BAB I
PENDAHULUAN
dari Sabang sampai Merauke. Dengan banyaknya pulau – pulau di Indonesia, maka lahirlah
berbagai kebudayaan yang berbeda pula. “Bhineka tunggal ika” sudah menjadi slogan
Negara Indonesia, yang artinya berbeda tapi tetap satu. Slogan ini didasari oleh beragamnya
suku dan kebudayaan di Indonesia. Ada puluhan, bahkan ratusan daerah yang memiliki
kebudayaan berbeda tersebar di seluruh Indonesia. Sudah sepantasnya lah kita sebagai warga
negara Indonesia memelihara kekayaan dan keragaman budaya di negeri sendiri, karena
kalau bukan kita sendiri yang melestarikannya, maka lama kelamaan kebudayaan itu akan
terhapus dan tergantikan dengan budaya glogalisasi. Bila hal itu terjadi, maka tidak ada lagi
Jawa Barat merupakan salah satu propinsi terbesar di Indonesia. Di dalamnya terdapat
banyak daerah dengan kebudayaan berbeda. Cianjur merupakan salah satu wilayah terluas di
Jawa Barat. Kebudayaan pokoknya dalah kebudayaan Sunda, sama seperti kebanyakan
daerah di Jawa Barat. Namun ada yang membedakan budaya Sunda Cianjur dengan budaya
2
Sunda Jawa Barat. Ideologi dan kehidupan para leluhur di Cianjur sedikit banyak telah
melahirkan kebudayaan Sunda yang khas, yang hanya berlaku di daerah Cianjur. Melalui
1.1.2. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem teknologi dan alat produksi pada
kebudayaan Cianjur.
1.1.3. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem mata pencaharian pada kebudayaan
Cianjur.
1.1.4. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem kemasyarakatan pada kebudayaan
Cianjur.
1.1.5. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem pengetahuan pada kebudayaan
Cianjur.
1.1.6. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem religi pada kebudayaan Cianjur.
1.1.7. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesenian pada kebudayaan Cianjur
3
BAB II
Cianjur merupakan salah satu kabupaten di wilayah Propinsi Jawa Barat yang
berpenduduk 1.931.840 jiwa pada tahun 2003 dengan laju pertumbuhan penduduk 1,48%. Letak
Cianjur sangat strategis karena dilintasi jalur jalan negara antara Jakarta-Bandung. Luas wilayah
350.148 Ha dan secara administrative Pemerintahan terdiri dari 26 kecamatan, 388 desa dan 6
kelurahan.
Sebelah utara wilayah Cianjur berbatasan dengan wilayah kabupaten Bogor dan
Purwakarta, sebelah barat berbatasan dengan wilayah Sukabumi, sebelah timur berbatasan
dengan wilayah kabupaten Bandung dan Garut, sebelah selatan berbatasan dengan samudra
Indonesia.
Hamparan warna biru menunjukkan air yang melambangkan kesetiaan dan ketaatan.
Agustus 1945.
Simpul pita berwarna kuning emas, melambangkan sufat persatuan dan kesatuan.
Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan
1. Wilayah Utara
2. Wilayah Tengah
3. Wilayah Selatan
Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memeliki keindahan
alam yang mempesona, hawa sejuk pegunungan kawasan Puncak dan hamparan indah pantai di
Cianjur selatan yang lestari dan alami, serta keanekaragaman seni budaya tradisional yang unik.
Keindahan serta keunikan budayanya bisa dilihat dari uraian tujuh unsur budayanya, yaitu unsur
sistem teknologi dan alat produksi, unsur sistem bahasa, unsur sistem agama, unsur sistem
pengetahuan, unsur sistem mata pencaharian, unsur sistem kemasyarakatan, serta unsur kesenian
6
Kota Cianjur mempunyai berbagai macam peralatan hidup yang diturunkan sebagai
warisan budaya sejak zaman dulu. Alat-alat yang digunakan untuk kelangsungan hidup
masyarakat Cianjur banyak macamnya, diantaranya berupa senjata, peralatan rumah tangga
seperti alat penyimpanan padi, lentera, dan juga kursi bambu. Selain itu, Cianjur juga
memproduksi makanan khas yang berasal dari berbagai daerah di Cianjur, seperti beras
Beras Pandanwangi
Beras Pandan Wangi yaitu beras asli Cianjur merupakan satu-satunya beras
terbaik yang tidak ditmukan di daerah lain dan sudah menjadi trademark Cianjur dari
masa ke masa. Beras ini berasal daripadi bulu varietas local. Karena nasinya yang
beraroma pandan, maka padi dan beras ini sejak tahun 1973 terkenal dengan sebutan
“Pandanwangi”.
menghasilkan beras Cianjur Asli Pandanwangi termasuk varietas Javonica atau biasa
dikenal padi bulu, mempunyai keunggulan rasa sangat enak, pulen dan beraroma
wangi pandan. Karena rasanya sangat khas tersebut maka harga berasnya cukup
Di Cianjur sendiri pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya
Makanan Cianjur yang sangat khas adalah tauco, yang dibuat dari bahan
kacang kedele, diolah sedemikian rupa sehingga setelah dimasak dan dicampur
dengan cabe rawit menjadi teman makan yang enak dilengkapi dengan lalaban,
makanan khas Sunda. Di Cianjur juga tersedia aneka ragam manisan yakni jenis
makanan olahan dari berbagai jenis buah-buahan dengan bermacam rasa, manis,
Manisan Cianjur
Tauco Cianjur
Lentera Gentur
Lentera gentur dibuat dari kuningan dan bahan kaca berwarna dengan desain
yang artistik merupakan salah satu kerajinan rakyat Cianjur yang sudah terkenal,
Kursi dan meja yang dibuat dari bambu merupakan hasil karya pengrajin
setiap daerah di Tatar Sunda. Waditranya terdiri dari Kacapi dan Suling. Kacapinya
terdiri dari Kacapi Indung atau Kacapi Parahu atau Kacapi Gelung. Selain disajikan
secara instrumentalia, Kacapi Suling juga dapat digunakan untuk mengiringi Juru
Sekar yang melantunkan lagu secara Anggana Sekar atau Rampak Sekar. Lagu yang
Berbeda dengan sebutan Kacapi Suling atau Kacapian bila menggunakan Kacapi
Siter. Sudah lazim selain Kacapi Siter dan Suling di tambah pula 1 set Kendang dan 1
set Goong. Laras yang di pergunakannya sama seperti laras yang biasa di pergunakan
11
Salendro, Pelog, Sorog. Kecapi Suling yang mempergunakan Kecapi Siter, selain
Gunung Guntur, Sagagang Kembang Ros dan lain sebagainya. Sedangkan untuk
Rampak Sekar di antaranya Seuneu Bandung, Lemah Cai dan lain sebagainya.
Parahu maupun Kacapi Sitter, sering di pergunakan untuk mengiringi Narasi Sunda
dalam acara Ngaras dan Siraman Panganten Sunda, Siraman Budak Sunatan, Siraman
disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan di laksanakan. Lagu yang disajikan
dan lain sebagainya. Ada pula yang mengambil lagu-lagu kawih atau lagu Panambih
pada Tembang Sunda seperti di antaranya Senggot Pangemat, Pupunden Ati dan lain
sebagainya.
Disamping perangkat Kecapi dan Suling ada pula perangkat Kecapi Biola dan
Kecapi Rebab yang membawakan lagu-lagu yang sama. Dalam penyajiannya, Kecapi
Suling, Biola atau Rebab. Adapun tangga nada atau laras yang dalam Karawitan
12
Sunda di sebut dengan Surupan, ada pula yang di sebut dengan Salendro, Pelog dan
Sorog.
Kacapi Suling kini banyak di gemari para Kawula Muda, baik di pedesaan
mau pun di perkotaan. Karena untuk mempelajarinya bisa meniru dari kaset rekaman
Kecapi dan suling adalah alat musik utama yang digunakan dalam mengiringi
tambang khas Cianjuran. Kacapi terbuat dari kayu yang keras dan kawat tembaga.
Bagian-bagiannya terdiri atas: papalayu, yaitu papan bagian atas; pureut yaitu alat
untuk menyetem (nyurupkeun) yang dipasang di bagian depan; dan inang yaitu alat
yang berbentuk kerucut atau limas yang ditempatkan pada papalayu. Alat ini gunanya
untuk merentangkan kawat (dawai) dengan bagian tumpangsari yang berfungsi untuk
bagiannya terdiri atas: sumber (lubang suling bagian atas); suliwer (sutas tali yang
dilitkan pada bagian atas suling); lubang nada (lubang untuk menghasilkan nada).
Kecapi Cianjur
Suling Cianjur
14
ajimat, perkakas atau multifungsi lainnya. Kujang diakui sebagai senjata tradisional
masyarakat Jawa Barat (Sunda) dan mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti
menyatakan bahwa istilah Kujang berasal dari kata Kudihyang dengan akar kata Kudi
dan Hyang. Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang
mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala. Sedangkan
Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun
bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan diatas Dewa. Secara
fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi
sebuah benda yang memilik karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang
bernilai simbolik dan sakral. Kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk.
Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : kujang pusaka (lambang
pangarak (sebagai alat upacara), dan kujang pamangkas (sebagai alat berladang).
Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut kujang jago (menyerupai
bentuk ayam jantan), kujang ciung (menyerupai burung ciung), kujang kuntul
15
Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan
tokoh wanita sebagai simbol kesuburan. Secara historis, kujang dibuat sebagai alat
Kujang Cianjur
Indonesia yang terdiri atas berbagai suku, tentunya mempunyai bentuk dan
nama rumah adat sendiri. Masing-masing rumah adat mempunyai fungsi dan manfaat
yang hampir sama, yaitu sebagai tempat tinggal, namun ada pula yang dijadikan
16
tempat keramat. Bahan bangunan yang digunakan untuk membuat rumah adat, baik di
Jawa Barat maupun di daerah lainnya, umumnya terdiri atas bahan alami, seperti
kayu, bambu, ijuk, daun kepala, sirap, batu maupun tanah. Selain itu, bangunan rumah
adat pun biasanya jarang langsung menempel ke tanah (berlantai tanah). Hal ini untuk
sirkulasi angin, juga menghindari binatang (binatang buas maupun melata). Khusus di
tanah Parahyangan, rumah adat biasanya dibangun di atas tanah sekitar 40-60 cm
Bentuk suhunan rumah Sunda sangat disesuaikan dengan keadaan alam serta
rumah, yang umumnya diperlihatkan dari bentuk atapnya (suhunan atau hateup). Ada
beberapa susuhunan yang dikenal masyarakat Sunda, seperti suhunan jolopong atau
memanjang. Atap rumah jolopong ini biasa juga disebut suhunan panjang, gagajahan,
dan regol. Sedangkan atap rumah jogog atau tagog anjing, bentuknya seperti anjing
yang sedang duduk. Bagian depan mirip mulut anjing, menjulur menutupi teras rumah
Atap rumah bentuk badak heuay, biasanya bentuk atapnya mirip bentuk atap
rumah tagog anjing, tapi di bagian atas suhunan-nya ada tambahan atau atap belakang
Atap rumah parahu kumureb/nangkub, yakni potongan bentuk atap yang mirip
capit gunting, yakni atap rumah yang setiap ujungnya dihiasi kayu mirip gunting yang
siap nyapit. Bentuk ini sering juga disebut srigunting. Sementara atap julang ngapak,
dilihat dari depan, suhunan kiri kanannya mirip sayap burung yang terentang.
bagian puncaknya. Julang ngapak bentuknya mirip burung yang sedang terbang.
Atap rumah bentuk buka palayu, yakni atap rumah yang suhunan-nya mirip
suhunan rumah adat Betawi dan di bagian depannya ada teras yang panjang.
Sedangkan buka pongpok, bentuknya mirip buka palayu, namun bagian pintunya
Masyarakat sunda pada zaman dulu memberi nama-nama untuk bentuk atap
itu sebagai salah satu bentuk penghormatan kepada alam sekelilingnya. Hampir di
setiap rumah adat yang masih asli jarang ditemukan paku atau besi maupun alat
bangunan modern lainnya. Untuk penguat antartiang digunakan paseuk (dari bambu)
atau tali dari ijuk ataupun sabut kelapa. Sedangkan bagian atap sebagai penutup rumah
18
menggunakan ijuk, daun kepala atau duan rumia. Sangat jarang menggunakan
genting.
2. Sistem Pengetahuan
Kearifan para leluhur Tatar Cianjur sangat mewarnai pandangan hidup dan memberi
arah perjalanan peradaban masyarakat Tatar Sunda pada umumnya, serta masyarakat Cianjur
khususnya. Sehingga sejak dulu masyarakat Cianjur mempunyai filosofi yang melambangkan
Maos (membaca)
Maenpo (silat)
Namun yang lebih dikenal masyarakat pada umumnya hanyalah tiga yaitu Ngaos,
MAOS : bisa dijabarkan dalam tiga kategori MACA (membaca untuk mengetahui,
Maca Uga dina Waruga = mampu memahami kualitas diri sendiri, kontemplasi,
instropeksi diri.
Maca Uga Waruga Jagat = mampu memahami keadaan lingkungan hidup makro.
Maca Uga dina Aksara = mampu memahami ilmu pengetahuan yang tertulis dalam
aksara/bahasa.
NGAOS : dalam idiomatika Sunda NGAOS selalu diartikan dengan membaca Al-Qur’an
atau mengaji. Setelah mampu “Ngaos” maka akan tumbuh “Ngartos” (mengerti) dan
Adat Ngaos
mengandung falsafah hidup yang sangat tinggi baik dalam irama, ornamen lagunya
maupun lirik susastranya. Tembang Sunda Cianjuran telah menjadi karya seni klasik
Mamaos Cianjur
MAEN PO : disebut pula kemampuan untuk bersilat, pencak silat, ameng. Po berasal dari
bahasa Cina poo = balas, membalas, saling balas; sebab dalam bersilat akan “saling balas”
luhur dari masyarakat Cianjur adalah Maenpo atau pencak silat. Ilmu pencak silat sudah
diwariskan turun temurun sejak sekitar akhir abad ke 19. Sampai saat ini, ada 4 tempat
utama yang merupakan tempat terpenting dalam penyebaran aliran maenpo yang ada di
Cianjur. Tempat itu adalah: Pasar Baru yang merupakan tempat dimana aliran Cikalong
dikembangkan dan dipelajari dan di antara kedua tempat ini ada daerah kaum yang
merupakan tempat tokoh tokoh yang belajar kedua aliran ini baik Cikalong maupun
Sabandar. Tempat lain adalah Cikaret yang merupakan tempat di mana aliran Kari
22
kehilangan jati diri. Tidak hanya menjadi obyek tetapi juga bisa berperan menjadi subyek
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-
agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai
adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang
23
sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata
pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat
Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu
kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga
ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan
3. Mata Pencaharian
Kabupaten Cianjur beiklim tropis dengan curah hujan per tahun rata-rata 1000 sampai
4000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 per tahun. Dengan iklim tropis tersebut
kekayaan sumber daya alam yang ptensial sebagai modal dasar pembangunan dan investasi
perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu
ditunjang dengan banyaknaya sungai kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya
sekitar 52,00 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor
terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,80 % disusul sektor perdagangan sekitar
24,62%.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur
tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik
tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh
tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan.
Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan
menantang investasi.
25
kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Produksi padi pertahun
sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan
benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir
Sektor Pertanian
Padi Cianjur
26
oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur
Cianjur memiliki fauna khas yaitu ayam pelung. Ke-khas-an ayam pelung ini adalah
suara kokoknya yang berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Ayam Pelung
Badan: Besar dab kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan
berbentuk tunggal
Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah dan hitam ;
Di Cianjur terdapat dua peternakan dan pembibitan ayam pelung yang cukup besar,
Pengembangan usaha perikanan air tawar dan laut di Kabupaten Cianjur cukup
potensial. Baik untuk usaha berskala kecil maupun besar. Beberapa faktor pendukungnya
adalah : jumlah penduduk yang relatif besar serta tersedianya lahan budi daya ikan air tawar
dan ikan laut. Usaha pertambakan ikan dan penangkapan ikan laut memiliki peluang besar di
wilayah Cianjur selatan, khususnya di sepanjang pantai Cidaun hingga Agrabinta. Di wilayah
ini, mulai dirintis dan di kembangkan pertambakan budi daya udang. Sedangkan budi daya
ikan tawar terbuka luas di cianjur utara dan cianjur tengah. Di wilayah ini terdapat budi daya
ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha jaring
terapung di danau Cirata, yang sekaligus merupakan salah satu obyek wisata yang mulai
berkembang.
Sementara itu , potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar dimana sekitar
19,4 % dari seluruh luas merupakan areal perkebunan . Selama in dikelola oleh Perkebunan
Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174
hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar. Peningkatan produksi perkebunan,
terutama komoditi teh cukup baik. Produktivitas teh rakyat mampu mencapai antara 1.400 -
1.500 kg teh kering per hektar. Sedangkan yang di kelola oleh perkebunan besar rata-rata
daerah tertentu juga menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata. Daerah Pacet sebagai
primadona Pariwisata Cianjur memiliki objek-objek wisata yang menarik antara lain objek
wisata Pendakian Gunung Gede, Kebun Raya Cibodas, Taman Mandala Kitri untuk kegiatan
30
perkemahan Pramuka dan Remaja, Kota Bunga, serta Taman Bunga Nusantara. Di kecamatan
Cikalongkulon terdapat objek wisata Ziarah Makam Dalem Cikundul, yakni makan Bupati
perama sekitar abad 17. Di kecamatan Mande terdapat objek wisata Danau Cirata yang juga
kawasan perikanan Sistem Jaringan Terapung. Cianjur juga memiliki kawasan pantai di
4. Sistem Religi
Masyarakat Cianjur sebagian besar berpenduduk muslim yang sangat agamis dan
memegang teguh norma-norma agama, ini dibuktikan dengan lahirnya program Gerbang
Karimah. Program ini lahir pada tanggal 1 Muharam 1422 atau tanggal 26 Maret 2001 dalam
rangka meningkatkan pembangunan akhlak sebagai tolak ukur utama yang akan menentukan
baik buruknya kehidupan uma manusia. Lahirnya Gerbang Marhamah dilatarbelakangi oleh
komitmen yang mulia dari segenap jajaran aparat dan masyarakat umat Islam di Kabupaten
Cianjur atas potensi umat Islam yang demikian besar ditunjang oleh keberadaan berbagai
5. Sistem Kemasyarakatan
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan
pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian
1. Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat
2. Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai
seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang
tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng,
o Dipimpin pengeuyeuk.
o Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu
kepada kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau
o dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat
bekerja.
o Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria).
o Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin
pria).
2. Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi
satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu
yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan
3. Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki
Penjemputan calon pengantin pria. Sebelum acara akad nikah dimulai, terlebih
dahulu diadakan upacara penjemputan calon pengantin pria. Hal ini adalah sebagai adat
sopan santun atau tatakrama yang telah menjadi kebiasaan umum, yaitu adanya saling
menghargai. Untuk persiapan penjemputan, orang tua calon pengantin wanita membentuk
membawa baki berisi mangle atau rangkaian bunga melati sebagai kalung. 3. Dua mojang
membawa tempat lilin. 4. Dua mojang membawa bokor berisi perlengkapan upacara
sawer dan nincak endog. 5. Dua bujang sebagai pengawal (gulang-gulang)/ jagasatru.
1. Para mojang (dara atau gadis) dan bujang remaja berbaris di sisi kanan kiri pintu
halaman yang akan dilalui oleh rombongan calon pengantin pria sampai ke depan
pintu rumah.
2. Rombongan calon pengantin pria tiba, kemudian mereka dijemput di luar halaman
Pembawa payung segera memayungi calon pengantin pria dengan didampingi oleh
baki yang berisi kalungan bunga. Paling depan ialah lengser yang biasanya
rumah. Di pintu gerbang halaman rumah, rombongan berhenti sebentar. Orang tua
calon pengantin wanita telah siap berada di sana. Setelah calon pengantin pria
bunga oleh para mojang dan bujang yang berderet di kedua sisi jalan.
ruangan akad nikah dan dipersilakan duduk di kursi yang telah disiapkan.
saksi, petugas dari Kantor Urusan Agama serta beberapa orang tua dari kedua
belah pihak yang dianggap perlu, untuk duduk di tempat yang telah disediakan.
35
bunga melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua
o Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat
nikah. Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan
di sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti
penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua
o Sungkeman,
sawer dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita.
Kedua pengantin dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau
disiram pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin
pria.
o Nincak endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas
o Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan
pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat
6. Sistem Bahasa
Bahasa sehari-hari yang digunakan masyarakat Cianjur adalah Basa Sunda Lemes, atau
bahasa sunda yang halus. Masyarakat Cianjur dikenal sangat santun berbahasa, dari semua
tingkatan bahasa sunda atau yang dikenal sebagai undak usuk basa dalam bahasa sunda,
masyarakat menggunakan tingkat bahasa yang paling halus dan sopan. Dalam bahasa sunda,
tidak lah sama untuk berbicara kepada yang lebih tua, lebih muda, sebaya, lebih rendah
maupun tinggi status sosialnya, juga kepada binatang. Berbicara kepada binatang merupakan
Dengan arus globalisasi seperti saat ini berbagai upaya dilakukan untuk tetap
melestarikan bahasa sunda yang merupakan warisan para leluhur Jawa Barat, salah satunya
adalah dengan dimasukannya mata pelajaran bahasa sunda menjadi muatan lokal (mulok),
tidak menjadi pelajaran tambahan seperti yang terjadi sekarang ini. Begitu pun jam
pelajarannya ditambah. Upaya lainnya dalam bentuk pagelaran lomba sastra sajak sunda,
ngadongeng, presenter berbahasa sunda, dan lainnya. Dan setiap tanggal 21 Juli, yang
merupakan Hari Jadi Cianjur, masyarakat Cianjur diharuskan menggunakan bahasa ibu, yaitu
7. Sistem Kesenian
Tembang Cianjuran
Dinamakan tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930-an dan dikukuhkan tahun
mamaos merupakan seni vokal Sunda dengan alat musik kacapi indung, kacapi rincik,
Sejarah
bangunan bernama Pancaniti. Oleh karena itulah dia terkenal dengan nama Kangjeng
38
Pancaniti. Pada mulanya mamaos dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat
pertama abad ke-20 mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan
munculnya para juru mamaos wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu
Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun, beluk
(mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-lagu mamaos yang
diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun atau papantunan, atau disebut
pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton Sunda pada masa lampau. Sedangkan
lagu-lagu yang berasal dari bahan pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan
bahan-bahan olahan vokal Sunda. Namun demikian pada akhirnya kedua teknik
pembuatan rumpaka ini ada yang digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang
Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun. Begitu pula
lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka lagunya pun
mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid Natawiredja (1853—1928)
adalah di antara tokoh mamaos yang berperan dalam penyebaran ini. Dia sering
(1920—1931 & 1935—1942). Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu
yang menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan
beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang Sunda atau
Cianjuran, karena kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur. Demikian pula ketika radio
tembang Cianjuran.
