Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN TETAP

SOXHLET EXTRACTION APPARATUS


LABORATORIUM TEKNIK SEPARASI DAN PURIFIKASI

DISUSUN OLEH:
SIAU CHARISMA (03031181722015)
DEBI NURDIA ARFANI (03031181722029)
DANIEL SYUKUR OINETEHE ZEBUA (03031281722059)
TIAN AMALDA SABRINA (03031281722065)
MUHAMMAD FIKRI PRATAMA (03031281722071)

NAMA CO-SHIFT : MUFADDHOL SIREGAR


NAMA ASISTEN : M. PUTRA BRAMANZI F.
M. RIAN SAMUDIN
TIRTASAKTI NUGROHO

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
ABSTRAK

Serai merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri.
Kandungan minyak atsiri dalam tanaman serai dapat diambil dari daun dan
batangnya. Pemisahan minyak atsiri dari daun dan batang tanaman serai dapat
dilakukan melalui cara ekstraksi padat-cair (leaching) dengan menggunakan
pelarut cair. Percobaan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman serai ini
bertujuan untuk mengetahui fraksi dan volume dari minyak atsiri yang dihasilkan
menggunakan jenis pelarut yang berbeda. Bagian tanaman serai yang digunakan
yaitu bagian daunnya dalam bentuk serbuk bermassa 6 gram untuk setiap jenis
pelarut. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini yaitu n-heksana dan etanol
dengan volume masing-masing 200 mL. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu
metode sokletasi dengan menggunakan alat soxhlet. Jumlah fraksi dan volume
minyak atsiri yang diperoleh pada percobaan dengan menggunakan pelarut n-
heksana yaitu 0,2198 untuk fraksi dan 33,0573 mL untuk volume. Jumlah fraksi
minyak atsiri menggunakan pelarut etanol adalah 0,3229 dengan volume minyak
atsiri yang diperoleh yaitu 35,4659 mL.

Kata kunci: Serai, minyak atsiri, leaching, alat soxhlet.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses dalam industri khususnya industri kimia, memiliki berbagai macam
tahap pengolahan yang berguna untuk mengolah bahan-bahan yang masih bersifat
baku untuk menghasilkan suatu produk. Produk yang dihasilkan dapat bersifat
setengah jadi, sehingga perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut. Produk-produk
yang dikonsumsi oleh manusia, kebanyakan sudah melewati tahap pemisahan
antara zat yang diinginkan dengan zat yang tidak diinginkan. Produk makanan
seperti sari teh yang dihasilkan dari daun teh, gula yang dihasilkan dari batang
tebu, ataupun dalam bidang kosmetik seperti minyak dari bunga sebagai bahan
pelembab kulit. Pemisahan emas dari bijihnya atau untuk mendapatkan besi dari
bijih besi, merupakan contoh dalam bidang material dan bahan konstruksi.
Mineral yang berasal dari hasil tambang dan gas alam yang ada di bumi,
biasanya ditemukan pada keadaan yang tidak murni atau sudah tercampur dengan
senyawa lain. Campuran dua zat atau lebih dalam senyawa, menyebabkan zat
yang diinginkan tidak dapat langsung digunakan, sehingga memerlukan proses
yang lebih lanjut untuk dapat digunakan. Kebanyakan proses dalam industri
kimia, membutuhkan zat atau senyawa murni untuk dapat diolah menjadi produk
yang lebih bermanfaat bagi manusia. Suatu zat yang mengandung senyawa lain,
perlu dipisahkan dengan proses pemisahan atau purifikasi, untuk dapat digunakan
pada proses selanjutnya. Proses pemisahan bertujuan untuk mendapatkan zat
murni yang bebas dari komponen yang tidak diinginkan.
Industri kimia memiliki proses pemisahan yang dapat juga dikatakan
sebagai proses purifikasi atau proses pemurnian, karena pada proses ini terjadi
pemisahan produk yang diinginkan dari campuran yang masih mengandung
bahan-bahan lain yang tidak diinginkan. Proses pemisahan yang ada di dalam
industri, salah satunya dapat dilakukan dengan metode pemisahan leaching.
Leaching pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan produk yang diinginkan
dari bahan yang berfase padat dengan bantuan pelarut yang berfase cair, zat cair
tersebut dapat digunakan kembali untuk proses selanjutnya, sedangkan zat padat
digunakan sesuai kebutuhan. Prinsip dari leaching dapat dilakukan dengan alat

1
2

berupa soxhlet extraction apparatus dalam skala laboratorium. Percobaan dengan


menggunakan alat berupa soxhlet extraction apparatus sangat diperlukan untuk
mengetahui dan memahami prinsip kerja leaching.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimanakah prinsip kerja dari proses pemisahan dengan metode
leaching?
2) Bagaimanakah cara dan prinsip kerja dari alat ekstraksi soxhlet?
3) Bagaimanakah fraksi minyak atsiri dari daun tanaman serai yang didapat?
4) Bagaimanakah hubungan pelarut terhadap fraksi minyak atsiri?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip kerja dari proses pemisahan dengan metode leaching.
2) Mengetahui cara dan prinsip kerja dari alat ekstraksi soxhlet.
3) Mengetahui fraksi minyak atsiri yang didapat dari tanaman serai.
4) Mengetahui hubungan antara pelarut terhadap fraksi minyak atsiri yang
didapat.
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui manfaat tanaman serai selain digunakan sebagai bumbu
dapur.
2) Dapat menghasilkan minyak dari proses pemisahan leaching yang lebih
bermanfaat untuk kehidupan manusia.
3) Dapat mengurangi ketergantungan minyak yang berasal dari bahan bakar
fosil.
4) Dapat menghasilkan peluang usaha baru dengan proses pengolahan
minyak yang didapat dari tanaman serai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ekstraksi


