berdasarkan seberapa besar
jumlah konsumsi atau penggunaan uang suatu Negara, yang mana
perhitungannya sendiri dapat dilakukan melalui 4 sektor pengeluaran yaitu:
1) Konsumsi Rumah Tangga (C)
2) Investasi (I)
3) Pengeluaran Pemerintah (G)
4) Pengeluaran Eksport dan Import (X-M)
Perhitungan Pendapatan Nasional dengan pendekatan ini biasa dituliskan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

4
Y = C + I + G + X-M  Perekonomian Terbuka
Y=C+I+G  Perekonomian Tertutup
Yang membedakan diantara keduanya terletak pada ada tidaknya Eksport dan
Import dalam suatu Negara.
3. Pendekatan Pendapatan (income approach)
Perhitungan ini sering disebut juga dengan NNP (Net National Product) NNP
ini sama dengan GNP dikurangi dengan penyusutan. Perhitungan penyusutan
ini perlu dilakukan agar perhitungan cadangan produksi dapat terjaga. Dalam
perhitungan ini pula kita mengenal dengan apa yang disebut dengan GDP Riil
dan GDP Nominal. GDP Riil adalah perhitungan yang didasarkan menurut
harga tahun dasar (harga konstan), sedangan GDP Nominal adalah perhitungan
yang berdasarkan dengan harga pasar yang berlaku (current price).
Dari penjelasan perbedaan GDP dengan GNP, maka ada tiga kondisi yang
mungkin terjadi pada suatu Negara, yaitu:
1. Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP > GNP), hal ini berarti penghasilan
orang asing yang bekerja di negara tersebut lebih besar dari penghasilan
penduduk negara tersebut yang bekerja di luar negeri.
2. Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP < GNP), hal ini berarti penghasilan
orang asing yang bekerja di negara tersebut lebih kecil dari penghasilan
penduduk negara tersebut yang bekerja di luar negeri.
3. Nilai GDP lebih besar dari GNP (GDP = GNP), hal ini berarti penghasilan
orang asing yang bekerja di negara tersebut sama besar dari penghasilan
penduduk negara tersebut yang bekerja di luar negeri.

2.1.2 Pendapatan Nasional Dalam Perspektif Ekonomi Islam


Dalam perhitungan Pendapatan Nasional secara konvensional sering sekali
terjadi masalah keraguan, masalahnya ketika kita melihat perhitngan yang
dilakukan dengan cara GDP Riil, maka pendapatan adalah hasil output dibagi
dengan jumlah penduduk. Jika ada beberapa orang dari sekian penduduk yang
memiliki pendapatan rendah apakah adil perhitungannya? Padahal mungkin ada
satu sisi masyarakat yang memang produktif tapi mungkin ada juga sisi lain yang

5
ternyata masyarakatnya kurang produktif. Maka perlu adanya perhitungan yang
memang benar-benar mencerminkan pendapatan nasional yang sesungguhnya.
Beberapa keberatan terhadap penggunaan GDP Riil/ Kapita sebagai
indicator kesejahteraan suatu Negara, antara lain:
1. Umumnya hanya hanya produk yang masuk pasar yang dihitung dalam GNP,
sedangkan produk yang dikonsumsi sendiri tidak tercakup dalam GNP.
2. GNP tidak memperhitungkan nilai waktu istirahat (leisure time), padahal
masalah ini sangat besar pengaruhnya dalam kesejahteraan. Semakin kaya
seseorang maka semakin menginginkan waktu istirahat.
3. Kejadian buruk seperti bencana alam tidak dihitung dalam GNP, padahal
kejadian ini jelas mengurangi kesejahteraan.
4. Masalah polusi juga sering tidak dihitung dalam GNP, padahal bayak sekali
industri produksi seperti pabrik menghasilkan polusi yang berpotensi merusak
lingkungan.
Hal yang membedakan sistem Ekonomi Islam dengan dengan sistem
ekonomi lainnya adalah penggunaan parameter falah (real wefare), yaitu
kesejahteraan yang hakiki (sebenar-benarnya) yang memasukkan komponen-
komponen rohaniah di dalamnya selain jasmaniah. Pada sistem Ekonomi
Konvensional kesejahteraan diwujudkan dengan meningkatkan GNP yang tinggi,
yang bila dibagi dengan jumlah penduduk akan menghasilkan per capita income
yang tinggi. Jika hanya itu ukurannya, maka kapitalis modern akan mendapatkan
angka maksimal. Dalam Islam pendapatan per kapita yang tinggi bukanlah satu-
satunya komponen pokok yang menyusun kesejahteraan, materi hanyalah
necessary condition bukan sebagai sufficient condition.

Gambar 2: Siklus Aliran Pendapatan Model Islam

6
Setidaknya ada empat hal yang bisa diukur dengan pendekatan pendapatan
nasional berdasarkan ekonomi Islam, sehingga tingkat kesejahteraan bisa dilihat
secara lebih jernih dan tidak bias. Empat hal tersebut adalah (Nasution, dkk. 2006)
adalah:
1. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur penyebaran pendapatan individu
rumah tangga.
Saat ini GNP tidak dapat mendeteksi pendapatan individu secara akurat,
produksi yang tidak masuk pasar (langsung dikonsumsi) tidak tercatat, dan
bobot kebutuhan pokon (missal beras) tidak dibedakan dengan produksi
barang mewah (missal emas) karena hanya dilihat dari harganya.
2. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur produksi di sektor pedesaan.
Saat ini tidak dapat mengetahui tingkat produksi komoditas subsisten yang
terdiri dari harga yang diharapkan diterima oleh petani (produsen) dan harga
yang dibayar oleh konsumen dipasar eceran. Pada umumnya peningkatan
produksi pertanian di rakyat pedesaan mencerminkan penurunan harga
produk-produk pangan ditingkat konsumen yang sekaligus meningkakan
pendapatan para pedagang perantara.
3. Pendapatan Nasional harus dapat mengukur kesejahteraan ekonomi yang
Islami.
Sungguh menarik untuk mengkaji apa yang dilakukan Nordhaus dan Tobin
dengan Measures for Economics Welfare (MEW), dalam konteks ekonomi
barat. Kalau GNP mengukur hasil, maka MEW merupakan ukuran dari
konsumsi rumah tangga yang memberi kontribusi kepada kesejahtraan
manusia. Perkiraan MEW didasarkan kepada asumsi bahwa kesejahtraan
rumah tangga yang merupakan ujung akhir dari seluruh kegiatan ekonomi
sesungguhnya sangat bergantung pada tingkat konsumsinya.
4. Perhitungan Pendapatan Nasional sebagai ukuran dari kesejahteraan sosial
Islami melalui pendugaan nilai santunan antar saudara dan sedekah.
Meski tidak gampang memperoleh data santunan antar saudara atau sedekah,
upaya mengukur nilai dari pergerakan semacam ini dapat menjadi informasi
yang sangat bermanfaat untuk mendalami bekerjanya sistem keamanan sosial
yang mengakar di masyarakat Islam.

7
2.2 Perhitungan Pendapatan Nasional
Dalam membahas perhitungan Penapatan Nasional dengan Pendekatan
Pengeluaran, perekonomian suatu Negara dapat digolongkan menjadi
Perekonomian Tertutup (closed economic) dan Perekonomian Terbuka (opened
economic). Perekonomian tertutup sendiri dibagi menjadi dua, yaitu
perekonomian dua sektor (sederhana) dan perekonomian tiga sektor.

2.2.1 Perekonomian Tertutup Dua Sektor


Perekonomian dua sektor, yaitu perekonomian yang terdiri dari
pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen biasa disebut
consumption (C) dan pengeluaran yang dilakukan rumah tangga produsen (firma)
biasa disebut dengan investment (I).
Keseimbangan perekonomian sederhana atau dua sektor tersebut dapat
dituliskan dengan notasi Y C + I. Persamaan tersebut mencerminkan kondisi
antara output yang diproduksi (Y) sama dengan output yang dijual (C+I).
Sedangkan jika sebagian pendapatan digunakan sebagai konsumsi dan sebagian
lainnya ditabungkan maka dituliskan dengan notasi atau identitas Y C + S.
Jika kedua identitas tersebut digabungkan menjadi C + I C + S, yang
mencerminkan komponen penerimaan (C+S) sama dengan komponen
pengeluaran (C+I). Dengan mengurangkan konsumsi dari setiap sisi pada
persamaan kita dapat melihat hubungan antara tabungan dengan investasi,
demikian I Y – C S. Dengan kata lain, dalam perekonomian sederhana,
tabungan identik dengan pendapatan dikurangi konsumsi.

