pesat, dimulai dari era retorika yunani kuno. hingga era komunikasi berbasis
berkonsentrasi pada interaksi manusia, massa dan pribadi. Karena itu mempelajari
menampung semua prosedur yang bisa digunakan oleh satu pikiran untuk
mempengaruhi pikiran lain. Karena itu hampir seluruh proses komunikasi adalah
dan benang merah peran dan kontribusi komunikasi kenabian dalam sejarah
dipetakan dalam kelompok kerja agama saja tetapi dapat dipetakan dalam
kelompok kerja ilmu secara umum sebab memuat urusan kemanusiaan dan agama
secara bersamaan.
1
merupakan kerangka baru praktik ilmu komunikasi dalam perspektif lslam yang
Dari uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan beberapa sub
masalah yaitu:
Profetik?
B. Pembahasan
Muhammad saw yang sarat dengan kandungan nilai dan etika. Komunikasi
lslam yang terintegrasi dengan kajian ilmu komunikasi yang sudah berkembang
sebelumnya.1
sosial yang sudah ada dan berkembang saat ini, melainkan akan melengkapi
Islam yang memadukan konsepnya dengan kajian ilmu komunikasi yang sudah
berkembang sebelumnya. Ini bisa dibilang sebuah upaya suntikan imunisasi bagi
1
Iswandi Syahputra. Komunikasi Profetik (konsep dan pendekatan). (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2007), hal 113-114
2
prinsip kaidah komunikasi kenabian terhadap dinamisnya ilmu komunikasi yang
sosial profetik terinspirasi oleh Roger Garaudy dan Muhammad Iqbal. Dalam
konteks ini Roger Garaudy (seorang filosof Perancis yang menjadi muslim)
ambing antara dua kutub, idealis dan materialis, tanpa kesudahan. Filsafat barat
Islam. 5
2
Iswandi Syahputra. Komunikasi Profetik (konsep dan pendekatan)., h. 115
3
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika (Cet. I;
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007), h 86
4
Roger Garaudy melakukan kritik terhadap filsafat barat, dan kemudian memberikan
alternatif penggantinya: filsafat profetik, yaitu filsafat yang bersumber dari Al-Qur’an, yang
membawa cara-cara baru untuk melihat Tuhan, dan alam, dan juga membawa hukum-hukum baru
yang tidak dapat diredusir dalam filsafat Yunani (tidak dapat difahami dengan bertitik tolak dari
filsafat-filsafat sebelumnya. Lihat Roger Garaudy, Janji-janji Islam, dialihbahasakan oleh H.M.
Rasjidi dari judul asli “Promesses de l”Islam” (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1982), h. 109-114.
3
Sedangkan Muh. Iqbal dengan mengutip kata-kata yang diucapkan oleh
Abdul Quddus, seorang sufi besar Islam, dari Ganggah6 yang berkaitan dengan
seorang mistikus atau sufi tentu beliau tidak ingin kembali ke bumi, karena telah
merasa tentram bertemu dengan Tuhan dan berada disisi-Nya. Namun ternyata
Nabi lebih memilih untuk kembali ke bumi untuk menggerakan perubahan sosial,
Nabi untuk memulai suatu transformasi sosial budaya, berdasarkan cita-cita etik
relijius) yang dialami oleh Nabi Muhammad Saw. tidak menggoda beliau untuk
kemanusiaan, menjadi dasar keterlibatannya dalam sejarah. Hal inilah yang oleh
bahwa Nabi adalah seorang manusia pilihan yang dengan sepenuhnya sadar
dengan tanggung jawab sosialnya. Kembalinya Nabi dari mi’raj untuk menyusuri
ruang dan waktu, hidup dan berhadapan dengan realitas sejarah kehidupan, lalu
6
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran Agama dalam Islam, (Yogyakarta: Jalasutra,
2008), h. 145.