Ekstraksi merupakan salah satu metode operasi yang digunakan dalam
proses pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan
sejumlah massa bahan pelarut sebagai tenaga pemisahnya (Hadi, 2012). Pelarut
yang digunakan untuk proses ekstraksi harus dapat mengekstrak substansi yang
diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Tujuan ekstraksi adalah menarik
komponen kimia yang terkandung dalam sampel. Bahan-bahan aktif seperti
antimikroba, antioksidan, protein, lemak, dan senyawa esensial lainnya yang
terdapat dalam tumbuhan umumnya dapat diperoleh melalui proses ekstraksi.
Jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi menentukan jumlah dan jenis
senyawa yang masuk ke dalam cairan pelarut. Proses ekstraksi tanaman dengan
pelarut umumnya melalui dua tahapan yaitu tahap pembilasan dan tahap ekstraksi.
Tahap pembilasan dimana pelarut membilas komponen-komponen pada isi
sel tumbuhan yang telah pecah akibat proses penghancuran dan penghalusan.
Tahap ekstraksi, diawali dengan terjadinya pembengkakan pada dinding sel dan
pelonggaran kerangka selulosa dinding sel sehingga pori-pori dinding sel menjadi
melebar yang menyebabkan pelarut dapat dengan mudah masuk ke dalam sel.
Bahan isi sel kemudian terlarut ke dalam pelarut sesuai dengan tingkat
kelarutannya, lalu berdifusi keluar akibat adanya gaya yang ditimbulkan karena
perbedaan konsentrasi bahan terlarut yang terdapat di dalam dan di luar sel yang
disebut dengan driving force (Voigt,1995).

2.2. Jenis-Jenis Ekstraksi


Ekstrasi adalah metode mengambil zat aktif ataupun untuk menyerap zat
pengotor pada senyawa. Proses ekstraksi pada umumnya terbagi menjadi dua jenis
utama yaitu proses ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pemilihan metode
ekstraksi bergantung pada sifat bahan sampel dan senyawa yang akan diisolasi.
Pemilihan metode ekstraksi yang digunakan harus menyesuaikan dengan senyawa
yang akan diekstrak sehingga proses ekstraksi tersebut dapat berjalan dengan
lancar. Sampel harus dipreparasi terlebih dahulu sebelum melakukan ekstraksi

3
4

untuk meningkatkan keberhasilan proses ekstraksi. Sampel harus dalam keadaan


kering, tidak mengandung air karena dapat menghambat laju difusivitas pelarut
untuk masuk ke dalam sel sampel. Air juga dapat melarutkan senyawa yang
terdapat di dalam sampel. Sampel perlu dihaluskan untuk memperluas luas
permukaan sampel sehingga pelarut dapat dengan mudah masuk ke dalam sel dan
kemudian melarutkan senyawa yang akan diekstrak.
2.2.1. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan
dalam mengekstrak tanaman. Metode ini dapat diterapkan dalam segala bidang,
baik untuk skala kecil maupun skala industri. Metode maserasi dilakukan dengan
memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah biasa yang
tertutup rapat. Pelarut akan menembus dinding sel sampel, zat aktif dalam sel
akan larut ke dalam pelarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
zat aktif di dalam sel dengan pelarut, maka larutan yang terpekat didesak keluar
dari dalam sel dan berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ekstraksi dihentikan
setelah mencapai kondisi kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Pelarut dipisahkan dari sampel
melalui proses penyaringan setelah proses ekstraksi selesai.

Gambar 2.1. Proses Ekstraksi dengan Maserasi


(Sumber: Kamelia, 2018)

2.2.2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian sampel dengan cara melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada sampel dalam suatu perkolator. Perkolator
adalah sebuah wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawah.
5

Perkolasi merupakan metode ekstraksi dingin (tidak menggunakan panas) dalam


prosesnya. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya, biasanya
metode perkolasi dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan
pemanasan. Pelarut dialirkan dari atas perkolator sehinga melalui serbuk dari
sampel dalam sebuah perkolator, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dari
tanaman yang dilaluinya sampai mencapai keadaan jenuh dan dibiarkan menetes
perlahan pada bagian bawah (Mukhriani, 2014).
Pelarut dapat mengalir ke bawah disebabkan karena kekuatan gaya berat
pelarut itu sendiri dibantu dengan adanya gaya gravitasi yang menarik pelarut,
dikurangi dengan daya kapiler sampel yang cenderung untuk menahan laju
pelarut. Pelarut pada metode ini sebaiknya tidak memiliki viskositas yang tinggi
karena aliran pelarut akan terhambat atau sulit mengalir. Kekuatan atau gaya yang
berperan pada metode perkolasi adalah gaya berat, kekentalan, daya larut, difusi,
osmosis, adesi, daya kapiler, dan daya geseran (friksi).
Kelebihan penggunaan metode perkolasi dalam proses ekstraksi adalah
sampel selalu dialiri pelarut baru secara terus-menerus dari bagian atas perkolator
untuk melarutkan zat aktif tumbuhan sehingga sampel tetap basah. Metode ini
sangat cocok digunakan untuk senyawa kimia yang bersifat termostabil. Kerugian
dari metode perkolasi ialah jika sampel yang digunakan dalam perkolator tidak
homogen maka pelarut sulit untuk menjangkau seluruh area sampel. Kerugian
lainnya yaitu metode ini juga memerlukan banyak pelarut sehingga menghabiskan
banyak sumber daya serta memakan waktu yang lama.
2.2.3. Sokletasi
Sokletasi adalah metode ekstraksi dengan pelarut organik menggunakan
alat soklet (Azwanida, 2015). Pelarut dan sampel dalam metode ini ditempatkan
secara terpisah. Prinsip sokletasi adalah penyarian yang dilakukan berulang-ulang
dengan cara menguapkan dan mendinginkan pelarut berulang-ulang sehingga
penyarian lebih sempurna dan pelarut yang digunakan relatif lebih sedikit. Metode
ekstraksi sokletasi adalah metode ekstraksi lanjut yang dapat menyempurnakan
kelemahan dari metode ekstraksi maserasi dan perkolasi. Menurut Prasetiyo
(2015) keunggulan metode sokletasi yaitu menggunakan pelarut yang selalu baru
6

dengan alat yang khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dan terdapat pendingin balik berupa kondensor. Kerugian
dari penggunaan metode ini dalam ekstraksi adalah senyawa yang tidak tahan
terhadap panas dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih pelarut yang digunakan.
Metode sokletasi digunakan untuk mengekstraksi suatu senyawa dari
material atau bahan padat dengan menggunakan uap pelarut panas. Alat yang
digunakan pada metode ini adalah labu didih, ekstraktor, dan kondensor. Sampel
sebelum disokletasi harus dikeringkan dahulu untuk mengilangkan kandungan air
yang terdapat dalam sampel. Penghalusan sampel berguna untuk mempermudah
senyawa terlarut dalam uap pelarut (Utomo, 2016).

Gambar 2.2. Skema Alat Ekstraksi Soxhlet


(Sumber: Azwanida, 2015)

Metode sokletasi merupakan metode yang efektif untuk mengekstrak


minyak karena hampir 99% minyak dalam sampel dapat terekstrak. Pelarut yang
digunakan harus disesuaikan dengan tingkat kepolaran ekstrak yang ingin
diperoleh (Sudaryanto, 2016). Metode sokletasi dilakukan dengan menempatkan
serbuk sampel dalam sarung selulosa atau dapat juga menggunakan kertas saring
dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu didih berisi pelarut dan di bawah
kondensor. Pelarut yang digunakan kemudian dimasukkan ke dalam labu didih
dan suhu pemanas diatur mendekati titik didih untuk menguapkan pelarut
sehingga uap pelarut dapat terkondensasi. Proses ekstraksi telah selesai dilakukan
jika pelarut yang turun melewati pipa kapiler sudah tidak berwarna lagi dan dapat
diperiksa dengan menggunakan pereaksi yang sesuai.
7

2.2.4. Refluks
Metode refluks merupakan metode ektraksi yang membutuhkan panas
pada prosesnya. Pengertian refluks secara umum adalah ekstraksi dengan pelarut
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Metode proses ekstraksi refluks
merupakan bentuk ekstraksi yang berkesinambungan. Metode refluks digunakan
apabila dalam proses ekstraksi tersebut menggunakan pelarut yang bersifat volatil
(Harborne, 2006). Pemanasan biasa pada pelarut dalam kondisi ini dapat membuat
pelarut menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga
pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan
turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung. Pelarut yang biasa digunakan adalah heksana karena bersifat volatil.
2.2.5. Ultrasound-Assisted Solvent Extraction
Ultrasound-Assisted Solvent Extraction merupakan metode maserasi yang
dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi
tinggi, 20 kHz) (Mukriani, 2014). Wadah yang berisi serbuk sampel ditempatkan
dalam wadah ultrasonic dan ultrasound, kemudian diberikan suara ultrasonic dan
ultrasound. Perlakuan tersebut dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik
pada dinding sel hingga rongga pada sampel terbuka. Kerusakan yang terjadi pada
dinding sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa di dalam pelarut
sehingga menyebabkan hasil ekstraksi meningkat.
2.2.6. Microwave Assisted Extraction
Microwave Assisted Extraction (MAE) adalah salah satu metode ekstraksi
dengan memanfaatkan energi mikro untuk meningkatkan partisi analit dari
matriks sampel ke dalam pelarut (Mukriani, 2014). Radiasi gelombang mikro
berinteraksi dengan dipol dari bahan polar dan terpolarisasi (misal pelarut dan
sampel) menyebabkan pemanasan di dekat permukaan material dan panas
ditransfer dengan konduksi. Rotasi dipol dari molekul yang diinduksi oleh
gelombang elektromagnetik mengganggu ikatan hidrogen, meningkatkan migrasi
ion terlarut, dan mendorong penetrasi pelarut ke dalam matriks. Pelarut non polar
8

mengalami pemanasan yang tidak sempurna terjadi karena energi ditransfer oleh
penyerapan dielektrik saja. MAE dapat dianggap sebagai metode selektif yang
mendukung molekul dan pelarut polar dengan konstanta yang tinggi.
2.2.7 Accelerated Solvent Extraction
Accelerated Solvent Extraction (ASE) adalah bentuk ekstraksi pelarut cair
yang efisien dibandingkan untuk maserasi dan ekstraksi soxhlet sebagai metode
menggunakan minimal jumlah pelarut (Mukriani, 2014). Sampel dikemas dengan
bahan lembam seperti pasir dalam sel ekstraksi stainless steel untuk mencegah
sampel dari agregasi dan memblokir tabung sistem. Teknologi ekstraksi yang
otomatis ini mampu mengendalikan suhu dan tekanan untuk setiap sampel yang
digunakan dan membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk ekstraksi.

