Anda di halaman 1dari 27

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) melakukan peramalan beban beberapa tahun


mendatang yang tertuang pada RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik)
2019-2028 bahwa kebutuhan tenaga listrik di Indonesia meningkat secara signifikan yang
disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk dan ada pula proyek yang akan
direalisasikan beberapa tahun mendatang. Oleh sebab itu perlu dilakukan perubahan terhadap
lingkup dan kapasitas pembangkit menjadi 35.000 MW (tiga puluh lima ribu megawatt) dan
jaringan transmisi sepanjang 57.293 kms (lima puluh tujuh ribu dua ratus sembilan puluh tiga
kilometer sirkit) untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik.

Penyediaan tenaga listrik sesuai target pada RUPTL dilakukan dengan merencanakan
penambahan pembangkit, transmisi, dan GI (Gardu Induk) serta distribusi di seluruh
Indonesia. Dengan demikian tercapainya keseimbangan kapasitas pembangkit disisi hulu dan
permintaan daya disisi hilir secara efisien, maka perlu dilakukan pengembangan saluran
transmisi diantaranya dengan meningkatkan level tegangan SUTT.

Meningkatkan level tegangan SUTT mempengaruhi nilai susut daya, semakin besar
tegangan pada suatu saluran, maka semakin kecil arus pada saluran tersebut, sedangkan arus
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya susut daya pada suatu saluran.
Faktor lain yang mempengaruhi susut daya dan drop tegangan adalah panjang saluran sutau
penghantar. Pengaruh panjang saluran yaitu semakin besar panjang saluran maka susut daya
dan drop tegangan semakin besar karena penghantar memiliki impedansi yang dapat
mempengaruhi kedua nilai tersebut.

Jaringan transmisi dari GI Sengkaling – GI Blimbing saat ini masih menggunakan level
tegangan 70 kV dengan panjang saluran yaitu 8,6 kms dengan penghantar ACCC HELSINKI
160mm2 792 A yang terhubung dengan GI Kebonagung yang disuplai PLTA Sutami dengan
kapasitas 3 x 35 MW. Menurut RUPTL pada jaringan GI Sengkaling – GI Blimbing
diperlukan pengembangan jaringan transmisi berupa uprating tegangan pada SUTT menjadi
150 kV dengan panjang saluran 18 kms. Pada pengembangan jaringan transmisi harus sesuai
SPLN (Standart Perusahaan Listrik Negara) 121:1996 guna tercapainya keseimbangan antara
2

kapasitas pembangkit disisi hulu dan permintaan daya disisi hilir secara efisien. Apabila susut
daya dan drop tegangan tersebut sesuai ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik
Jawa Madura Bali tahun 2007, maka proyek tersebut dapat direalisasikan untuk memperbaiki
susut daya dan drop tegangan.

Penghantar ACCC HELSINKI 160mm2 792A kurang efisien dalam menanggung beban
pada tahun 2028 dikarenakan susut daya yang ditimbulkan penghantar akan semakin besar
yang dapat merugikan PT.PLN. Untuk itu penulis bermaksud menganalisis susut daya dan
drop tegangan setelah penambahan saluran transmisi 150 kV pada sistem transmisi GI
Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing sebagai laporan akhir, sehingga laporan akhir ini
berjudul “ANALISIS SUSUT DAYA DAN DROP TEGANGAN SETELAH UPRATING
SUTT MENJADI 150 kV PADA GI BLIMBING – GI SENGKALING – GI
KEBONAGUNG”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan sebelum dilakukan uprating tegangan
pada SUTT 70 kV dari GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi
ETAP 12.6?
2. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan saluran
transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran 8,6 kms
pada GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6?
3. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan saluran
transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran 18 kms
sesuai RUPTL pada GI Blimbing – GI Sengkaling – GI Kebonagung dengan
menggunakan simulasi ETAP 12.6?
4. Bagaimana rekomendasi yang diberikan apabila nilai susut daya dan drop tegangan
melebihi ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Madura Bali tahun
2007 dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan laporan akhir ini
adalah sebagai berikut:
2

1. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan sebelum dilakukan uprating tegangan
pada SUTT 70 kV dari GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi
ETAP 12.6.
2. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan
saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran
8,6 kms pada GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6.
3. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan
saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran
18 kms sesuai RUPTL pada GI Blimbing – GI Sengkaling – GI Kebonagung dengan
menggunakan
4. Memberikan rekomendasi yang diberikan apabila nilai susut daya dan drop tegangan
melebihi ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Madura Bali tahun
2007 dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6.

1.4 Batasan Masalah


Untuk mendapatkan hasil pembahasan terarah, maka penulis perlu membatasi masalah
yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam penyusunan laporan akhir ini adalah:

1. Membahas sistem penyaluran meliputi panjang saluran dan jenis penghantar antara GI
Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing.
2. Tidak membahas konstruksi SUTT 150kV.
3. Tidak membahas sistem proteksi.
4. Tidak membahas RAB pada pengantian SUTT 70kV ke 150kV.
5. Membahas susut daya dan drop tegangan pada sistem penyaluran antara GI Kebonagung
– GI Sengkaling – GI Blimbing sebelum dan setelah uprating tegangan SUTT GI
Sengkaling – GI Blimbing.

1.5 Sistematika Penulisan


Agar Penulisan Laporan Akhir ini dapat tersusun dengan baik, maka pokok-pokok
bahasannya yaitu :

BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika
penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2

Berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian mengenai parameter saluran transmisi
dan penghantar 70kV dan 150kV yang digunakan sebagai landasan pembahasan di dalam
penelitian serta digunakan sebagai landasan berfikir dan pedoman dalam melakukan
penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini membahas tentang metodologi pelaksanaan penelitian, data hasil observasi, serta
diagram alir ( flow chart ) metode penyelesaian masalah.

BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang inti dari batasan masalah dan jawaban pada rumusan masalah.

BAB V PENUTUP

Berisi kesimpulan dari pembahasan masalah dan rangkuman penelitian serta berisi saran
masukan tentang peneletian dan langkah yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
yang diteliti.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Tenaga Listrik

Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari 3 bagian utama yaitu pusat pembangkit
tenaga listrik, saluran transmisi serta sistem distribusi. Selain itu dalam beberapa referensi
ditambahkan satu bagian lagi yaitu Gardu Induk. Sistem tenaga listrik dimulai dari pusat
pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, dan pembangkit listrik tenaga
lainnya. Kemudian tegangan keluaran dari pembangkit dinaikkan terlebih dahulu
menggunakan transformator step-up sebelum disalurkan melalui saluran transmisi. Setelah
melalui saluran transmisi, tenaga listrik masuk ke Gardu Induk (GI) yang selanjutnya
diturunkan tegangannya menggunakan transformator step-down menjadi tegangan
menengah 20 kV. Tegangan 20 kV disebut sebagai tegangan distribusi primer. Setelah
diturunkan menjadi tegangan 20 kV, tenaga listrik keluar dari GI menuju jaringan distribusi
yang sistem konfigurasinya bermacam-macam. Dari saluran distribusi primer, sebagian
tegangan diturunkan kembali melalui transformator step-down yang terpasang pada
gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah 220/380 volt dimana listrik didistribusikan
kepada konsumen TR seperti rumah, ruko, dll. Untuk konsumen tegangan tinggi dan
menengah, sumber tenaga listrik langsung diambil dari incoming atau outgoing Gardu Induk.

Unit Unit Gardu Induk


Unit Distribusi
Pembangkitan Transmisi distribusi
Distribusi Distribusi


sekunder Primer

PMT
G Trf PMT
Transformator
Generator


Pemutus
Tenaga

Konsumen Besar

Konsumen Umum

Gambar 2.1 Single Line Diagram Sistem Tenaga Listrik (Anonim 2, 2008)
Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki sistem yang aman dan handal dalam
melayani kebutuhan listrik para pelanggannya. Dalam artian sistem tenaga listrik tersebut
tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar serta mampu melayani pelanggan
dengan memuaskan, contohnya dalam segi kontinuitas dan kualitas energi listrik yang
disalurkan. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem tenaga listrik merupakan

5
6

kolaborasi dari beberapa unsur perangkat peralatan maupun manusia yang terdiri dari
pembangkitan, transmisi, dan distribusi, dimana mereka saling berhubungan antara satu
dengan yang lain sehingga mampu menghasilkan tenaga listrik yang dapat tersalur secara
aman dan handal sampai ke pelanggan. Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syarat –
syarat dasar seperti :
1. Setiap saat memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan konsumen sewaktu –
sewaktu.
2. Memepertahankan suatu tegangan yang tetap dan yang tidak terlampau bervariasi,
misalnya ± 10 %.
3. Mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan dan tidak bervariasi lebih dari
misalnya ± 0,1 Hz.
4. Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar.
5. Memenuhi standar – standar keamanan dan keselamatan.

2.2 Saluran Transmisi Tenaga Listrik

Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berfungsi untuk
menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit kepada para konsumen yang dikirimkan
melalui konduktor. Pusat pembangkit pada umumnya jauh dari konsumen sehingga
dibutuhkan jaringan transmisi. Pada saluran transmisi terdapat susut susut daya dan drop
tegangan yang besarnya sebanding dengan panjang saluran. Oleh karena itu pada saluran
transmisi digunakan tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi untuk meminimalisir
susut-susut saluran. Besar tegangan saluran transmisi yang digunakan di Indonesia yaitu 70
kV, 150 kV dan 500 kV.

Tegangan generator pada umumnya rendah antara 6 kV sampai 24 kV, maka tegangan
ini biasanya dinaikan dengan menggunakan transformator daya (step up) ke tingkat tegangan
yang lebih tinggi diantara 70 kV, 150 kV, sampai 500 kV. Tingkat tegangan yang lebih
tinggi ini, selain untuk memperbesar daya hantar dari saluran transmisi, juga memperkecil
susut- susut daya dan jatuh tegangan pada saluran transmisi. Tegangan listrik yang dihasilkan
oleh generator sebelum memasuki saluran transmisi harus melalui trafo step up untuk
menaikkan tegangan sehingga sama dengan saluran transmisi. Berdasarkan panjangnya,
saluran transmisi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut ini:
1. Saluran trasnmisi pendek (Short line)
2. Saluran trasnmisi menengah (Medium line)
3. Saluran trasnmisi panjang (Long line)
7

Dalam pemilihan besar kecilnya tegangan pada saluran transmisi juga tergantung pada
factor kebutuhan suatu daerah tersebut. Penurunan tegangan dari tingkat tegangan transmisi
pertama dilakukan pada gardu induk tegangan ekstra tinggi (GITET), dimana tegangan
diturunkan mulai dari 500 kV ke 150 kV atau 70 kV. Selanjutnya penurunan tegangan
dilakukan oleh gardu induk distribusi, yaitu mulai dari 150 kV atau 70 kV ke 20 kV. Desain
saluran transmisi sendiri juga tergantung dari beberapa hal seperti dibawah ini :
1. Jumlah daya yang harus ditransmisikan.
2. Jarak dan jenis lapangan yang harus dilalui.
3. Biaya yang tersedia.
4. Pertimbangan lain, misalnya masalah urban dan kemungkinan pertumbuhan beban waktu
mendatang.
Untuk menjaga daya tidak hilang ketika di sisi penerimaan yang dikarenakan panjangnya
saluran transmisi tersebut hal ini mengacu pada rumus
S=V×I
Keterangan :
V = tegangan (V)
A= arus (A)
S = daya semu (VA)
Apabila daya semu (S) dianggap mempunyai nilai tetap dan tegangan dinaikan maka nilai
arus (I) akan menjadi kecil dan ini akan berkaitan pemilihan penghantar yang lebih kecil.
Dengan keuntungan daya yang disalurkan tidak mengalami losses serta biaya ekonomis dari
pemilihan penghantar yang lebih murah.

