Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hewan coba / hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian
pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Peranan hewan percobaan dalam kegiatan
penelitian ilmiah telah berjalan sejak puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan
pembangunan nasional bahkan internasional, dalam rangka keselamatan umat manusia di dunia
adalah adanya Deklarasi Helsinki. Deklarasi ini berisi tentang segi etik percobaan yang meng-
gunakan manusia antara lain dikatakan perlunya diakukan percobaan pada hewan, sebelum
percobaan di bidang biomedis maupun riset lainnya dilakukan atau diperlakukan terhadap
manusia, sehingga dengan demikian jelas hewan per-cobaan mempunyai mission di dalam
keikutsertaannya menunjang program keselamatan umat manusia melalui suatu penelitian
biomedis.

Penggunaan hewan percobaan dalam penelitian ilmiah dibidang kedokteran/biomedis telah


berjalan puluhan tahun yang lalu. Sebagai pola kebijaksanaan pembangunan keselamatan manusia
di dunia adalah adanya Deklarasi Helsinki,yang dihasilkan oleh Sidang Kesehatan Dunia ke 16 di
Helsinki, Finlandia, pada tahun 1964

Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan


tertentu, antara lain persyaratan genetis/ keturunan dan lingkungan yang memadai dalam
pengelolaannya, di samping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu
memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia

Jenis-jenis Hewan percobaan:

No Jenis hewan percobaan Spesies


1. Mencit (Laboratory mince) Mus musculus
2. Tikus (Laboratory Rat) Rattus norvegicus
3. Golden (Syrian) Haruster Mescoricetus auratus
4. Chinese Haruster Cricetulus griseus
5. Marmut Cavia porcellus (Cavia cobaya)
6. Kelinci Oryctolagus cuniculus
7. Mongolian gerbil Meriones unguiculatus
8. Forret Mustela putorius furo
9. Tikus kapas (cotton rat) Sigmodon hispidus
10. Anjing Canis familiaris
11. Kucing Fells catus
12. Kera ekor panjang (Cynomolgus) Macaca fascicularis (Macaca irus)
13. Barak Macaca nemestrina
14. Lutung/monyet daun Presbytis ctistata
15. Kera rhesus Macaca mulata
16. Chimpanzee Pan troglodytes
17. Kera Sulawesi Macaca nigra
18. Babi Sus scrofa domestica
19. Ayam Gallus domesticus
20. Burung dara Columba livia domestica
21. Katak Rana sp.
22. Salamander Hynobius sp.
23 Lain-lain
Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan:

Hewan IV IP SC IM Oral
Jarum Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
27,5 g 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
Mencit 1/2inci ¼ inci ¼ inci ¾ inci 2 inci
Jarum Jarum Jarum Ujung tumpul
Jarum 25 g 25 g 25 g 15 g/16 g
Tikus 25 g 1 inci 1 inci 1 inci 2 inci
Jarum Jarum Jarum Jarum
25 g 21 g 25 g 25 g Kateter karet no.
Kelinci 1 inci 1¼ inci 1 inci 1 inci 9
Jarum Jarum Jarum
25 g 25 g 25 g
Marmut - 1 inci 1 inci ¾ inci -
Jarum Jarum Jarum
21 g 25 g 25 g
Kucing - 1½ inci 1 inci 1 inci -

Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Hewan Percobaan

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan
berprikemanusiaan. Di dalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan
percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain :

1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri : umur, jenis kelamin,bobot badan, keadaan
kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
2. Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi
dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan
sebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
3. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan
terhadap senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan
percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil.

Di samping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu
mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi
kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau
bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum
senyawa bioaktif dapat mencapai tempat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses
absorpsi terlebih dahulu.

A. Penanganan Umum Beberapa Hewan Coba

Berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan
hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penanganan / perlakuan yang
khusus.
1. Mencit (Mus musculus).

Mencit adalah hewan percobaan yang sering dan banyak digunakan di dalam
laboratorium farmakologi dalam berbagai bentuk percobaan. Hewan ini mudah
ditangani dan bersifat penakut, fotofobik, cenderung berkumpul sesamanya dan
bersembunyi. Aktivitasnya di malam hari lebih aktif. Kehadiran manusia akan
mengurangi aktivitasnya

1.1 Cara Memegang mencit

Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan


kanan, biarkan menjangkau / mencengkeram alas yang kasar (kawat kandang).
Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya
seerat / setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari
kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit telah terpegang
oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.

1.2 Pemberian perlakuan terhadap hewan coba mencit


a. Cara pemberian oral:

Pemberian secara oral pada mencit dilakukan dengan alat suntik yang
dilengkapi jarum/kanula oral (berujung tumpul). Kanula ini dimasukkan ke
dalam mulut, kemudian perlahan-lahan diluncurkan melalui langit-langit ke
arah belakang sampai esophagus kemudian masuk ke dalam lambung. Perlu
diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan kanus yang mulus disertai
pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar.
Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru
dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian.

b. Cara pemberian intra peritoneal

Mencit dipegang pada kulit punggungnya sehingga kulit abdomennya


tegang, kemudian jarum disuntikkkan dengan membentuk sudut 100 dengan
abdomen pada bagian tepi abdomen dan tidak terlalu ke arah kepala untuk
menghindari terkenanya kandung kemih dan hati.
c. Cara pemberian subkutan:

Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk


dicubit di antara jempol dan telunjuk kemudian jarum ditusukkan di bawah kulit
di antara kedua jari tersebut.

d. Cara pemberian intramuskular:

Penyuntikan dilakukan ke dalam otot pada daerah otot paha.

e. Cara pemberian intravena:

Penyuntikan dilakukan pada vena ekor. Hewan dimasukkan ke dalam


kandang individual yang sempit dengan ekor dapat menjulang ke luar. Dilatasi
vena untuk memudahkan penyuntikan, dapat dilakukan dengan pemanasan di
bawah lampu atau dengan air hangat

2. Tikus Putih (Rattus norvegiens)

Tikus berukuran lebih besar daripada mencit dan lebih cerdas. Umumnya tikus
putih ini tenang dan demikian mudah digarap. Tidak begitu bersifat fotofobik dan tidak
begitu cenderung berkumpul sesamanya seperti mencit. Aktivitasnya tidak begitu
terganggu oleh kehadiran manusia di sekitarnya. Bila diperlakukan kasar atau
mengalami defisiensi makanan, tikus akan menjadi galak dan sering dapat menyerang
si pemegang.

2.1 Cara Memegang Tikus

Seperti halnya pada mencit, tikus dapat ditangani dengan memegang


ekornya dengan menarik ekornya, biarkan kaki tikus mencengkeram alas yang
kasar (kawat kandang), kemudian secara hati–hati luncurkan tangan kiri dari
belakang ke arah kepalanya seperti pada mencit tetapi dengan kelima jari, kulit
tengkuk dicengkeram, cara lain yaitu selipkan ibu jari dan telunjuk menjepit kaki
kanan depan tikus sedangkan kaki kiri depan tikus di antara jari tengah dan jari
manis. Dengan demikian tikus akan terpegang dengan kepalanya di antara jari
telunjuk dan jari tengah. Pemegangan tikus ini dilakukan dengan tangan kiri
sehingga tangan kanan kita dapat melakukan perlakuan.
2.2 Pemberian Perlakuan terhadap Hewan Coba Tikus

Cara-cara pemberian oral, ip, sk, im, dan iv dapat dilakukan, seperti pada
mencit. Penyuntikan secara iv dapat pula dilakukan pada vena penis tikus jantan
dengan bantuan pembiusan hewan percobaan. Penyuntikan sk dapat dilakukan pula
pada daerah kulit abdomen.

B. Bobot Badan hewan Coba yang Digunakan

Di dalam penggunaan, hewan percobaan yang digunakan dapat berdasarkan kriteria


bobot badannya di samping usianya. Farmakope Indonesia edisi III-1979 mengemukakan
kriteria bobot beberapa hewan percobaan yang digunakan dalam uji hayati.

Mencit : 17-25 gram

Kelinci : 15-20 kg

Tikus : 150-200 gram

Kucing : tidak kurang lima kg

Marmot : 300-500 gram

Merpati : 100-200 gram

C. Perhitungan Dosis VAO =

Table perbandingan luas Permukaan Hewan percobaan untuk konversi

Hewan Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia


Percobaan 20 g 200 g 400 g 1,5 kg 2 kg 4 kg 12 kg 70 kg
Mencit
20 g 1,0 7,0 12,25 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9
Tikus
200 g 0,14 1,0 1,74 3,9 4,2 9,2 17,8 56,0
Marmut
400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5
Kelinci
1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,08 2,4 4,5 14,2
Kucing
2 kg 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,2
Kera
4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1
Anjing
12 kg 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1
Manusia
70 kg 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi,IV . jakarta: Depkes RI.

Anderson, P.O., Knoben, J.E., dan Troutman, W.G. 2002. Handbook of Clinical Drug
Data.10th edition. New York:Mc Graw Hill

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia
Dirjen POM. 2013. ISO INDONESIA Volume 48. Jakarta: PT. ISFI
Ganiswara, G., S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:Gaya Baru
Harmita dan Radji, M., 2008. Kepekaan Terhadap Antibiotik. Dalam: Buku Ajar. Analisis
Hayati, Ed.3. EGC, Jakarta.

Katzung, B., G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:Salemba Medika


Lukmanto, H. (2003). Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia Edisi II.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Priyanto, 2008. Farmakologi Dasar Untuk Mahasiswa Farmasi & Keperawatan Edisi
II. Jakarta:Leskonfi
Siswandono dan Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Surabaya: Penerbit Airlangga
University Press.
Stoelting, R.K dan Hillier, S.C. 2006. Pharmacology & Physiology in Anesthetic
Practice Edisi IV. Philadelphia: Lipincott William & Wilkins
Sulaksono, M.E., (1992). Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan Karakteristik
Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan Biomedis. Jakarta.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja. (2007), Obat-obat Penting. Jakarta: PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai