MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Evolusi, Jurusan
pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi
Disusun oleh :
Kelompok 3
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan karuniaNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
“Konsep dan Proses Evolusi Biologis (Sudut Pandang Ekologi)” ini sebagai salah
satu tugas mata kuliah Evolusi.
Adapun tujuan kami menyusun makalah ini adalah supaya dapat membantu
dalam melakukan proses pembelajaran. Selama penyusunan makalah ini, penulis
mendapat banyak bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena
itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Romy Faisal Mustofa, M.Pd.dan Ibu Dea Diella, M.Pd. selaku dosen
mata kuliah Evolusi Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Siliwangi.
2. Ibu Dr. Purwati Kuswarini, M. Si. selaku ketua Jurusan Pendidikan Biologi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi.
3. Bapak Dr. H. Cucu Hidayat, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Siliwangi.
4. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil serta doa
kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini.
5. Sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan, dan masukan kepada kami
dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari banyak sekali kesalahan dan kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Sehubungan dengan hal ini, kami memohon kritik dan saran yang
membangun terhadap makalah yang kami susun. Kami berharap semoga makalah ini
bisa bermanfaat, khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca
makalah ini.
Tasikmalaya, September 2019
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
A. Simpulan .............................................................................................35
B. Saran ...................................................................................................35
A. Latar Belakang
Evolusi merupakan salah satu teori maupun cabang dalam khasanah
ilmu pengetahuan. Teori tersebut menyatakan terjadinya sebuah perubahan
pada makhluk hidup atau spesies secara gradual (perlahanlahan). Perubahan
yang dihasilkan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menghasilkan
spesies atau makhluk hidup yang baru. Teori evolusi menjadi sebuah teori
yang tenar ketika dipopulerkan oleh seorang ilmuan Inggris Chalres Darwin
(1809-1882). Teori evolusi Darwin dihasilkan dari sebuah ekspedisi yang
Darwin lakukan pada saat pelayaran menjelajahi daratan maupun lautan
Amerika Selatan. Teori evolusi Darwin merupakan penyempurna dari teori
evolusi sebelum-sebelumnya. Teori evolusi sudah jauh hari muncul zaman
yunani kuno. Pertama kali teori tersebut dipopulerkan oleh Thales (600 SM),
yang menyatakan air adalah induk asal usul serta sumber adanya sesuatu.
Anaximander (611–547 SM0, menyatakan makhluk hidup berasal dari
lumpur yang dipanasi oleh sinar matahari. Aristoteles (384–322 SM),
menyatakan bahwa makhluk hidup berasal dari benda mati (Abiogenesis),
Heraklitus, menyatakan bahwa segala sesuatu dirubah menjadi bentuk baru.
Hal tersebut menjadi tonggak sejarah perkembangan teori evolusi. Namun
seiring dengan perjalanan waktu teori evolusi mengalami penyempurnaan atau
modifikasi hingga sampai saat ini. Seperti halnya teori evolusi Darwin
menjadi teori evolusi sintesis modern. Dengan teori 2 tersebut hingga sampai
saat ini menjadi populer dikalangan masyarakat umum. Didalam gagasan teori
evolusinya yang Darwin jelaskan dalam bukunya The On the Origin of
Species terdapat dua pokok gagasan yang Darwin jelaskan dalam bukunya
tersebut. Pertama adalah spesies-spesies yang ada sekarang ini merupakan
keturunan dari spesies moyangnya. Diedisi pertama bukunya, Darwin tidak
menggunakan kata evolusi. Darwin menyebutnya modifikasi keturunan
(descent with modifcation). Gagasan utama yang kedua adalah seleksi alam
sebagai mekanisme modifikasi keturunan (Luthfi dan Khusnuryani, 2005: 6).
Biologi sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang bersangkutan
dengan keadaan fisik organisme atau mkhluk hidup mengemukakan juga ide
atau gagasan evolusi biologis (biological evolution) yang mana telah
mengalami evolusi pula dalam sejarah perkembangannya. Evolusi biologis
sebagaimana dikenal dewasa ini telah berbeda dengan gagsan evolusi yang
dikemukakan oleh Aristoteles, Chevalier de Lamarck, dan Charles Robert
Darwin. Teori evolusi biologis mengemukakan bahwa hewan, tumbuhan, dan
juga manusia merupakan hasil perkembanagn evolusi dari makhluk-makhluk
hidup yang berbentuk lebih sederhana, bermula dari adanya satu atau
beberapa bentuk makhluk hidup sangat sederhana pda awal kehidupan di
bumi yang secara perlahan-lahan berkembang menjadi berbagai spesies
organisme. Evolusi merupakan ilmu yang mempelajari perubahan yang
berangsur-angsur menuju ke arah yang sesuai dengan masa dan tempat. Teori
evolusi merupakan suatu teori yang dinamis, selain penting dalam biologi
juga dalam perkembangan teknologi.