2.3. Ekstraksi Padat–Cair (Leaching)


Leaching merupakan proses pemisahan suatu zat terlarut yang ada dalam
suatu padatan dengan mengontakkan padatan tersebut dengan pelarut (solvent)
sehingga padatan dan cairan bercampur dan kemudian zat terlarut terpisah dari
padatan karena larut dalam pelarut. Fase yang terdapat pada leaching ada dua
yaitu fase overflow (ekstrak) dan fase underflow (rafinat) (McCabe dkk, 1985).
2.3.1. Pengertian Leaching
Leaching adalah salah satu proses ektraksi yakni proses ekstraksi dari solut
yang terdapat dalam padatan dengan menggunakan pelarut organik yang sesuai
dan dapat melarutkan zat yang diinginkan dengan baik. Mekanisme yang terjadi
pada proses leaching yaitu perpindahan massa dari pelarut ke permukaan padatan.
Pelarut kemudian berdifusi ke dalam padatan, sehingga solut yang terdapat di
dalamnya akan larut ke pelarut. Solut yang terlarut ke dalam pelarut tersebut akan
berdifusi ke luar menuju ke permukaan padatan dan akhirnya solut akan berpindah
ke larutan. Larutan yang berisi campuran pelarut dan zat terlarut dapat dipisahkan
dengan tahap selanjutya yaitu tahap evaporasi (Ketaren, 1986).
Leaching merupakan ekstraksi zat padat-cair dengan perantara suatu zat
pelarut berfase cair. Proses leaching dilakukan untuk mengeluarkan zat terlarut
dari suatu padatan atau memurnikan padatan dari cairan yang membuat padatan
terkontaminasi, seperti pigmen. Metode yang digunakan untuk ekstraksi akan
ditentukan oleh banyaknya zat yang terlarut, penyebarannya dalam padatan, sifat
9

padatan, dan besarnya partikel. Proses ini jika zat terlarut menyebar merata di
dalam padatan, material yang dekat permukaan akan pertama kali larut terlebih
dahulu. Pelarut kemudian akan menangkap bagian pada lapisan luar sebelum
mencapai zat terlarut selanjutnya dan proses akan menjadi lebih sulit dan laju
ekstraksi menjadi turun. Proses leaching berlangsung dalam tiga tahap, yaitu :
1) Perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut meresap
masuk.
2) Terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menuju keluar.
3) Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.
Ekstraksi termasuk dalam proses pemisahan yang melalui dasar operasi
difusi. Proses pemisahan secara difusi dapat terjadi karena adanya perpindahan
solut yang searah dari fasa diluen ke fasa solven dan adanya beda konsentrasi di
antara dua fasa yang saling berkontak. Solven yang berperan sebagai tenaga
pemisah, harus dipilih dengan baik sehingga kelarutannya dengan diluen terbatas
atau bahkan sama sekali tidak akan mampu melarutkan diluen. Kondisi ini terjadi
ketika sejumlah massa solven ditambahkan solut dan diluen maka akan terbentuk
dua fasa cairan yang tidak akan saling melarut. Zat terlarut dan diluen akan dapat
dipisahkan untuk mendapatkan zat yang diinginkan (Treyball, 1981).
Fasa yang banyak mengandung diluen disebut sebagai fasa rafinat dan fasa
yang sebagian besar terdiri dari solven disebut sebagai fasa ekstrak. Terbentuknya
dua fasa cairan pada proses ini memungkinkan semua komponen yang ada dalam
campuran terdistribusi dalam kedua fasa sesuai dengan koefisien distribusinya,
hingga kedua fasa yang saling kontak berada dalam keseimbangan. Pemisahan
kedua fasa seimbang dapat dilakukan dengan mudah jika densitas kedua fasa
memiliki perbedaan yang cukup besar. Nilai densitas kedua fasa yang hampir
sama, dapat menyebabkan campuran fasa cenderung membentuk emulsi. Pelarut
yang digunakan sebagai tenaga pemisah adalah yang dapat melarutkan solut
dengan cukup baik, memiliki perbedaan titik didih dengan solut cukup besar,
murah, dan mudah diperoleh (Guenther, 1987).
Perpindahan pelarut ke permukaan zat padat pada umumnya terjadi sangat
cepat yaitu berlangsung ketika terjadi kontak antara zat padat dan zat pelarut,
sehingga kecepatan difusi campuran antara zat padat dan pelarut ke permukaan zat
10

padat merupakan tahapan penting pada dalam proses leaching yang mengontrol
keseluruhan pada proses leaching. Kecepatan difusi yang tedapat proses leaching
bergantung terhadap beberapa faktor yaitu temperatur, luas permukaan partikel,
pelarut, perbandingan zat terlarut dan pelarut, kecepatan dan waktu lamanya
pengadukan yang terjadi selama proses (Treyball, 1980).
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi Padat-Cair
Minyak yang ada pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel.
Laju ekstraksi akan rendah jika dinding sel mempunyai tahanan difusi yang tinggi.
Pengecilan ukuran partikel dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya proses
ekstraksi, semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan luas permukaan dari
partikel menjadi besar, sehingga pelarut yang berdifusi akan semakin banyak.
Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh beberapa faktor (McCabe dkk, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi padat-cair, yaitu:
1) Ukuran, bentuk dan kondisi partikel padatan.
2) Jenis pelarut.
3) Temperatur operasi.
4) Agitasi atau pengadukan.
Kelarutan dari bahan yang diekstraksi bertambah dengan meningkatnya
suhu sehingga laju ektsraksinya juga ikut bertambah. Koefisien difusivitas juga
akan semakin meningkat dengan naiknya suhu sehingga dapat mempercepat laju
ekstraksi. Pengadukan larutan pada ekstraksi akan meningkatkan laju difusi dan
kecepatan perpindahan bahan dari permukaan padatan ke badan larutan. Pelarut
cair yang dipilih sebagai pelarut harus mampu melarutkan solut dengan baik dan
viskositasnya juga harus rendah. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan pelarut pada ekstraksi padat-cair antara lain adalah sebagai berikut:
1) Selektivitas.
2) Kelarutan.
3) Kerapatan.
4) Aktivitas kimia pelarut.
5) Titik didih.
6) Viskositas pelarut.
7) Rasio pelarut.
11

