Anda di halaman 1dari 8

Al-Khansa Binti Amru, Ibunda Para Syuhada

Ketaatan seorang hamba kepada ibu adalah ketaatan yang hanya bersumber kepada Allah SWT. Begitu
besar kemuliaan seorang anak yang bisa membahagiakan ibunya. Namun, tentu lebih besar lagi jika
seorang anak bisa mengamalkan perintah Allah disertai ridha sang ibu.

Sebaik-baik kisah tentang keridhaan seorang ibu ada pada keluarga Khansa binti Amru. Sosok sahabiyah
yang mempersembahkan keempat anaknya sebagai syuhada. Ia digelari "Ibunda Para Syuhada". Tiadalah
anak-anaknya bersemangat menjemput syahid jika bukan karena didikan Khansa.

Khansa lahir pada zaman jahiliyah kaum Quraisy. Ia tumbuh besar di tengah suku Arab, Bani Mudhar.
Khansa digambarkan sebagai sosok yang mulia, murah hati, tenang, pemberani, dan jujur. Ia juga
memiliki kelebihan lain, yakni bersyair. Syairnya indah seperti jiwanya. Kata-katanya menghujam seperti
tekadnya.

Syahdan suatu hari ia bersyair untuk ayahnya Mua'wwiyah dan saudara lelakinya Shakhr yang gugur
dalam peperangan di masa jahiliyah. Ia mengucapkan syair sembari meneteskan air mata. Umar bin
Khattab RA yang melihatnya pun bertanya, "Mengapa engkau menangis Khansa?" Ia pun menjawab,
"Aku menangisi ayah dan saudaraku." Umar pun menegur Khansa karena mereka berdua meninggal
dalam keadaan kafir. "Justru itulah yang membuatku lebih kecewa dan sedih lagi. Dulu aku menangisi
Sakhr atas kehidupannya. Sekarang aku menangisinya karena ia adalah ahli neraka."

Dalam sebuah riwayat lain, sahabat Adi bin Hatim dan saudarinya Safanah binti Hatim datang ke
Madinah dan menghadap Rasulullah. Adi berkata, "Ya Rasulullah, dalam golongan kami ada orang yang
paling pandai dalam bersyair, orang yang paling pemurah hati, dan orang yang paling pandai berkuda."

Mendengar hal itu, Baginda meminta Adi bin Hatim menyebutkannya. Adi bin Hatim pun menyebutkan
orang-orang itu. "Yang paling pandai bersyair adalah Umru'ul Qais bin Hujr dan orang yang paling
pemurah hati adalah Hatim Ath-Tha'i, ayahku. Sedangkan yang paling pandai berkuda adalah Amru bin
Ma'dikariba."

Seketika, Rasulullah menukas nama-nama yang disebutkan Adi bin Hatim. Kemudian, Baginda bersabda,
"Apa yang telah engkau katakan itu salah, wahai Adi bin Hatim. Orang yang paling pandai bersyair adalah
Al-Khansa binti Amru dan orang yang paling murah hati adalah Muhammad Rasulullah serta orang yang
paling pandai berkuda adalah Ali bin Abi Thalib."

Kemampuannya bersyair pun diakui oleh banyak sahabat Rasulullah. Jarir RA pernah ditanya oleh
sesorang, "Siapakah yang paling pandai bersyair?" Jarir pun berkata "Kalau tidak ada al-Khansa tentu
aku."

Bakatnya sebagai seorang penyair sangat mumpuni. Begitu pun kasih sayang terhadap suami dan
keempat anaknya yang tiada tara. Muslimah yang memiliki nama lengkap Tumadhar binti ‘Amr bin
Syuraid bin ‘Ushayyah As-Sulamiyah ini menikah dengan Rawahah bin Abdul Aziz As Sulami. Dari
pernikahan itu, ia mendapatkan empat orang anak laki-laki.

Kasih sayang dan ilmu yang berlimpah ia berikan kepada anak-anaknya. Sehingga, keempat anaknya itu
menjadi pahlawan Islam yang tersohor. Keempatnya wafat sebagai syuhada pada perang Qadisiyah.

Sebelum peperangan dimulai, terjadi perdebatan yang sengit di rumah Al-Khansa. Keempat putranya
saling memperebutkan kesempatan untuk ikut berperang melawan tentara Persia. Mereka juga berdebat
tentang siapa yang harus tinggal di rumah bersama ibunda mereka.

Satu sama lain saling tunjuk menunjuk untuk tinggal di rumah bersama ibunya. Keempatnya memiliki
keinginan besar untuk melawan musuh. Pertengkaran itu pun terdengar oleh Al-Khansa dan
mengumpulkan semua anak-anaknya.

"Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian memeluk agama ini tanpa paksaan dan berhijrah dengan
kehendak sendiri. Demi Allah, yang tiada Tuhan selain Dia. Sesungguhnya, kalian adalah putra-putra dari
seorang lelaki dan dari seorang perempuan yang sama," ujarnya.

Ia melanjutkan, tidak pantas baginya untuk mengkhianati ayahanda dari keempat anaknya ataupun
membuat malu paman mereka atau mencoreng tanda di kening keluarganya. "Jika kalian melihat perang
di jalan-Nya, singsingkanlah lengan baju kalian dan berangkatlah. Majulah hingga barisan depan, niscaya
engkau akan mendapatkan pahala di akhirat tepatnya di negeri keabadian."
Ia pun memberikan ridha bagi keempat anaknya untuk berjihad. "Berangkatlah kalian dan bertempurlah
hingga syahid menjemput kalian." Keempatnya pun bergegas menuju medan perang. Mereka saling
berjuang melawan musuh-musuh Allah dan berhasil membunuh banyak pasukan Persia. Pada akhirnya
syahid datang dan menjemput mereka.

Al-Khansa pun mendengar syahid keempat anak-anaknya. Namun, bukanlah air mata yang mengalir
deras dari matanya, melainkan binaran tanda syukur dan ia berkata "Alhamdulillah, yang telah
memuliakanku dengan syahidnya putra-putraku. Semoga Allah, segera menjemputku dan
mempertemukan aku dengan mereka dalam naungan rahmat-Nya di Firdaus-Nya yang luas."

Keikhlasan dirinya sebagai seseorang yang mengandung anak-anaknya selama sembilan bulan tak
terbandingi nilainya. Doanya untuk dipertemukan dengan keempat putra yang syuhada datang. Ia wafat
pada masa permulaan Khalifah Ustman bin Affan RA, tepatnya pada 24 Hijriyah.

Semoga Allah merahmati al-Khansa’ yang benar-benar beliau sebagai seorang ibu yang tidak
sebagaimana layaknya ibu yang lain, kalau saja para ummahatul Islam setelahnya semisal beliau, niscaya
tiada hilang mereka yang telah hilang, tak akan dapat tidur mata orang yang sedang gelisah.

Sumber : http://m.republika.co.id/berita/koran/dialog-jumat/14/12/20/ngthwz37-alkhansa-binti-amru-
ibunda-para-syuhada#

https://www.google.com/amp/s/ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/13/khansa-binti-amru-tamadhir-
binti-amru-bin-haris-wafat24h/amp/

ulillah, Segala puji bagi allah yang telah menciptakan hamba yang penuh dosa ini dan menggerakkan
hatinya untuk menuliskan kisah salah seorang shahabiyah Al Khansa Binti Amru Ra.a dari lahir hingga
wafat, berikut ini adalah kisahnya :

Nama lengkapnya adalah Tamadhar binti Amru bin al-Haris bin asy-Syarid, (Arab: ‫تماضر بنت عمرو بن الحرث‬
‫ )بن الشريد السسلُمية‬atau dikenal luas dengan nama al-Khansa (Arab:‫( )الخنساء‬dari bahasa Arab yang berarti
'kijang') adalah penyair Arab abad ketujuh. Al-Khansa lahir dan besar di wilayah Najd (wilayah tengah
dari Arab Saudi saat ini). Awalnya ia bersebrangan dengan Nabi Muhammad, tetapi kemudian memeluk
Islam.

Pada masanya, penyair wanita hanya menyairkan elegi tentang kematian dan melantunkan untuk suku
dihadapan khalayak umum. Al-Khansa mendapatkan ketenaran dan pengakuan dari khalayak umum
dengan elegi untuk saudara laki-lakinya, Sakhr dan Muawiyah yang tewas dalam pertempuran. Ia dikenal
sebagai penyair wanita terbaik dalam literatur sastra Arab.
seorang wanita penyair yang tersohor. Beberapa syair terlantun dari lisan beliau di saat kematian
saudaranya Shakhr di masa jahiliyah, maka beliau meratap dengan ratapan yang menyedihkan, yang
akhirnya syair tersebut menjadi syair yang paling terkenal dalam hal syair duka cita. Di antara syair yang
bagus yang beliau ciptakan adalah sebagai berrikut.

Menangislah dengan kedua matamu atau sebelah mata

Apakah aku akan kesepian karena tiada lagi penghuni di dalam rumah

Dan di antara syair beliau yang bagus adalah:

Kedua mataku menangis dan tiada akan membeku

Bagaimana mata tidak menangis untuk Shakhr yang mulia

Bagaimana mata tidak menangis untuk sang pemberani

Bagaimana mata tidak menangis untuk seorang pemuda yang luhur

Beliau mendatangi Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam bersama kaumnya dari Bani Salim, kemudian
mengumumkan ke-Islamannya dan menganut akidah tauhid, amat baik keislaman beliau sehingga
menjadi lambang yang cemerlang dalam keberanian, kebesaran jiwa dan merupakan perlambang
kemuliaan bagi sosok wanita muslimah.

Rasulullah pernah meminta kepadanya untuk bersyair, maka beliau bersyair, Rasulullah menyahut,
“Wahai Khansa’ dan hari-hariku di tangan-Nya.”

Ketika Adi bin Hatim datang kepada Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam, dia berkata kepada Nabi,
“Wahai Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam, sesungguhnya di tengah-tengah kami ada orang yang
paling ahli dalam syair, ada juga orang yang paling dermawan di antara manusia dan orang yang paling
ahli dalam menunggang kuda.” Kemudian Nabi Shalalahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Siapakah nama
mereka?” Adi bin Hatim berkata, “Adapun orang yang paling ahli bersyair adalah al-Qais bin Hajar,
sedangkan yang paling dermawan adalah Hatim bin Sa’ad (yakni bapaknya Adi), adapun yang paling ahli
dalam berkuda adalah Amru bin Ma’di Karib.” Rasulullah Shalalahu ‘alaihi Wassalam bersabda, “Tidak
benar apa yang kamu katakan wahai Adi, adapun orang yang paling ahli dalam syair adalah Khansa’ binti
Amru, adapun orang yang paling dermawan adalah Muhammad (yakni Muhammad Shalalahu ‘alaihi
Wassalam), sedangkan orang yang paling ahli berkuda adalah Ali bin Abu Thalib.”
Di samping kelebihan tersebut -hingga karena keistimewaannya dikatakan, ‘Telah dikumpulkan para
penyair dan ternyata tidak didapatkan seorang wanita yang lebih ahli tentang syair daripada beliau- ,
beliau juga memiliki kedudukan dan prestasi jihad yang mengagumkan dalam berpartisipasi bagi Islam
dan membela kebenaran. Beliau turut menyertai peperangan-peperangan bersama kaum muslimin dan
menyertai pasukan mereka yang memperoleh kemenangan.

Ketika Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani berangkat ke Qadisiyah di masa Amirul Mukminin Umar bin
Khaththab ra, Khansa’ berangkat bersama keempat putranya untuk menyertai pasukan tersebut.

Di medan peperangan, di saat malam ketika para pasukan sedang siap berperang satu sama lain, Khansa’
mengumpulkan keempat putranya untuk memberikan pengarahan kepada mereka dan mengobarkan
semangat kepada mereka untuk berperang dan agar mereka tidak lari dari peperangan serta agar mereka
mengharapkan syahid di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka, dengarkanlah wasiat al-Khansa’ yang
mulia tersebut:

“Wahai anak-anakku, sesungguhnya kalian telah masuk Islam dengan ketaatan, kalian telah berhijrah
dengan sukarela dan Demi Allah, tiada ilah selain Dia, sesungguhnya kalian adalah putra-putra dari
seorang wanita yang tidak pernah berkhianat kepada ayah kalian, kalian juga tidak pernah memerlukan
paman kalian, tidak pernah merusak kehormatan kalian dan tidak pula berubah nasab kalian. Kalian
mengetahui apa yang telah Allah janjikan bagi kaum muslimin berupa pahala yang agung bagi yang
memerangi orang-orang kafir, dan ketahuilah bahwa negeri yang kekal lebih baik dari negeri yang fana
(binasa). Allah Azza wa Jalla befirman, “Wahai orang-orang yang berfirman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan) dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung.” (Ali Imran: 20).

Maka, ketika datang waktu esok, jika Allah menghendaki kalian masih selamat, persiapkanlah diri kalian
untuk memerangi musuh dengan penuh semangat dan mohonlah kepada Allah untuk kemenangan kaum
muslimin. Jika kalian melihat perang telah berkecamuk, ketika api telah berkobar, maka terjunlah kalian
di medan laga, bersabarlah kalian menghadapi panasnya perjuangan, niscaya kalian akan berjaya dengan
ghanimah (rampasan perang) dan kemuliaan atau syahid di negeri yang kekal.

Sementara itu keempat putranya mendengarkan wejangan tersebut dengan penuh seksama, mereka
keluar dari kamar ibu mereka dengan menerima nasihatnya dan tekad hatinya untuk melaksanakan
nasihat tersebut. Maka, ketika datang waktu pagi, mereka segera bergabung bersama pasukan dan
bertolak untuk menghadapi musuh, sedangkan mereka berangkat seraya melantunkan syair. Yang paling
besar bersenandung:

Wahai saudaraku, sesungguhnya ibunda sang penasehat

Telah berwasiat kepada kita kemarin malam

Dengan penjelasan yang tenang dan gamblang

Maka bersegeralah menuju medan tempur yang penuh bahaya

Yang kalian hadapi hanyalah

kawanan anjing yang sedang menggonggong

Sedang mereka yakin bahwa dirinya akan binasa oleh kalian

Adapun kalian telah dinanti oleh kehidupan yang lebih baik

Ataukah syahid untuk mendapatkan ghanimah yang menguntungkan

Kemudian dia maju untuk berperang hingga terbunuh. Lalu yang kedua bersenandung:

Sesungguhnya ibunda yang tegas dan lugas

Yang memiliki wawasan yang luas dan pikiran yang lurus

Suatu nasihat darinya sebagai tanda berbuat baik terhadap anak

Maka bersegeralah terjun di medan perang dengan jantan

Hingga mendapatkan kemenangan penyejuk hati

Ataukah syahid sebagai kemuliaan abadi

Di Jannah Firdaus dan hidup penuh bahagia

Kemudian dia maju dan berperang hingga menemui syahid. Lalu giliran putra al-Khansa’ yang ketiga
bersenandung:
Demi Allah, aku tak akan mendurhakai ibuku walau satu huruf pun

Beliau telah perintahkan aku untuk berperang

Sebuah nasihat, perlakuan baik, tulus dan penuh kasih sayang

Maka, bersegeralah terjun ke medan perang yang dahsyat

Hingga kalian dapatkan keluarga Kisra (kaisar) dalam kekalahan

Jika tidak, maka mereka akan membobol perlindungan kalian

Kami melihat bahwa kemalasan kalian adalah suatu kelemahan

Adapun yang terbunuh di antara kalian adalah kemenangan dan pendekatan diri kepada-Nya

Kemudian, dia maju dan bertempur hingga mendapatkan syahid. Lalu giliran putra al-Khansa’ yang
terakhir bersenandung:

Bukanlah aku putra al-Khansa, bukan pula milik al-akhram

Bukan pula Amru yang memiliki keagungan

Jika aku tidak bergabung dengan pasukan yang memerangi Persia

Maju dalam kancah yang menakutkan

Hingga berjaya di dunia dan mendapat ghanimah

Ataukah mati di jalan yang paling mulia

Kemudian, dia maju untuk bertempur hingga beliau terbunuh.

Ketika berita syahidnya empat bersaudara itu sampai kepada ibunya yang mukminah dan sabar, beliau
tidaklah menjadi goncang ataupun meratap, bahkan beliau mengatakan suatu perkataan yang masyhur
yang dicatat oleh sejarah dan akan senantiasa diulang-ulang oleh sejarah sampai waktu yang
dikehendaki Allah, yakni:
“Segala puji bagi Allah yang memuliakan diriku dengan syahidnya mereka, dan aku berharap kepada
Rabb-ku agar Dia mengumpulkan diriku dengan mereka dalam rahmat-Nya”.

Adalah Umar bin Khaththab mengetahui betul tentang keutamaan al-Khansa’ dan putra-putranya
sehingga beliau senantiasa memberikan bantuan yang merupakan jatah keempat anaknya kepada beliau
hingga beliau wafat.

Kemudian, wafatlah al-Khansa’ di Badiyah pada awal kekhalifahan Utsman bin Affan ra pada tahun 24
Hijriyah.

Semoga Allah merahmati al-Khansa’ yang benar-benar beliau sebagai seorang ibu yang tidak
sebagaimana layaknya ibu yang lain, kalau saja para ummahatul Islam setelahnya semisal beliau, niscaya
tiada hilang mereka yang telah hilang, tak akan dapat tidur mata orang yang sedang gelisah.

http://www.perkaraiman.com/2017/10/kisah-al-khansa-binti-amru-raa-lengkap.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai