BAB 1
PENDAHULUAN
Penyediaan tenaga listrik sesuai target pada RUPTL dilakukan dengan merencanakan
penambahan pembangkit, transmisi, dan GI (Gardu Induk) serta distribusi di seluruh
Indonesia. Dengan demikian tercapainya keseimbangan kapasitas pembangkit disisi hulu dan
permintaan daya disisi hilir secara efisien, maka perlu dilakukan pengembangan saluran
transmisi diantaranya dengan meningkatkan level tegangan SUTT.
Meningkatkan level tegangan SUTT mempengaruhi nilai susut daya, semakin besar
tegangan pada suatu saluran, maka semakin kecil arus pada saluran tersebut, sedangkan arus
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya susut daya pada suatu saluran.
Faktor lain yang mempengaruhi susut daya dan drop tegangan adalah panjang saluran sutau
penghantar. Pengaruh panjang saluran yaitu semakin besar panjang saluran maka susut daya
dan drop tegangan semakin besar karena penghantar memiliki impedansi yang dapat
mempengaruhi kedua nilai tersebut.
Jaringan transmisi dari GI Sengkaling – GI Blimbing saat ini masih menggunakan level
tegangan 70 kV dengan panjang saluran yaitu 8,6 kms dengan penghantar ACCC HELSINKI
160mm2 792 A yang terhubung dengan GI Kebonagung yang disuplai PLTA Sutami dengan
kapasitas 3 x 35 MW. Menurut RUPTL pada jaringan GI Sengkaling – GI Blimbing
diperlukan pengembangan jaringan transmisi berupa uprating tegangan pada SUTT menjadi
150 kV dengan panjang saluran 18 kms. Pada pengembangan jaringan transmisi harus sesuai
SPLN (Standart Perusahaan Listrik Negara) 121:1996 guna tercapainya keseimbangan antara
2
kapasitas pembangkit disisi hulu dan permintaan daya disisi hilir secara efisien. Apabila susut
daya dan drop tegangan tersebut sesuai ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik
Jawa Madura Bali tahun 2007, maka proyek tersebut dapat direalisasikan untuk memperbaiki
susut daya dan drop tegangan.
Penghantar ACCC HELSINKI 160mm2 792A kurang efisien dalam menanggung beban
pada tahun 2028 dikarenakan susut daya yang ditimbulkan penghantar akan semakin besar
yang dapat merugikan PT.PLN. Untuk itu penulis bermaksud menganalisis susut daya dan
drop tegangan setelah penambahan saluran transmisi 150 kV pada sistem transmisi GI
Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing sebagai laporan akhir, sehingga laporan akhir ini
berjudul “ANALISIS SUSUT DAYA DAN DROP TEGANGAN SETELAH UPRATING
SUTT MENJADI 150 kV PADA GI BLIMBING – GI SENGKALING – GI
KEBONAGUNG”.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka rumusan masalah
yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan sebelum dilakukan uprating tegangan
pada SUTT 70 kV dari GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi
ETAP 12.6?
2. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan saluran
transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran 8,6 kms
pada GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6?
3. Bagaimana nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan saluran
transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran 18 kms
sesuai RUPTL pada GI Blimbing – GI Sengkaling – GI Kebonagung dengan
menggunakan simulasi ETAP 12.6?
4. Bagaimana rekomendasi yang diberikan apabila nilai susut daya dan drop tegangan
melebihi ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Madura Bali tahun
2007 dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan laporan akhir ini
adalah sebagai berikut:
2
1. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan sebelum dilakukan uprating tegangan
pada SUTT 70 kV dari GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi
ETAP 12.6.
2. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan
saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran
8,6 kms pada GI Blimbing – GI Sengkaling dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6.
3. Menganalisa nilai susut daya dan drop tegangan setelah peningkatan level tegangan
saluran transmisi 150 kV tanpa menggunakan penghantar 70 kV dengan panjang saluran
18 kms sesuai RUPTL pada GI Blimbing – GI Sengkaling – GI Kebonagung dengan
menggunakan
4. Memberikan rekomendasi yang diberikan apabila nilai susut daya dan drop tegangan
melebihi ketentuan Aturan Jaringan Sistem Tenaga Listrik Jawa Madura Bali tahun
2007 dengan menggunakan simulasi ETAP 12.6.
1. Membahas sistem penyaluran meliputi panjang saluran dan jenis penghantar antara GI
Kebonagung – GI Sengkaling – GI Blimbing.
2. Tidak membahas konstruksi SUTT 150kV.
3. Tidak membahas sistem proteksi.
4. Tidak membahas RAB pada pengantian SUTT 70kV ke 150kV.
5. Membahas susut daya dan drop tegangan pada sistem penyaluran antara GI Kebonagung
– GI Sengkaling – GI Blimbing sebelum dan setelah uprating tegangan SUTT GI
Sengkaling – GI Blimbing.
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika
penulisan.
Berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian mengenai parameter saluran transmisi
dan penghantar 70kV dan 150kV yang digunakan sebagai landasan pembahasan di dalam
penelitian serta digunakan sebagai landasan berfikir dan pedoman dalam melakukan
penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
Bab ini membahas tentang inti dari batasan masalah dan jawaban pada rumusan masalah.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dari pembahasan masalah dan rangkuman penelitian serta berisi saran
masukan tentang peneletian dan langkah yang dilakukan untuk memperbaiki permasalahan
yang diteliti.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem tenaga listrik secara umum terdiri dari 3 bagian utama yaitu pusat pembangkit
tenaga listrik, saluran transmisi serta sistem distribusi. Selain itu dalam beberapa referensi
ditambahkan satu bagian lagi yaitu Gardu Induk. Sistem tenaga listrik dimulai dari pusat
pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG, PLTGU, dan pembangkit listrik tenaga
lainnya. Kemudian tegangan keluaran dari pembangkit dinaikkan terlebih dahulu
menggunakan transformator step-up sebelum disalurkan melalui saluran transmisi. Setelah
melalui saluran transmisi, tenaga listrik masuk ke Gardu Induk (GI) yang selanjutnya
diturunkan tegangannya menggunakan transformator step-down menjadi tegangan
menengah 20 kV. Tegangan 20 kV disebut sebagai tegangan distribusi primer. Setelah
diturunkan menjadi tegangan 20 kV, tenaga listrik keluar dari GI menuju jaringan distribusi
yang sistem konfigurasinya bermacam-macam. Dari saluran distribusi primer, sebagian
tegangan diturunkan kembali melalui transformator step-down yang terpasang pada
gardu-gardu distribusi menjadi tegangan rendah 220/380 volt dimana listrik didistribusikan
kepada konsumen TR seperti rumah, ruko, dll. Untuk konsumen tegangan tinggi dan
menengah, sumber tenaga listrik langsung diambil dari incoming atau outgoing Gardu Induk.
sekunder Primer
PMT
G Trf PMT
Transformator
Generator
Pemutus
Tenaga
Konsumen Besar
Konsumen Umum
Gambar 2.1 Single Line Diagram Sistem Tenaga Listrik (Anonim 2, 2008)
Suatu sistem tenaga listrik harus memiliki sistem yang aman dan handal dalam
melayani kebutuhan listrik para pelanggannya. Dalam artian sistem tenaga listrik tersebut
tidak membahayakan manusia dan lingkungan sekitar serta mampu melayani pelanggan
dengan memuaskan, contohnya dalam segi kontinuitas dan kualitas energi listrik yang
disalurkan. Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa sistem tenaga listrik merupakan
5
6
kolaborasi dari beberapa unsur perangkat peralatan maupun manusia yang terdiri dari
pembangkitan, transmisi, dan distribusi, dimana mereka saling berhubungan antara satu
dengan yang lain sehingga mampu menghasilkan tenaga listrik yang dapat tersalur secara
aman dan handal sampai ke pelanggan. Suatu sistem tenaga listrik harus memenuhi syarat –
syarat dasar seperti :
1. Setiap saat memenuhi jumlah energi listrik yang diperlukan konsumen sewaktu –
sewaktu.
2. Memepertahankan suatu tegangan yang tetap dan yang tidak terlampau bervariasi,
misalnya ± 10 %.
3. Mempertahankan suatu frekuensi yang stabil dan dan tidak bervariasi lebih dari
misalnya ± 0,1 Hz.
4. Menyediakan energi listrik dengan harga yang wajar.
5. Memenuhi standar – standar keamanan dan keselamatan.
Saluran transmisi merupakan bagian dari sistem tenaga listrik yang berfungsi untuk
menyalurkan tenaga listrik dari pusat pembangkit kepada para konsumen yang dikirimkan
melalui konduktor. Pusat pembangkit pada umumnya jauh dari konsumen sehingga
dibutuhkan jaringan transmisi. Pada saluran transmisi terdapat susut susut daya dan drop
tegangan yang besarnya sebanding dengan panjang saluran. Oleh karena itu pada saluran
transmisi digunakan tegangan tinggi atau tegangan ekstra tinggi untuk meminimalisir
susut-susut saluran. Besar tegangan saluran transmisi yang digunakan di Indonesia yaitu 70
kV, 150 kV dan 500 kV.
