DISUSUN OLEH:
SIAU CHARISMA (03031181722015)
DEBI NURDIA ARFANI (03031181722029)
DANIEL SYUKUR OINETEHE ZEBUA (03031281722059)
TIAN AMALDA SABRINA (03031281722065)
MUHAMMAD FIKRI PRATAMA (03031281722071)
Serai merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri.
Kandungan minyak atsiri dalam tanaman serai dapat diambil dari daun dan
batangnya. Pemisahan minyak atsiri dari daun dan batang tanaman serai dapat
dilakukan melalui cara ekstraksi padat-cair (leaching) dengan menggunakan
pelarut cair. Percobaan untuk mengekstraksi minyak atsiri dari tanaman serai ini
bertujuan untuk mengetahui fraksi dan volume dari minyak atsiri yang dihasilkan
menggunakan jenis pelarut yang berbeda. Bagian tanaman serai yang digunakan
yaitu bagian daunnya dalam bentuk serbuk bermassa 6 gram untuk setiap jenis
pelarut. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini yaitu n-heksana dan etanol
dengan volume masing-masing 200 mL. Metode ekstraksi yang digunakan yaitu
metode sokletasi dengan menggunakan alat soxhlet. Jumlah fraksi dan volume
minyak atsiri yang diperoleh pada percobaan dengan menggunakan pelarut n-
heksana yaitu 0,2198 untuk fraksi dan 33,0573 mL untuk volume. Jumlah fraksi
minyak atsiri menggunakan pelarut etanol adalah 0,3229 dengan volume minyak
atsiri yang diperoleh yaitu 35,4659 mL.
1
2
1.3. Tujuan
1) Mengetahui prinsip kerja dari proses pemisahan dengan metode leaching.
2) Mengetahui cara dan prinsip kerja dari alat ekstraksi soxhlet.
3) Mengetahui fraksi minyak atsiri yang didapat dari tanaman serai.
4) Mengetahui hubungan antara pelarut terhadap fraksi minyak atsiri yang
didapat.
1.4. Manfaat
1) Dapat mengetahui manfaat tanaman serai selain digunakan sebagai bumbu
dapur.
2) Dapat menghasilkan minyak dari proses pemisahan leaching yang lebih
bermanfaat untuk kehidupan manusia.
3) Dapat mengurangi ketergantungan minyak yang berasal dari bahan bakar
fosil.
4) Dapat menghasilkan peluang usaha baru dengan proses pengolahan
minyak yang didapat dari tanaman serai.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
2.2.2. Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian sampel dengan cara melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada sampel dalam suatu perkolator. Perkolator
adalah sebuah wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawah.
5
dengan alat yang khusus sehingga terjadi ekstraksi secara kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dan terdapat pendingin balik berupa kondensor. Kerugian
dari penggunaan metode ini dalam ekstraksi adalah senyawa yang tidak tahan
terhadap panas dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-menerus
berada pada titik didih pelarut yang digunakan.
Metode sokletasi digunakan untuk mengekstraksi suatu senyawa dari
material atau bahan padat dengan menggunakan uap pelarut panas. Alat yang
digunakan pada metode ini adalah labu didih, ekstraktor, dan kondensor. Sampel
sebelum disokletasi harus dikeringkan dahulu untuk mengilangkan kandungan air
yang terdapat dalam sampel. Penghalusan sampel berguna untuk mempermudah
senyawa terlarut dalam uap pelarut (Utomo, 2016).
2.2.4. Refluks
Metode refluks merupakan metode ektraksi yang membutuhkan panas
pada prosesnya. Pengertian refluks secara umum adalah ekstraksi dengan pelarut
pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Metode proses ekstraksi refluks
merupakan bentuk ekstraksi yang berkesinambungan. Metode refluks digunakan
apabila dalam proses ekstraksi tersebut menggunakan pelarut yang bersifat volatil
(Harborne, 2006). Pemanasan biasa pada pelarut dalam kondisi ini dapat membuat
pelarut menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai.
Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga
pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan
turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung. Pelarut yang biasa digunakan adalah heksana karena bersifat volatil.
2.2.5. Ultrasound-Assisted Solvent Extraction
Ultrasound-Assisted Solvent Extraction merupakan metode maserasi yang
dimodifikasi dengan menggunakan bantuan ultrasound (sinyal dengan frekuensi
tinggi, 20 kHz) (Mukriani, 2014). Wadah yang berisi serbuk sampel ditempatkan
dalam wadah ultrasonic dan ultrasound, kemudian diberikan suara ultrasonic dan
ultrasound. Perlakuan tersebut dilakukan untuk memberikan tekanan mekanik
pada dinding sel hingga rongga pada sampel terbuka. Kerusakan yang terjadi pada
dinding sel dapat menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa di dalam pelarut
sehingga menyebabkan hasil ekstraksi meningkat.
2.2.6. Microwave Assisted Extraction
Microwave Assisted Extraction (MAE) adalah salah satu metode ekstraksi
dengan memanfaatkan energi mikro untuk meningkatkan partisi analit dari
matriks sampel ke dalam pelarut (Mukriani, 2014). Radiasi gelombang mikro
berinteraksi dengan dipol dari bahan polar dan terpolarisasi (misal pelarut dan
sampel) menyebabkan pemanasan di dekat permukaan material dan panas
ditransfer dengan konduksi. Rotasi dipol dari molekul yang diinduksi oleh
gelombang elektromagnetik mengganggu ikatan hidrogen, meningkatkan migrasi
ion terlarut, dan mendorong penetrasi pelarut ke dalam matriks. Pelarut non polar
8
mengalami pemanasan yang tidak sempurna terjadi karena energi ditransfer oleh
penyerapan dielektrik saja. MAE dapat dianggap sebagai metode selektif yang
mendukung molekul dan pelarut polar dengan konstanta yang tinggi.
2.2.7 Accelerated Solvent Extraction
Accelerated Solvent Extraction (ASE) adalah bentuk ekstraksi pelarut cair
yang efisien dibandingkan untuk maserasi dan ekstraksi soxhlet sebagai metode
menggunakan minimal jumlah pelarut (Mukriani, 2014). Sampel dikemas dengan
bahan lembam seperti pasir dalam sel ekstraksi stainless steel untuk mencegah
sampel dari agregasi dan memblokir tabung sistem. Teknologi ekstraksi yang
otomatis ini mampu mengendalikan suhu dan tekanan untuk setiap sampel yang
digunakan dan membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk ekstraksi.
padatan, dan besarnya partikel. Proses ini jika zat terlarut menyebar merata di
dalam padatan, material yang dekat permukaan akan pertama kali larut terlebih
dahulu. Pelarut kemudian akan menangkap bagian pada lapisan luar sebelum
mencapai zat terlarut selanjutnya dan proses akan menjadi lebih sulit dan laju
ekstraksi menjadi turun. Proses leaching berlangsung dalam tiga tahap, yaitu :
1) Perubahan fase dari zat terlarut yang diambil pada saat zat pelarut meresap
masuk.
2) Terjadi proses difusi pada cairan dari dalam partikel padat menuju keluar.
3) Perpindahan zat terlarut dari padatan ke zat pelarut.
Ekstraksi termasuk dalam proses pemisahan yang melalui dasar operasi
difusi. Proses pemisahan secara difusi dapat terjadi karena adanya perpindahan
solut yang searah dari fasa diluen ke fasa solven dan adanya beda konsentrasi di
antara dua fasa yang saling berkontak. Solven yang berperan sebagai tenaga
pemisah, harus dipilih dengan baik sehingga kelarutannya dengan diluen terbatas
atau bahkan sama sekali tidak akan mampu melarutkan diluen. Kondisi ini terjadi
ketika sejumlah massa solven ditambahkan solut dan diluen maka akan terbentuk
dua fasa cairan yang tidak akan saling melarut. Zat terlarut dan diluen akan dapat
dipisahkan untuk mendapatkan zat yang diinginkan (Treyball, 1981).