2.3.3. Keunggulan dan Kelemahan Proses Leaching


Menurut Gamse (2002), proses leaching satu atau beberapa komponen
yang larut dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Proses ini
digunakan secara teknis dalam skala besar terutama di bidang industri bahan alami
dan makanan. Bahan-bahan aktif dari tumbuhan atau organ-organ binatang
diperoleh untuk keperluan farmasi. Produksi gula dari umbi, minyak dari biji-
bijian, kopi dari biji kopi, besi dari bijih besi, dan banyak kegunaan lainnya baik
dalam keseharian maupun di bidang industri. Proses leaching mempunyai
keunggulan yaitu harga alat-alat proses yang lebih murah serta peralatannya
mudah digunakan. Keunggulan lain dari proses leaching adalah sebagai berikut:
1) Sampel terekstraksi dengan sempurna.
2) Proses ekstraksi lebih cepat.
3) Pelarut yang digunakan sedikit.
4) Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan
terhadap pemanasan secara langsung.
5) Pemanasan dapat diatur.
Kelemahan proses leaching antara lain adalah adanya sedikit pelarut yang
tertinggal dalam produk, penghilangan pelarut yang ada dalam produk merupakan
masalah pemisahan yang perlu dipelajari lebih lanjut. Proses ini memerlukan suhu
yang tinggi karena daya larut akan naik seiring kenaikan suhu, sehingga suhu
yang tinggi dapat menimbulkan kerusakan bahan. Selektivitas pelarut yang tidak
sempurna dalam proses ini akan membuat komponen lain yang ikut terambil
dalam ekstrak sehingga hasil ekstraksi masih harus dimurnikan lagi.
Kelemahan dari proses leaching yang lain yaitu tidak dapat menggunakan
bahan dengan tekstur yang keras, karena pengerjaannya rumit dan agak lama.
Pelarut harus diuapkan untuk memperoleh ekstrak kental. Ekstrak yang terkumpul
di bagian bawah wadah terus-menerus dipanaskan, sehingga dapat menyebabkan
reaksi peruraian karena panas. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi
akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu, sehingga dapat mengendap
di dalam wadahnya dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak. Proses
leaching tidak cocok menggunakan pelarut dengan titik didih yang tinggi seperti
metanol dan air untuk ekstraksi dalam skala besar (Gamse, 2002).
11

2.4 Penelitian terkait


Penelitian yang berkaitan dengan proses leaching salah satunya adalah
penelitian yang telah dilakukan oleh Balachandar dkk (2014) dengan judul
Evaluation of the Lemongrass Plant (Cymbopogon Citratus) Extracted in
Different Solvents for Antioxidant and Antibacterial Activity Against Human
Pathogens. Tujuan dari penelitian ini untuk menguji aktivitas dari antibakteri dan
antioksidan dari tanaman daun serai Cymbopogon citratus yang diekstraksi secara
serial oleh pelarut (kloroform, metanol, dan air). Penelitian ini dilakukan pada
ekstrak daun tanaman serai dalam berbagai konsentrasi pelarut. Hasil penelitian
ini yaitu ekstrak daun serai menunjukkan adanya zona penghambatan maksimum
yang ada di dalam ekstrak kloroform, methanol, dan air.
Penelitian terkait lainnya dilakukan oleh Fransiska dkk (2008) yang
berjudul Ekstraksi Minyak Atsiri dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan
Pelarut Metanol, Aseton, dan n-Heksana. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mempelajari pengaruh jenis pelarut dan waktu ekstraksi terhadap yield minyak
atsiri yang dihasilkan dan mengetahui senyawa-senyawa atau komponen kimia
yang terdapat dalam minyak tanaman serai. Hasilnya disimpulkan bahwa metanol
menghasilkan yield minyak atsiri lebih besar (6,73%) dibandingkan dengan aseton
(3,15%) dan n-heksana (0,44%), dan mengekstrak lebih banyak komponen kimia
seperti senyawa neral, geranial, β-myrcene, sitronellal, dan limonene.
Penelitian tentang pengaruh perbandingan campuran pelarut yang
dilakukan oleh Meri dkk (2014) dengan judul yaitu Pengaruh Perbandingan
Campuran Pelarut n-Heksana-Etanol terhadap Kandungan Sitronelal Hasil
Ekstraksi Serai Wangi (Cymbopogon Nardus). Penelitian dilakukan dengan cara
mengekstraksi serai wangi (batang dan daun) sebanyak 10 gram, menggunakan
campuran pelarut n-heksana-etanol (1:1, 1:4, 2:3, 3:2, 4:1) dalam waktu 4 jam
pada suhu 78-80oC, proses ini menghasilkan minyak serai yang bercampur dengan
pelarut. Minyak serai dimurnikan dengan proses destilasi selama 2 jam pada suhu
78-80oC untuk mendapatkan ekstrak minyak serai. Berdasarkan hasil penelitian
dan analisa Gas Chromatography dan Mass Spectrometer (GC-MS) maka
diperoleh kadar sitronelal terbesar yaitu 27,3% pada perbandingan volume pelarut
3:2 di batang dan 10,9% pada perbandingan volume pelarut 4:1 di daun.
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Satu set alat soxhlet
2) Neraca analitik
3) Gelas piala
4) Labu leher tiga
5) Heating mantle
6) Termometer
7) Gelas ukur
8) Pipet tetes
9) Corong kaca
10) Blender
3.1.2. Bahan
1) Daun serai
2) N-heksana
3) Etanol
4) Kertas saring
5) Vaseline
6) Es batu