Fungsi Konsumsi Dan Tabungan Dengan Pendekatan Konvensional


Menurut Keynes:
1. Konsumsi merupakan fungsi pendapatan (C=f(Y)) yang dalam bentuk
persamaan dapat dituliskan sebagai berikut:
C = a + bY
C : besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga,
a : besar konsumsi yang tidak tergantung jumlah pendapatan atau konsumsi
jika tidak ada pendapatan (autonomos),
b : marginal propensity to consume (MPC = ΔC/ΔY) atau hasrat marginal
dari masyarakat untuk melakukan konsumsi,

8
Y : pendapatan disposable (pendapatan yang siap digunakan untuk
mengkonsumsi) a > 0 dan 0 < b < 1.
Jika MPC > 0 maka consumsi akan meningkat seiring meningkatnya
pendapatan, sedangkan jika 0 < MPC maka peningkatan konsumsi akan lebih
kecil dari peningkatan pendapatan.
2. Average Propensity to Consume (APC) merupakan perbandingan antara
tingkat konsumsi dengan tingkat pendapatan disposable (APC=C/Y) akan
mengalami penurunan sebagai akibat kenaikan pendapaan.
3. Pendapatan merupakan penentu/ determinan konsumsi yang terpenting
sedangkan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Pengaruh tingkat
bunga terhadap konsumsi hanya sebatas teori.

Kurva Fungsi Konsumsi Keynes:

Gambar 3: Fungsi Konsumsi Keynes


Jika dikaitkan dengan keseimbangan perekonomian dengan hanya
memperhatikan sektor konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen
(household), maka diperoleh persamaan Y = C, dan diperoleh Y = a + bY. Jika

diselesaikan persamaan tersebut maka diperoleh persamaa , dimana

merupakan multiplier dalam perekonomian yang hanya memasukkan unsur

konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen.


Selanjutnya timbul beberapa model konsumsi yang mengomentari fungsi
konsumsi yang dikemukakan oleh Keynes, antara lain:
1. Hipotesis Life Cycle yang dikemukakan oleh Franco Modigliani, bahwa (a)
tingkat pendapatan bervariasi secara sistematis; (b) tabungan dapat

9
menggerakkan pendapatan dari masa hidupnya. Fungsi konsumsi tersebut
Franco Modigliani tersebut adalah C = (W + RY)/T  C = (1/T)W + (R/T)Y,
jika (1/T)=α dan (R/T)=β, maka persamaannya dapat ditulis menjadi:
C = αW + βY
Dimana, W: Kekayaan, R: masa kerja, T: umur, dan Y: pendapatan
α adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal dari kekayaan,
β adalah kecenderungan mengkonsumsi marginal dari pendapatan.
2. Hipotesa Permanent Income yang dikemukakan oleh Milton Friedman, bahwa
pendapatan (Y) adalah penjumlahan dari pendapatan permanen (YP) dan
pendapatan transitor (YT). Sedangkan konsumsi tergantung kepada pendapatan
permanen C = αYP, dimana α adalah bagian dari pendapatan permanen yang
dikonsumsi.

Setelah kita mengetahui fungsi konsumsi, maka kita juga dapat


mengetahui fungsi tabungan dengan mengacu kepada persamaan Y C + S yang
jika diteruskan menjadi:
S = Y - C  S = Y - (a + bY)
S = - a + (1-b)Y
Dimana (1-b) disebut dengan Marginal Propensity to Save (MPS) yang dapat
diartikan sebagai perbandingan antara pertambahan tabungan (ΔS) dengan
perubahan pendapatan disposable (ΔY), sehingga MPS= ΔS/ΔY. Jika MPS=1-b
dan MPC=b, maka MPS=1-MPC.

Fungsi Konsumsi Dan Tabungan Dengan Pendekatan Ekonomi Islam


A. Menurut Fahim Khan (1995):
1. Pendapatan masyarakat konsumen dibagi menjadi: (a) pendapatan yang
berada di atas nisab (batas terkena zakat) yang dinotasikan dengan Y U
(upper classes/ golongan kaya) dan (b) pendapatan yang berada di bawah
nisab, yang dinotasikan dengan YL (lower classes/ golongan miskin).
2. Pengeluaran masyarakat konsumen dibagi menjadi: (a) konsumsi yang
dipergunakan untuk diri sendiri (for self) yang dinotasikan dengan E1 dan
(b) konsumsi yang dipergunakan untuk jalan menuju ke-ridha-an Allah
(cause of Allah) yang dinotasikan dengan E2.

10
Fungsi yang ditawarkan Fahim Khan adalah C* = A0 + AUYU, yaitu untuk
muzakki/ upper classes dan digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4: Fungsi Konsumsi Fahim Khan

Jika dibandingkan antara Keynes dengan Khan, maka pada khan besaran nilai
intersep (autonomous consumption) akan mengalami peningkatan sebesar E2
karena adaya pengeluaran yang ditujukan untuk cause of Allah yang besarnya
tidak tergantung pada jumlah pendapatan. Jika pada model Keynes nilainya
α0, sedangkan pada model Khan nilainya (A0 = a0 + E2). Sehingga diperoleh
persamaan sebagai berikut:
C* = (a0 + E2) + a1 (YU-E2)
Persamaan di atas adalah persamaan untuk para muzakki yaitu masyarakat
yang berpenghasilan di atas nisab.

B. Menurut Metwally
1. Hipotesis Absolute Income
Konsumsi dalam periode waktu tertentu tergantung pada pendapatan siap
konsumsi (disposable income) pada periode tersebut. Naiknya pendapatan
akan meningkatkan konsumsi dengan nilai lebih kecil dari pendapatan.
Sehingga APC dan MPC cenderung menurun seiring dengan
meningkatnya pendapatan.
Metwally memasukkan unsur zakat dalam fungsi konsumsi, dan untuk
menyederhanakan masalah maka fungsi zakat adalah Z = αY, dimana α
diantara 0 dan 1. Selain itu, dimisalkan βY merupakan pendapatan

11
muzakki dan (1-β)Y pendapatan mustahiq, dimana β antara 0 dan 1.
Dimisalkan c sebagai hasrat konsumsi marginal mustahiq, dimana c lebih
dari b dan keduanya diantara 0 dan 1, maka fungsi konsumsi dalam
ekonomi Islam menjadi C = a + b(βY- αY) + c[(1-β)Y+ αY], dimana:
 a + b(βY- αY) : konsumsi muzakki
 c[(1-β)Y+ αY] : konsumsi mustahiq
APC = C/Y = a/Y + bβ - bα + c(1-β) + cα
MPC = bβ - bα + c(1-β) + cα
Bandingkan dengan APC dan MPC pendekatan konvensional:
APC = a/Y + b dan MPC = b
2. Hipotesis Relative Income
Konsumsi sekarang saja ditentukan pendapatan siap konsumsi sekarang
(YS) dan pendapatan sebelumnya (YP), sehingga APC dan MPC konstan.
Jika YS < YP, maka MPC < APC. Dengan menggunakan hipotesa ini,
maka fungsi konsumsdi menjadi C = (c+b) YP + b YS.

Berdasarkan hipotesa Absolute Income (Metwelly) di atas, didapatkan


persamaan untuk saving dalam ekonomi Islam sebagai berikut:
 C = a + b(βY- αY) + c[(1-β)Y+ αY] ......... pesamaan konsumsi
Y=C+SS=Y-C ......... persamaan saving
 S = Y - (a + b(βY- αY) + c[(1-β)Y+ αY] )
S = Y - a - bβY + bαY - cY + cβY - cαY, atau
S = -a + Y(1 - bβ + bα - c + cβ - cα)
Dengan mengacu pada persamaan saving di atas, maka dapat diperoleh
persamaan berikut:
 APS = S/Y = [-a + Y(1 - bβ + bα - c + cβ - cα)]/Y
APS = S/Y = - a/Y + 1 - bβ + bα - c + cβ - cα
 MPS = ΔS/ΔY = 1 - bβ + bα - c + cβ – cα, MPS konvensional adalah (1-b)

2.2.2 Fungsi Investasi


Investasi adalah pengeluaran (menambah barang modal dan perlengkapan
produksi) perusahaan untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa
yang tersedia dalam perekonomian.

12
Penggolongan incestasi secara umum terbagi dua, yaitu Investasi sebagai
penanaman modal dan investasi sebagai komitmen atas sejumlah dana.
Inventasi berdasarkan sasarannya terdiri dari investasi pada finansial asset
dan investasi pada real asset. Pada finansial asset dikenal dengan pasar keuangan
yang terdiri dari Money (kurang dari 1 tahun, bentuknya sertifikat deposito, surat
berharga, dan komersiap paper) market dan Capital (lebih dari 1 tahun, dalam
bentuk obligator, saham, warrant) market. Indikator dari Money market adalah
interest, sedangkan capital market indikatornya price.
Bentuk investasi di Amerika terdiri dari:
1. Investasi Tetap Bisnis (business fixed investment), yaitu pengeluaran investasi
untuk pembelian berbagai jenis barang modal, missal mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industry dan
perusahaan.
2. Investasi Residensial (residensial investment), yaitu pengeluaran untuk
mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, pabrik, dan lainnya.
3. Investasi Persediaan (inventory investment), yaitu berupa pertambahan nilai
stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah, dan bahan yang masih
dalam proses produksi pasa akhir tahun pendapatan nasional.

A. Investasi Menurut Prespektif Konvensional


Dalam ekonomi konvensional, investasi dipengaruhi oleh pergerakan
tingkat suku bunga (i) menurut pandangan klasik. Dalam membuat fungsi
persamaan untuk investasi dapat dilakukan dengan dua pendekatan sederhana,
yaitu (1) mengasumsikan investasi bersifat autonomous (tidak dipengaruhi
variable lain) I = I0 dan (2) mengasumsikan investasi dipengaruhi oleh variable
lain (suku bunga/ interest [i]) I = iI1. Karena sifat investasi berbanding terbalik
dengan suku bunga, yaitu jika tingkat suku bunga naik maka tingkat investasi
menurun dan begitu sebaliknya (vice versa). Dengan demikian fungsi persamaan
investasi secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
I = I0 - iI1
Menurut pandangan klasik investasi dipengaruhi oleh fungasi suku bunga I = f(i),
begitu juga tabungan S = f(i). sedangkan menurut Keynes tabungan dipengaruhi
oleh fungsi pendapatan S = f(Y).

13
Gambar 5: Hubungan Investasi Dengan Siku Bunga

Dari kurva di atas terlihat bahwa perubahan (peningkatan) suku bunga dari i1
menjadi i2, maka berakibat pada naiknya tingkat investasi dari C+I1 ke C+I2
sebesar ΔI (kurva bawah ke kurva atas), yang pada akhirnya berpengaruh kepada
pendapatan Y, yaitu dari Y1 menjadi Y2.
Pertanyaan selanjutnya, adakah pengaruh masuknya variable investasi
terhadap multiplier? Karena diasumsikan investasi bersifat autonomous, maka
besaran multiplier tidak mengalami perubahan. Dengan demikian dapat dijelaskan
dama persamaan sebagai berikut:
Y=C+I  Y = (a + bY) + (I0 - iI1)  Y - bY = a + (I0 - iI1)
 Y(1 - b) = a + (I0 - iI1)

Y= (a + I0 - iI1)  (1 - b) = MPS

14
Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat dinyatakan bahwa multiplier
perekonomian masih sebesar = baik untuk satu sektor maupun dua

sektor.

B. Investasi Menurut Prespektif Islam


Konsep investasi dalam prespektif Islam sebagaimana dijelaskan dalam al-
Qur`an surat al-Hasyr (59):18 demikian:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akan datang),...”

dan dalam surat Luqman (31):34 dijelaskan demikian:

“... Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok....”
Investasi dalam prespektif Islam harus memperhatikan rambu-rambu pokok, yaitu
harus terhindar dari riba (salah satunya interest), gharar, maisir (judi), haram,
syubhat, dsb.
Menurut Metwally (1995), investasi di Negara-negara penganut ekonomi
Islam dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu:
1) Dikenakan sanksi bagi pemegang asset yang tidak atau kurang produktif
(hoarding idle asset),
2) Dilarang melakukan berbagai spekulasi dan segala macam judi, dan
3) Tingkat bunga untuk berbagai pinjaman adalah nol.
Sehingga seorang muslim boleh memilih tiga alternatif atas dananya, yaitu:
a. Memegang kekayaannya dalam bentuk uang kas (idle cash),
b. Memegang tabungannya dalam bentuk asset tanpa produksi seperti
deposito, real estate, permata; atau
c. Menginvestasikan tabungannya (memiliki proyek-proyek yang menambah
persediaan capital nasional).

15
Selanjutnya Metwally memformulasikan fungsi investasi dalam ekonomi Islam
sebagai berikut:
I = f(r,Za,Znµ) dan r = f(SI/SF), dimana:
I : permintaan akan investasi
r : tingkat keuntungan yang diharapkan
SI : bagian/ pangsa keuntungan/ kerugian investor
SF : bagian/ pangsa keuntungan/ kerugian peminjam dana
Za : tingkat zakat atau asset yang tidak atau kurang produktif
Zn : tingkat zakat atas keuntungan investasi
µ : pengeluaran lain-lain zakat atas asset yang tidak atau kurang produktif

Karena nilai Za dan Zn (tingkat zakat) besaranya tetap, maka persamaan investasi
dalam ekonomi Islam di atas dapat disederhanakan menjadi:
I = f(r,µ)
Dengan kata lain dapat disimpulakan bahwa faktor yang mempengaruhi besaran
investasi adalah (1) tingkat keuntungan yang diharapkan dan (2) pengeluaran
zakat lainnya atas asset yang tidak atau kurang produktif.

Gambar 6: Kurva Investasi Fahim Khan (investasi dengan expected profit)

Fahim Khan (2004) menyatakan bahwa permintaan investasi (investment demand)


ditentukan oleh tingkat keuntungan yang diharapkan (expected profit). Sedangkan
keuntungan yang diharapkan tergantung pada:
o Total profit yang diharapkan dari kegiatan firm (entrepreneurial).
o Share in profit yang diklaim oleh pemilik dana.