Seni Mamaos
Peralatan
Peralatan musik yang digunakan dalam mamaos cianjuran adalah: kacapi, suling
dan rebab. Kacapi terbuat dari kayu yang keras dan kawat tembaga. Bagian-bagiannya
terdiri atas: papalayu, yaitu papan bagian atas; pureut yaitu alat untuk menyetem
40
(nyurupkeun) yang dipasang di bagian depan; dan inang yaitu alat yang berbentuk
kerucut atau limas yang ditempatkan pada papalayu. Alat ini gunanya untuk
terdiri atas: sumber (lubang suling bagian atas); suliwer (sutas tali yang dilitkan pada
bagian atas suling); lubang nada (lubang untuk menghasilkan nada). Sementara, bagian-
bagian rebab yang terbuat dari kayu dan kawat terdiri atas: pucuk (bagian paling atas
rebab); pureut (alat untuk menyetem yang juga terdapat di bagian atas rebab); wangkis
yang berfungsi sebagai resonater; beuti cariang (bagian bawah wangkis); soko 9bagian
paling bawah rebab; dan tumpangsari (alat yang diikatkan pada dua buah kawat yang
direntengkan). Kemudian, bagian penggesek terdiri atas pucuk, gandar, dan bulu-bulu
pengesat.
Kecapi Cianjur
41
Suling Cianjur
Rebab Cianjur
Pemain kesenian yang disebut sebagai mamaos cianjuran terdiri atas: seorang
pemain kacapi indung yang tugasnya adalah memberi pasieup, narangtang, pangkat lagu,
42
dan memngiri lagu baik mamaos mamupun panambih; satu atau dua orang pemain kacapi
rincik yang bertugas membuat hiasan pada iringan kacapi indung ketika penembang
membawakan wanda panambih; sementara yang satunya lagi bertugas sebagai anggeran
lelemah sore (dasar nada); dan penembang yang membawakan berbagai jenis lagu
mamaos cianjuran. Sebagai catatan, lagu panambih hanya dilantunkan oleh penembang
wanita. Adapun busana yang dikenakan oleh pemain laki-laki adalah baju taqwa, sinjang
(dodot), dengan benggol sebagai aksesorisnya. Sedangkan, pakaian yang dikenakan oleh
Pertunjukan
Sebenarnya istilah mamaos hanya menunjukkan pada lagu-lagu yang berpolakan pupuh
(tembang), karena istilah mamaos merupakan penghalusan dari kata mamaca, yaitu seni
membaca buku cerita wawacan dengan cara dinyanyikan. Buku wawacan yang menggunakan
aturan pupuh ini ada yang dilagukan dengan teknik nyanyian rancag dan teknik beluk. Lagu-
lagu mamaos berlaras pelog (degung), sorog (nyorog; madenda), salendro, serta
mandalungan. Berdasarkan bahan asal dan sifat lagunya mamaos dikelompokkan dalam
ditambahkan pula jenis kakawen dan panambih sebagai wanda tersendiri. Lagu-lagu mamaos
dari jenis tembang banyak menggunakan pola pupuh Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan
Jemplang Titi, Jemplang Pamirig, dsb. Wanda dedegungan di antaranya Sinom Degung,
Sinom Polos, Kentar Cisaat, Kentar Ajun, Sinom Liwung, Asmarandana Rancag, Setra,
Satria, Kulu-kulu Barat, Udan Mas, Udan Iris, Dangdanggula Pancaniti, Garutan,
Sapuratina, Sebrakan Pelog, Toya Mijil, Kayu Agung, dan sebagainya. Wanda panambih di
Fungsi kesenian yang disebut sebagai mamaos cianjuran adalah sebagai hiburan.
Sedangkan, nilai yang terkandung di dalamnya tidak hanya sekedar estetika semata, tetapi
juga kerjasama dan kreativitas. Nilai kerjasama tercermin dalam suatu pementasan. Dalam hal
ini jika penembang laki-laki beristirahat, maka penembang perempuan tampil mengisinya.
Dengan demikian, suasana tidak vakum tetapi berkesinambungan. Nilai kreativitas tidak
hanya tercermin dari keterampilan para pemainnya dalam sisindiran, tetapi juga dalam
Pada mulanya mamaos berfungsi sebagai musik hiburan alat silaturahmi di antara kaum
menak. Tetapi mamaos sekarang, di samping masih seperti fungsi semula, juga telah menjadi
seni hiburan yang bersifat profit oleh para senimannya seperti kesenian. Mamaos sekarang
sering dipakai dalam hiburan hajatan perkawinan, khitanan, dan berbagai keperluan hiburan
Seni Rengkong
Rengkong merupakan salah satu kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhur
masyarakat Sunda. Kesenian ini muncul sekitar tahun 1964 di Kabupaten Cianjur. Orang
yang pertama kali memperkenalkannya adalah H. Sopjan. Bentuk kesenian ini dikenal
dari tata cara masyarakat Sunda dahulu, ketika menanam padi sampai dengan menuainya.
Pada saat itu, belum ada alat transportasi untuk mengangkut padi ke lumbung. Para petani
menggunakan bambu sebagai alat pikul padi. Pikulan yang membawa berat beban kurang
lebih 10-20 kg ini diikat dengan tali ijuk. Setiap berjalan, pikulan ini menghasilkan bunyi,
yang dihasilkan dari pergesekan tali ijuk dengan pikulan. Dari sini kesenian rengkong
bermula. Istilah rengkong sendiri diambil dari alat untuk memikul padi dari sawah ke
lumbung.
Peralatan untuk memainkan seni rengkong terbilang sederhana. Terdiri dari bambu
gombong, tali ijuk, minyak tanah, dan satu himpitan tangkai padi. Bambu gombong
berfungsi sebagai pikulan. Tali ijuk berfungsi sebagai pengikat padi yang digantung pada
pikulan. Padi, yang kisaran beratnya 10-20 kg sebagai beban pikul. Sedangkan minyak
45
tanah fungsinya sebagai pengesat gesekan antara tali dan pikulan untuk menghasilkan
suara yang keras. Dogdog dan angklung buncis merupakan peralatan lainnya sebagai
pengiring. Hatong juga lazim digunakan sebagai instrumen pembantu. Hatong merupakan
alat tiup yang terbuat dari bambu. Suara yang dihasilkan rengkong sangat khas,
menyerupai suara katak. Pemain rengkong biasanya menggunakan celana pangsi, baju
kampret, ikat kepala, dan tanpa alas kaki. Pemainnya berjumlah 5 atau 6 orang dengan
durasi bermain selama satu jam. Pertunjukan rengkong selalu dilakukan di alam terbuka.
Cara memainkannya, pikulan yang berisi padi diletakkan di bahu kanan. Si pemikul
mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan teratur. Tali ijuk dengan beban padi yang
menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang
keras inilah yang menimbulkan suara. Jika diamati, kesenian ini memang sangat khas
Awalnya, rengkong digunakan sebagai “alat transportasi” untuk mengangkut padi dari
sawah ke lumbung, sekaligus sebagai “pengalihan perhatian” para petani yang lelah
karena mengangkat berat beban padi yang dibawanya. Perlahan-lahan rengkong menjelma
menjadi kesenian tradisional masyarakat Sunda, yang lazimnya dipertunjukkan saat hari
istimewa. Di sini berarti rengkong memiliki fungsi estetika dan sekaligus hiburan.
Rengkong digunakan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan Dewi Sri Pohaci
(Dewi Kesuburan). Masyarakat Sunda memang lekat dengan kepercayaan kepada Dewi
46
Sri Pohaci. Di beberapa daerah, seperti Banten, Sukabumi, Sumedang, dan Bogor, kadang
kala setelah panen tiba, diadakan pesta adat yang menyertakan seni rengkong di
dalamnya. Ini adalah wujud rasa syukur kepada Tuhan karena telah diberikan hasil panen
yang melimpah. Di daerah-daerah tersebut memiliki nama pesta adat yang berbeda. Di
Bogor, Banten, dan Sukabumi masyarakat menyebut upacara pesta adat dengan nama
Ternyata selain dikenal oleh masyarakat di Jawa Barat, seni rengkong juga dikenal
masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Seni rengkong ini dikenal masyarakat Banyumas
terlebih dahulu. Tidak jauh berbeda dengan fungsi rengkong di beberapa daerah di Jawa
Barat, di Banyumas rengkong juga digunakan sebagai media ekspresi rasa syukur kepada
Tuhan terhadap hasil panen yang melimpah. Nilai yang ingin “ditularkan” dan yang dapat
kita teladani dari kesenian rengkong adalah nilai kerja keras. Nilai ini jelas terlihat dari
Pawai “kuda kosong” yang sejak dulu digelar pada setiap upacara kenegaraan
Cianjur, punya maksud untuk mengenang sejarah perjuangan para Bupati Cianjur tempo
dulu. Saat Cianjur dijabat Bupati R.A. Wira Tanu seorang Dalem Pamoyanan R.A.A.
Wiratanudatar II, bupati diwajibkan menyerahkan upeti hasil palawija kepada Sunan
yang rutin ditugaskan untuk menyerahkan upeti tadi. Jenis upeti adalah sebutir beras, lada,
dan sebutir cabai. Sambil menyerahkan tiga butir hasil palawija itu, Kangjeng Dalem
Pamoyanan selalu menyatakan bahwa rakyat Cianjur miskin hasil pertaniannya. Biar
miskin, rakyat Cianjur punya keberanian besar dalam perjuangan bangsa, sama seperti
kuda kepada Dalem Pamoyanan. Seekor kuda jantan diberikan untuk sarana angkutan
pulang dari Mataram ke Cianjur. Penghargaan besar Sunan Mataram terhadap Kangjeng
Dalem Pamoyanan membuat kebanggan tersendiri bagi rahayat Cianjur waktu itu.
Jiwa pemberani rakyat Cianjur seperti yang pernah disampaikan Kangjeng Dalem
peristiwa seba itu, ribuan rakyat Cianjur ramai-ramai mengadakan perlawanan perang
gerilya terhadap penjajah Belanda. Dengan kepemimpinan Dalem Cianjur Rd. Alith
48
Prawatasari, barisan perjuang di setiap desa gencar mlawan musuh, sampai-sampai Pasukan
itu, setiap diadakan upacara kenegaraan di Cianjur selalu digelar upacara ‘kuda kosong’.
Maksud seni warisan leluhur itu untuk mengenang perjuangan pendahulu kepada
Namun seni kuda kosong ini terancam punah sekarang, karena dianggap
menyimpang dan mengandung unsur mistis. Tak sedikit seni budaya Cianjur hilang dan
terancam mati. Seperti seni bangkong reang di Kec. Pagelaran, seni tanjidor di Kec.
Cilakong, goong renteng di Kec. Agrabinta, seni rudat di Kec. Kadupandak, dan seni reak
di Kec. Cibeber. Bahkan, seni tembang cianjuran sebagai warisan budaya ciptaan Kangjeng
Raden Aria Adipati Kusumaningrat atau Dalem Pancaniti Bupati Cianjur (1834-1861)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kebudayaan di Cianjur memiliki tujuh unsur. Unsur pertama yaitu unsur bahasa, dimana
masyarakat Cianjur menggunakan bahasa sunda yang halus dalam kesehariannya. Unsur
yang kedua yaitu teknologi dan alat produksi. Misalnya senjata tradisional kujang yang
sekarang sudah beralih fungsi menjadi pajangan dan benda pusaka. Selain itu Cianjur juga
memiliki makanan khas seperti beras Pandan Wangi, manisan Cianjur dan tauco. Unsur
yang ketiga yaitu sistem mata pencaharian, yang di dominasi oleh sektor pertanian.
Unsur Ketujuh yaitu kesenian. Kota Cianjur memiliki banyak kesenian dan tradisi yang
masih sering dijumpai pada zaman modern ini.
5.2 Saran
Menurut pendapat saya, kebudayaan yang dimiliki Cianjur sangatlah beragam dan
potensial. Sudah selayaknya generasi muda mulai mencintai dan melestarikan segala
50
kekayaan dan potensi yang tersedia di Cianjur. Karena kebudayaan tersebut merupakan
warisan dari para leluhur yang tidak boleh dihilangkan. Oleh sebab itu, masyarakat serta
pemerintah harus turut berperan serta dalam melestarikan kebudayaan Cianjur. Saat ini
pemerintah Cianjur sudah melakukan upaya yang cukup untuk melestarikan budaya
Cianjur, hanya seharusnya lebih ditingkatkan lagi intensitasnya, sehingga rasa cinta
generasi muda pada daerahnya tidak akan mudah luntur.
51
DAFTAR PUSTAKA
Kurrnia, Ganjar. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Bandung : Dinas Kebudayaan &
Pariwisata Jawa Barat. 2003.
Drs.Ade Nendang R.J.A. Babad Menak-menak Sunda - Sajarah Bopati-bopati Cianjur.
M.Hum. UNPAS, 1995.
Galba, Sindu. Kesenian Tradisional Masyarakat Cianjur. 2007.
Tim Seksi Kebudayaan. Deskripsi Seni Tradisional Reak. Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Cianjur. 2002.
Wiratmadja, Abung S. Mengenal Seni Tembang Sunda. Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Propinsi Daerah TKI Jawa Barat. 1998.