Tegangan generator pada umumnya rendah antara 6 kV sampai 24 kV, maka tegangan
ini biasanya dinaikan dengan menggunakan transformator daya (step up) ke tingkat tegangan
yang lebih tinggi diantara 70 kV, 150 kV, sampai 500 kV. Tingkat tegangan yang lebih
tinggi ini, selain untuk memperbesar daya hantar dari saluran transmisi, juga memperkecil
susut- susut daya dan jatuh tegangan pada saluran transmisi. Tegangan listrik yang dihasilkan
oleh generator sebelum memasuki saluran transmisi harus melalui trafo step up untuk
menaikkan tegangan sehingga sama dengan saluran transmisi. Berdasarkan panjangnya,
saluran transmisi dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut ini:
1. Saluran trasnmisi pendek (Short line)
2. Saluran trasnmisi menengah (Medium line)
3. Saluran trasnmisi panjang (Long line)
7
Dalam pemilihan besar kecilnya tegangan pada saluran transmisi juga tergantung pada
factor kebutuhan suatu daerah tersebut. Penurunan tegangan dari tingkat tegangan transmisi
pertama dilakukan pada gardu induk tegangan ekstra tinggi (GITET), dimana tegangan
diturunkan mulai dari 500 kV ke 150 kV atau 70 kV. Selanjutnya penurunan tegangan
dilakukan oleh gardu induk distribusi, yaitu mulai dari 150 kV atau 70 kV ke 20 kV. Desain
saluran transmisi sendiri juga tergantung dari beberapa hal seperti dibawah ini :
1. Jumlah daya yang harus ditransmisikan.
2. Jarak dan jenis lapangan yang harus dilalui.
3. Biaya yang tersedia.
4. Pertimbangan lain, misalnya masalah urban dan kemungkinan pertumbuhan beban waktu
mendatang.
Untuk menjaga daya tidak hilang ketika di sisi penerimaan yang dikarenakan panjangnya
saluran transmisi tersebut hal ini mengacu pada rumus
S=V×I
Keterangan :
V = tegangan (V)
A= arus (A)
S = daya semu (VA)
Apabila daya semu (S) dianggap mempunyai nilai tetap dan tegangan dinaikan maka nilai
arus (I) akan menjadi kecil dan ini akan berkaitan pemilihan penghantar yang lebih kecil.
Dengan keuntungan daya yang disalurkan tidak mengalami losses serta biaya ekonomis dari
pemilihan penghantar yang lebih murah.
Selain itu drop tegangan atau biasa disebut jatuh tegangan adalah suatu kejadian penurunan
tegangan yang terjadi pada suatu system sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari peralatan
yang dilaluinya. Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih antara tegangan pada
pangkal pengiriman (sending end) dan tegangan pada ujung penerimaan (receiving end) tenaga
listrik. Pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta
pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan relatif dinamakan regulasi tegangan. (DR.A.
Arismunandar : 1993 , Jilid II Buku Pegangan Teknik Listrik).
Gambar 2.2.1 Saluran transmisi pendek (Short line) (Budiarto Arief, 2013)
Keterangan gambar:
VS = Tegangan sisi kirim (Volt).
IS = Arus sisi kirim (Ampere).
VR = Tegangan sisi terima (Volt).
IR = Arus sisi terima (Ampere).
Z = (R+jXL) = Impedansi saluran (Ohm).
Rangkaian ekivalen saluran transmisi pendek diperlihatkan dalam Gambar 2.2.1 diatas,
dimana Is dan Ir merupakan arus pada ujung pengirim dan ujung penerima, sedangkan Vs dan
Vr adalah tegangan saluran terhadap netral pada ujung pengirimdan ujung penerima.
Rangkaian itu dapat diselesaikan seperti halnya dengan rangkaian AC seri yang sederhana.
