Disusun oleh :
Kelompok 2
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mnegenai metode ekstraksi dalam industri serta parameter dan metode
uji esktrak sebagai tugas mata kuliah Teknologi Bahan Alam.
Adapun makalah ini telah kami selesaikan semaksimal mungkin. Namun
tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya karena kami masih dalam proses
pembelajaran. Dan juga kritik dan saran dari bapak atau ibu dosen juga kami
harapkan agar tidak terjadi kekeliruan lagi di makalah yang selanjutnya.
Akhirnya kami selaku penyusun mengharapkan semoga dari makalah
Teknologi Bahan Alam yang kami buat ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya
sehingga dapat memberikan wawasan terhadap pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Metode ekstraksi dibagi menjadi dua jenis, antara lain cara dingin dan
cara panas. Metode ekstraksi yang tergolong cara dingin adalah maserasi dan
perkolasi sedangkan metode ekstraksi yang tergolong cara panas adalah refluks,
dengan alat Soxhlet, digesti, dan infus (Anonim, 2000).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Anonim, 1986).
5
dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi
kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
6
luar sel. Hasil penyarian dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu
tertentu. Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak
diperlukan tetapi ikut terlarut dalam cairan penyari seperti penyari malam dan
lain-lain (Anonim, 1986). Cara ekstraksi maserasi ini dilakukan 3 x 24 jam, hal ini
dilakukan supaya senyawa yang terkandung dalam herba tertarik (Runadi, 2007).
b) Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya
1- 5 kali bahan.
Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut
mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit
sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas
(termolabil). Ekstraksi dilakukan dalam bejana yang dilengkapi kran untuk
mengeluarkan pelarut pada bagian bawah. Perbedaan utama dengan maserasi
terdapat pada pola penggunaan pelarut, dimana pada maserasi pelarut hanya di
pakai untuk merendam bahan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan pada
perkolasi pelarut dibuat mengalir.
7
KLT lebih sulit karena harus disesuaikan fase gerak yang dipakai, untuk itu lebih
baik menggunakan spektrofotometer. Namun apabila menggunakan KLT indikasi
metabolit habis tersari dengan tidak adanya noda/spot pada plat, sedangkan
dengan spektrofotometer ditandai dengan tidak adanya puncak.
c) Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Alat Soxhlet adalah suatu suatu alat terbuat dari gelas yang bekerja secara
kontinyu dalam menyari. Pada proses ini sampel yang akan disari dimasukkan
pada alat Soxhlet, lalu setelah dielusi dengan pelarut yang cocok sedemikian rupa
sehingga akan terjadi dua kali sirkulasi dalam waktu 30 menit (Harborne, 1987).
Adanya pemanasan menyebabkan pelarut ke atas lalu setelah di atas akan
diembunkan oleh pendingin udara menjadi tetesan –tetesan yang akan terkumpul
kembali dan bila melewati batas lubang pipa samping Soxhlet, maka akan terjadi
sirkulasi yang berulang-ulang akan menghasilkan penyarian yang baik (Harborne,
1987).
8
dan suatu pendingin aliran balik. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang menguap
dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet, berkondensasi
di dalamnya, menetes ke atas bahan yang akan diekstraksi dan membawa keluar
bahan yang diekstraksi. Larutan yang terkumpul dalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimal secara otomatis dipindahkan ke dalam labu dengan
demikian zat yang akan terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan
pelarut murni berikutnya. Pada cara ini bahan terus diperbaharui artinya
dimasukkan bahan pelarut bebas bahan aktif (Voigt, 1971).
d) Refluks
Refluks sangat banyak digunakan dalam industri yang menggunakan
kolom distilasi skala besar. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-
senyawa yang mudah menguap atau volatile. Refluks adalah ekstraksi dengan
pelarut pada temperatur pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga
proses ekstraksi sempurna.
Pada rangkaian refluks ini terjadi empat proses, yaitu proses heating,
evaporating, kondensasi dan cooling. Heating terjadi pada saat feed dipanaskan di
labu didih, evaporating ( penguapan ) terjadi ketika feed mencapai titik didih dan
berubah fase menjadi uap yang kemudian uap tersebut masuk ke kondensor
dalam. Cooling terjadi di dalam ember, di dalam ember kita masukkan batu es dan
air, sehingga ketika kita menghidupkan pompa, air dingin akan mengalir dari
9
bawah menuju kondensor luar, air harus dialirkan dari bawah kondensor bukan
dari atas agar tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan agar air terisi
penuh. Proses yang terakhir adalah kondensasi ( pengembunan ), proses ini
terjadi di kondensor, jadi terjadi perbedaan suhu antara kondensor dalam yang
berisi uap panas dengan kondensor luar yang berisikan air dingin, hal ini
menyebabkan penurunan suhu dan perubahan fase dari steam tersebut untuk
menjadi liquid kembali.
Keuntungan dari teknik ini adalah proses dapat dibiarkan untuk jangka
waktu yang panjang tanpa perlu menambahkan lebih pelarut atau takut bejana
reaksi mendidih kering karena setiap uap immedeatly kental dalam kondensor.
Selain itu sebagai pelarut yang diberikan akan selalu mendidih pada suhu tertentu.
Dan dapat digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai
tekstur kasar. Sedangkan kerugiannya yakni membutuhkan volume total pelarut
yang besar.
e) Ultrasonik
Metode ultrasonik adalah metode yang menggunakan gelombang
ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi lebih besar dari 16-20 kHz
(Suslick, 1988). Ultrasonik bersifat non-destructive dan non-invasive, sehingga
10
dapat dengan mudah diadaptasikan ke berbagai aplikasi (McClements, 1995).
Menurut Kuldiloke (2002), salah satu manfaat metode ekstraksi ultrasonik adalah
untuk mempercepat proses ekstraksi. Dinding sel dari bahan dipecah dengan
getaran ultrasonik sehingga kandungan yang ada didalamnya dapat keluar dengan
mudah (Mason,1990).
Cara kerja metode ultrasonik dalam mengekstraksi adalah sebagai berikut :
gelombang ultrasonik terbentuk dari pembangkitan ultrason secara lokal dari
kavitasi mikro pada sekeliling bahan yang akan diekstraksi sehingga terjadi
pemanasan pada bahan tersebut, dan melepaskan senyawa ekstrak. Terdapat efek
ganda yang dihasilkan, yaitu pengacauan dinding sel sehingga membebaskan
kandungan senyawa yang ada di dalamnya dan pemanasan lokal pada cairan dan
meningkatkan difusi ekstrak. Energi kinetik dilewatkan ke seluruh bagian cairan,
diikuti dengan munculnya gelembung kavitasi pada dinding atau permukaan
sehingga meningkatkan transfer massa antara permukaan padat-cair. Efek
mekanik yang ditimbulkan adalah meningkatkan penetrasi dari cairan menuju
dinding membran sel, mendukung pelepasan komponen sel, dan meningkatkan
transfer massa (Keil, 2007). Liu et al. (2010), menyatakan bahwa kavitasi
ultrasonik menghasilkan daya patah yang akan memecah dinding sel secara
mekanis dan meningkatkan transfer material.
f) Microwave
11
Microwave bekerja dengan melewatkan radiasi gelombang mikro pada
molekul air, lemak, maupun gula yang sering terdapat pada bahan yang akan
diekstrak.
Prinsip dari metode microwave adalah gelombang mikro merupakan hasil
radiasi yang dapat ditransmisikan, dipantulkan atau diserap tergantung dari bahan
yang berinteraksi dengannya. Microvawe memanfaatkan 3 sifat dari gelombang
mikro tersebut dalam proses memasak. Gelombang mikro dihasilkan oleh
magnetron, gelombang tersebut ditransmisikan ke dalam waveguide, lalu
gelombang tersebut dipantulkan ke dalam fan stirrer dan dinding dari ruangan
didalam oven, dan kemudian gelombang tersebut diserap oleh bahan yang akan
diekstrak. Ekstraksi menggunakan microwave lebih menguntungkan bila
dibandingkan dengan ekstraksi dengan metode konvensional.
12
simplisia. Standardisasi simplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai
berikut:
13
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting,
karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis
komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
2) Kadar Air
3) Kadar Abu
Kadar abu merupakan campuran dari komponen organik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga
dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan
total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organic dalam proses
pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah
disebut sebagai kadar abu. Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari
jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang.
Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara
lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis
bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan
makanan. Penggilingan gandum, misalnya, apabila masih banyak lembaga dan
endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan
endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena
masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis
kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan. Kadar abu
sebagai parameter nilai gizi, contohnya pada analisis kadar abu tidak larut asam
yang cukup tinggi menunjukan adanya kontaminan atau bahan pengotor pada
14
makanan tersebut. Penentuan kadar abu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
pengabuan cara langsung (cara kering) dan pengabuan cara tidak langsung (cara
basah).
4) Sisa Pelarut
Prosedur :
a. Cara destilasi
Cara ini sesuai untuk penetapan ekstrak cair dan tingtura. Destilat yang
keruh dapat dijernihkan dengan pengocokan menggunakan talk P atau kalsium
karbonat P, saring, setelah itu suhu filtrat diatur dan kandungan etanol oleh
penguapan. Untuk mencegah buih yang mengganggu dalam cairan selama
destilasi tambahkan asam kuat seperti asam fosfat P, asam sulfat P, atau asam
tanat P atau cegah dengan penambahan larutan kalsium klorida P dengan sedikit
berlebih atau sedikit parafin P atau minyak silikon sebelum destilasi.
Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung etanol 30% atau kurang.
Pipet tidak kurang dari 25 mL cairan uji ke dalam alat destilasi yang sesuai, catat
destilasi hingga diperoleh destilat lebih kurang 2 mL lebih kecil dari volume
cairan uji yang dipipet. Atur suhu destilat hingga sama dengan suhu pada waktu
pemipetan. Tambahkan air secukupnya hingga volume sama dengan volume
cairan uji.
Cara untuk cairan yang diperkirakan mengandung alkohol lebih dari 30%
lakukan menurut cara diatas, lebih kurang dua kali volume cairan uji. Kumpulkan
destilat hingga kurang lebih 2 mL lebih kecil dari dua kali volume cairan uji yang
15
dipipet, atur suhu sama dengan cairan uji. Tambahkan air secukupnya hingga
volume dua kali cairan uji yang dipipet, campur, dan tetapkan bobot jenis. Pipet
25 mL cairan uji, masukkan ke dalam corong pisah, tambahkan air dengan volume
sama. Jenuhkan campuran dengan natrium klorida P, tambahkan 25 mL heksana P
dan kocok untuk mengekstraksi zat mudah menguap lain yang mengganggu.
Pisahkan lapisan bawah ke dalam corong pisah kedua. Ulangi ekstraksi dua kali,
tiap kali dengan 25 mL heksana P. tampung destilat hingga sejumlah volume
mendekati volume uji semula.
Alat kromatigrafi gas dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom
kaca 1,8 m x 4 mm berisi fase diam S3 dengan ukuran partikel 100 mesh hingga
120 mesh. Gunakan nitrogen P atau helium P sebagai gas pembawa. Sebelum
digunakan kondisikan kolom semalam pada suhu 235oC alirkan gas pembawa
dengan laju aliran lambat. Atur aliran gas pembawa dan suhu (lebih kurang 120o)
sehingga baku internal asetonitril tereluasi dalam waktu 5 menit sampai 10 menit.
Larutan baku I. Encerkan 5,0 mL etanol mutlak P dengan air hingga 250,0
mL.; Larutan baku internal. Encerkan 5,0 mL asetonitril P dengan air hingga
kadar etanol lebih kurang 2% v/v; Larutan uji II. Pipet masing-masing 10 mL
larutan uji I dan larutan baku internal ke dalam labu terukur 100 mL, encerkan
dengan air sampai tanda.; Larutan baku II. Pipet masing-masing 10 mL larutan
baku I dan larutan baku internal ke dalam labu terukur 100 mL, encerkan dengan
air sampai tanda.
5) Residu Pestisida
16
Tujuan : memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung pestisida
melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
17
Staphylococcus aureus : negative/g
2) Organoleptik
18
3) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
19
Pengertian dan prinsip: Ekstrak ditimbang, diekstraksi dengan pelarut dan
cara tertentu, kemudian dilakukan analisis kromatografisehingga memberikan
pola kromatogram yang khas.
Nilai: Kesamaan pola dengan data baku yang ditetapkan tertebih dahulu
Prosedur
20
Detektor yang digunakan umumnya hanya FID karena metabolit sekunder
tumbuhan umumnya senyawa organik hidrokarbon.
Prosedur:
21
a) Pengertian dan Prinsip
2. Golongan steroid
Larutan baku :
22
- Timbang 1 mg sitosterol, larutkan dalam etanol secara bertingkat sehingga
diperoleh kadar 5 ug/ml, 10ug/ml, dan 20 ug/ml.
Larutan Uji :
3. Golongan tanin
- Ekstrak ditimbang sebanyak kurang lebih 2 gram.
- Panaskan dengan 50 ml air mendidih selama 30 menit sambil diaduk
- Diamkan selama beberapa menit, kemudian tuangkan ke dalam labu takar
250 ml dengan kapas sebagai penyaring.
- Kemudian, sari sisa ditambahkan air mendidih, saring larutan ke dalam
labu takar yang sama.
- Ulangi penyarian beberapa kali hingga larutan bila direaksikan dengan besi
(III) ammonium sulfat tidak menunjukkan adanya tanin.
- Dinginkan cairan dan tambahkan air secukupnya hingga 250 ml.
- Pipet 25 ml larutan ke dalam labu 1000 ml, tambahkan 750 ml air dan 25
ml asam indigo sulfonat.
- Titrasi dengan kalium permanganat 0,1 N hingga larutan berwarna kuning
emas. 1 ml kalium permanganat 0,1 N setara dengan 0,004157 g tanin.
4. Golongan flavonoid
- Timbang ekstrak setara dengan 200 mg simplisia dan masukkan ke dalam
labu bulat atas.
23
- Tambahkan system hidrolisis ( 1 ml larutan 0,5% b/v
heksametilentetramina, 20 ml aseton, dan 2 ml larutan 25% HCl dalam air.
- Lakukan hidrollisis dengan pemanasan sampai mendidih selama 30 menit.
- Saring hasil hidrolisis dengan kapas ke dalam labu ukur 100 ml.
- Residu hasil hidrolisis ditambahkan 20 ml aseton untuk dididihkan
kembali. Lakukan sebanyak dua kali dan filtrate dikumpulkan semua ke
dalam labu ukur.
- Setelah dingin maka volume di add sampai 100 ml dan dikocok rata.
- 20 ml filtrate hidrolisa dimasukkan ke dalam corong pisah dan tambahkan
20 ml H20.
- Selanjutnya lakukan ekstraksi kocok dengan 15 ml etil asetat, 2 kali dengan
10 ml etilasetat dan kumpulkan fraksi etilasetat ke dalam labu ukur 50 ml.
- Terakhir, tambahkan etilasetat sampai 50 ml dan lakukan spektrometri 3-4
kali.
6. Golongan alkaloid
- Timbang 1 gram ekstrak dan masukkan ke dalam corong pisah 125 ml,
tambahkan 20 ml larutan asam sulfat, dan kocok selama 5 menit.
- Tambahkan 20 ml eter, kocok hati – hati, saring lapisan asam ke dalam
corong pisah 125 ml.
24
- Kocok lapisan eter dua kali, tiap kali dengan 10 ml larutan asam sulfat,
saring tiap lapisan asam ke dalam corong pisah 125 ml kedua dan buang
lapisan eter.
- Pada ekstrak asam tambahkan 10 ml natirum hidroksida dan 50 ml eter,
kocok hati – hati, pindahkan lapisan air ke dalam corong pisah 125 ml
ketiga berisi 50 ml eter.
- Kocok corong pisah ketiga hati – hati, buang lapisan air, cuci lapisan eter
pada corong pisah kedua dan ketiga berisi 20 ml air, buang lapisan air.
- Ektraksi kedua lapisan eter masing – masing dengan 20 ml, 20 ml, dan 5 ml
larutan asam sulfat ( 1 dalam 70).
- Lakukan ekstraksi pada corong pisah ketigalebih dahulu, setelah itu corong
pisah kedua.
- Campur ekstrak asam dalam labu terukur 50 ml, encerkan dengan asam
sampai tanda.
- Lakukan hal yang sama terhadap 25 mg alkaloid pembanding yang
tersedia.
- Encerkan masing – masing 5 ml larutan uji dan larutan pembanding dengan
larutan asam sulfat (1 dalam 70) hingga 100 ml dan tetapkan serapan tiap
larutan pada panjang gelombang tertentu menggunakan larutan asam sulfat
(1 dalam 70) sebagai blanko.
7. Golongan antrakinon
- Timbang 0,1 gram ekstrak, kemudian kocok dengan 10 ml air panas selama
5 menit.
- Saring dalam keadaan panas, lalu dinginkan filtrate.
- Kemudian, ekstraksi filtrate dengan 10 ml benzene.
- Pisahkan lapisan air dengan lapisan benzene, kemudian tambahkan 10 ml
feri klorida 5% dan 5 ml asam klorida.
- Setelah itu, dinginkan dan ekstraksi dengan 10 ml benzene. Uapkan cairan
hingga habis.
- Larutkan residu dalam 5 ml larutan kalium hidroksida 5% dalam methanol.
25
- Kemudian, ukur serapan pada panjang gelombang 515 nm dan hitung
kadarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
26
DAFTAR PUSTAKA
Lenny, 2006. Isolasi Dan Uji Biokaktifitas Pudding Merah Uji Brine Shrimp.
USU. Medan
27
Lida, Y., Tuziuti T., Yasui K., Towata A., and Kozuka T.2002. Control of
Viscosity in Starch and Polysaccharide Solution with Ultrasound After
Gelatinization. Journal of National Institute of Advanced Industrial
Science and Technology (AIST).Nagoya, Japan.
28