3.2. Prosedur Percobaan


1) Daun serai yang sudah kering disiapkan, kemudian diblender sampai
menjadi serbuk halus.
2) Serbuk daun serai yang telah halus ditimbang sebanyak 8 gram
menggunakan neraca analitik.
3) Serbuk halus yang telah ditimbang kemudian dibungkus dengan kertas
saring lalu dipasangkan tali.
4) Alat soxhlet dirangkai, dan setiap sambungan diberi vaseline.
5) Pelarut n-heksana sebanyak 200 mL dimasukkan ke dalam labu leher tiga,
kemudian labu leher tiga tersebut diletakkan di atas heating mantle.

13
14

6) Serbuk daun serai yang telah dibungkus dengan kertas saring dimasukkan
dan digantung ke dalam alat soxhlet.
7) Pelarut n-heksana dipanaskan dengan suhu 70°C selama dua jam.
8) Langkah 1-7 diulangi dengan pelarut etanol dan suhu menyesuaikan suhu
titik didih pelarut.
9) Kadar air sampel, fraksi minyak, massa minyak, dan rendemen dianalisa.
15

3.3. Blok Diagram

Mulai

Daun Serai yang


sudah kering

Diblender sampai
menjadi serbuk
halus
Pelarut

Ditimbang
Dimasukkan ke
sebanyak 8 gram
labu didih

Dibungkus Dipanaskan
dengan kertas dengan suhu
saaring 70ºC

Dimasukkan ke Alat soxhlet, labu


alat soxhlet didih, dan
extractor kondensor
disambungkan

Diekstraksi

Selesai

Gambar 3.1. Blok Diagram Percobaan Soxhlet Extraction Apparatus


17

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

Tabel 4.1. Berat Sampel


Berat Sampel (gr)
Sampel Sebelum Diekstrak Setelah diekstrak
N-Heksana 8,0478 9,6927
Etanol 8,0264 9,4818

Tabel 4.2. Volume


Volume (mL)
Sampel Sebelum Diekstrak Setelah Diekstrak (Rafinat)
N-Heksana 200,000 185,000
Etanol 200,000 120,000

Tabel 4.3. Densitas


Densitas (gram/mL)

Sampel Campuran Solven Minyak


N-Heksana 0,7002 0,6548 0,8613
Etanol 0.8256 0,7893 0,9020

Tabel 4.4. Massa Rafinat


Sampel Massa (gram)
N-Heksana 129,5370
Etanol 94,6080

Tabel 4.4. Pengolahan Data


Massa Minyak Volume Minyak Vp
No X % Rendemen
(gram) (mL) (mL)
1. 0,2198 28,4722 33,0573 25,1950% 200
2. 0,3229 31,9903 35,4659 21,0690% 200
17

4.3. Pembahasan
Percobaan dari soxhlet extraction apparatus memerlukan peralatan berupa
labu leher tiga, namun pada percobaan ini digunakan labu didih sehingga
termometer tidak digunakan. Pengaturan suhu dilakukan dengan menjaga suhu
pada heating mantle tidak lebih dari titik didih pelarut, sehingga tidak dapat
dipastikan suhu terkontrol sesuai dengan titik didih pelarut. Diasumsikan titik
didih pelarut di dalam labu didih terkontrol sesuai titik didihnya. Prinsip kerja dari
proses pemisahan dengan metode leaching adalah suatu proses ekstraksi padat-
cair dengan menggunakan pelarut berfase cair. Padatan yang digunakan yaitu
berupa ekstrak daun serai yang telah dikeringkan dan diblender. Tujuan dari
dikeringkannya daun serai adalah agar kandungan air yang ada di dalam daun
serai tidak menganggu selama terjadinya proses ekstraksi.
Prinsip kerja dari alat ekstraksi soxhlet adalah penguapan zat pelarut
secara terus-menerus hingga mencapai kondisi jenuh. Uap dari proses penguapan
tersebut kemudian akan terkondensasi hingga menjadi embun yang akan jatuh ke
extraction chamber dan melarutkan minyak atsiri yang ada di dalam daun serai
yang telah di bungkus atau ditempatkan di dalam timbal selulosa. Minyak atsiri
yang larut akan melewati pipa sifon pada alat soklet dan turun kembali ke labu
didih. Proses ini terjadi secara berulang hingga proses ekstraksi selesai dengan
beberapa siklus. Proses ekstraksi selesai dilakukan ketika tidak ada lagi zat warna
dari cairan serbuk karena tergantikan oleh warna dari minyak atsiri. Minyak atsiri
yang telah diperoleh di dalam labu didih tidak akan menganggu proses penguapan
pelarut yang dilakukan secara kontinyu karena minyak atsiri mempunyai titik
didih yang lebih tinggi dari pelarutnya yaitu n-heksana dan etanol.
Extraction chamber yang terdapat pada alat sokletasi sengaja dibuat aliran
buntu sehingga embun pelarut yang telah terkondensasi tidak langsung jatuh ke
labu didih, hal ini karena agar terlihat siklus stage tersebut dan dapat dilakukan
perhitungan stage. Siklus stage yang menggunakan pelarut heksana berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan etanol. Titik didih heksana (68oC) lebih rendah
dari pada titik didih etanol (78,37oC) sehingga heksana akan menguap lebih cepat.
Sambungan antara labu didih dan soxhlet extraction harus dipastikan terpasang
dengan benar hingga tidak ada udara yang masuk karena udara akan membuat
18

proses ekstraksi tengganggu seperti aliran minyak pada sifon tidak mengalir ke
labu didih. Udara dapat menyebabkan tekanan vakum yang akan menghambat
aliran minyak. Vaseline dioleskan disetiap sambungan alat yang bertujuan untuk
tidak ada cela untuk udara masuk karena dapat mengganggu proses.
Perbedaan penggunaan heating mantle dan hot plate pada proses sokletasi
adalah pernyebaran panas yang diberikan. Heating mantle memberikan panas ke
seluruh permukaan labu didih. Hot plate hanya memberikan panas dibagian
bawah labu didih, namun penyebaran panas dapat dilakukan dengan batu didih
akan tetapi prosesnya menjadi kurang efisien karena membutuhkan waktu yang
lebih lama. Bahan yang digunakan pada proses sokletasi adalah bahan yang tahan
panas, sehingga tidak semua bahan dapat diekstraksi dengan alat sokletasi.
Fraksi minyak atsiri menggunakan pelarut n-heksana yaitu 0,2198 dengan
volume minyak atsiri yaitu 33,0573 ml dan fraksi minyak atsiri menggunakan
pelarut etanol adalah 0,3229 dengan volume minyak atsiri yang diperoleh yaitu
35,4659 ml. Fraksi minyak atsiri dengan pelarut n-heksana lebih kecil daripada
etanol, sehingga volume yang didapat juga lebih kecil dari pada pelarut etanol.
Sifat minyak serai yang non-polar dapat dilihat dari panjangnya rantai
karbon yang ada pada struktur minyak serai, sehingga minyak serai cenderung
larut ke dalam pelarut yang bersifat non-polar. Pelarut n-heksana merupakan
pelarut yang bersifat non-polar sedangkan pelarut etanol adalah pelarut yang
bersifat polar. Percobaan ini seharusnya mendapatkan fraksi minyak atsiri yang
lebih banyak pada pelarut n-heksana, namun pada percobaan ini terjadi sebaliknya
karena adanya kesalahan atau hambatan dalam proses leaching dengan pelarut
heksana. Proses leaching mengalami gangguan pada siklus stage pertama minyak
atsiri yang disebabkan karena adanya udara yang masuk pada soxhlet extraction
yaitu pada pipa sifon sehingga menyebabkan kondisi vakum dan membuat aliran
minyak tidak mengalir dalam waktu yang cukup lama.
Minyak atsiri dengan menggunakan pelarut n-heksana seharusnya lebih
banyak mengekstrak komponen kimia yang ada pada ekstrak serai dibandingkan
dengan pelarut etanol, karena senyawa teroksigenasi (neral, geranial, β-myrcene,
sitronillal, dan limonene) lebih banyak terkandung dalam minyak atsiri yang
terekstrak dengan pelarut n-heksana sehingga massa jenisnya menjadi besar.
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
1) Prinsip kerja dari proses pemisahan dengan metode leaching adalah suatu
proses ekstraksi padat-cair dengan menggunakan pelarut yang memiliki
fase cair sehingga padatan dan cairan bercampur dan zat terlarut terpisah
dari padatan karena larut dalam pelarut.
2) Prinsip kerja alat ekstraksi soxhlet yaitu proses penguapan zat pelarut yang
terjadi terus-menerus hingga mencapai kondisi jenuh atau kesetimbangan
karena ekstraknya sudah habis.
3) Fraksi minyak atsiri yang didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol
adalah 0,3229 dengan volume minyak atsiri yang diperoleh yaitu 35,4659
ml dan fraksi minyak atsiri menggunakan n-heksana yaitu 0,2198 dengan
volume minyak atsiri yaitu 33,0573 ml.
4) Fraksi minyak atsiri yang didapatkan pada ekstraksi menggunakan pelarut
n-heksana lebih kecil daripada etanol, sehingga volume yang didapat juga
lebih kecil daripada pelarut etanol.
5) Laju ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ukuran partikel, bentuk
partikel, kondisi partikel, jenis pelarut, dan temperatur operasi.

5.2. Saran
1) Sebaiknya pengaturan suhu dikontrol menggunakan termometer supaya
proses berjalan sesuai kondisi operasi agar hasil percobaan lebih akurat.
2) Sebaiknya menggunakan peralatan sesuai standar dan prosedur operasi
sehingga dapat menghidari kesalahan dalam hasil percobaan.
3) Sebaiknya rasio antara zat padat dan pelarut yang digunakan divariasikan
untuk mengetahui hasil dari ekstraksi yang optimal pada rasio tertentu.
4) Sebaiknya metode sokletasi hanya dilakukan pada skala lab.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ariyani, F., Setiawan, L. E., dan Soedtaredjo, F. E. 2008. Ekstraksi Minyak Atsiri
dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan
N-Heksana. Jurnal Teknik. Vol. 7(2): 124-133.
Azwanida, N. N.2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal
Plants, Principle, Strength and Limitation. Jurnal Medicinal & Aromatic
Plants . Vol. 4(3): 1-6.
Balakhrisnan, B., Paramasivam, S., dan Arulkumar, A. 2014. Evaluation of The
Lemongrass Plant (Cymbopogon citratus) Extracted in Different Solvents
for Antioxidant and Antibacterial Activity Against Human Pathogens.
Asian Pacific Journal of Tropical Disease. Vol. 4(1): S134-S139.
Gamse, T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Graz
University of Technology: Institute of Thermal Process and Environmental
Engineering.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: UI Press.
Hadi, S. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil)
Menggunakan Pelarut N-Heksana dan Benzena. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan .Vol. 1(2): 25-30.
Harborne, J. B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Kamelia. 2018. Metode Ekstraksi. (online). www.klikfarmasi.com/artikelilmiah
/metode-ekstraksi/ (diakses pada tanggal 13 September 2019).
Kurniawan, A., Kurniawan, C., Indraswati, N., dan Mudjijati. 2008. Ekstraksi
Minyak Kulit Jeruk dengan Metode Destilasi, Pengepresan, dan Leaching.
Jurnal Teknik. Vol. 7(1): 15-24.
McCabe, W. L., Smith, J. C., dan Harriot, P. 1985. Operasi Tiknik Kimia. Jakarta:
Erlangga.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. Vol. 5(2): 361-367.
Nasir, S., Fitriyanti, dan Kamila, H. 2009. Ekstraksi Dedak Padi menjadi Minyak
Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut N-Hexane dan
Ethanol. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 16(2): 1-10.
Prasetiyo, A. W., Wignyanto, dan Mulyadi, A. F. 2015. Ekstraksi Oleoresin Jahe
(Zingiber Officinale. Rosc) dengan Metode Ekstraksi Sokletasi (Kajian
Rasio Bahan dengan Pelarut dan Jumlah Sirkulasi Ekstraksi yang Paling
Efisien). Jurnal Indrustria. Vol. 3(1): 2–9.
Sudaryanto, Herwanto, T., dan Putri, S. H. 2016. Aktivitas Antioksidan pada
Minyak Biji Kelor (Moringa Oleifera L) dengan Metode Sokletasi
Menggunakan Pelarut N-Heksan, Metanol dan Etanol (Antioxidant
Activity in Oil Seeds Moringa (Moringa Oleifera L) Soxhletation Method
with Using Solvents N-Hexane, Methanol and Ethanol). Jurnal Teknotan.
Vol. 10(2): 16-22.
Treyball, R. E. 1980. Mass Transfer Operations. New York : McGraw-Hill Book
Company.
Treyball, R. E. 1981. Mass-Transfer Operations, 3rd ed. New York : Mc Graw-
Hill Book Company.
Utomo, S. 2016. Pengaruh Konsentrasi Pelarut (N-Heksana) terhadap Rendemen
Hasil Ekstraksi Minyak Biji Alpukat untuk Pembuatan Krim Pelembab
Kulit. Jurnal Konversi. Vol. 5(1): 39-47.
Voigt. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi . Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Yulvianti, M., Sari, R. M., dan Amaliah, E. R. 2014. Pengaruh Perbandingan
Campuran Pelarut N-Heksana-Etanol Terhadap Kandungan Sitronelal
Hasil Ekstraksi Serai Wangi (Cymbopogon Nardus). Jurnal Integrasi
Proses. Vol. 5(1): 8-14.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

A.1. Menghitung Fraksi Massa Minyak

𝜌 𝑐ampuran = 𝜌 solven (1 − x) + 𝜌 minyak. x

1) Menggunakan pelarut heksana

0,7002 gr 0,6548 gr 0,8613 gr


mL
=
mL
. (1-X) + mL
.X

X = 0,2198
2) Menggunakan pelarut etanol

0,8256 gr 0,7893 gr 0,9020 gr


= . (1-X) + .X
mL mL mL

X = 0,3229

A.2. Menghitung Massa Campuran

1) Menggunakan pelarut heksana

0,7002 gr
x 185,000 mL = 129,537 gr
mL

2) Menggunakan pelarut etanol

0,8256 gr
x 120,000 mL = 99,072 gr
mL

A.2.1. Menghitung Massa Minyak

Massa minyak = X. Massa campuran

1) Menggunakan pelarut heksana

0,2198 x 129,537 gr = 28,4722 gr

2) Menggunakan pelarut etanol

0,3229 x 99,072 gr = 31,9903 gr


A.3. Menghitung Volume Minyak

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
Volume minyak = 𝜌 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

1) Menggunakan pelarut heksana


28,4722 gr
Volume minyak = gr = 33,0573 mL
0,8613
mL

2) Menggunakan pelarut etanol


31,9903 gr
Volume minyak = gr = 35,4659 mL
0,9020
mL

A.4. Menghitung %Rendemen

𝑣 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 . 𝜌 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘. 𝑥
%rendemen = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢

1) Menggunakan pelarut heksana


gr
185,000 mL . 0,8613 .0,2198
mL
%rendemen = x 100%
139,0078

%rendemen = 25,1950%

2) Menggunakan pelarut etanol


𝑔𝑟
120,000 𝑚𝐿 . 0,9020 . 0,3229
𝑚𝐿
%rendemen = x 100%
165,8864

%rendemen = 21,0690%
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT

Gambar 1. Rangkaian Alat Soxhlet

Anda mungkin juga menyukai