7
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika., h 89
4
perubahan dan semangat revolusioner.8 Menciptakan suatu tatanan
tanggung jawab semua manusia. Misi profetik adalah misi universal yang berlaku
bagi siapapun dan dimana pun, tanpa harus terjebak pada latar belakang teologis,
bukan hal yang mustahil bahwa, konfigurasi sosial yang seperti ini merupakan hal
yang mungkin untuk diwujudkan sekiranya umat Islam benar-benar konsisten dan
bersatu dalam membumikan nilai-nilai Ilahiah yang telah diskemakan dengan luar
zaman nabi dan rasul tersebut, akan tetapi menjadikan pribadinya sebagai spirit
8
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of Religious Thought In Islam. terj. Osman
Raliby, Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1966), h. 145.
9
Ali Syariati, Religion vs Religion. terj. Afif Muhammad dan Abndul Syukur, Agama
versus Agama (Cet. VII; Bandung: IKAPI, 2000), h. 12.
5
kehidupan nyata (realitas), dan tentu saja dengan konstruksi intelektual yang
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik.11
dalam ayat tersebut tidak lain dari social control itu sendiri yang merupakan
tersebut merupakan kewajiban bagi setiap orang mukmin dimana pun dan kapan
pun, baik dalam dimensi politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan dan lain-
lain. Ini berarti bahwa konsep tersebut mengarah pada terbentuknya tatasan sosial
10
Husain Heriyanto, Pardigma Holistik, Paradigma Holistik; Dialog Filsafat, Sains, dan
Kehidupan Menurut Shadra dan Whitehead (Jakarta Selatan : Teraju, 2003), h. 10.
11
Deparetemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya (Semarang: PT. Karya Toha
Putra, t.th), h. 50.
12
Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis (Yogyakarta: Gama Media,
2003), h. 90.
6
kemasyarakatan yang berkeadilan dan berperikemanusiaan, sehingga hal-hal yang
Profetik
humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ketiga poin tersebut merupakan hal yang
saling terkait satu sama lain, sehingga memahami satu diantaranya meniscayakan
tujuan praktis, yakni pembebasan manusia dari ketergantungan selain pada Tuhan.
Pada poin ini, akan diuraikan relasi dari ketiga hal tersebut dengan komunikasi
Profetik, yaitu:
sesuai dengan semangat liberalisme Barat. Hanya saja perlu segera ditambahkan,
7
jika peradaban Barat lahir dan bertumpu pada humanisme antroposentris, konsep
akal sebagai senjata utama, sebagaimana motto yang paling kuat dipegang ialah
cogito ergo zum dari sang bapak Filsafat Moderen Rene Descartes.13
beranggapan bahwa kehidupan tidak berpusat pada Tuhan tapi pada manusia.
kebenaran dan kepalsuan, untuk memakai manusia sebagai kriteria keindahan dan
sebagai pusat dunia, karenanya merasa cukup dengan dirinya sendiri. Manusia
antroposentris merasa menjadi penguasa bagi dirinya sendiri. Tidak hanya itu, ia
pun bertindak lebih jauh, ia ingin menjadi penguasa bagi yang lain. Alam raya
pun lalu menjadi sasaran nafsu berkuasanya yang semakin lama semakin tak
terkendali
13
Cogito Ergo Sum artinya aku berpikir maka aku ada. Pernyataan ini sekaligus
membuktikan posisi rasio sebagai sumber satu-satunya pengetahuan. Lihat Doni Gahral Adian,
Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan: dari David Hume sampai Thomas Kuhn ( Jakarta
Selatan: Teraju, 2002), h. 11.
8
tanpa batas, juga mesin-mesin perang terhadap manusia seperti senjata pemusnah
dan martabat kemanusiaan. Maksud dari Humanisme teosentris dalam hal ini ialah
tujuan.
amar ma’ruf yang makna dasarnya ialah menyeru atau menegakkan kepada
manusia dan mengantarnya kepada nur (cahaya) Ilahi, hal ini dimaksudkan
14
Muhammad Ahmad Khalafallah, Masyarakat Muslim Ideal: Tafsir Ayat-ayat Sosial
(Yogyakarta: Insan Madani, 2008), h. 39.
15
Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991), h.
229.
9
Fitrah yang asasinya ialah mendorong manusia kepada hal-hal baik,
muka bumi. Berbeda dengan asumsi sebagaian pemikir barat yang melihat akal
sebagai hal yang asasi dalam diri manusia sehingga kemuliaan manusiapun diukur
dari pencapaian rasionalitas. Islam justru melihat kemuliaan manusia itu terletak
mahkluk sosial yang ideal diantara sekian makhluk ciptaan Tuhan di muka bumi.
Islam, tapi lebih dari itu ialah memberi dampak pada individu dan masyarakat non
mengembangkan ajaran Islam secara teoritik, tapi ia juga telah berhasil mendesain
Inilah ruh dari kesatuan antara teori dan praktek yang tersirat di balik perjuangan
sucinya.
10
kreatif dari kalimat tanhauna ‘anil munkar yang makna dasarnya ialah mencegah
mensyaratkan kemestian bagi manusia untuk pro aktif dalam menolak dan
misalnya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Wajar jika Indonesia sebagai
salah satu negara kaya dan berpenduduk muslim mayoritas hingga saat ini blum
sistem pengetahuan materialis atau fanatisme buta, serta klaim kebenaran yang
terkesan dogmatis dan doktriner. Terkait dengan agenda ini, tentu saja yang paling
berperan ialah para civitas akademis, dan praktisi pendidikan. Mereka dalam hal
16
Munkar artinya sesuatu yang ditolak oleh manusia karena mengandung kejahatan,
keburukan, dan malapetaka. Muhammad Ahmad Khalafallah, Masyarakat Muslim Ideal…, h. 39.
11
sosial, bersatu dalam keragaman, toleransi, dan saling menghargai antara satu
sistem ekonomi yang berkeadilan, bebas dari korupsi, dan memihak pada
bertujuan untuk membebaskan manusia dari sistem perpolitikan yang tidak adil,
golongan tertindas.18
sebelumnya (humanisasi dan liberasi). Ini bisa dilihat dari pertautan yang begitu
erat antara amal yang mencakup upaya dalam mengajak atau menghimbau
manusia dengan iman untuk berbuat baik (humanisasi) dan membebaskannya dari
dalam pengertian bahwa manusia hanya senantiasa memusatkan diri pada Tuhan.
penggalan ayat tu’minuna billah yang berarti beriman kepada Allah. Transendensi
(keimanan) sebagai bagian penting dari proses komunikasi dengan Tuhan dalam
pembangunan peradaban.
17
Asghar Ali Engineer, Islam and Liberation Theology. terj. Agung Prihantoro, Islam
dan Teologi Pembebesan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 33.
18
Antony Black, The History of Political Thought: From the Prophet to the Present, terj.
Abdullah Ali, Pemikiran Politik Islam: Dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Serambi,
2006), h. 584-585.
12
Secara transendental ada dua tife utama pemahaman komunikasi timbal balik
komunikasi memiliki objek material yang sama dengan ilmu social lainnya, yaitu
hanya antar manusia. Karenanya, ilmu komunikasi hanya akan mengkaji manusia,
bukan makhluk yang lain.19 Shalat dalam ajaran Islam merupakan sarana
komunikasi antara manusia dan Allah Swt. Ketika manusia berdoa meminta
praktik komunikasi
C. Kesimpulan
sosial. Lebih jauh, hal itu dapat menempatkan pengguna komunikasi, konsumen
19
Dani Vardiyansyah, Filsafat ilmu komunikasi suatu pengantar (Jakarta: Indeks, 2005),
h. 25
13
D. Daftar Pustaka
14
Vardiyansyah, Dani. Filsafat ilmu komunikasi suatu pengantar. Jakarta: Indeks,
2005.
15