Fasa yang banyak mengandung diluen disebut sebagai fasa rafinat dan fasa
yang sebagian besar terdiri dari solven disebut sebagai fasa ekstrak. Terbentuknya
dua fasa cairan pada proses ini memungkinkan semua komponen yang ada dalam
campuran terdistribusi dalam kedua fasa sesuai dengan koefisien distribusinya,
hingga kedua fasa yang saling kontak berada dalam keseimbangan. Pemisahan
kedua fasa seimbang dapat dilakukan dengan mudah jika densitas kedua fasa
memiliki perbedaan yang cukup besar. Nilai densitas kedua fasa yang hampir
sama, dapat menyebabkan campuran fasa cenderung membentuk emulsi. Pelarut
yang digunakan sebagai tenaga pemisah adalah yang dapat melarutkan solut
dengan cukup baik, memiliki perbedaan titik didih dengan solut cukup besar,
murah, dan mudah diperoleh (Guenther, 1987).
Perpindahan pelarut ke permukaan zat padat pada umumnya terjadi sangat
cepat yaitu berlangsung ketika terjadi kontak antara zat padat dan zat pelarut,
sehingga kecepatan difusi campuran antara zat padat dan pelarut ke permukaan zat
10
padat merupakan tahapan penting pada dalam proses leaching yang mengontrol
keseluruhan pada proses leaching. Kecepatan difusi yang tedapat proses leaching
bergantung terhadap beberapa faktor yaitu temperatur, luas permukaan partikel,
pelarut, perbandingan zat terlarut dan pelarut, kecepatan dan waktu lamanya
pengadukan yang terjadi selama proses (Treyball, 1980).
2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Ekstraksi Padat-Cair
Minyak yang ada pada partikel organik biasanya terdapat di dalam sel-sel.
Laju ekstraksi akan rendah jika dinding sel mempunyai tahanan difusi yang tinggi.
Pengecilan ukuran partikel dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya proses
ekstraksi, semakin kecil ukuran partikel akan menyebabkan luas permukaan dari
partikel menjadi besar, sehingga pelarut yang berdifusi akan semakin banyak.
Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh beberapa faktor (McCabe dkk, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi padat-cair, yaitu:
1) Ukuran, bentuk dan kondisi partikel padatan.
2) Jenis pelarut.
3) Temperatur operasi.
4) Agitasi atau pengadukan.
Kelarutan dari bahan yang diekstraksi bertambah dengan meningkatnya
suhu sehingga laju ektsraksinya juga ikut bertambah. Koefisien difusivitas juga
akan semakin meningkat dengan naiknya suhu sehingga dapat mempercepat laju
ekstraksi. Pengadukan larutan pada ekstraksi akan meningkatkan laju difusi dan
kecepatan perpindahan bahan dari permukaan padatan ke badan larutan. Pelarut
cair yang dipilih sebagai pelarut harus mampu melarutkan solut dengan baik dan
viskositasnya juga harus rendah. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan pelarut pada ekstraksi padat-cair antara lain adalah sebagai berikut:
1) Selektivitas.
2) Kelarutan.
3) Kerapatan.
4) Aktivitas kimia pelarut.
5) Titik didih.
6) Viskositas pelarut.
7) Rasio pelarut.
11
13
14
6) Serbuk daun serai yang telah dibungkus dengan kertas saring dimasukkan
dan digantung ke dalam alat soxhlet.
7) Pelarut n-heksana dipanaskan dengan suhu 70°C selama dua jam.
8) Langkah 1-7 diulangi dengan pelarut etanol dan suhu menyesuaikan suhu
titik didih pelarut.
9) Kadar air sampel, fraksi minyak, massa minyak, dan rendemen dianalisa.
15
Mulai
Diblender sampai
menjadi serbuk
halus
Pelarut
Ditimbang
Dimasukkan ke
sebanyak 8 gram
labu didih
Dibungkus Dipanaskan
dengan kertas dengan suhu
saaring 70ºC
Diekstraksi
Selesai
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Pembahasan
Percobaan dari soxhlet extraction apparatus memerlukan peralatan berupa
labu leher tiga, namun pada percobaan ini digunakan labu didih sehingga
termometer tidak digunakan. Pengaturan suhu dilakukan dengan menjaga suhu
pada heating mantle tidak lebih dari titik didih pelarut, sehingga tidak dapat
dipastikan suhu terkontrol sesuai dengan titik didih pelarut. Diasumsikan titik
didih pelarut di dalam labu didih terkontrol sesuai titik didihnya. Prinsip kerja dari
proses pemisahan dengan metode leaching adalah suatu proses ekstraksi padat-
cair dengan menggunakan pelarut berfase cair. Padatan yang digunakan yaitu
berupa ekstrak daun serai yang telah dikeringkan dan diblender. Tujuan dari
dikeringkannya daun serai adalah agar kandungan air yang ada di dalam daun
serai tidak menganggu selama terjadinya proses ekstraksi.
Prinsip kerja dari alat ekstraksi soxhlet adalah penguapan zat pelarut
secara terus-menerus hingga mencapai kondisi jenuh. Uap dari proses penguapan
tersebut kemudian akan terkondensasi hingga menjadi embun yang akan jatuh ke
extraction chamber dan melarutkan minyak atsiri yang ada di dalam daun serai
yang telah di bungkus atau ditempatkan di dalam timbal selulosa. Minyak atsiri
yang larut akan melewati pipa sifon pada alat soklet dan turun kembali ke labu
didih. Proses ini terjadi secara berulang hingga proses ekstraksi selesai dengan
beberapa siklus. Proses ekstraksi selesai dilakukan ketika tidak ada lagi zat warna
dari cairan serbuk karena tergantikan oleh warna dari minyak atsiri. Minyak atsiri
yang telah diperoleh di dalam labu didih tidak akan menganggu proses penguapan
pelarut yang dilakukan secara kontinyu karena minyak atsiri mempunyai titik
didih yang lebih tinggi dari pelarutnya yaitu n-heksana dan etanol.
Extraction chamber yang terdapat pada alat sokletasi sengaja dibuat aliran
buntu sehingga embun pelarut yang telah terkondensasi tidak langsung jatuh ke
labu didih, hal ini karena agar terlihat siklus stage tersebut dan dapat dilakukan
perhitungan stage. Siklus stage yang menggunakan pelarut heksana berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan etanol. Titik didih heksana (68oC) lebih rendah
dari pada titik didih etanol (78,37oC) sehingga heksana akan menguap lebih cepat.
Sambungan antara labu didih dan soxhlet extraction harus dipastikan terpasang
dengan benar hingga tidak ada udara yang masuk karena udara akan membuat
18
proses ekstraksi tengganggu seperti aliran minyak pada sifon tidak mengalir ke
labu didih. Udara dapat menyebabkan tekanan vakum yang akan menghambat
aliran minyak. Vaseline dioleskan disetiap sambungan alat yang bertujuan untuk
tidak ada cela untuk udara masuk karena dapat mengganggu proses.
Perbedaan penggunaan heating mantle dan hot plate pada proses sokletasi
adalah pernyebaran panas yang diberikan. Heating mantle memberikan panas ke
seluruh permukaan labu didih. Hot plate hanya memberikan panas dibagian
bawah labu didih, namun penyebaran panas dapat dilakukan dengan batu didih
akan tetapi prosesnya menjadi kurang efisien karena membutuhkan waktu yang
lebih lama. Bahan yang digunakan pada proses sokletasi adalah bahan yang tahan
panas, sehingga tidak semua bahan dapat diekstraksi dengan alat sokletasi.
Fraksi minyak atsiri menggunakan pelarut n-heksana yaitu 0,2198 dengan
volume minyak atsiri yaitu 33,0573 ml dan fraksi minyak atsiri menggunakan
pelarut etanol adalah 0,3229 dengan volume minyak atsiri yang diperoleh yaitu
35,4659 ml. Fraksi minyak atsiri dengan pelarut n-heksana lebih kecil daripada
etanol, sehingga volume yang didapat juga lebih kecil dari pada pelarut etanol.
Sifat minyak serai yang non-polar dapat dilihat dari panjangnya rantai
karbon yang ada pada struktur minyak serai, sehingga minyak serai cenderung
larut ke dalam pelarut yang bersifat non-polar. Pelarut n-heksana merupakan
pelarut yang bersifat non-polar sedangkan pelarut etanol adalah pelarut yang
bersifat polar. Percobaan ini seharusnya mendapatkan fraksi minyak atsiri yang
lebih banyak pada pelarut n-heksana, namun pada percobaan ini terjadi sebaliknya
karena adanya kesalahan atau hambatan dalam proses leaching dengan pelarut
heksana. Proses leaching mengalami gangguan pada siklus stage pertama minyak
atsiri yang disebabkan karena adanya udara yang masuk pada soxhlet extraction
yaitu pada pipa sifon sehingga menyebabkan kondisi vakum dan membuat aliran
minyak tidak mengalir dalam waktu yang cukup lama.
Minyak atsiri dengan menggunakan pelarut n-heksana seharusnya lebih
banyak mengekstrak komponen kimia yang ada pada ekstrak serai dibandingkan
dengan pelarut etanol, karena senyawa teroksigenasi (neral, geranial, β-myrcene,
sitronillal, dan limonene) lebih banyak terkandung dalam minyak atsiri yang
terekstrak dengan pelarut n-heksana sehingga massa jenisnya menjadi besar.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1) Prinsip kerja dari proses pemisahan dengan metode leaching adalah suatu
proses ekstraksi padat-cair dengan menggunakan pelarut yang memiliki
fase cair sehingga padatan dan cairan bercampur dan zat terlarut terpisah
dari padatan karena larut dalam pelarut.
2) Prinsip kerja alat ekstraksi soxhlet yaitu proses penguapan zat pelarut yang
terjadi terus-menerus hingga mencapai kondisi jenuh atau kesetimbangan
karena ekstraknya sudah habis.
3) Fraksi minyak atsiri yang didapatkan dengan menggunakan pelarut etanol
adalah 0,3229 dengan volume minyak atsiri yang diperoleh yaitu 35,4659
ml dan fraksi minyak atsiri menggunakan n-heksana yaitu 0,2198 dengan
volume minyak atsiri yaitu 33,0573 ml.
4) Fraksi minyak atsiri yang didapatkan pada ekstraksi menggunakan pelarut
n-heksana lebih kecil daripada etanol, sehingga volume yang didapat juga
lebih kecil daripada pelarut etanol.
5) Laju ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ukuran partikel, bentuk
partikel, kondisi partikel, jenis pelarut, dan temperatur operasi.
5.2. Saran
1) Sebaiknya pengaturan suhu dikontrol menggunakan termometer supaya
proses berjalan sesuai kondisi operasi agar hasil percobaan lebih akurat.
2) Sebaiknya menggunakan peralatan sesuai standar dan prosedur operasi
sehingga dapat menghidari kesalahan dalam hasil percobaan.
3) Sebaiknya rasio antara zat padat dan pelarut yang digunakan divariasikan
untuk mengetahui hasil dari ekstraksi yang optimal pada rasio tertentu.
4) Sebaiknya metode sokletasi hanya dilakukan pada skala lab.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, F., Setiawan, L. E., dan Soedtaredjo, F. E. 2008. Ekstraksi Minyak Atsiri
dari Tanaman Sereh dengan Menggunakan Pelarut Metanol, Aseton, dan
N-Heksana. Jurnal Teknik. Vol. 7(2): 124-133.
Azwanida, N. N.2015. A Review on the Extraction Methods Use in Medicinal
Plants, Principle, Strength and Limitation. Jurnal Medicinal & Aromatic
Plants . Vol. 4(3): 1-6.
Balakhrisnan, B., Paramasivam, S., dan Arulkumar, A. 2014. Evaluation of The
Lemongrass Plant (Cymbopogon citratus) Extracted in Different Solvents
for Antioxidant and Antibacterial Activity Against Human Pathogens.
Asian Pacific Journal of Tropical Disease. Vol. 4(1): S134-S139.
Gamse, T. 2002. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Graz
University of Technology: Institute of Thermal Process and Environmental
Engineering.
Guenther, E. 1987. Minyak Atsiri Jilid I (Terjemahan). Jakarta: UI Press.
Hadi, S. 2012. Pengambilan Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Clove Oil)
Menggunakan Pelarut N-Heksana dan Benzena. Jurnal Bahan Alam
Terbarukan .Vol. 1(2): 25-30.
Harborne, J. B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Kamelia. 2018. Metode Ekstraksi. (online). www.klikfarmasi.com/artikelilmiah
/metode-ekstraksi/ (diakses pada tanggal 13 September 2019).
Kurniawan, A., Kurniawan, C., Indraswati, N., dan Mudjijati. 2008. Ekstraksi
Minyak Kulit Jeruk dengan Metode Destilasi, Pengepresan, dan Leaching.
Jurnal Teknik. Vol. 7(1): 15-24.
McCabe, W. L., Smith, J. C., dan Harriot, P. 1985. Operasi Tiknik Kimia. Jakarta:
Erlangga.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan. Vol. 5(2): 361-367.
Nasir, S., Fitriyanti, dan Kamila, H. 2009. Ekstraksi Dedak Padi menjadi Minyak
Mentah Dedak Padi (Crude Rice Bran Oil) dengan Pelarut N-Hexane dan
Ethanol. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 16(2): 1-10.
Prasetiyo, A. W., Wignyanto, dan Mulyadi, A. F. 2015. Ekstraksi Oleoresin Jahe
(Zingiber Officinale. Rosc) dengan Metode Ekstraksi Sokletasi (Kajian
Rasio Bahan dengan Pelarut dan Jumlah Sirkulasi Ekstraksi yang Paling
Efisien). Jurnal Indrustria. Vol. 3(1): 2–9.
Sudaryanto, Herwanto, T., dan Putri, S. H. 2016. Aktivitas Antioksidan pada
Minyak Biji Kelor (Moringa Oleifera L) dengan Metode Sokletasi
Menggunakan Pelarut N-Heksan, Metanol dan Etanol (Antioxidant
Activity in Oil Seeds Moringa (Moringa Oleifera L) Soxhletation Method
with Using Solvents N-Hexane, Methanol and Ethanol). Jurnal Teknotan.
Vol. 10(2): 16-22.
Treyball, R. E. 1980. Mass Transfer Operations. New York : McGraw-Hill Book
Company.
Treyball, R. E. 1981. Mass-Transfer Operations, 3rd ed. New York : Mc Graw-
Hill Book Company.
Utomo, S. 2016. Pengaruh Konsentrasi Pelarut (N-Heksana) terhadap Rendemen
Hasil Ekstraksi Minyak Biji Alpukat untuk Pembuatan Krim Pelembab
Kulit. Jurnal Konversi. Vol. 5(1): 39-47.
Voigt. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi . Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Yulvianti, M., Sari, R. M., dan Amaliah, E. R. 2014. Pengaruh Perbandingan
Campuran Pelarut N-Heksana-Etanol Terhadap Kandungan Sitronelal
Hasil Ekstraksi Serai Wangi (Cymbopogon Nardus). Jurnal Integrasi
Proses. Vol. 5(1): 8-14.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
X = 0,2198
2) Menggunakan pelarut etanol
X = 0,3229
0,7002 gr
x 185,000 mL = 129,537 gr
mL
0,8256 gr
x 120,000 mL = 99,072 gr
mL
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
Volume minyak = 𝜌 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘
𝑣 𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡 . 𝜌 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘. 𝑥
%rendemen = x 100%
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢
%rendemen = 25,1950%
%rendemen = 21,0690%
LAMPIRAN B
RANGKAIAN ALAT