Teori evolusi biologis mengemukakan bahwa makhluk hidup
merupakan hasil perkembangan evolusi dari makhluk-makhluk hidup yang
berbentuk lebih sederhana, yang secara perlahan-lahan berkembang menjadi
berbagai spesies organisme. Namun, saat ini teori evolusi biologi tidak lagi
identik dengan prototype darwinisme dan neo-darwinisme. Terdapat
penjelasan yang berasal dari beberapa cabang biologi seperti genetika,
sistematika, morfologi perbandingan, palaeontologi, embriologi, ekologi, dan
sebagainya.
Berkaitan dengan luasnya bahasan dari evolusi, terlebih sampai
sekarang evolusi masih menjadi topik yang sangat menarik untuk dibahas dan
didiskusikan apalagi keterkaitannya dengan ekologi. Maka kami menyusun
makalah dengan judul “Konsep dan Proses Evolusi Biologis (Sudut
Pandang Ekologi)”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Ekologi dan Ekosistem?
2. Bagaimana prosesawal terbentuknya ekosistem?
3. Bagaimana proses penyebaran penduduk berdasarkan garis wallace-
weber ?
4. Bagaimana perbedaan karakteristik antarpenduduk disetiap benua?
5. Bagaimana peran manusia terhadap evolusi ekologi?
6. Bagaimana evolusi secara biologis dilihat dari sudut pandang ekologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui ekologi dan ekosistem.
2. Untuk mengetahui awal proses terbentuknya ekosistem.
3. Untuk mengetahui proses penyebaran penduduk berdasarkan garis
wallace-weber
4. Untuk mengetahui karakteristik secara fisik antarpenduduk di setiap
benua.
5. Untuk mengetahui peran manusia terhadap evolusi ekologi
6. Untuk mengetahui evolusi secara biologis dilihat dari sudut pandang
ekologi
D. Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis.Secara teoritis makalah ini bermanfaat sebagai
pengetahuan awal tentang Konsep dan Proses Evolusibiologis berdasarkan
sudut pandang genetika.Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat
sebagai bahan penambah pengetahuan dalam mempelajari Evolusi.
BAB II
ISI
Proses Suksesi:
a. Perubahan yang teratur dalam komunitas, yakni suatu spesies yang satu
menggantikan spesies yang lain karena tiap tahap spesies memodifikasi
lingkungan sehingga kurang cocok bagi dirinya sendiri tetapi lebih cocok
bagi spesies lain => suksesi berjalan terarah, perkembangan komunitas
bertingkat dari komunitas pioneer sampai pada klimaks.
b. Suksesi secara heterogen karena perkembangan di suatu daerah
bergantung kepada siapa yang sampai di sana pertama kali. Pergantian
spesies tidak perlu teratur karena masing-masing spesies mencoba untuk
menghalau atau menekan spesies baru yang datang maka suksesi menjadi
lebih bersifat individual dan kurang dapat diperkirakan karena komunitas
tidak selalu mencapai klimaks => proses akan terus berlanjut sampai
klimaks
Catatan:
- Jika tidak terjadi gangguan, suatu ekosistem yang belum mencapai
klimaks akan terus berkembang hingga mampu mencapai keadaan
klimaks.
- Jika sudah dalam keadaan klimaks, ekosistem akan berusaha untuk
mempertahankan keadaannya dalam keadaan optimal apalagi tanpa
adanya gangguan. Proses yang ada cenderung berfungsi dalam regulasi
dan homeostasis (untuk mempertahankan keseimbangan yang ada).
Tetapi, keadaan seperti ini tidak akan bertahan lama karena ekosistem
yang cenderung dinamis akan terus berubah-ubah. Jika satu faktor
berubah, maka faktor lain dapat berubah.