Karena tidak terdapat cabang paralel (shunt), pada ujung-ujung pengirim dan penerima akan
sama besarnya dan tegangan pada ujung pengirim adalah
IS = CVR + DIR
Tegangan pada sisi pengirim dirumuskan sebagai berikut:
VS = AVR + BIR
Dengan parameter saluran sebagai berikut :
A = 1, B = Z, C = 0, D = 1
Hubungan antara tegangan dan arus dinyatakan oleh
Vs = Vr + IR cos θr + IX sin θr
Daya pada sisi kirim dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ps = Vs . Is . cos φ
Daya pada sisi terima dirumuskan sebagai berikut :
PR = VR. IR. cos φ
Efisiensi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pr
η = x 100 %
Ps
9
a. Konduktivitas tinggi
b. Kekuatan tarik mekanik tinggi
c. Berat jenis yang rendah
d. Ekonomis
e. Lentur/ tidak mudah patah
Biasanya konduktor pada SUTT merupakan konduktor berkas (stranded) atau serabut
yang dipilin, agar mempunyai kapasitas yang lebih besar dibanding konduktor pejal dan
12
lebih spesifik, berarti resistansi efektif. Resistansi efektif sama dngan resistansi arus searah
pada penghantar hanya jika sebaran arus diseluruh penghantar seragam.( Hermawan , 2013)
Resistansi arus searah diberikan oleh rumus :
Rugidayada lampenghantar
R=
I2
Resistansi arus searah diberikan oleh rumus :
𝑙
𝑅=𝜌 𝛺
𝐴
Dimana :
𝜌 = resistivitas pnghantar (𝛺. 𝑐𝑚)
L = panjang (cm)
A = luas penampang (cm2)
Standar konduktivitas internasional adalah yang dimiliki oleh tembaga annealed. Kawat
tembaga tarik (harddrown) komersial mempunyai 97,3% dan aluminium 63% kondutivitas
tembaga annealed standar. Pada suhu 200 ρ untuk tembaga tarik = 1,77 x 10-8 Ωm. Untuk
alumunium pada suhu 200ρ adalah 2,83 x 10-8 Ωm (Stevenson.1982).
2. Induktansi (L)
Pada penghantar yang mempunyai arus akan menghasilkan medan magnet yang berada di
sekeliling penghantar, sesuai kaidah hukum tangan kanan, dimana ibu jari menunjukkan arah
medan magnetnya. Bila arus yang mengalir pada penghantar berubah maka fluks
magnetiknya pun akan berubah. Untuk beban non magnetik, induktansi (L) merupakan
perbandingan fluksi magnetik total yang melingkupi arus yang mengalir pada penghantar.
a) Persamaan Untuk Dua Penghantar Berkas ( Duplex )
L1 L2 L3
d d d
D12 D23
D13
Gambar 2.6 Susunan Dua Penghantar Berkas (Duplex) (a) (Purnomo Hery, 2016)
GMR(duplex) GMRpxd
GMD 3 D12 D23 D31
Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas
15
L1 L2 L3
d d
d d d
D12 D23
D13
Gambar 2.6 Susunan Tiga Penghantar Berkas (Tripplex) (b) (Purnomo Hery, 2016)
Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas
c) Persamaan Untuk Empat Penghantar Berkas ( Quadruplex )
d d d
d d d d d d
d d d
D12 D23
D13
Gambar 2.6 Susunan Empat Penghantar Berkas (Quadruplex) (Purnomo Hery, 2016)
16 1
GMR (quadruplex) = √(GMRp x d x d x d x 22 )4
4
= 1,09 x √𝐺𝑀𝑅𝑝 𝑥 𝑑 3
Dimana :
GMRp = jari – jari penghantar
d = jarak antar penghantar ( spacer )
Dxx = jarak antar penghantar berkas
GMD
L / Phasa 2 x10 7 (ln )H / m
GMR(b)
Dimana :
GMR(b) = GMR penghantar berkas
16
XL = 2 π f L (Ω / km)
Dimana :
XL = reaktansi induktansi (Ω / km)
π = 3,14
f = frekuensi (Hz)
L = induktansi (H/m)
Pada keadaan ini, metode GMD dan GMR dapat digunakan. GMD dan GMR harus di
rata – rata karena parallel.
R R
S S
T T
Dimana :
GMR R =√GMRp x ( R – R’)
Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Saluran Transmisi Pendek (Budiarto Arief, 2013)
Pada saluran transmisi selain terjadi drop tegangan, juga terjadi susut daya. Susut daya
mencerminkan adanya daya yang terbuang sehingga mengakibatkan daya yang diterima di sisi
penerima lebih kecil dari daya yang dikirim pada sisi pengirim. Pembuangan daya ini
dikonversikan dalam bentuk panas pada sistem transmisi selama selang waktu tertentu.
Sehingga energi yang diterima pada sisi penerima lebih kecil dari energi yang dikirim. Dalam
setiap penyaluran daya listrik ke beban pasti terdapat susut daya yang diakibatkan oleh faktor
- faktor tertentu seperti jarak saluran listrik ke beban yang terlalu jauh sehingga bertambah
besarnya tahanan saluran kabel yang digunakan. Secara umum susut daya ini disebabkan oleh
tahanan pada penghantar dan daya korona. Dengan menggunakan rangkaian ekivalen pendek,
maka susut daya pada saluran transmisi dapat ditentukan melalui saluran 3 phasa yang
dinyatakan dalam persamaan [Arismunandar, 1993]:
Plosses 1ɸ = I2 .R
Keterangan :
Plosses = susut - susut daya per fasa (watt).
I = Arus saluran per fasa(Ampere).
R = Resistansi total pada saluran (Ω).
Besarnya susut daya pada jaringan tiga fasa adalah sebagai berikut :
a) susut daya nyata = 3 x I 2 x l x R x cos θ (Watt)
penghantar tersebut dan semakin banyak energi yang hilang karena energi terbut berubah
menjadi energi panas. Jika energi itu hilang maka tegangan pada ujung penghantar tersebut
akan berkurang, semakin banyak energi yang menjadi panas maka semakin banyak tegangan
yang hilang.
Kerugian akibat jarak, jarak sangat berpengaruh pada keandalan jaringan karena
semakin jauh atau semakin panjang penghantar listrik tersebut maka akan banyak tegangan
listrik yang menghilang karena penghantar itu sendiri memiliki hambatan, jadi karena jarak
penghantar sangat jauh dari sumber atau pembangkit maka nilai hambatan penghantar itu
sendiri akan mengurangi tegangan yang mengalir pada penghantar tersebut.
Tegangan juga sangat berpengaruh terhadap susut daya, semakin besar tegangan
pada suatu saluran, maka semakin kecil arus pada saluran tersebut, sedangkan arus adalah
salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya susut daya pada suatu saluran.
Selanjutnya susut daya pada saluran transmisi dapat dikurangi dengan cara
meninggikan tegangan transmisi, memperkecil tahanan konduktor, dan memperbesar faktor
daya beban (Tobing, 2003). Tetapi cara yang cenderung dilakukan adalah meninggikan
tegangan transmisi dengan beberapa pertimbangan teknis.
Drop adalah besarnya tegangan yang diakibatkan oleh arus yang mengalir pada
suatu media yang mempunyai impedansi. Jatuh tegangan pada saluran transmisi adalah selisih
antara tegangan pada pangkal pengiriman (scnding end) dan tegangan pada ujung
penerimaan(recciving end) tenaga listrik. Pada jaringan transmisi drop tegangan dan susut
daya sebagian besar terjadi disaluran transmisi. Oleh karena itu dalam perencanaan sistem
harus dipilih penghantar yang bisa menghantarkan arus beban tanpa menyebabkan susut
tegangan yang berlebihan dan dengan temperatur yang aman. Pada saluran bolak-balik
besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi saluran serta pada beban dan faktor daya.
Jatuh tegangan ditimbulkan karena adanya resistansi pada penghantar, Besar arus pada tiap
fasa pada jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV gardu induk Sengkaling - Blimbing -
Kebonagung berbeda – beda, maka untuk menghitung besar jatuh tegangan yang terjadi pada
jaringan transmisi tegangan tinggi 150 kV maka digunakan persamaan. Untuk jarak dekat
regulasi tegangan tidak berarti (hanya beberapa % saja), tetapi untuk jarak sedang dan jauh
dapat mencapai 5-15%
∆V = Vs - Vr
Dimana :
∆V = Jatuh Tegangan (Volt).
Vs = Tegangan kirim (Volt).
Vr = Tegangan terima (Volt).
20
PT. PLN (Persero) sebagai penjual energi listrik harus berusaha semaksimal mungkin
menjaga kehandalan sistem untuk memenuhi kebutuhan konsumen sesuai standart, berikut ini
beberapa standart Permen ESDM No 3 tahun 2007 tentang aturan jaringan Jawa Madura Bali:
a. Frekuensi kerja nominal adalah 50 Hz, pada kondisi normal tidak boleh lebih rendah dari
49,5 Hz atau lebih tinggi dari 50,5 Hz. Selama waktu keadaan darurat atau emergency
dan gangguan, frekuensi sistem diijinkan turun hingga 47,5 Hz atau naik hingga 52,0
Hz.
b. Batasan tegangan pada sistem harus dipertahankan sebagai berikut:
Tegangan Nominal Kondisi Normal
500 kV +5%, -5%
150 kV +5%, -10%
70 kV +5%, -10%
20 kV +5%, -10%
c. Faktor daya (cos φ) di titik sambung antara pemakai jaringan dengan jaringan minimum
sebesar 0,85 lagging
BAB III
METODE PENELITIAN
21
22
Mulai (1)
Observasi Lapangan
Studi Literatur/Buku
Wawancara Narasumber (2)
A
24
A
TIDAK (5)
Selesai (12)
26
LAMPIRAN