16
2.2.3 Perekonomian Tertutup Tiga Sektor
Pada perekonomian tertutup tiga sektor disebut juga perekonomian dengan
kebijakan pemerintah, dimana pelaku dalam perekonomian tersebut ada tiga
pelaku uyama, yaitu: rumah tangga (house hold), perusahaan (firm), dan
pemerintah (goverment). Adanya untur pemerintah menimbulkan dua konsekuansi
pada perhitungan pendapatan nasional, yaitu dari sudut pengeluaran
memunculkan pengeluaran pemerintah (government expenditur) dan dari sudut
penerimaan memunculkan komponen pajak (tax).
Persamaan keseimbangan pendapatan nasional pada perekonomian
tertutup tiga sektor dari sudut pengeluaran menjadi:
Y=C+I+G  G: pengeluaran yang dilakukan pemerintah
Persamaan keseimbangan pendapatan nasional pada perekonomian tertutup tiga
sektor dari sudut pendapatan menjadi:
Y=C+S+T  T: penerimaan pajak pemerinta
Jika kita persamakan maka akan menjadi C + I + G = S + T + C

Dampak Pajak Terhadap Konsumsi Dan Tabungan


Pada perekonomian tertutup dua sektor, pendapatan nasional (Y) sama
dengan pendapatan disposable (Yd). Dengan adanya unsur pajak, maka
pendapatan disposable menjadi lebih kecil dari pendapatan nasional Y. Hubungan
keduanya dapat dijelaskan dengan Yd = Y - T.
Dengan berkurangnya pendapatan disposable tentunya akan mengurangi
tingkat konsumsi dan tabungan. Untuk melihat sejauh mana pajak dapat
mengurangi konsumsi maka dapat dilakukan dengan dua pendekatan pajak yang
dikenakan, yaitu:
1) Pengaruh Pajak Tetap (lumpsum), yaitu pajak yang jumlahnya sama pada
berbagai tingkat pendapatan (tidak dipengaruhi oleh besaran pendapatan)
terhadap pengeluaran konsumsi dan tabungan.
2) Pengaruh pajak proporsional, yaitu besaran pajak yang ditentukan dengan
persentase tertentu dari besaran pendapatannterhadap konsumsi dan tabungan.
Paendekatan pajak ini terbagi tiga, yaitu:
a. Pajak Progresif (pendapatan naik, pajak naik)
b. Pajak Regresif (pendapatan naik, pajak turun)

17
c. Pajak Proporsional (persentase pajak sama pada setiap pendapatan)

A. Dampak Pajak Tetap Terhadap Konsumsi dan Tabungan


Guna melihat dampak pajak tetap terhadap konsumsi dapat diberikan satu
ilustrasi perhitungan sederhana sebagai berikut:
C = C0 +C1Yd  C = 100 + 0,80Yd
 T = 10
Besar konsumsi sebelum ada pajak Y = C, yaitu:
Y = 100 + 0,80Y  Y - 0,80Y = 100  0,20Y = 100  ( ⁄ )Y = 100
 Y = 500, karena Y = C maka C = 500.
Besar konsumsi sesudah ada pajak Yd = Y - T, yaitu:
Yd = 500 - 10  Yd = 490.
C = 100 + 0,80Yd  C = 100 + 0,80*490 = 100 + 392
 C = 492.
Bagaimana dengan tabungan? Logika sederhananya, untuk tabungan juga
pasti akan mengalami penurunan. Berdasarkan persamaan MPS = 1-MPC dan
nilai MPC=0,80, maka kita dapatkan MPS = 1-0,80 = 0,20. Setelah ada pajak
tetap, maka pengurangan terhadap pendapatan disposable (Y) adalah sebesar
pajak tetap tersebut (Yd = Y - T), sehingga ΔYd = -T.
MPS = ΔS/ΔYd  ΔS = 0,20ΔYd  ΔS = -0,20T = -0,20*10
 ΔS = -2
MPC = ΔC/ΔYd  ΔC = 0,80ΔYd  ΔC = -0,80T = -0,80*10
 ΔC = -8
Selain itu, dampak pajak tetap terhadap konsumsi dan tabungan dapat
dijelaskan melalui analisa kurva berikut:

Gambar 7: Dampak Pajak Tetap Terhadap Konsumsi Dan Tabungan

18
B. Dampak Pajak Proposional Terhadap Konsumsi Dan Tabungan.
Guna melihat dampak pajak proposional terhadap konsumsi dapat diberikan
satu ilustrasi perhitungan sederhana sebagai berikut:
C = C0 +C1Yd  C = 100 + 0,80Yd
 T = 0,05Y t = 5% = 0,05
Besar konsumsi sebelum ada pajak Y = C, yaitu:
Y = 100 + 0,80Y  Y - 0,80Y = 100  0,20Y = 100  ( ⁄ )Y = 100
 Y = 500, karena Y = C maka C = 500.
Besar konsumsi sesudah ada pajak proposional 5% (Yd = Y - T), yaitu:
C = 100 + 0,80(Y-0,05Y)  C = 100 + 0,80*0,95Y = 100 + 0,76Y
 C = 100 + 0,76*500 = 480.
Jika pada pajak tetap ΔYd = -T, maka pada pajak proposinal besarnya T = tY.
Karena persamaan konsumsi C = a + bY, maka setelah ada pajak proposional
menjadi C = a + b(Y-tY) dengan (a) sebagai intersep. Dan untuk persamaan
tabungan dari S = -a + (1-b)Y menjadi S = -a (1-b)(y-tY). Selain itu, dampak
pajak proposional terhadap konsumsi dan tabungan dapat dijelaskan melalui
analisa kurva seperti berikut:

Gambar 8: Dampak Pajak Proposional Terhadap Konsumsi Dan Tabungan

Jadi, jelas secara kurva yang membedakan dampak pajak tetap dengan
proposional terhadap kurva persamaan konsumsi adalah:
o Intersep pada pajak tetap mengalami perubahan dari a menjadi a-bT,
sedangkan untuk pajak proposional intersep tetap sebesar a.
o Slope, baik yang pajak tetap maupun pajak proposional mengalami perubahan
sebesar MPC x T.

19
Dan Jadi, jelas pula secara kurva yang membedakan dampak pajak tetap
dengan proposional terhadap kurva persamaan tabungan adalah:
o Intersep pada pajak tetap mengalami perubahan dari a menjadi -a - (1-b)T,
sedangkan untuk pajak proposional intersep tetap sebesar a.
o Slope, baik pada pajak tetap maupun proposional mengalami perubahan
sebesar MPS x T.

Dampak Pengeluaran Pemerintah Dan Pajak Terhadap Keseimbangan


Perekonomian Serta Multiplier
Ketika pembahasan perekonomian tertutup tanpa kebijakan pemerintah,
besarnya multiplier perekonomian 1/(1-b). Bagaimana setelah masuknya
pemerintah dalam sistem ekonomi? Sepertihalnya telah diurai sebelumnya bahwa
dengan masuknya unsur pemerintah menimbulkan dampak pada dua sisi, yaitu
government expenditure dari sisi pengeluaran dan pajak (tax) dari sisi penerimaan.

A. Multiplier Perekonomian Dengan Sistem Pajak Tetap


Jika dikenakan pajak tetap, maka besaran multiplier dapat diterangkan dengan
menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:
o Fungsi konsumsi adalah C = a + bYd
o Besar pajak tetap adalah T = Tx
o Fungsi Investasi adalah autonomous (I=I0)
o Fungsi pengeluaran pemerintah adalah autonomus (G=G0)
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka kita dapat menghitung multiplier
perekonomian sebagai berikut:
Y=C+I+G  Y = a + bYd + I + G
 Y = a + b(Y-Tx) + I + G
 Y = a + bY + bTx + I + G  Y - bY = a + bTx + I + G
Y= (a + bTx + I + G)

Sistem pajak tetap tidak berpengaruh terhadap multiplier perekonomian,


multiplier perekonomian bernilai tetap sebesar 1/(1-b).

B. Multiplier Perekonomian Dengan Sistem Pajak Proposional


Jika dikenakan pajak proposional, maka besaran multiplier dapat diterangkan
dengan menggunakan asumsi-asumsi sebagai berikut:

20
o Fungsi konsumsi adalah C = a + bYd
o Besar pajak tetap adalah T = tY
o Fungsi Investasi adalah autonomous (I=I0)
o Fungsi pengeluaran pemerintah adalah autonomus (G=G0)
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka kita dapat menghitung multiplier
perekonomian sebagai berikut:
Y=C+I+G  Y = a + bYd + I + G
 Y = a + b(Y-tY) + I + G
 Y = a + bY- btY + I + G  Y - bY + btY = a + I + G
Y= (a + I + G)

Sistem pajak proposional berpengaruh terhadap multiplier perekonomian,

nilai multiplier perekonomian menjadi yang sebelumnya 1/(1-b).

2.2.4 Pengertian dan Ruang Lingkup Perekonomian Tertutup dengan


Kebijakan Pemerintah Dalam Prespektif Islam
Dalam Islam, kebijakan fiskal adalah salahsatu perangkat untuk mencapai
tujuan syari’ah yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghazali termasuk meningkaykan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas,
kekayaan, dan kepemilikan.
Pada masa pemerinahan Islam, kebijakan fiskal diselenggarakan pada
lembaga Baitul Maal (national tresury). Dari berbagai macam instrument, pajak
diterapkan atas individu (jizyah dan pajak khusus muslimin), tanah kharaj, dan
ushr (cukai) atas barang import dari Negara yang mengenakan cukaiterhadap
pedagang kaum muslimin, sehingga tidak memberikan beban yang berat terhadap
masyarakat.
Dalam konsep Islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan
suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan
menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama (M. A.
Manan, 1993). Konsep zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha untuk
mempertemukan pihak surplus Muslim dengan pihak defisit Muslim. Hal ini
dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit
muslim atau mungkin merubah mustahiq menjadi muzzaki.

21
Zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yang semata-mata untuk tujuan
duniawi, seperti distribusi pendapatan, stabilisasi ekonomi dan lainnya, tapi juga
mempunyai implikasi untuk kehidupan di akhirat kelak. Hal inilah yang
memberdakan kebijakan fiskal dalam Islam dengan kebijakan fiskal sistem
ekonomi pasar. Seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam QS. At-Taubah (9):103
demikian:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan (dari kekikiran dan cinta berlebih-lebihan kepada harta benda) dan
mensucikan (hati dan harta benda) mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Terkait dampak zakat terhadap aggregate output khususnya dengan
pendekatan expenditure analysis dapat dijelaskan pandangan dari Yusoff sebagai
berikut:
Y = C1 + CZ + I + G  C = C 1 + CZ
 C : pengeluaran konsumsi rumah tangga
 C1 : konsumsi individu muzzaki
 CZ : konsumsi indicidu mustahiq
Jika ditinjau dengan pendekatan pendapatan, maka dipeoleh persamaan
sebagai berikut: Y = C1 + S + Z + T, dimana: Z=Zakat, S=Saving, dan T=Pajak.
Masuknya komponen zakat dapat diuraikan dampak awalnya melalui
persamaan konsumsi muzzaki dan mustahiq, berikut:
C1 = C01 + b1(Y-Z-T), 0 < b1 < 1  b1 : MPC Muzzaki
 C01 : autonomous consumption
 Y-Z-T : disposable income (Yd)
CZ = C0Z + bZZE, 0 < bZ < 1  bZ : MPC Mustahiq
 C0Z : autonomous consumption
 ZE : zakat dibagi oleh pemerintah

22
Jika diasumsikan bahwa zakat yang didistribusikan oleh pemerintah (ZE) adalah
konsumsi zakat yang diterima ditambah penyimpanan zakat yang diterima, maka
didapat persamaan ZE = CZ + SZ dan MPSZ = 1 - MPCZ.
Dari uraian di atas maka persamaan konsumsi aggregate dalam prespektif
Islam sebagai berikut:
C = C 1 + CZ  C = [C01 + b1(Y-Z-T)] + [C0Z + bZZE]
Jika bZ=1 (MPCz=1), artinya zakat yang diterima
dikonsumsi habis, maka didapat persamaan:
C = C01 + b1(Y-Z-T) + C0Z + ZE

23
BAB III
KESIMPULAN

Dari uraian tentang “Pendapatan Nasional Dalam Prespektif Ekonomi


Konvensional Dan Islam” dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan prespektif ekonomi konvensional, kesejahteraan dapat diukur
melalui Pendapatan Nasional, sedangkan dalam presfektif Islam bahwa ukuran
Pendapatan Nasional tidak dapat digunakan sebagai ukuran kesejahteraan
masyarakat suatu negara.
2. Total konsumsi antara seorang Muslim Muzzaki akan lebih besar dari
konsumsi seorang non-muslim karena dalam konsumsi seorang musli terdapat
konsumsi untuk jalan Allah yaitu berupa zakat dan atau infaq.
3. Sistem pajak tetap (lumpsum) tidak berpengaruh terhadap multiplier
perekonomian 1/(1-b), sedangkan sistem pajak proposional berpengaruh

terhadap multiplier ekonomi dengan nilai sebesar .

24
DAFTAR PUSTAKA

Huda Nurul, et al. 2009. Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoretis. Dhana
Prenada Media Grup: Kencana. Jakarta.
Huda Nurul. 2013. Ekonomi Makro Islam: Presentasi Perkuliahan.

iv

Anda mungkin juga menyukai