Kondisi ekosistem di masa-masa mendatang diduga berada dalam dua
kondisi yang berbeda: bisa membentuk keadaan klimaks apabila ekosistem
tidak mengalami kerusakan karena adanya gangguan-gangguan; atau, dapat
pula ekosistem ini membentuk keadaan yang didalamnya terdapat proses
suksesi atau bahkan hilang (musnah) karena adanya gangguan-gangguan,
seperti bencana alam dan aktivitas manusia yang merusak alam.
a.) Faktor perubahan ekosistem
Ekosistem mengalami perubahan sepanjang waktu. Komponen-komponen
di dalam ekosistem dapat mengalami peningkatan maupun penurunan
jumlah populasi. Misalnya, pada saat musim hujan, sebuah kebun akan
mendapatkan lebih banyak air daripada biasanya. Tanaman tumbuh
dengan baik. Tikus-tikus tanah juga akan mendapatkan lebih banyak
makanan daripada biasanya. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
populasi tikus tanah pada kebun tersebut. Peningkatan jumlah tikus tanah
akan menyebabkan meningkatnya populasi ular tanah. Hal ini disebabkan
ular tanah mendapatkan banyak makanan berupa tikus tanah pada musim
itu. Pada musim kemarau, air yang turun di kebun tersebut tentu
berkurang. Tanaman tumbuh lebih lambat. Makanan yang dihasilkannya
juga lebih sedikit. Keadaan ini akan mengakibatkan menurunnya populasi
tikus tanah yang memakan tanaman di kebun itu. Akibatnya, populasi ular
tanah pun akan berkurang, karena berkurangnya sumber makanan pada
musim itu. Ekosistem mengalami perubahan baik secara alami maupun
karena kegiatan manusia. Perubahan musim, seperti dijelaskan di atas,
merupakan salah satu contoh perubahan alami. Selain musim, yang
termasuk faktor perubahan alami adalah bencana alam berupa gunung
meletus, gempa, tanah longsor, kebakaran hutan, tsunami, angin ribut, dan
banjir. Secara umum, penyebab terganggunya keseimbangan ekosistem
atau lingkungan dibagi ke dalam dua kelompok besar yaitu karena faktor
alam dan faktor manusia.
a. Faktor Alam
Faktor alamiah merupakan penyebab kerusakan ekosistem yang terjadi
murni karena musabab alam. Misalnya saja gempa bumi, terjadinya
kebakaran hutan akibat cuaca, bajir, longsor, tsunami dan masih
banyak lagi lainnya. Peristiwa tersebut memicu terjadinya perubahan
ekosistem misalnya saja saat Gunung Merapi di wilahyah Jawa
Tengah meletus, maka kerusakan ekosistem di sekitar Merapi tak bisa
dihindarkan. Mahluk hidup baik itu hewan dan tumbuhan bahkan
manusia bisa mati. Hal tersebut sama saja dengan peristiwa semacam
gempa dan banjir, akan berakibat pada terganggunya kestabilan
ekosistem. Sebagai sebuah kesatuan, maka jika dalam sebuah
ekosistem terdapat satu organisme yang mati maka akan berpengaruh
pada keadaan organisme lainnya.
b. Faktor Manusia
Manusia dapat menjadi faktor penyebab terjadinya perubahan
ekosistem. Manusia melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut maka
manusia melakukan sejumlah kegiatan yang justru berperan dalam
kerusakan lingkungan di sekitarnya. Ada beberapa kegiatan manusia
yang menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem. Antara
lain: Kegiatan penebangan dan pembakaran hutan. Dua kegiatan ini
bisa menimbulkan kerusakan yang sangat serius bagi ekosistem. Tak
hanya menyebabkan banjir juga longsor, berkurangnya pohon yang
merupakan paru-paru dunia ini akan membuat iklim di bumi
terganggu. Penebangan pepohonan akan membuat tanah tidak lagi
terkunci secara benar sehingga mudah longsor dan udara tidak lagi
bisa didaur ulang sehingga kadar oksigen semakin berkurang.
Pembakaran hutan jauh lebih berbahaya lagi sebab bisa membunuh
semua makhluk hidup yang ada di dalam hutan tersebut dan
menyebabkan kelangkaan beberapa tanaman tertentu. Perburuan
hewan yang tak terkendali. Manusia membutuhkan hewan baik itu
sebagai salah satu bahan makanan maupun sebagai rekreasi. Manusia
mengkonsumsi hewan, misalnya ikan, bukan hal yang merusak jika
dilakukan dengan cara yang wajar. Namun, manakala manusia
menangkap ikan dengan bom peledak, racun atau kejut listrik, maka
bisa dipastikan akan berakibat buruk pada keseimbangan lingkungan.
Hewan sebagai rekreasi. Terkadang banyak manusia yang menangkap
hewan hanya untuk dipelihara dan dijual demi tujuan komersil
mislanya bahan garmen dan semacamnya. Hal ini sangat buruk dan
berdampak pada kelangkaan hewan tertentu. Kegiatan pemakaian
pupuk yang berlebihan. Aktivitas pertanian manusia juga terkadang
bisa mengganggu keseimbangan alam. Pupuk digunakan untuk
memaksimalkan hasil pertanian. Ada dua jenis pupuk yang digunakan
yakni pupuk alami dan pupuk buatan. Penggunaan pupuk alami tidak
membahayakan organisme lainnya sementara itu penggunaan pupuk
buatan, jika digunakan secara berlebihan akan berbahaya bagi
organisme lainnya. Kegiatan pembuangan sampah dan limbah.
Ratusan milyar manusia di dunia ini, setiap melakukan kegiatan pasti
menghasilkan sampah juga limbah. Sebut saja limbah dari rumah
tangga, transportasi, pertanian, hingga limbah industri. Apabila tidak
diurai secara cermat makan limbah dan sampah ini akan mengganggu
keseimbangan ekosistem dan mengancam nyawa organisme lainnya.
Kegiatan yang mencemari lingkungan. Pencemaran terhadap tanah,
pencemaran terhadap udara, pencemaran terhadap suara, dan juga
pencemaran terhadap air. Pencemaran tanah terjadi dengan cara
menciptakan limbah yang tak bisa diurai hingga ribuan tahun lamanya,
misalnya saja plastik. Pencemaran suara misalnya oleh suara bising
yang merusak pendengaran organisme. Pemcemaran air misalnya
dengan masuknya bahan padat maupun cair di dalam air yang
membahayakan organisme di dalam air. Sedangkan pencemaran udara
adalah masuknya berbagai polutan ke udara baik itu dari asap
kendaraan, debu juga jelaga. Dalam suatu ekosistem yang masih alami
dan belum terganggu akan didapati adanya keseimbangan antara
komponen-komponen penyusun ekosistem tersebut keadaan ini
disebut homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk dapat
menahan berbagai perubahan alam dalam sistem secara menyeluruh.
Ekosistem yang dikatakan seimbang adalah apabila semua komponen
baik biotik maupun abiotik berada pada porsi yang seharusnya baik
jumlah maupun peranannya dalam lingkungan. Dalam ekosistem
terjadi peristiwa makan memakan yang kita sebut dengan istilah rantai
makanan. Idealnya dalam sebuah rantai makanan jumlah masing-
masing anggotanya harus sesuai dengan aturan ekosistem.
Ketidakseimbangan ekosistem terjadi apabila semua komponen biotik
maupun abiotik tidak berada pada porsi yang seharusnya baik jumlah
maupun perananya dalam lingkungan. Sehingga dapat dikatakan tidak
seimbang jika salah satu komponen pada ekosistem tersebut rusak.
Misalnya populasi tikus di sawah sedikit karena terus diburu oleh para
petani akan mengakibatkan populasi ular menurun karena kehabisan
makanan berupa tikus.
C. Penyebaran makhluk hidup berdasarkan garis Wallace-Weber
Pada dinding di sebuah gang di Kota Ternate ada goresan grafiti
bertuliskan “A.R. Wallace – ilmuwan Ternate kelahiran Inggris.” Begitu
tingginya rasa memiliki masyarakat setempat terhadap Wallace sehingga
mengakuinya sebagai ilmuwan warga Ternate. Namun, sejauh mana
keakraban orang Indonesia kepada Wallace, mengingat buku bacaan dan
publikasi menyangkut kisah perjalanan kehidupan keilmuan Wallace sangat
terbatas? Alfred Russel Wallace (1823 – 1913), naturalis Inggris menjelajahi
Kepulauan Indonesia – umumnya dengan berjalan kaki dan berperahu –
selama 8 tahun (1854 – 1862) berturut-turut dari Semenanjung Malaka dan
Singapura (1854); Kalimantan utara (1855-1856); Bali, Lombok dan Sulawesi
(1856 ); Kepulauan Kei dan Kepulauan Aru, Sulawesi, Banda (1857); Ternate,
Ambon, Papua dan Bacan (1858); Seram, Timor, Ternate dan Jailolo
(Halmahera) (1859); Seram, Gorong, Ternate, Matabela, Waigeo (1860);
Makassar, Timor, Seram, Banda, Buru, Jawa, Sumatra (1861); Singapura
sebelum kembali ke London (1862). Salah satu buku bacaan yang memuat
informasi hasil penjelajahan Wallace di Kepulauan Indonesia adalah The
Malay Archipelago, terbit pada tahun 1869. Inilah satu-satunya buku karya
Wallace yang diterbitkan di Indonesia, diterjemahkan menjadi “Menjelajah
Nusantara” (2000) dan “Kepulauan Nusantara” (2009) oleh penerbit yang
berbeda. Setidaknya ada dua hal paling menonjol yang mengingatkan dunia
akan kejeniusan Wallace, yaitu gagasannya tentang teori evolusi berdasarkan
seleksi alam; dan temuan garis hipotetik yang memisahkan kumpulan fauna di
bagian barat Kepulauan Indonesia dengan yang di bagian timurnya.
1. Garis Wallace hingga Garis Weber
Teori evolusi yang diusulkan Weber sudah seringkali diperbincangkan
bahkan sampai kepada kronologi cerita dibalik temuan teori itu. Teori evolusi
berdasarkan seleksi alam memberi pesan: individu yang sehat, kuat dan cerdik
dalam beradaptasi dengan alamlah yang sukses mempertahankan hidup ( the
fittest would survive). Ketika ia menetap di Ternate (1858), gagasan kunci
Wallace mengenai teori evolusi ini ditulisnya dan diposkan kepada Charles
Darwin (1809 – 1882) berupa esai yang kemudian dikenal dengan “Surat dari
Ternate.”
Ide Wallace ini bersamaan dengan persoalan evolusi yang juga
dipikirkan Darwin. Maka, esai Wallace menjadi ilham bagi Darwin dan pada
tahun 1859 Darwin menuangkan perihal teori evolusi ke dalam bukunya, “On
the Origin of Species” (Asal-usul Species). Ketika Darwin mendapat
kehormatan atas karyanya dalam teori evolusi, Wallace masih berada di
hutan-hutan di Kepulauan Indonesia, dan sampai beberapa puluh tahun
berikutnya nama Wallace berada di bawah bayang-bayang popularitas
Darwin. Kepulauan Indonesia dan Garis Wallace yang membagi flora dan
fauna Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu kelompok di kanan/ sebelah
timur yang memiliki hubungan dengan Asutralia dan kelompok di kiri atau
sebelah barat Garis Wallace yang memiliki hubungan dengan Asia. Weber
dan Lydekker kemudian membagi lagi terutama flora dan fauna di wilayah
antara Sulawesi dan Papua masing-masing dengan Garis Weber dan Garis
Lydekker. Sumber: Museum Geologi.
Pengamatan mata rantai asal-usul spesies dan hewan endemik yang
ditemuinya juga tidak lepas dari gagasanya mengelompokkan fauna Indonesia
dengan garis demarkasi yang tegas. Garis hipotetik yang diciptakan Wallace
tahun 1859 memotong Kepulauan Indonesia dari utara ke selatan di antara
pulau Kalimantan dan Sulawesi dan di antara pulau Bali dan Lombok,
kemudian dikenal sebagai Garis Wallace. Sub-judul buku The Malay
Archipelago yang berbunyi ‘The land of the orang-utan, and the bird of
paradise’ memberi aba-aba kepada pembacanya tentang gambaran
keanekaragaman hayati yang luar biasa mengisi setiap sudut Kepulauan
Indonesia. Keunikan dan sebaran keanekaragaman hayati yang diamati
Wallace di Kepulauan Indonesia menjadi ciri khas biogeografi Indonesia.
Wallace menemukan orang-utan hanya di Indonesia bagian barat, sebaliknya
mendapati burung cendrawasih (the bird of paradise) hanya di Indonesia
bagian timur. Tidak ada di tempat manapun di dunia ini yang keanekaragaman
hayatinya memiliki kekontrasan biogeografi dalam jarak yang sangat sempit,
kecuali di Kepulauan Indonesia. Karena Wallace lebih banyak melakukan
pengamatan binatang daripada tumbuhan, biogeografi Indonesia yang
digambarkannya lebih menonjolkan keanekaragaman binatang atau
zoogeografi. Gajah, tapir, kera, beruang madu, banteng, harimau, badak,
bekantan, orangutan adalah contoh binatang yang diketahui menghuni di
Pulau Jawa, Pulau Sumatra dan Pulau Kalimantan. Sebagian besar diantara
jenis binatang itu tersebar di bagian Asia Selatan dan Tenggara. Hewan-
hewan tersebut menunjukkan pernah adanya hubungan darat di antara pulau-
pulau besar Jawa, Sumatra dan Kalimantan dan dengan Semenanjung Malaka.
Seperti dijelaskan Wallace, “setelah kita memeriksa zoologi negeri-negeri ini,
kita menemukan bukti bahwa pulaupulau yang besar ini pada suatu masa
merupakan bagian dari Benua Asia dan mungkin terpisah pada masa yang
belum lama berlalu (at very recent geological epoch). “Sebaliknya, spesies
mamalia dan burung yang hidup dibelahan timur Indonesia (Papua,
Kepulauan Aru, Misool dan Waigeo ) memiliki jenis serupa seperti yang di
Australia, misalnya: walabi, kanguru pohon, emu, platipus, wombat, kasuari
dan cendrawasih. “Adanya perbedaan yang mendasar di Kepulauan Indonesia
sehingga saya berkesimpulan bahwa bila sebuah garis ditarik di antara pulau-
pulau, kepulauan itu akan terbagi dua, setengah bagian termasuk Asia dan
setengah lagi termasuk Australia. Bagian yang pertama disebut Indo-Melayu
dan bagian kedua disebut Austro-Melayu,” tulis Wallace dalam buku
Menjelajah Nusantara. Pulau Bali yang hanya berjarak 35 km dari Pulau
Lombok -digolongkan sebagai kawasan zoogeografi Asia (Indo-Melayu)
karena beberapa spesies burung di Bali tidak dijumpai di Lombok dan
sebaliknya.
Sampai di sini urusan penggolongan dua kawasan zoogeografi selesai.
Namun Max Carl Wilhelm Webber (1852 – 1937) ahli zoologi Jerman belum
bersepakat atas garis demarkasi yang diusulkan Wallace. Weber, berdasarkan
hasil Ekspedisi Siboga (1899-1900) berteori bahwa garis pemisah zoogeografi
itu bukan melintasi Selat Makassar dan Selat Lombok melainkan lebih ke
timur antara Sulawesi dan Maluku dan antara Pulau Timor dan Australia. Ke
arah barat dari garis itu ia menghitung ada lebih dari 50% hewan yang mirip
dengan hewan Asia, dan di sebelah timur garis memiliki lebih dari 50%
hewan Australia. Garis itu dikenal sebagai Garis Weber. Sebelumnya, pada
tahun 1895 Richard Lydekker (1849 – 1915) mengusulkan garis pemisah itu
lebih ke timur lagi, antara Pulau Halmahera – Pulau Seram dengan Pulau
Misool dan Papua; antara Kepulauan Tanimbar -Kepulauan Kai dengan
Kepulauan Aru, yang dikenal sebagai Garis Lydekker.
Bukti Lain Sundaland Para ahli biogeografi masa kini memikirkan
tentang kawasan diantara Garis Wallace dan Garis Weber atau Garis
Lydekker sebagai zona peralihan yang meliputi Sulawesi, Nusa tenggara dan
Maluku. Pada masanya, di kawasan peralihan itu Wallace menemukan burung
maleo, anoa, babirusa di Pulau Sulawesi dan komodo dragon di Pulau
Komodo. Kawasan transisi ini dikenal juga sebagai Wallacea. Dibandingkan
dengan bentangan wilayahnya yang seluas 347.000 km2, Wallacea menjadi
rumah bagi spesies endemik paling tinggi di dunia. Sebanyak 1.500 dari
10.000 jenis tumbuhan dan 525 dari 1142 jenis binatang di kawasan Wallacea
adalah spesies endemik yaitu jenis mahluk hidup yang berkembang hanya di
suatu kawasan sempit tertentu.
Apa yang Wallace ‘ramalkan’ tentang menyatunya pulau-pulau Jawa,
Sumatra dan Kalimantan dengan semenanjung Malaka di masa lampau
berdasarkan temuan sebaran hewan-hewan di sana, daratan yang bersatu itu
kini disebut sebagai Sundaland menjadi kebenaran ilmu pengetahuan sampai
di era modernini. Para ahli kebumian masa kini percaya bahwa zaman es –
sebagian besar muka Bumi ditutupi es – yang terakhir pernah terjadi pada
zaman Pleistosen Akhir sampai kira-kira 18.000 tahun yang lalu (Voris,
2000). Ketika itu selain muka air laut diantara pulaupulau Jawa, Sumatra,
Kalimantan dan semenanjung
Malaka menyusut, lapisan es menutupi seluruh kawasan Sundaland.
Lapisan es menjadi jembatan bagi hewan-hewan saling bermigrasi ke antara
pulau-pulau itu. Hal serupa terjadi antara benua Australia dengan Pulau Papua
dan pulau-pulau kecil di dekatnya yang disebut sebagai Paparan Sahul. Peta-
peta yang menggambarkan paleogeografi zaman Pleistosen memperlihatkan
daratan Sunda atau Sundaland (menyatunya pulau-pulau Jawa, Sumatra dan
Kalimantan dengan daratan Asia) dan daratan Sahul atau Sahulland ( Pulau
Papua dan pulau-pulau di sekitarnya menyatu dengan benua Australia). Salah
satu bukti modern adalah ditemukannya 6 spesies baru lalat sungai
(Drosophilla) yang penyebarannya hanya dijumpai di hutan-hutan di Jawa,
Sumatra, Kalimantan dan Bali (Suwito and Watabe, 2010). Bagaimana lalat
sungai yang berukuran 3 mm itu bisa menyebrangi laut di antara pulau-pulau
Jawa, Sumatra dan Kalimantan bila tidak ada ‘jembatan’ dan makanan di
antara pulaupulau itu. Indonesia memang negara kepulauan yang kaya raya,
gemah ripah loh jinawi. Tetapi ketika diminta menyebutkan di bidang apa dan
di bagian mana Indonesia kaya raya, kita tidak mudah begitu saja
menyebutnya. Keanekaragaman hayati dengan keunikan biogeografi yang
diperi oleh Wallace adalah kekayaan alam Indonesia yang harus diketahui
orang Indonesia. Dalam buku The World of Life (1911, tidak terbit di
Indonesia) Wallace menulis, bahkan seperti meramalkan : “Pertimbangan
pertimbangan ini seharusnya membawa kita untuk melihat pada semua karya
alam, yang hidup atau mati, diinvestasikan dengan kesakralan tertentu, untuk
digunakan oleh kita tapi tidak disalahgunakan, dan untuk tidak pernah secara
sembrono dihancurkan atau dirusak. Mencemari suatu sumber air atau sungai,
memusnahkan seekor burung atau binatang, seharusnya dianggap sebagai
pelanggaran moral dan kejahatan social (Munasri).
Cara-cara penyebaran Sir C. Lyell dan penulis-penulis lain telah
membahas masalah ini dengan baik. Perubhana iklim tentu telah berdampak
kuat pada migrasi ketika keadaan iklimnya berbeda, suatu wilayah mungkin
pernah menjadi lintasan yang ramai dalam migrasi, tetapi sekarang tidak dapat
dilalui. Perubahan permukaan tanah juga sangat berpengaruh, suatu tanah
genting yang sempit sekarang memisahkan dua fauna laut ,
menenggelamkannya atau pernah menenggelamkannya sebelumnya, dan
kedua fauna itu akan membaur atau mungkin pernah membaur sebelumnya
dimana laut sekarang meluas pada periode sebelumnya mungkin berupa tanah
yang menghubungkan pulau-pulau atau mungkin menyambung benua-benua
menjadi satu dengan demikian memungkinkan produksi-produksi darat untuk
melintas dari satu tempat ke tempat lain.
D. Perbedaan antara orang Indonesia dengan orang luar negri
Arif, Saiful. (2007). Ekologi Manusia dan Kesadaran Individu dalam Lingkungan
Hidup. Malang: Tidak Tersedia.
Kevin Romm, Abigail. (2015). How & Why Do Ecosystems Change over Time?.
[Online]. Tersedia di : https://sites.jmu.edu/gbio103/how-why-do-ecosystems-
change-over-time/
Nurjhani K, Mimin. (2009). Modul Ekologi sebagai Ilmu Lingkungan: Tidak tersedia.