Anda di halaman 1dari 36

PRE PLANNING

PELATIHAN POSBINDU DI WILAYAH RW 01 KELURAHAN


SENDANGGUWO KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

Disusun Oleh :
KELOMPOK V & VI KOMUNITAS:

1. Desilva Setia Anggraeni G3A018093


2. Insani Tegar Belahaq G3A018097
3. Windawati G3A018098
4. Lestari Astuti Pai G3A019001
5. Ismawati Latado G3A019002
6. Fitriyanti G3A019003
7. Irnawati G3A019004
8. Arman Umawaitina G3A019006
9. Arfan Abdullah G3A019007
10. Muhammad Sutriyanto G3A019010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
PRE PLANNING PELATIHAN POSBINDU
DI RW I KELURAHAN SENDANGGUWO KEC. TEMBALANG
KOTA SEMARANG

A. Latar Belakang
Lanjut usia (lansia) adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas yang mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
dan ber-negara (UU RI No 13 tahun 1998). Menurut WHO (World Health
Organization) membagi masa usia lanjut sebagai berikut a. Usia 45-60tahun,
disebut middle age (setengah baya atau A-Teda madya) b. Usia 60-75tahun,
disebut elderly (usia lanjut atau wreda utama) c. Usia 75-90 tahun,disebut old (tua
atau wreda prawasana) d. Usia diatas 90 tahun, disebut veryold (tua sekali atau
wreda wasana).
Masih tingginya penderita Hipertensi di tengarai masih kurangnya
kepedulian dan Kurangnya pengetahuan Masyarakat terhadap Kesehatan dan
Penyakit Hipertensi. Selain faktor tersebut masih banyak faktor yang
mempengaruhi tingginya penderita Hipertensi antara lain : Pola makan yang
kurang sehat, dukungan dari keluarga penderita hipertensi,serta terbatasnya tenaga
kesehatan terhadap cakupan wilayah untuk penyuluhan kesehatan terutama
Hipertensi,selain itu kurangnya kesadaran masyarakat terhadap Pemeriksaan
gejala - gejala dini.
Mengingat bahaya Lanjutan dari Hipertensi adalah Stroke bahkan
Kematian. Maka perlu diadakan Screening (Deteksi Dini) terhadap masyarakat
khususnya RW 01 kel Sendangguwo. Agar terdeteksi secara dini pada masyarakat
sehingga kesadaran masyarakat tumbuh terhadap kesehatan, terutama masyarakat
mau dan mampu untuk memeriksakan diri sedini mungkin. Dengan tumbuhnya
Kesadaran masyarakat memeriksakan diri sedini mungkin dapat menurunkan
angka penderita hipertensi. Untuk meningkatkan Kesadaran Masyarakat perlu
adanya team lapangan untuk melakukan screening.
Sehubungan dengan terbatasnya tenaga kesehatan dan harus melakukan
pelayanan di puskesmas maka Mahasiswa profesi Ners Unimus ingin bekerjasama
dengan pihak Puskesmas guna membentuk team yang membawahi pemeriksaan
(deteksi dini) pada masyarakat dengan kasus baru, yaitu dengan membentuk
POSBINDU ( Pos Pembinaan Terpadu ). Dalam hal ini mendeteksi kasus baru
terutama PTM dan Melakukan Rujukan ke Puskesmas jika di dapatkan penderita
Baru meliputi: Hipertensi, Diabetes Melitus, Asam urat, kholesterol, Obesitas dan
yang lainnya.
Posbindu menurut Depkes RI (2002) adalah pusat bimbingan pelayanan
kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan
dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapai masyarakat yang
sehat dan sejahtera.
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu
kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu,
karena Posbindu dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan
memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia (Depkes, 2007).
Posbindu lansia adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dan
pelayanan bimbingan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumberdaya manusia sejak dini
(Effendy, 2001).
Berdasarkan hasil wawancara dengan kader RW 01
didapatkan informasi bahwa di wilayah RW 01 belum ada
Posbindu, Posbindu hanya berfokus di kelurahan Sendangguwo
dan bertempat di kelurahan Sendangguwo. Berdasarkan hasil
wawancara dengan kader RT 05 didapatkan bahwa ada 4 lansia
yang menderita hipertensi, RT 07 ada 1 lansia yang menderita
hipertensi, dan dari RT 15 ada 5 lansia yang menderita
hipertensi. Menurut kader kesehatan penyakit hipertensi masih
menjadi salah satu penyakit yang setiap tahunnya selalu ada dan
penderitanya bertambah. sedangkan jumlah lansia di RW 01
yaitu berjumlah 188 lansia, dan yang sering mengikuti posyandu
lansia hanya 30 sampai 40 lansia saja. Hasil angket lansia yang
menderita penyakit hipertensi sebanyak 73 (74%) lansia dari 90
lansia. Berdasarkan hasil angket diketahui bahwa terdapat 63
lansia (70%) dari 90 lansia yang tidak berolahraga. Data lansia
yang tidak mengikuti posyandu lansia adalah 68 lansia (76%)
dari 90 lansia.

B. Topik Kegiatan
Pelatihan kader posbindu

C. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal : 14.30 WIB
Waktu : 20 November 2019
Tempat : Posyandu Cempaka RT 02 RW 01 Kel
Sendangguwo

D. Sasaran
1. Sasaran
Kader posyandu

E. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu
diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina kesehatannya
serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam
mengatasi kesehatan usia lanjut.
Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu membina lansia supaya tetap
bisa beraktivitas, namun sesuai kondisi usianya agar tetap sehat, produktif dan
mandiri selama mungkin serta melakukan upaya rujukan bagi yang
butuh (Depkes, 2007).
Tujuan khusus
Setelah diberikan pelatihan diharapkan masyarakat dapat
a. Memperlambat angka kematian kelompok masyarakat lansia
b. Meningkatkan pelayanan kesehatan kelompok masyarakat lansia
c. Meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat lansia untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dari kegiatan-kegiatan lain yang
menunjang kemampuan hidup sehat.
d. Pendekatan dan pemerataan pelayan kesehatan pada kelompok
masyarakat lansia dalam usa meningkatkan cakupan pelayanan
kesehatan pada penduduk berdasarkan letak geografis.
e. Meningkatkan pembinaan dan bimbingan peran serta kelompok
masyarakat lansia dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-
usaha kesehatan masyarakat (Effendy, 1998).

F. Metode
Ceramah, simulasi, tanya jawab, dan pemilihan kader

G. Alat dan Media


1. Laptop
2. LCD
H. Materi
Materi terlampir
I. Struktur Pengorganisasian
Penanggung Jawab : Insani Tegar Belahaq
Ketua : M. Sutriyanto
Pelaksana : Ismawati
Windawati
Lestari
Fitriyanti
Desilva
Observer/Fasilitator : Irnawati

J. Strategi Pelaksanaan
No Tahap Kegiatan Waktu
.

1. Pembukaan 1. Salam Pembuka 5 menit


2. Menjelaskan tujuan pelatihan
kader
2. Pelaksanaan 1. Menjelaskan tumbuh kembang 45 menit
lansia
2. Menjelaskan tentang Posbindu
3. Membentuk kader posbindu
4. Menjelaskan Pelaksanaan
Posbindu (Mengajarkan 5 meja)
5. Simulasi Posbindu
3. Penutup 1. Menanyakan kembali cara 5 menit
pelaksanaan posbindu .
2. Salam penutup.
K. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Proses
a. Jumlah peserta sesuai data jumlah kader di RW 01
b. Peserta aktif mengikuti kelangsungan acara
c. Media dan alat bantu dapat digunakan secara efektif
d. Acara dapat berjalan sesuai rencana

2. Evaluasi Hasil
a. Peserta posbindu mengetahui kondisi kesehatannya dan mampu
melakukan usaha untuk meningkatkan status kesehatannya
b. 50% jumlah undangan hadir dalam kegiatan posbindu.
c. 90% tidak meninggalkan tempat sebelum acara selesai

Lampiran Materi

1. TUMBUH KEMBANG LANSIA

A. DEFINISI
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepajang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti telah melalui 3 tahap
kehidupannya yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,
misalnya pemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut
memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin
memburuk, gerakan lambat, dan postur tubuh tidak proporsional.
WHO dan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan
lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah
usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh yang berakhir dengan kematian.
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan
jaringan untuk mememperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus (berkelanjutan) secara
alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Misalnya dengan
terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan pada saraf dan jaringan lain,
hingga tubuh mati sedikit demi sedikit.

B. TEORI-TEORI PROSES MENUA


1. Teori Biologis
a) Teori Genetik
Teori genetik clock merupakan teori intristik yang menjelaskan
bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan
menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah
terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Secara teoritis,
memperpanjang umur mungkin terjadi, meskipun hanya beberapa waktu
dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan
tertentu.
Teori mutasi somatik menjelaskan bahwa penuaan terjadi karena
adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi
kesalahan proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi
RNA protein atau enzim. Kesalahan ini terjadi terus menerus sehingga
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi
kanker atau penyakit.
b) Teori Non Genetik
i. Teori Penurunan Sistem Imun Tubuh (Auto-immune theory)
Ketuaan dianggap disebabkan oleh adanya penurunan fungsi
sistem immun. Perubahan itu lebih tampak secara nyata pada
Limposit–T, disamping perubahan juga terjadi pada Limposit-B.
Perubahan yang terjadi meliputi penurunan sistem imun humoral,
yang dapat menjadi faktor predisposisi pada orang tua untuk:
 Menurunkan resistansi melawan pertumbuhan tumor dan
perkembangan kanker.
 Menurunkan kemampuan untuk mengadakan inisiasi proses dan
secara agresif memobilisasi pertahanan tubuh terhadap
pathogen
 Meningkatkan produksi autoantigen, yang berdampak pada
semakin meningkatnya resiko terjadinya penyakit yang
berhubungan dengan autoimmune.
ii. Teori Kerusakan Akibat Radikal Bebas
Proses menua terjadi akibat kurang efektif fungsi kerja tubuh dan
hal itu dipengaruhi oleh adanya berbagai radikal bebas dalam tubuh.
Radikal bebas yang reaktif mampu merusak sel, termasuk
mitokondria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya kematian
(apoptosis) sel, menghambat proses reproduksi sel.
iii. Teori Menua Akibat Metabolisme
Setiap makhluk hidup mempunyai ketersediaan kemampuan yang
sudah ditentukan sesuai dengan kapasitas energi yang digunakan
untuk selama menempuh kehidupannya. Energi yang digunakan
terlalu banyak dimasa awal kehidupannya akan habis sebelum usia
optimalnya, atau mempunyai usia yang relative lebih pendek dari
pada yang menggunakan energi secara optimal sepanjang usia
kehidupannya. Individu mempunyai lama usia yang optimal jika
energi yang digunakan merata sepanjang hidupnya, tidak terlalu
berlebih digunakan, diimbangi dengan istirahat serta asupan energi
yang cukup.
iv. Teori Rantai Silang (Cross link theory)
Proses menua terjadi sebagai akibat adanya ikatan-ikatan dalam
kimiawi tubuh. Teori ini menyebutkan bahwa secara normal, struktur
molekular dari sel berikatan secara bersama-sama membentuk reaksi
kimia, termasuk didalamnya adalah kolagen yang merupakan rantai
molekul yang relatif panjang yang dihasilkan oleh fibroblast.
Terbentuknya jaringan baru, maka jaringan tersebut akan
bersinggungan dengan jaringan yang lama dan membentuk ikatan
silang kimiawi. Hasil akhir dapi proses ikatan silang ini adalah
peningkatan densitas kolagen dan penurunan kapasitas untuk
transport nutrient serta untuk membuang produk-produk sisa
metabolisme dari sel.

v. Teori Fisiologis
Teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik terdiri atas teori
oksidasi stress. Dalam teori ini dijelaskan terjadi kelebihan usaha
dengan stress menyebabkan sel tubuh lelah terpakai regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal
2. Teori Sosiologis
a) Teori Interaksi Sosial
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu
situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Mauss
(1954), Homans (1961) dan Blau (1964) mengemukakan bahwa interaksi
sosial didasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa, sedangkan pakar
lain Simmons (1945) mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk
terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan
status sosialnya untuk melakukan tukar menukar.
b) Teori Aktivitas atau Kegiatan
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972)
yang mengatakan bahwa penuaan yang sukses tergantung dari bagaimana
lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktifitas dan
mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin. Pokok-pokok teori
aktivitas adalah:
 Moral dan kepuasan berkaitan dengan interaksi sosial dan keterlibatan
sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
 Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasan seorang lansia.
c) Teori Kesinambungan (Continuity theory)
Kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia, dengan demikian
pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ini menjadi lansia Gaya hidup perilaku dan harapan
seorang ternyata tak berubah walaupun ia menjadi lansia. Pokok-pokok
dari continuity theory adalah:
 Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus aktif dalam
proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada pengalamannya di masa
lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.
 Peran lansia yang hilang tak perlu diganti.
 Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai macam cara adaptasi.
d) Teori Pembebasan atau penarikan diri
Cumming dan Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan
yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seseorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya. masyarakat juga mempersiapkan kondisi agar para lansia
menarik diri, keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun
baik secara kualitas maupun secara kuantitas.
e) Teori Perkembangan (Development theory)
Joan Birchenall RN, Med dan Mary E Streight RN (1973)
menekankan perlunya mempelajari psikologi perkembangan guna
mengerti perubahan emosi dan sosial seseorang selama fase
kehidupannya. Pokok-pokok dalam development theory adalah:
 Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa
kehidupannya.
 Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial
yang baru yaitu pensiun dan atau menduda atau menjanda.
 Lansia harus menyesuaaikan diri akibat perannya yang berakhir dalam
keluarga, kehilangan identitas dan hubungan sosialnya akibat pensiun,
ditinggal mati oleh pasangan hidup dan teman-temannya.
f) Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan usia
kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan
kapasitas peran, kewajiban, serta hak mereka berdasarkan usia. Dua
elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan
prosesnya. Pokok-pokok dari teori ini adalah :
 Arti usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat
 Terdapatnya transisi yang dialami oleh kelompok
 Terdapatnya mekanisme pengalokasian peran diantara penduduk.

3. Teori Psikologis
a) Teori Kebutuhan Manusia Menurut Hierarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri,
kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954).
b) Teori Individual Jung
Carl Jung (1960) merupakan psikolog swiss yang mengembangkan
teori bahwa perkembangan personal individu dilalui melalui tahapan-
tahapan: masa kanak-kanak, masa remaja dan remaja akhir, usia
pertengahan, dan usia tua. Kepribadian personal ditentukan oleh adanya
ego yang dimiliki, ketidaksadaran personal dan ketidaksadaran kolektif.
Teori ini mengungkapkan bahwa sejalan dengan perkembangan
kehidupan, pada masa usia petengahan maka seseorang mulai mencoba
menjawab hakikat kehidupan dengan mengeksplorasi nilai-nilai,
kepercayaan dan meninggalkan khayalan. Pada masa ini dapat terjadi
“krisis usia pertengahan” yang dapat mempengaruhi/menghambat proses
ketuaan itu sendiri secara psikologis.
c) Teori Proses Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler (1968) menyusun sebuah teori yang
menggambarkan perkembangan manusia yang didasarkan pada penelitian
ektensif dengan menggunakan biografi dan melalui wawancara.
Mengidentifikasi dan mencapai tujuan hidup manusia yang melewati
klima fase proses perkembangan. Pemenuhan kebutuhan diri sendiri
merupakan kunci perkembangan yang sehat dan itu membahagiakan,
dengan kata lain orang yang tidak dapat menyesuaikan diri berarti dia
tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan beberapa cara.

d) Teori Tugas Perkembangan


Havigurst (1972) menyatakan bahwa tugas perkembangan pada masa
tua antara lain adalah :
 Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
 Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan
 Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
 Membentuk hubungan dengan orang-orang yang sebaya
 Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
 Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes
e) Terori Delapan Tingkat Kehidupan
Secara Psikologis, proses menua diperkirakan terjadi akibat adanya
kondisi dimana kondisi psikologis mencapai pada tahap-tahap kehidupan
tertentu. Ericson (1950) yang telah mengidentifikasi tahap perubahan
psikologis (depalan tingkat kehidupan) menyatakan bahwa pada usia tua,
tugas perkembangan yang harus dijalani adalah untuk mencapai
keeseimbangan hidup atau timbulnya perasaan putus asa.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENUAAN


1. Heredites atau keturunan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Strees

D. BATASAN-BATASAN LANSIA
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), kelompok umur lansia dibagi
menjadi:
a. usia pertengahan (middle age) : usia 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) : usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua ( old ) : usia 75-90 tahun
d. Usia sangat tua ( very old ) : usia > 90 tahun

E. PERUBAHAN-PERUBAHAN YANG TERJADI PADA LANSIA


1. Perubahan Fisik
a. Sel : jumlahnya lebih sedikit tetapi ukurannya lebih besar, berkurangnya
cairan intra dan extra seluler
b. Persarafan : cepatnya menurun hubungan persarapan, lambat dalam respon
waktu untuk meraksi, mengecilnya saraf panca indra sistem pendengaran,
presbiakusis, atrofi membran timpani, terjadinya pengumpulan serum karena
meningkatnya keratin
c. Sistem penglihatan : spinkter pupil timbul sklerosis dan hlangnya respon
terhadap sinaps, kornea lebih berbentuk speris, lensa keruh,
meningkatnya ambang pengamatan sinar, hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang.
d. Sistem Kardivaskuler : katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % setiap tahun setelah
berumur 20 tahun sehingga menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meninggi.
e. Sistem respirasi : otot-otot pernafasan menjadi kaku sehingga menyebabkan
menurunnya aktifitas silia. Paru kehilangan elastisitasnya sehingga kapasitas
residu meingkat, nafas berat. Kedalaman pernafasan menurun.
f. Sistem gastrointestinal : kehilangan gigi,sehingga menyebkan gizi buruk,
indera pengecap menurun krena adanya iritasi selaput lendir dan atropi
indera pengecap sampai 80 %, kemudian hilangnya sensitifitas saraf
pengecap untuk rasa manis dan asin
g. Sistem genitourinaria : ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi sehingga
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, GFR menurun sampai 50 %.
Nilai ambang ginjal terhadap glukosa menjadi meningkat. Vesika urinaria,
otot-ototnya menjadi melemah, kapasitasnya menurun sampai 200 cc
sehingga vesika urinaria sulit diturunkan pada pria lansia yang akan
berakibat retensia urine. Pembesaran prostat, 75 % doalami oleh pria diatas
55 tahun. Pada vulva terjadi atropi sedang vagina terjadi selaput lendir
kering, elastisitas jaringan menurun, sekresi berkurang dan menjadi alkali.
h. Sistem endokrin : pada sistem endokrin hampir semua produksi hormon
menurun, sedangkan fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, aktifitas
tiroid menurun sehingga menurunkan basal metabolisme rate (BMR).
Porduksi sel kelamin menurun seperti : progesteron, estrogen dan testosteron.
i. Sistem integumen : pada kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan
lemak, kulit kepala dan rambut menuipis menjadi kelabu, sedangkan rambut
dalam telinga dan hidung menebal. Kuku menjadi keras dan rapuh.
j. Sistem muskuloskeletal : tulang kehilangan densitasnya dan makin rapuh
menjadi kiposis, tinggi badan menjadi berkurang yang disebut discusine
vertebralis menipis, tendon mengkerut dan atropi serabut erabit otot ,
sehingga lansia menjadi lamban bergerak. otot kam dan tremor.
2. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa
b. Kehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan
e. Lingkungan
Kenangan (memori) ada 2 :
a. Kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu
b. Kenangan jangka pendek : 0-10 menit, kenangan buruk
Intelegentia Question :
a. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal
b. Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor terjadi
perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktor
waktu.
3. Perubahan Psikososial
a. Pensiun : nilai seorang dukur oleh produktifitasnya, identits dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan
b. Merasakan atau sadar akan kematian
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak
lebih sempit.

F. TUMBUH KEMBANG PADA LANSIA


Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
(Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999;8). Pada lanjut usia akan terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi
(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak
distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan
lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono,
1999;4).

1. Perubahan Fisik Lansia


a. Sel
Jumlah selnya akan lebih sedikit, dan ukurannya akan lebih besar.
b. Sistem syaraf
Berat otak menurun 10-20%, hubungan persyarafan cepat menurun,
lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres,
mengecilnya saraf panca indera, dan kurang sensitif terhadap sentuhan.
c. Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran, pendengaran menurun pada manula yang
mengalami ketegangan jiwa/stres.

d. Sistem penglihatan
Hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih suram (keruh), daya adaptasi
terhadap kegelapan lebih lambat, menurunnya lapang pandang, dan
menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau.
e. Sistem Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku,
tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi dari
pembuluh darah perifer.
f. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologik ± 35ºC ini akibat
metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

2. Perubahan Psikologis Lansia


a. Penurunan kondisi fisik hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau
kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat
menyebabkan
suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.
b. Penurunan fungsi dan potensi seksual pasangan hidup telah meninggal,
disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa
lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.
c. Perubahanyang berkaitan dengan pekerjaan pensiun sering diartikan
sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan,
status dan harga diri.
d. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat akibat berkurangnya fungsi
indera, peran dimasyarakatpun akan berubah.

3. Perubahan Ekonomi Lansia


Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Penghasilan akan berkurang, sehingga perlu menyesuaikan perubahan
ekonomi.

4. Tugas Perkembangan Lansia Menurut Havighust


a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik
b. Menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi karena pensiun dan
berkurangnya penghasilan
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Menerima fakta bahwa dirinya termasuk golongan lanjut usia dan mencari
kelompok seusia
e. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara fleksibel

G. PERAN PERAWAT PADA KLIEN SESUAI DENGAN PROSES PENUAAN


Proses Perawatan Kesehatan bagi para Lansia merupakan tugas yang
membutuhkan suatu kondisi yang bersifat komprehnsif sehingga diperlukan suatu
upaya penciptaan suatu keterpaduan antara berbagai proses yang dapat terjadi
pada lansia. Untuk mencapai tujuan yang lebih maksimal, konsep dan strategi
pelayanan kesehatan bagi para lansia memegang peranan yang sangat penting
dalam hal ini tidak lepas dari peran perawat sebagai unsur pelaksana.
Dalam proses tersebut, peran perawat yang dapat dikembangkan untuk
merawat lansia, berdasarkan proses penuaan yang terjadi, yaitu :
1. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Biologik (Fisik).
Perawatan dengan perubahan fisik adalah perawatan yang memperhatikan
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami oleh lansia
semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang
masih bisa dicapai dan dikembangkan, serta penyakit yang dapat dicegah atau
ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik ini tebagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Perawatan bagi usila yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih
mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga kebutuhannya sehari-
hari bisa dipenuhi sendiri.
b. Perawatan bagi usila yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau kesakitan sehingga memerlukan
bantuan orang lain untuk melakukan kebutuhannya sendiri. Disinilah
peran perawat teroptimalkan, terutama tentang hal-hal yang berhubungan
dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya, dan
untuk itu perawat harus mengetahui dasar perawatan bagi pasien lansia.
Peran perawat dalam membantu kebersihan perorangan sangat penting
dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi
dapat timbul bila kebersihan kurang mendapat perhatian. Selain itu
kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat mempengaruhi
ketahanan tubuh terhadap gangguan infeksi dari luar. Untuk para lansia
yang masih aktif, peran perawat sebagai pembimbing mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut
dan kuku, kebersihan tempat tidur serta posisi tidir, hal makanan, cara
mengkonsumsi obat, dan cara pindah dari kursi ke tempat tidur atau
sebaliknya. Kegiatan yang dilakukan secara rutin akan sangat penting
dipertahankan pada lansia dengan melihat. Kemampuan yang ada, karena
adanya potensi kelemahan atropi otot dan penurunan fungsi.

2. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Sosial.


Dalam perannya ini, perawat perlu melakukan pendekatan sosial sebagai salat
satu upayanya adalah memberikan kesempatan berkumpul dengan sesama
usila. Mereka dapat bertukar cerita atau bertukar pikiran dan memberikan
kebahagiaan karena masih ada orang lain yang mau bertukar pikiran serta
menghidupkan semangat sosialisasi. Hasil kunjungan ini dapat dijadikan
pegangan bahwa para lansia tersebut adalah makluk sosial juga, yang
membutuhkan kehadiran orang lain.

3. Peran Perawat dalam menghadapi Perubahan Psikologi.


Pada lansia, terutama yang melakukan kegiatan pribadi, memerlukan
bantuan orang lain, memerlukan sebagai suporter, interprester terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahsia pribadi, dan sahabat yang akrab. Peran
perawat disini melakukan suatu pendekatan psikis, dimana membutuhkan
seorang perawat yang memiliki kesabaran, ketelitian dan waktu yang cukup
banyak untuk menerima berbagai keluhan agar para usila merasa puas.
Pada dasarnya pasien lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih
lingkungannya, termasuk perawat sehingga perawat harus menciptakan
suasana aman, tenang dan membiarkan klien lansia melakukan atau kegiatan
lain yang disenangi sebatas kemampuannya.
Peran perawat disini juga sebagai motivator atau membangkitkan
kreasi pasien yang dirawatnya untuk mengurangi rasa putus asa, rendah diri,
rasa terbatas akibat ketidak mampuannya. Hal ini perlu dilakukan karena
bersamaan dengan makin lanjutnya usia, terjadi perubahan psikis yang antara
lain menurunnya daya ingat akan peristiwa yang baru saja terjadi, perubahan
pola tidur dengan kecenderungan untuk tiduran di siang hari dan pengeseran
libido.
Mengubah tingkahl laku dan pandangan terhadap kesehatan lansia
tidak dapat dilakukan seketika. Seorang perawat harus melakukannya secara
perlahan-lahan dan bertahap serta mendukung mental mereka kearah
pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilalui tidak menambah
beban tetapi justru tetap memberikan rasa puas dan bahagia.

H. POHON MASALAH
I. MASALAH KEPERAWATAN YANG TIMBUL
1. Fisik atau Biologis
a. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
b. Gangguan persepsi berhubungan dengan gangguan pendengaran /
penglihatan.
c. Kurang perawatan diri berhubungan dengan menurunnya minat dalam
merawat diri.
d. Resiko cedera fisik (jatuh) berhubungan dengan penyesuaian penurunan
fungsi tubuh tidak adekuat.
e. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan pola makan yang tidak
efektif, peristaltik lemah.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan atau nyeri.
g. Gangguan pola napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas /
adanya skret pada jalan napas.
h. Gangguan mobilisasi berhubungan dengan kekakuan sendi, atropi
serabut otot.
2. Psikologis Sosial
a. Menarik diri dari lingkungan berhubungan dengan perasaan tidak
mampu.
b. Isolasi sosial berhubungan dengan perasan curiga.
c. Depresi berhubungan dengan isolasi sosial.
d. Harga diri rendah berhubungan dengan perasaan ditolak.
e. Koping yang tidak adekuat berhubungan dengan ketidakmampuan
menghilangkan perasaan secara tepat.
f. Cemas berhubungan dengan sumber keuangan yang terbatas.
3. Spiritual
a. Reaksi berkabung / berduka berhubungan dengan ditinggal pasangan.
b. Penolakan terhadap proses penuaan berhubungan dengan tak siap
dengan kematian.
c. Marah terhadap Tuhan berhubungan dengan kegagalan yang dialami.
d. Perasaan tidak tenang berhubungan dengan ketidakmampuan ibadah
secara tepat.

J. RENCANA KEPERAWATAN
1) Tujuan Perencanaan
Membantu lansia berfungsi seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan
dan kondisi fisik, psiko, sosial dengan tak tergantung pada orang lain.
2) Tujuan Tindakan Keperawatan
Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dasar meliputi :
- Pemenuhan kebutuhan keselamatan
- Peningkatan keamanan dan keselamatan
- Memelihara kebersihan diri
- Memelihara keseimbangan istirahat tidur
- Peningkatan hubungan interpersonal melalui komunikasi yang efektif
3) Rencana dan Rasional
a. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi
1) Makanan porsi kecil tapi sering, lunak.
Rasional menyesuaikan fungsi lambung dan melemahnya otot
lambung dan usus.
2) Banyak minum dan kurangi makanan asin.
Rasional mencegah kekeringan kulit dan kendor.
3) Makan mengandung serat.
Rasional membantu pencernaan karena peristaltik menurun.
4) Batasi makan yang mengandung gula tinggi, minyak tinggi, tinggi
lemak kecukupan kalori : laki-laki 2100 kal, perempuan 1800 kal
yang terdiri dari :
- KH 60% dari jumlah kal.
- Lemak 15-20%.
- Protein 20-25%.
- Vitamin dan mineral air 6-8 gelas / hari.
- Hindari kopi / teh.
- Insulin pemecahan glukosa dan lemah menurun.
b. Meningkatkan keamanan dan keselamatan lansia
- Biarkan lansia menggunakan alat bantu / tongkat.
- Latih untuk pindah / mobilisasi.
- Menggunakan pengaman tempat tidur.
- Membantu ke kamar mandi.
- Menggunakan kacamata.
- Menemani bila bepergian.
- Ruangan dekat kantor.
- Meletakkan bel di bawah bantal.
- Tempat tidur tidak terlalu tinggi.
- Menyediakan meja kecil dekat tempat tidur.
- Lantai bersih, rata, tidak licin / basah.
- Peralatan menggunakan roda dikunci.
- Pasang pengaman di kamar mandi.
- Hindari lampu redup dan menyilaukan.
- Gunakan sepatu dan sandal yang beralas karet.
c. Memelihara kebersihan diri
- Mengingatkan / membantu waktu mandi, gosok gigi.
- Menganjurkan untuk menggunakan sabun lunak dan gunakan skin
lotion.
d. Memelihara Keseimbangan Istirahat
- Sediakan tempat tidur nyaman.
- Atur lingkungan cukup ventilasi, bebas bau.
- Melatih melakukan latihan fisik yang ringan.
e. Meningkatkan Hubungan Interpersonal
- Berkomunikasi dengan kontak mata.
- Memberi stimulus / mengingatkan terhadap kegiatan.
- Menyediakan waktu untuk berbincang.
- Menghargai pendapat lansia.
- Melibatkan kegiatan harian.
2. MATERI POSBINDU

A. PENGERTIAN
Posbindu menurut Depkes RI (2002) adalah pusat bimbingan
pelayanan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh
masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka
pencapai masyarakat yang sehat dan sejahtera.
Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat
berdasarkan inisiatif dan kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya
penduduk usia lanjut. Posbindu kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu,
program ini berbeda dengan Posyandu, karena Posbindu dikhususkan untuk
pembinaan para orang tua baik yang akan memasuki masa lansia maupun yang
sudah memasuki lansia (Depkes, 2007).
Posbindu lansia adalah suatu forum komunikasi alih teknologi dan
pelayanan bimbingan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang
mempunyai nilai strategis dalam mengembangkan sumberdaya manusia sejak
dini (Effendy, 2001).
B. TUJUAN POSBINDU
Tujuan diadakannya Posbindu adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan
berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Jadi dengan adanya Posbindu
diharapkan adanya kesadaran dari usia lanjut untuk membina kesehatannya
serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam
mengatasi kesehatan usia lanjut. Fungsi dan tugas pokok Posbindu yaitu
membina lansia supaya tetap bisa beraktivitas, namun sesuai kondisi usianya
agar tetap sehat, produktif dan mandiri selama mungkin serta melakukan
upaya rujukan bagi yang membutuhkan (Depkes, 2007).
Tujuan pokok dari pelayanan Posbindu adalah
1. Memperlambat angka kematian kelompok masyarakat lansia
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan kelompok masyarakat lansia
3. Meningkatkan kemampuan kelompok masyarakat lansia untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dari kegiatan-kegiatan lain yang
menunjang kemampuan hidup sehat.
4. Pendekatan dan pemerataan pelayan kesehatan pada kelompok masyarakat
lansia dalam usa meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan pada penduduk
berdasarkan letak geografis.
5. Meningkatkan pembinaan dan bimbingan peran serta kelompok masyarakat
lansia dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha-usaha kesehatan
masyarakat (Effendy, 1998)
Ketaatan lansia untuk menggunakan sarana kesehatan atau mengikuti
program kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: pengetahuan,
sikap, persepsi, perilaku dalam bentuk praktik yang sudah nyata berupa
perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar (kepercayaan) dan
keterjangkauan sarana pelayanan kesehatan. Secara umum perilaku kesehatan
seseorang mencakup perilaku terhadap sakit dan penyakit, perilaku terhadap
sistem pelayanan kesehatan, maupun perilaku terhadap program kesehatan.
Faktor lain yang mempengruhi perilaku ketaatan seseorang pada
kesehatan adalah sebagai berikut: kebutuhan, jumlah dan struktur keluarga,
faktor sosial budaya, etnik, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, harga/biaya
pelayanan, jarak, persepsi terhadap sarana kesehatan, dan kekuatan
pengambilan keputusan (Notoatmodjo, 2003).

Pos Pelayanan Terpadu ( Posyandu )


Posyandu merupakan jenis UKM yang paling memasyarakatkan
dewasa ini. Posyandu yang meliputi lima program prioritas yaitu: KB, KIA,
Imunisasi dan penanggulangan Diare. Terbukti mempunyai daya ungkit besar
terhadap penurunan angka kematian bayi. sebagai salah satu tempat pelayanan
kesehatan masyarakat yang langsung bersentuhan dengan masyarakat level
bawah, sebaiknya posyandu digiatkan kembali seperti pada masa orde baru
karena terbukti ampuh mendeteksikan permasalahan gizi dan kesehatan di
berbagai daerah.permasalahan gizi buruk anak balita, kekurangan gizi, busung
lapar dan masalah kesehatan lainnya menyangkut kesehatan ibu dan anak akan
mudah dihindari jika posyandu kembali diprogramkan secara menyeluruh .

C. PEMBENTUKAN POSBINDU
Pada prinsipnya pembentukan Posbindu didasarkan atas kebutuhan
masyarakat usia lanjut tersebut. Ada beberapa pendekatan yang digunakan
dalam pembentukan posbindu dimasyarakat sesuai dengan kondisi dan situasi
masing-masing daerah, misalnya mengambangkan kelompok-kelompok yang
sudah ada seperti kelompok pengajian, kelompok jemaat
gereja, kelompok arisan usia lanjut dan lain-lain. Pembentukan Posbindu dapat
pula menggunakan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD)
Pendekatan PKM merupakan suatu pendekatan yang sudah umum
dilaksanakan dan merupkan pendekatan pilihan yang dianjurkan untuk
pembentukan Posbindu baru. Langkah-langkahnya meliputi:
1. Pertemuan tingkat desa
2. Survey mawas diri
3. Musyawarah Masyarakat Desa
4. Pelatihan kader
5. Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat
6. Pembinaan dan pelestarian kegiatan

D. KOMPONEN
Posbindu sebagai wadah yang bernuansa pemberdayaan masyarakat,
akan berjalan dengan baik dan optimal apabila memenuhi beberapa komponen
pokok, yaitu: adanya proses kepemimpinan, terjadinya proses
pengorganisasian, adanya anggota dan kader serta tersedianya pendanaan.
1. Kepemimpinan
Posbindu merupakan kegiatan dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk
pelaksanaanya memerlukan orang yang mampu mengurus dan
memimpin penyelenggaraan kegiatan tersebut sehingga kegiatan yang
dilaksanakan mencapai hasil yang optimal. Pemimpin Posbindu bisanya
berasal dari anggota Posbindu itu sendiri.
2. Pengorganisasian
Ciri dari suatu proses pengorganisasian dapat dilihat dari adanya
pembagian tugas, penunjukan kader, jadwal kegiatan yang teratur dan
sebagainya. Struktur organisasi Posbindu sedikitnya terdiri dari Ketua,
Sekretaris, Bendahara dan beberapa seksi dan kader.
3. Anggota KelompoK
Jumlah anggota kelompok Posbindu berkisar antara 50-100 orang. Perlu
diperhatikan juga jarak antara sasaran dengan lokasi kegiatan dalam
penentuan jumlah anggota, sehingga apabila terpaksa tidak tertutup
kemungkinan anggota Posbindu kurang dari 50 orang atau lebih dari 100
orang.
4. Kader
Jumlah kader di setiap kelompok tergantung pada jumlah anggota
kelompok, volume dan jenis kegiatannya, yaitu sedikitnya 3 orang.
5. Pendanaan
Pendanaan bisa bersumber dari anggota kelompok Posbindu, berupa iuran
atau sumbangan anggota atau sumber lain seperti donatur atau sumber
lain yang tidak mengikat.

E. PELAYANAN KESEHATAN
Pelayaan kesehatan di Posbindu meliputi pemeriksaan kesehatan fisik
dan mental emosional. Kartu Menuju Sehat (KMS) Usia Lanjut sebagai alat
pencatat dan pemantau untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita
(deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan mencatat
perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK)
Usia Lanjut atau catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan di
Puskesmas. Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada usia lanjut
dikelompok sebagai berikut:
1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) melipui
kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makan/minum, berjalan, mandi,
berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional dengan menggunakan pedoman 2 menit
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat pada grafik Indeks Masa Tubuh (IMT)
4. Pengukuran tekanan darah dengan tensimeter dan stetoskop serta
penghitungan denyut nadi selama 1 menit
5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist atau Sahli
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit gula (diabetes mellitus)
7. Pemeriksaan adanya protein dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal
8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau
ditemukan kelainan
9. Penyuluhan bisa dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam
rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan
masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok usia
lanjut
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok
usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat (public health nursing).
11. Pemberian Pemberian Makanan Tambahan (PMT), penyuluhan contoh
menu makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi usia
lanjut serta menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah
tersebut
12. Kegiatan olah raga seperti senam lansia, gerak jalan santai dan lain
sebagainya untuk meningkatkan kebugaran

F. SARANA DAN PRASARANA


Untuk kelancaran pelaksanaan Posbindu, dibutuhkan sarana dan prasarana
penunjang antara lain:
1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka)
2. Meja dan kursi
3. Alat tulis
4. Buku pencatatan kegiatan (buku register buntu)
5. Kit usia lanjut yang berisi: Timbangan dewasa, meteran pengukur
tinggi badan, stetoskop, tensimeter, peralatan laboratorium sederhana
termometer
6. Kartu Menuju Sehat (KMS) usia lanjut

G. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN


Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap usia lanjut di
kelompok, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan sistem
5 tahapan/5 meja sebagai berikut:
1. Tahap pertama: Pendaftaran, dilakukan sebelum
pelaksanaan pelayanan
2. Tahap kedua: Pencatatan kegiatan sehari-hari yang
dilakukan usila, serta penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan
3. Tahap ketiga: Pengukuran tekanan darah, pemeriksaan
kesehatan dan pemeriksaan status mental
4. Tahap keempat: Pemeriksaan air seni dan kadar darah
(laboratorium sederhana)
5. Tahap Kelima: Pemberian penyuluhan dan konseling

H. REKRUTMEN DAN PELATIHAN KADER POSBINDU


Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok Posbindu sendiri atau dapat
saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.
Adapun persyaratan untuk menjadi kader Posbindu adalah:
1. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi
setempat;
2. Mau dan mampu bekerja secara sukarela;
3. Bisa membaca dan menulis huruf latin;
4. Sabar dan memahamil usia lanjut.

I. MEKANISME PELAKSANAAN
Setelah melakukan Musyawarah Masyarakat Desa dan Musyawarah
di tingkat RW, maka panitia mengumumkan secara terbuka tentang rekrutmen
kader Posbindu sesuai dengan persyaratan di atas. Jika sampai pada waktu
yang ditetapkan masih sedikit, maka panitia bersama pengurus RW melakukan
musyawarah kembali untuk menentukan kader Posbindu berdasarkan
pertimbangan tokoh masyarakat setempat.
Setelah rekrutmen kader Posbindu selesai, maka dilanjutkan dengan
penyelenggaraan pelatihan kader Posbindu dengan materi pelatihan meliputi:
1. Pengelolaan dan Pengorganisasian Posbindu
2. Surveilans hipertensi (survey mawas diri)
3. Prosedur deteksi dini hipertensi dan komplikasinya
4. Penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya
5. Pencegahan hipertensi
6. Pertolongan pertama kedaruratan penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler

J. KEGIATAN POSBINDU
Kegiatan posyandu lebih di kenal dengan sistem lima meja yang, meliputi :
Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan
Meja 3 : Pengisian Kartu Menuju Sehat
Meja 4 : Penyuluhan Kesehatan pembarian oralit Vitamin A dan tablet
besi
Meja 5 : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan, serta pelayanan keluarga berencana

Untuk meja 1 sampai 4 dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Sejak


dicanangkan pada tahun 1984, penumbuhan jumlah posyandu sebagai berikut :

Berikut ini sebagai salah satu contoh pemberdayaan masyarakat dalam


kegiatan posbindu:
1. Surveilans hipertensi
Setelah kader Posbindu dilatih, langkah selanjutnya adalah
pelaksanaan surveilans. Yang dimaksud dengan surveilans adalah survey
lapangan untuk mengumpulkan data tentang prevalensi hipertensi di
masyarakat. Surveilans dilakukan oleh kader Posbindu yang telah
diberikan pelatihan surveilans, dan data yang terkumpul diolah dan
dianalisis bersama oleh kader, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan.
Instrumen surveilans berupa angket/kuesioner yang terlebih dahulu telah
disiapkan oleh tim pengabdian masyarakat.
2. Pembuatan peta kewaspadaan hipertensi
Data hasil surveilans dijadikan dasar untuk menyusun peta kewaspadaan
hipertensi di komunitas. Peta ini sekaligus sebagai bukti dokumentasi hasil
surveilans yang telah dilakukan dan diberi kode-kode khusus berdasarkan
kesepakatan tim tentang kategori masyarakat dalam kaitannya dengan
kewaspadaan hipertensi.
3. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan bagian dari pelayanan
Posbindu. Namun demikian dalam kasus tertentu, pemeriksaan tekanan
darah tidak dilakukan secara pasif (menunggu di Posbindu), tetapi justru
dilakukan secara aktif dari rumah ke rumah (door to door) pada kelompok
masyarakat yang memiliki faktor risiko dan kelompok lansia atau dikenal
sebagai penemuan kasus hipertensi secara aktif (active case finding).
Penemuan kasus secara aktif ini merupakan upaya penapisan (screening)
kasus hipertensi di masyarakat sebagai salah satu upaya deteksi dini kasus
hipertensi dan komplikasinya.
4. Pelaksanaan senam jantung sehat dan senam lansia secara rutin
Kegiatan senam jantung sehat dan senam lansia juga merupakan bagian
dari pelayanan Posbindu. Dalam konteks ini, pelaksanaan senam ini juga
bukan saja diikuti oleh kelompok masyarakat berisiko atau kelompok
lansia saja, tetapi juga bisa diikuti oleh seluruh elemen masyarakat.
Kegiatan ini merupakan bentuk nyata dari upaya pencegahan penyakit
jantung dan pembuluh darah serta pengendalian salah faktor risiko
hipertensi.
5. Promosi kesehatan yang berkaitan dengan bahaya hipertensi
Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Program
ini dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik dalam
masyarakat itu sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut maka strategi promosi kesehatan yang akan
dikembangkan dalam rangka pencegahan hipertensi adalah:
a. Advokasi (advocacy)
Kegiatan ini ditujukan untuk para pembuat keputusan dan
penentu kebijakan di tingkat kecamatan dan desa. Diharapkan melalui
advokasi ini, semua aparatur pemerintahan di Desa Randobawa Ilir
bisa memberikan dukungan, baik dukungan moral maupun material,
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya.
b. Dukungan sosial (social support)
Kegiatan ini difokuskan bagi para tokoh masyarakat dan tokoh
agama yang ada di Desa Randobawa Ilir. Diharapkan para tokoh
masyarakat dan tokoh agama tersebut dapat menjembatani komunikasi
antara pengelola program kesehatan dan masyarakat.
c. Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Kegiatan ini diarahkan pada masyarakat langsung sebagai
sasaran primer promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat
memiliki kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya sendiri (self reliance in health). Bentuk kegiatannya
lebih ditekankan pada penggerakkan masyarakat untuk kesehatan,
dalam hal ini adalah pengelolaan Posbindu.
Ruang lingkup promosi kesehatan sendiri meliputi tatanan keluarga
(rumah tangga) dan di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan
tingkat pelayanan kesehatan yang diberikan, promosi kesehatan yang
dilakukan hanya berada pada level promosi kesehatan, perlindungan
spesifik, serta diagnosis dini dan pengobatan segera.
Kegiatan promosi kesehatan pada setiap level tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Promosi kesehatan:
Senam jantung sehat dan senam lansia
Kampanye anti-rokok
Penyuluhan gizi lansia
Pelatihan pemeriksaan tekanan darah bagi keluarga lansia
2. Pencegahan spesifik: Pemberian multivitamin bagi
lansia, Diagnosis dini dan pengobatan segera:
3. Pemeriksaan tekanan darah teratur bagi penderita hipertensi
4. Pemeriksaan tanda-tanda komplikasi hipertensi (pemeriksaan
protein urin, pemeriksaan neurologis, Dan lain-lain)
d. Penyuluhan kesehatan tentang pencegahan & penatalaksanaan
hipertensi
Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari strategi promosi
kesehatan yang tujuannya memampukan masyarakat untuk dapat
menghindari perilaku-perilaku yang berisiko meningkatkan kejadian
hipertensi dan/atau melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi
masalah hipertensi pada masyarakat dan keluarga penderita hipertensi.
e. Pelatihan pengukuran tekanan darah bagi keluarga lansia dan keluarga
penderita hipertensi
Kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya
memperpendek akses pelayanan kesehatan, khususnya bagi penderita
hipertensi dalam melakukan pemantauan (monitoring) terhadap kondisi
kesehatannya. Pada akhirnya setiap keluarga dari penderita hipertensi
dapat melakukan pemantauan tekanan darah penderita hipertensi secara
teratur, tanpa harus pergi ke Puskesmas yang memakan waktu dan
biaya transportasi. Karena itu, ketersediaan tensimeter
atau sphygmomanometer di Posbindu harus cukup sebagai antisipasi
bagi kebutuhan terhadap pemantauan tekanan darah secara mandiri
oleh keluarga penderita. Sudah barang tentu, anggota keluarga yang
dilatih adalah mereka yang memenuhi syarat tertentu sehingga
dimungkinkan mampu menguasai dalam mempraktikkan dan
menginterpretasikan hasil pengukuran tekanan darahnya.
f. Pengumpulan dana sosial Tanggap Hipertensi
Kegiatan ini merupakan manifestasi nyata dari strategi gerakan
masyarakat sebagai salah satu strategi promosi kesehatan. Dalam hal
pengumpulan dana sosial maka dibutuhkan dukungan dari para
pengambil keputusan di tingkat desa dan kecamatan, serta kesadaran
dari masyarakat itu sendiri. Tentu dalam kondisi yang tidak mengikat,
kegiatan ini bersifat fleksibel terutama ditujukan bagi kelompok
masyarakat dengan tingkat kemampuan ekonomi menengah ke atas.
Dana sosial ini ditujukan untuk membantu pembiayaan warga
masyarakat yang mengalami komplikasi hipertensi sehingga
membutuhkan pengobatan lebih kompleks atau rujukan ke rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2006. Pedoman pelatihan kader kelompok usia lanjut bagi petugas
kesehatan. Direktorat kesehatan keluarga

Effendi, Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Perawatan Kesehatan Masyarakat, Jakart. EGC.

Handayani, Eka. 2008. Hubungan Antara Pengetahuan Lansia Tentang Posbindu


Dengan Motivasi pada Lansia Berkunjung Ke Posbindu Di Wilayah RW 03
Kelurahan Utama Kecamatan Cimahi Selatan. Skripsi Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Indonesia. Sumber : http://Lontar.ui.ac.id. Diakses
Tanggal 25 November 2016.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Jakarta: Rineka Cipta

Sumiasih, Dkk. 2010. Pengetahuan Kader Tentang Proses Menua Dengan Keaktifan
Kader pada Pelaksanaan Posbindu Di Kelurah Sendangmulyo Kecamatan
Tembalang Semarang. Jurnal Kesehatan, Vol 6 no 1 Th 2010.: Fakultas Ilmu
Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. Sumber
: http://jurnal.unimus.ac.id.

Wijiat, Siti. 2009. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Lansia Dengan Perilaku
Mengikuti Posbindu Lansia Di Karanganyar Gunung Candi Lama
Semarang. Skripsi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah
Semarang. Sumber: http://digilib.unimus.ac.id.

https://www.scribd.com/document/368310557/MAKALAH-POSBINDU

Anda mungkin juga menyukai