Selain itu drop tegangan atau biasa disebut jatuh tegangan adalah suatu kejadian penurunan
tegangan yang terjadi pada suatu system sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari peralatan
yang dilaluinya. Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada
pangkal pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung penerimaan (receiving end) tenaga
listrik. Pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta
pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan relatif dinamakan regulasi tegangan. (DR.A.
Arismunandar : 1993 , Jilid II Buku Pegangan Teknik Listrik).

2.2.1 Saluran transmisi pendek (Short line)


Saluran transmisi pendek (Short line) merupakan saluran transmisi yang memiliki
panjang kurang dari atau sama dengan 50 mile (80 Km). Nilai kapasitansi penghantar dapat
diabaikan. Gambar rangkaian saluran transmisi pendek (Short line) yaitu sebagai berikut ini :
8

Gambar 2.2.1 Saluran transmisi pendek (Short line) (Budiarto Arief, 2013)

Keterangan gambar:
VS = Tegangan sisi kirim (Volt).
IS = Arus sisi kirim (Ampere).
VR = Tegangan sisi terima (Volt).
IR = Arus sisi terima (Ampere).
Z = (R+jXL) = Impedansi saluran (Ohm).
Rangkaian ekivalen saluran transmisi pendek diperlihatkan dalam Gambar 2.2.1 diatas,
dimana Is dan Ir merupakan arus pada ujung pengirim dan ujung penerima, sedangkan Vs dan
Vr adalah tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengirimdan ujung penerima.
Rangkaian itu dapat diselesaikan seperti halnya dengan rangkaian AC seri yang sederhana.
Karena tidak terdapat cabang paralel (shunt), pada ujung-ujung pengirim dan penerima akan
sama besarnya dan tegangan pada ujung pengirim adalah
IS = CVR + DIR
Tegangan pada sisi pengirim dirumuskan sebagai berikut:
VS = AVR + BIR
Dengan parameter saluran sebagai berikut :
A = 1, B = Z, C = 0, D = 1
Hubungan antara tegangan dan arus dinyatakan oleh
Vs = Vr + IR cos θr + IX sin θr
Daya pada sisi kirim dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ps = Vs . Is . cos φ
Daya pada sisi terima dirumuskan sebagai berikut :
PR = VR. IR. cos φ
Efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pr
η = x 100 %
Ps
9

2.2.2 Saluran transmisi menengah (Medium line)


Saluran transmisi menengah (Medium line) merupakan saluran transmisi yang
mempunyai panjang saluran antara 50 mile (80 km) sampai dengan 150 mile (250 km).
Saluran transmisi menengah (Medium line) dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu sebagai
berikut:
a) Saluran transmisi menengah (Medium line) dengan rangkaian T adalah saluran transmisi
dengan kapasitansi dipusatkan pada satu titik dan impedansi serinya terbagi menjadi dua
pada kedua cabang serinya.
b) Saluran transmisi menengah (Medium line) dengan rangkaian Phi (π) yaitu saluran
transmisi dengan kapasitansi dipusatkan pada dua titik dan impedansi serinya dipusatkan
satu titik pada cabang serinya.
2.2.3 Saluran trasnmisi panjang (Long line)
Saluran transmisi panjang (Long line) merupakan saluran transmisi yang mempunyai
panjang lebih dari atau sama dengan 150 mile (250 km). Rangkaian T dan Phi (π) tidak dapat
merepresentasikan saluran transmisi panjang dengan baik, karena rangkaian tersebut tidak
memperhitungkan kenyataannya bahwa besaran saluran tersebut tersebar merata.

2.3 Sistem Jaringan Transmisi


Dilihat dari sistem jaringan yang dipkaai maka pada jaringan transmisi dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu Radial, Tertutup dan Interkoneksi. Pada laporan akhir ini akan membahas
mengenai sistem jaringan interkoneksi.
2.3.1 Interkoneksi
Sistem interkoneksi merupakan gabungan dari pusat pembangkit teanaga listrik yang
dihubungkan melalui jaringan transmisi.

Gambar 2.3.1 Sistem Jaringan Interkoneksi (Hermawan, 2013 : 58)


10

2.4 Macam-macam saluran transmisi


SUTT/SUTET merupakan jenis Saluran Transmisi Tenaga Listrik yang banyak
digunakan di PLN daerah Jawa dan Bali karena harganya yang lebih murah dibanding jenis
lainnya serta pemeliharaannya mudah. Penghantar merupakan suatu media untuk
menghantarkan arus listrik yang direntangkan lewat tiang-tiang SUTT & SUTET melalui
insulator-insulator sebagai penyekat konduktor dengan tiang. Pada tiang tension, konduktor
dipegang oleh tension clamp / compression dead end clamp, sedangkan pada tiang suspension
dipegang oleh suspension clamp.
Pembangunan SUTT/SUTET sudah melalui proses rancang bangun yang aman bagi
lingkungan serta sesuai dengan standar keamanan internasional, diantara nya:
 Ketinggian kawat penghantar
 Penampang kawat penghantar
 Daya isolasi
 Medan listrik dan Medan magnet
 Desis corona
Macam Saluran Udara yang ada di Sistem Ketenagalistrikan PLN UP2B Jawa Bali
 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV
 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV
 Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTETI) 500 kV
Pada saluran transmisi dapat digolongkan menurut jarak yang ditempuh oleh saluran
transmisi tersebut, besar kecilnya jarak yang ditempuh dapat dilihat sebagai berikut
(Hermawan, 2008) :
1. Saluran transmisi pendek (short lines) panjangnya ±50 mile (80 km)
2. Saluran transmisi menengah (medium lines) yang panjangnya antara 50 – 150 miles
(240 km)
3. Saluran transmisi panjang (long lines) yang panjangnya diatas 150 miles (> 240
km)
Dengan catatan 1 mile = 1,60595 km
Saluran transmisi dibagi dua, yaitu:
1. Saluran kabel bawah tanah (underground cable)
Saluran kabel bawah tanah menyalurkan tenaga listrik melalui kabel – kabel yang
ditanam dibawah permukaan tanah.
2. Saluran Udara (overhead lines)
Saluran udara menyalurkantenaga listrik melalui kawat yang digantung pada menara atau
tiang transmisi dengan perantara isolator.
11

Keuntungan dalam menggunakan saluran udara adalah :


a. Biaya pembangunan lebih murah dibandingkan saluran bawah tanah.
b. Bila terdapat penambahan beban cukup dengan menambah saluran lagi sepanjang
jaringan yang ada.
c. Pencarian lokasi gangguan yang lebih cepat.
d. Perbaikan jika terjadi hubung singkat akan lebih mudah.
e. Dalam hal penyambungan kabel juga lebih mudah dari pada saluran bawah tanah.
Kekurangan dalam menggunakan saluran udara adalah :
a. Saluran udara terpengaruh oleh cuaca buruk, hujan angin, bahaya petir dan sebagainya.
b. Saluran udara tidak indah karena mengganggu pemandangan.
c. Pada saluran udara terjadi interferensi terhadap sistem komunikasi.

2.5 Komponen Saluran Udara


Berdasarkan fungsi dari tiap-tiap komponennya, sistem transmisi SUTT/SUTET
dikelompokkan sebagai berikut (Anonim1,2014 : 2)
2.5.1 Pembawa Arus (Current Carrying)
Komponen yang termasuk dalam fungsi pembawa arus adalah komponen SUTT yang
berfungsi dalam proses penyaluran arus listrik dari Pembangkit ke GI atau dari GI ke GI
lainnya. Pada tiang tension, konduktor dipegang oleh strain clamp/ compression dead end clamp,
sedangkan pada tiang suspension dipegang oleh suspension clamp.
Komponen-komponen yang termasuk fungsi pembawa arus, yaitu:

1. Bare Conductor OHL (Termasuk ACSR TACSR dan AAAC)


Sebagai media pembawa arus pada SUTT/ SUTET dengan kapasitas arus sesuai
spesifikasi atau ratingnya yang direntangkan lewat tiang-tiang SUTT/ SUTET melalui
insulator sebagai penyekat konduktor dengan tiang. Bahan konduktor yang dipergunakan
untuk saluran energi listrik perlu memiliki sifat sifat sebagai berikut:

a. Konduktivitas tinggi
b. Kekuatan tarik mekanik tinggi
c. Berat jenis yang rendah
d. Ekonomis
e. Lentur/ tidak mudah patah
Biasanya konduktor pada SUTT merupakan konduktor berkas (stranded) atau serabut
yang dipilin, agar mempunyai kapasitas yang lebih besar dibanding konduktor pejal dan
12

mempermudah dalam penanganannya. Jenis-jenis konduktor berdasarkan bahannya :


1) Konduktor jenis Aluminium
a. ACSR (Alumunium Conductor Steel Reinforced )
Bagian dalam konsuktor ini berupa steel yang mempunyai kuat mekanik tinggi,
sedangkan bagian luarnya berupa aluminium yang mempunyai konduktivitas tinggi.
Karena sifat elektron lebih menyukai bagian luar konduktor daripada bagian sebelah
dalam konduktor, maka pada sebagian besar SUTT maupun SUTET menggunakan
konduktor jenis ACSR. Untuk daerah yang udaranya mengandung kadar belerang yang
tinggi biasanya dipakai jenis ACSR/AS, yaitu konduktor jenis ACSR yang konduktor
steelnya dilapisi dengan aluminium.

Gambar 2.5 Konstruksi ACSR ( Buku Panduan Pemeliharaan (SUTT/SUTET)

b. TACSR (Thermal Aluminium Conductor Steel Reinforced)


Pada saluran transmisi yang mempunyai kapasitas penyaluran / beban sistem tinggi maka
dipasang konduktor jenis TACSR. Konduktor jenis ini mempunyai kapasitas lebih besar
tetapi berat konduktor tidak mengalami perubahan yang banyak, tapi berpengaruh
terhadap sagging (andongan).

Gambar 2.5 Konstruksi TACSR ( Buku Panduan Pemeliharaan (SUTT/SUTET)


c. ACCC
Konduktor jenis ini, bagian dalamnya berupa composite yang mempunyai kuat mekanik
tinggi, dikarenakan tidak dari bahan konduktif, maka bahan ini tidak mengalami
pemuaian saat dibebani arus maupun tegangan.Untuk konduktor jenis ini tidak
mengalami korosi cocok untuk daerah pinggir pantai, sedangkan bagian luarnya berupa
aluminium yang mempunyai konduktivitas tinggi. Konduktor jenis ini dipilih karena
memiliki karakteristik high conductivity & low sag conductor.
13

Gambar 2.5 Konstruksi ACCC ( Buku Panduan Pemeliharaan (SUTT/SUTET)


2) Konduktor Jenis Tembaga (BC: Bare copper)
Merupakan penghantar yang baik karena memiliki konduktivitas tinggi dan kekuatan
mekanik yang cukup baik. Biasanya konduktor pada SUTT / SUTET merupakan
konduktor berkas (stranded) atau serabut yang dipilin, agar mempunyai kapasitas yang
lebih besar dibanding konduktor pejal dan mempermudah dalam penanganannya.
Tabel 1 Daftar konduktor yang dipergunakan untuk SUTT & SUTET

2.6 Parameter Saluran Transmisi


Suatu saluran transmisi listrik mempunyai empat parameter yang mempengaruhi
keampuan dalam memenuhi tugasnya sebagai bagian dari sistem daya yaitu :
1. Resistansi
Resistansi penghantar saluran transmisi merupakan penyebab susut daya (power loss)
terpenting dalam suatu saluran transmisi. Istilah resistansi kecuali bila ada keterangan yang
14

lebih spesifik, berarti resistansi efektif. Resistansi efektif sama dngan resistansi arus searah
pada penghantar hanya jika sebaran arus diseluruh penghantar seragam.( Hermawan , 2013)
Resistansi arus searah diberikan oleh rumus :
Rugidayada lampenghantar
R=
I2
Resistansi arus searah diberikan oleh rumus :
𝑙
𝑅=𝜌 𝛺
𝐴
Dimana :
𝜌 = resistivitas pnghantar (𝛺. 𝑐𝑚)
L = panjang (cm)
A = luas penampang (cm2)
Standar konduktivitas internasional adalah yang dimiliki oleh tembaga annealed. Kawat
tembaga tarik (harddrown) komersial mempunyai 97,3% dan aluminium 63% kondutivitas
tembaga annealed standar. Pada suhu 200 ρ untuk tembaga tarik = 1,77 x 10-8 Ωm. Untuk
alumunium pada suhu 200ρ adalah 2,83 x 10-8 Ωm (Stevenson.1982).
2. Induktansi (L)
Pada penghantar yang mempunyai arus akan menghasilkan medan magnet yang berada di
sekeliling penghantar, sesuai kaidah hukum tangan kanan, dimana ibu jari menunjukkan arah
medan magnetnya. Bila arus yang mengalir pada penghantar berubah maka fluks
magnetiknya pun akan berubah. Untuk beban non magnetik, induktansi (L) merupakan
perbandingan fluksi magnetik total yang melingkupi arus yang mengalir pada penghantar.
a) Persamaan Untuk Dua Penghantar Berkas ( Duplex )
L1 L2 L3

d d d

D12 D23
D13

Gambar 2.6 Susunan Dua Penghantar Berkas (Duplex) (a) (Purnomo Hery, 2016)
GMR(duplex)  GMRpxd 
GMD  3 D12 D23 D31 
Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas
15

b) Persamaan Untuk Tiga Penghantar Berkas ( Triplex )

L1 L2 L3

d d
d d d

D12 D23
D13

Gambar 2.6 Susunan Tiga Penghantar Berkas (Tripplex) (b) (Purnomo Hery, 2016)

GMR(triplex )  3 GMRpxdxd   3 GMRpxd 2


3

Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas
c) Persamaan Untuk Empat Penghantar Berkas ( Quadruplex )

d d d
d d d d d d
d d d

D12 D23
D13

Gambar 2.6 Susunan Empat Penghantar Berkas (Quadruplex) (Purnomo Hery, 2016)

16 1
GMR (quadruplex) = √(GMRp x d x d x d x 22 )4

4
= 1,09 x √𝐺𝑀𝑅𝑝 𝑥 𝑑 3
Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas

d) Perhitungan induktansi permeter :

GMD
L / Phasa  2 x10 7 (ln )H / m
GMR(b)
Dimana :
GMR(b) = GMR penghantar berkas
16

e) Perhitungan reaktansi induktansi per km :

XL = 2 π f L (Ω / km)
Dimana :
XL = reaktansi induktansi (Ω / km)
π = 3,14
f = frekuensi (Hz)
L = induktansi (H/m)

Induktansi Saluran 3 Phasa Double Circuit


Pertimbangan efektifitas dan ekonomis saluran transmisi kebanyakan menggunakan
double circuit; yaitu konduktor yang paralel tiap phase dan ditempatkan pada satu tower.
Keuntungannya adalah :
1. Keandalan lebih besar; Jika salah satu circuit hubung singkat (mengalami
gangguan) maka circuit yg lain masih operasi.
2. Kapasitas penyaluran lebih besar.

Pada keadaan ini, metode GMD dan GMR dapat digunakan. GMD dan GMR harus di
rata – rata karena parallel.
R R

S S

T T

Gambar 2.6 Saluran 3 Phasa Double Circuit (Purnomo Hery, 2016)


Persamaan dalam menentukan induktansi pada saluran paralel
GMD(ek )
L / phasa  2 x10 7 (ln )H / m
GMR(ek )

GMD(ek )  3 GMD( R  S ) xGMD(S  T ) xGMD( R  T )


GMD( R  S )  4 ( R  S ) x( R`S `) x( R  S `) x( R`S )
GMD(S  T )  4 (S  T ) x(S `T `) x(S  T `) x(S `T )
GMD( R  T )  4 ( R  T ) x( R`T `) x( R  T `) x( R`T )
GMR(ek )  3 GMR( R) xGMR(S ) xGMR(T )
17

Dimana :
GMR R =√GMRp x ( R – R’)

GMR S = √ GMRp x ( S – S’)

GMR T = √GMRp x ( T – T’)


Sedangkan perhitungan reaktansi induktansi saluran per km pada saluran 3 fasa parallel
adalah sama dengan saluran tunggal.
3. Kapasitansi (C)
Kapasitansi saluran transmisi merupakan akibat beda potensial antar penghantar.
Kapasitansi ini menyebabkan penghantar menjadi bermuatan seperti pada keping-keping
suatu kapasitor bila ada beda potensial diantaranya. Kapasitansi antara penghantar adalah
muatan persatuan selisih potensial. Kapasitansi antara penghantar-penghantar sejajar konstan
tergantung pada ukuran dan jarak pemisah antara penghantar. Untuk saluran yang kurang dari
80km (50mil) pengaruh kapasitansi sangat kecil sehingga diabaikan. (Hermawan , 2013).
Pada pembahasan kali ini kapasitansi tidak dihitung karena saluran transmisi pada jaringan 70
kV GI Sengkaling – GI Blimbing merupakan saluran transmisi pendek (kurang dari 80 km)
yaitu 8,61 kms dan jaringan 150 kV GI Sengkaling - GI Kebonagung merupakan saluran
transmisi pendek (kurang dari 80 km) yaitu 15 kms.
4. Impedansi
Pada Saluran Transmisi pendek nilai kapasitansi dan konduktansi dapat diabaikan ,
sehingga saluran transmisi pendek dapat dianggap sebagai rangkaian impedansi yang terdiri
dari tahanan dan induktansi saja. Maka Impedansi dapat dhitung dengan persamaan sebagai
berikut :
Z = R + jXL
Dimana :
R : Resistansi (Ω)
XL : Reaktansi Induktasi (Ω/km)

2.7 Susut Daya dan Drop Tegangan Saluran Transmisi


Saluran transmisi mempunyai parameter yang mempengaruhi kemampuannya untuk
berfungsi sebagai bagian dari suatu sistem tenaga. Selanjutnya setiap saluran transmsisi dapat
didekati dengan ukuran panjangnya, yaitu panjang, menengah dan pendek. Sedangkan
rangkaian ekivalen untuk saluran transmisi pendek dapat dilihat seperti.
18

Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Pendek (Budiarto Arief, 2013)
Pada saluran transmisi selain terjadi drop tegangan, juga terjadi susut daya. Susut daya
mencerminkan adanya daya yang terbuang sehingga mengakibatkan daya yang diterima di sisi
penerima lebih kecil dari daya yang dikirim pada sisi pengirim. Pembuangan daya ini
dikonversikan dalam bentuk panas pada sistem transmisi selama selang waktu tertentu.
Sehingga energi yang diterima pada sisi penerima lebih kecil dari energi yang dikirim. Dalam
setiap penyaluran daya listrik ke beban pasti terdapat susut daya yang diakibatkan oleh faktor
- faktor tertentu seperti jarak saluran listrik ke beban yang terlalu jauh sehingga bertambah
besarnya tahanan saluran kabel yang digunakan. Secara umum susut daya ini disebabkan oleh
tahanan pada penghantar dan daya korona. Dengan menggunakan rangkaian ekivalen pendek,
maka susut daya pada saluran transmisi dapat ditentukan melalui saluran 3 phasa yang
dinyatakan dalam persamaan [Arismunandar, 1993]:
Plosses 1ɸ = I2 .R
Keterangan :
Plosses = susut - susut daya per fasa (watt).
I = Arus saluran per fasa(Ampere).
R = Resistansi total pada saluran (Ω).
Besarnya susut daya pada jaringan tiga fasa adalah sebagai berikut :
a) susut daya nyata = 3 x I 2 x l x R x cos θ (Watt)

b) susut daya reaktif = 3 x I 2 x l x jX x sin θ (VAr)


Keterangan :
I = Arus yang disalurkan (A)
R = Resistansi saluran (ohm/km)
X = Reaktansi saluran (ohm/km)
l = Panjang saluran (km)
Kerugian akibat panas, jika suatu penghantar dialiri arus listrik secara terus -
menerus maka akan menimbulkan panas, panas ini timbul akibat energi listrik yang mengalir
pada penghantar tersebut, semakin lama arus tersebut mengalir maka semakin panas
19

penghantar tersebut dan semakin banyak energi yang hilang karena energi terbut berubah
menjadi energi panas. Jika energi itu hilang maka tegangan pada ujung penghantar tersebut
akan berkurang, semakin banyak energi yang menjadi panas maka semakin banyak tegangan
yang hilang.
Kerugian akibat jarak, jarak sangat berpengaruh pada keandalan jaringan karena
semakin jauh atau semakin panjang penghantar listrik tersebut maka akan banyak tegangan
listrik yang menghilang karena penghantar itu sendiri memiliki hambatan, jadi karena jarak
penghantar sangat jauh dari sumber atau pembangkit maka nilai hambatan penghantar itu
sendiri akan mengurangi tegangan yang mengalir pada penghantar tersebut.
Tegangan juga sangat berpengaruh terhadap susut daya, semakin besar tegangan
pada suatu saluran, maka semakin kecil arus pada saluran tersebut, sedangkan arus adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya susut daya pada suatu saluran.
Selanjutnya susut daya pada saluran transmisi dapat dikurangi dengan cara
meninggikan tegangan transmisi, memperkecil tahanan konduktor, dan memperbesar faktor
daya beban (Tobing, 2003). Tetapi cara yang cenderung dilakukan adalah meninggikan
tegangan transmisi dengan beberapa pertimbangan teknis.
Drop adalah besarnya tegangan yang diakibatkan oleh arus yang mengalir pada
suatu media yang mempunyai impedansi. Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih
antara tegangan pada pangkal pengiriman (scnding end) dan tegangan pada ujung
penerimaan(recciving end) tenaga listrik. Pada jaringan transmisi drop tegangan dan susut
daya sebagian besar terjadi disaluran transmisi. Oleh karena itu dalam perencanaan sistem
harus dipilih penghantar yang bisa menghantarkan arus beban tanpa menyebabkan susut
tegangan yang berlebihan dan dengan temperatur yang aman. Pada saluran bolak-balik
besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya.
Jatuh tegangan ditimbulkan karena adanya resistansi pada penghantar, Besar arus pada tiap
fasa pada jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV gardu induk Sengkaling - Blimbing -
Kebonagung berbeda – beda, maka untuk menghitung besar jatuh tegangan yang terjadi pada
jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV maka digunakan persamaan. Untuk jarak dekat
regulasi tegangan tidak berarti (hanya beberapa % saja), tetapi untuk jarak sedang dan jauh
dapat mencapai 5-15%
∆V = Vs - Vr
Dimana :
∆V = Jatuh Tegangan (Volt).
Vs = Tegangan kirim (Volt).
Vr = Tegangan terima (Volt).
20

Persentase (%) Jatuh tegangan


Vs  Vr
∆V(%) = × 100 %
Vr
Dimana :
∆V(%) = Jatuh Tegangan dalam % (Volt).
Vs = Tegangan kirim (Volt).
Vr = Tegangan terima (Volt).
Pada saluran arus bolak-balik besarnya drop tegangan merupakan fungsi dari arus
beban dan cosinus sudut impedansi dari beban.
dV = 3 x I x l x (R cos θ + jX sin θ)
Dimana :
dV = Drop tegangan (volt)
I = Arus yang disalurkan (A)
R = Resistansi saluran (ohm/km)
X = Reaktansi saluran (ohm/km)
l = panjang saluran (km)

2.8 Standart Performansi Jaringan

PT. PLN (Persero) sebagai penjual energi listrik harus berusaha semaksimal mungkin
menjaga kehandalan sistem untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai standart, berikut ini
beberapa standart Permen ESDM No 3 tahun 2007 tentang aturan jaringan Jawa Madura Bali:
a. Frekuensi kerja nominal adalah 50 Hz, pada kondisi normal tidak boleh lebih rendah dari
49,5 Hz atau lebih tinggi dari 50,5 Hz. Selama waktu keadaan darurat atau emergency
dan gangguan, frekuensi sistem diijinkan turun hingga 47,5 Hz atau naik hingga 52,0
Hz.
b. Batasan tegangan pada sistem harus dipertahankan sebagai berikut:
Tegangan Nominal Kondisi Normal
500 kV +5%, -5%
150 kV +5%, -10%
70 kV +5%, -10%
20 kV +5%, -10%

c. Faktor daya (cos φ) di titik sambung antara pemakai jaringan dengan jaringan minimum
sebesar 0,85 lagging
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian dan observasi data pada laporan akhir ini dilakukan pada tanggal 1
Februari – 1 Agustus 2020 di PT. PLN (Persero) GI Kebonagung – GI Sengkaling – GI
Blimbing Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Malang yang berada di bawah naungan PT. PLN
Unit Induk Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.

3.2 Metode Pengambilan Data


Dalam penulisan laporan akhir ini, tahapan-tahapan dilakukan secara berurutan dan disusun
secara sistematis yang bertujuan untuk mendapatkan kesinambungan antara data serta
informasi yang diperoleh dengan hasil yang ingin didapatkan.
1. Metode Studi Literatur
Studi literatur beratur mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dan sekaligus menjadi
referensi sebagai penunjang topik permasalahan yang hendak diangkat dengan tujuan untuk
menambah wawasan penulis.
Beberapa buku referensi yang digunakan penulis antara lain:
a. Standard - standard yang mengacu pada IEC, IEEE, SPLN, RUPTL, Standart Permen
ESDM No 3 tahun 2007, dll
b. Jurnal - jurnal terkait
c. Buku - buku terkait
2. Metode Observasi
Observasi berarti melakukan survey lapangan dan pengambilan data yang diperlukan untuk
dalam menganalisa dan penyelesaian agar lebih mengetahui masalah yang sebenarnya terjadi
serta untuk mendapatkan informasi tentang daya yang dibutuhkan.
3. Metode Wawancara
Melakukan wawancara dengan pihak yang berkaitan langsung bertujuan untuk memperoleh
informasi yang akurat mengenai suatu objek dengan narasumber yang terpercaya.

21
22

3.2 Data – data Hasil Observasi


Untuk data-data teknis yang diperoleh dalam penelitian di PT.PLN (Persero)
Transimisi Jawa Bagian Timur dan Bali, PT.PLN (Persero) Area Pengatur Beban Jawa Timur,
PT.PLN (Persero) Unit Pelaksana Transmisi (UPT) Malang, PT.PLN (Persero) GI Sengkaling,
GI Blimbing, dan GI Kebonagung adalah sebagai berikut :
1. Single Line Diagram UPT Malang. (terlampir)
2. Single Line Diagram Gardu Induk Sengkaling. (terlampir)
3. Single Line Diagram Gardu Induk Blimbing. (terlampir)
4. Single Line Diagram GI Kebonagung. (terlampir)
5. Data gangguan pada saluran transmisi 70kV GI Sengkaling - GI Blimbing. (terlampir)
6. Data map jaringan (titik koordinat) saluran transmisi 70kV GI Sengkaling - GI Blimbing.
(terlampir)
7. Data penghantar saluran transmisi 150 kV GI Kebonagung – GI Sengkaling. (terlampir)
8. Data penghantar saluran transmisi 70 kV GI Sengkaling - GI Blimbing. (terlampir)
9. Data Tegangan, Arus Beban dan Daya pada Sisi Kirim GI Sengkaling dan Sisi Terima GI
Blimbing. (terlampir)
10. Data Tegangan, Arus dan Daya pada Sisi Kirim dan Sisi Terima pada GI Blimbing dan GI
Kebonagung. (terlampir)
23

3.3 Diagram Alir Laporan Akhir


Berikut ini merupakan skema diagram alir dari metodologi penelitian yang dilakukan
dalam penyelesaian pelaksanaan laporan akhir ini :

Mulai (1)

Observasi Lapangan
Studi Literatur/Buku
Wawancara Narasumber (2)

Pengumpulan Data (3)


1. Single Line Diagram ULTG Malang, GI Blimbing, GI
Sengkaling, dan GI Kebonagung
2. Data gangguan pada saluran GI Sengkaling - GI Blimbing.
3. Data tegangan, arus, dan daya pada sisi kirim dan terima pada
GI Kebongagung – GI Sengkaling – GI Blimbing
4. Data map jaringan (titik koordinat) saluran transmisi 70kV GI
Sengkaling - GI Blimbing
5. Data Penghantar dan Panjang Saluran GI Kebongagung – GI
Sengkaling – GI Blimbing

Analisis Perhitungan susut daya dan drop


tegangan sesuai data (4)

A
24
A

Apakah nilai susut daya dan


YA (6)
drop tegangan sesuai
Aturan Jaringan Jawa
Madura Bali?

TIDAK (5)

Melakukan uprating tegangan saluran Melakukan uprating tegangan saluran


transmisi 150 kV tanpa menggunakan transmisi 150 kV tanpa menggunakan
penghantar 70 Kv dengan panjang penghantar 70 kV dengan panjang
saluran 8,6 kms pada GI Blimbing – saluran 18 kms sesuai RUPTL pada
GI Sengkaling (7) GI Blimbing – GI Sengkaling (8)

Memulai simulasi ETAP (9)


9)

Menganalisa hasil simulasi


ETAP(10)

Kesimpulan dan Saran (11)

Selesai (12)

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Laporan Akhir


25

Penjelasan diagram alir pemecahan masalah adalah sebagai berikut,:

1. Mulai berupa pendahuluan dengan melakukan penelitian di PT. PLN (Persero) GI


Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing.
2. a. Observasi lapangan serta wawancara narasumber dalam hal ini adalah staff PLN
dilakukan untuk memperoleh data dan mengetahui kondisi sebenarnya yang ada di tempat
penelitian untuk data pengerjaan laporan akhir
b. Studi literatur dengan cara mencari referensi berupa buku/Ebook mengenai saluran
transmisi, dan membaca jurnal-jurnal yang berkaitan dengan topik penelitian.
3. Pengumpulan dan pengelompokan data hasil observasi lapangan yang telah dilakukan.
a) Single Line Diagram ULTG Malang
b) Single Line Diagram GI Sengkaling
c) Single Line Diagram GI Blimbing
d) Single Line Diagram GI Kebonagung
e) Data tegangan, arus, dan daya pada sisi kirim dan terima pada GI Kebongagung – GI
Sengkaling – GI Blimbing
f) Data Penghantar dan Panjang Saluran
4. Analisa data dilakukan dengan mengolah data panjang saluran dan jenis penghantar untuk
menghitung susut daya dan drop tegangan pada jaringan transmisi antara GI Kebonagung
– GI Sengkaling – GI Blimbing.
5. Mengidentifikasi apakah nilai susut daya dan drop tegangan sesuai Aturan Jaringan Jawa
Madura Bali. Jika tidak, maka lanjut ke tahap berikutnya.
6. Jika sesuai, maka memulai simulasi menggunakan ETAP 12.6.
7. Melakukan uprating tegangan saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar
70 Kv dengan panjang saluran 8,6 kms pada GI Blimbing – GI Sengkaling.
8. Melakukan uprating tegangan saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar
70 kV dengan panjang saluran 18 kms sesuai RUPTL pada GI Blimbing – GI Sengkaling.
9. Melakukan simulasi pada kedua skenario tersebut menggunakan ETAP 12.6.
10. Menganalisa hasil simulasi ETAP dengan mempertimbangkan susut daya dan drop
tegangan.
11. Penulisan laporan akhir dan membuat kesimpulan sistem penyaluran dan penghantar
manakah yang lebih baik nilai drop tegangan dan rugi daya yang memenuhi untuk
digunakan pada saluran transmisi GI Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing untuk
SUTT 150 kV. Apabila kedua skenario memiliki nilai drop tegangan dan rugi daya tidak
memenuhi maka diberikan saran atau rekomendasi.
12. Selesai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Arismunandar. A. Dr., “Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik Jilid II ”, Jakarta : PT


Pradnya Paramita,2004.
2. Aslimeri., “Buku Teknik Transmisi Tenaga Listrik Jilid 2”, 2008.
3. Hariyadi, Shahlan., “ANALISIS RUGI-RUGI DAYA DAN JATUH TEGANGAN PADA
SALURAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI 150 KV PADA GARDU INDUK PALUR –
MASARAN”, Univeristas Muhammadiyah Surakarta. 2017.
4. PLN, “ PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PT
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) TAHUN 2019 SAMPAI DENGAN
TAHUN 2028”, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2019
5. PLN, “ PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK PT
PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) TAHUN 2016 SAMPAI DENGAN
TAHUN 2025”, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia. 2016
6. SPLN 121 : 1996., “ Konstruksi Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kV dan 150 kV
Dengan Tiang Beton/Baja”, PLN. 1996
7. Purnomo, Hery., “ANALISIS SISTEM DAYA”, Universitas Brawijaya. 2016
8. Budiarto, Arief., “MAKALAH SALURAN TRANSMISI PENDEK”, Universitas Negeri
Yogyakarta. 2013

26
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai