Anda di halaman 1dari 7

PERAN CACING TANAH KELOMPOK ENDOGAESIS

DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI PENGOLAHAN


TANAH LAHAN KERING
Subowo G.

Balai Penelitian Tanah, Jalan Ir. H. Juanda No. 98, Bogor 16123
Telp. (0251) 8336757, Faks. (0251) 8321608, E-mail: balittanah@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 25 Januari 2011; Diterima: 13 Mei 2011

ABSTRAK
Tanah lahan kering di Indonesia didominasi tanah berlereng dengan lapisan bawah padat, lapisan atas tipis, serta
miskin bahan organik dan fauna tanah. Pengolahan tanah lahan kering berlereng secara mekanis selain dapat
memadatkan tanah lapisan bawah dan menurunkan populasi fauna tanah, juga mahal dan sulit dilakukan. Aktivitas
cacing tanah yang membuat liang di dalam tanah dengan memakan massa tanah dan bahan organik dapat mencegah
pemadatan tanah serta mencampur tanah lapisan atas dan bawah (bioturbasi). Liang-liang cacing tanah meningkatkan
infiltrasi dan aerasi serta menurunkan aliran permukaan dan erosi. Melalui kasting, cacing tanah kelompok
endogaesis meningkatkan stabilitas agregat tanah, mengonservasi bahan organik, dan menempatkan hara maupun
bahan organik di daerah rhizosfir sehingga nilai fungsi hara maupun bahan organik untuk pertumbuhan tanaman
menjadi efektif. Dengan pemberian bahan organik yang cukup jumlah dan jenisnya serta penempatan yang tepat,
cacing tanah endogaesis dapat meningkatkan efisiensi pengolahan tanah dan memperbaiki kesuburan tanah lahan
kering. Untuk itu, perlu penelitian mengenai potensi cacing tanah kelompok endogaesis, kesesuaian habitat, cara
perbanyakan, cara inokulasi, dan cara perbaikan habitat sesuai permasalahan yang perlu diatasi.
Kata kunci: Lahan kering, pengolahan tanah, pemadatan tanah, cacing tanah endogaesis

ABSTRACT
The role of endogeic earthworms to increase upland soil tillage efficiency

Indonesian upland soils are dominated by sloping soils having high compaction layer in subsoil, thin top soils, poor
organic matters, and low fauna. Mechanical sloping upland soil tillage beside increases subsoil compaction and
reduces soil fauna population, is also expensive and difficult to be operated. Burrowers earthworm which consume
soils and organic matters will prevent soil compaction and mix the soil materials between top and subsoils. The
holes of earthworm increase water infiltration and soil aeration, decrease run-off and erosion. Casting of endogeic
earthworm increases soil aggregate stability, conserves soil organic matter, and lays nutrients and organic matters
in rhizosfer area so that the nutrients and organic matters can function effectively for plant growth. Application
of appropriate kind, amount and placement of organic matters in soil as an earthworm food will increase soil tillage
efficiency and upland soil fertility. Therefore, research on the potential of endogeic earthworm, habitat suitability,
rearing method, inoculation systems, and habitat improvement as the soil problems are important.
Keywords: Upland, soil tillage, soil compaction, endogeic earthworm

I ndonesia yang berada di kawasan


vulkanik tropis basah dengan bentuk
lahan bergelombang, sebagian besar
kandungan humus menyusut secara cepat
dan habitat fauna tanah rusak sehingga
kesuburan tanah menurun tajam (Martin
mengganggu populasi organisme tanah,
terutama makro- dan mesofauna. Subowo
et al. (1988) menyatakan, pada tanah Oxisol
memiliki kemiringan lereng yang cukup 1991). Ketergantungan pada pasokan di Jambi pemulihan populasi fauna tanah
tinggi dan didominasi oleh tanah lahan pupuk dari luar dan upaya memperbaiki 2 tahun setelah pembukaan lahan lebih
kering marginal. Pengembangan pertanian sifat fisik tanah secara mekanis semakin cepat pada pembukaan lahan secara
lahan kering memerlukan pengolahan besar sehingga pengelolaan usaha tani manual dibanding yang dibuka dengan
tanah yang intensif agar daya dukung menjadi mahal. menggunakan alat berat. Abbot et al.
tanah untuk tanaman tetap tinggi. Mekanisasi menggunakan alat berat (1979) dalam McCredie et al. (1992) me-
Pada tanah tropis basah, setelah pem- untuk pengolahan tanah selain dapat laporkan, kondisi fisik tanah lahan budi
bukaan lahan dan pengolahan tanah, memadatkan tanah lapisan bawah juga daya merosot sangat tajam dan fauna

Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 125


tanah yang memiliki ukuran panjang > 2 Berdasarkan jenis makanannya, secara maupun penetrasi akar tanaman. Apabila
mm menurun, padahal fauna tanah sangat fungsional cacing tanah dikelompokkan terjadi hujan, tanah lapisan atas akan cepat
bermanfaat bagi vegetasi alami untuk menjadi tiga, yaitu 1) litter feeder (pe- menjadi jenuh air dan selanjutnya akan
menjaga kondisi fisik tanah. makan bahan organik sampah, kompos, mengalami erosi dan pencucian. Demikian
Barus dan Suwardjo (1988) melapor- pupuk hijau), 2) limifagus (pemakan tanah pula kegiatan penyiapan lahan dengan
kan, upaya menurunkan kepadatan tanah subur/mud atau tanah basah), dan 3) menggunakan alat berat akan menambah
dengan mekanisasi hanya mampu meng- geofagus (pemakan tanah). Berdasarkan kepadatan tanah lapisan bawah dan
gemburkan tanah sampai kedalaman < 10 tempat hidupnya, cacing tanah dikelom- menurunkan populasi fauna tanah. Lal
cm dan berlangsung sementara. Hal ini pokkan menjadi 1) epigaesis (hidup di (1986) menyatakan, kepadatan tanah
karena tanah lapisan atas miskin bahan permukaan tanah), 2) anasaesis (hidup merupakan masalah penting pada tanah
organik dan populasi organisme tanah dengan liang permanen di dalam tanah), pertanian tropis. Tala’ohu et al. (1988)
mengalami penurunan atau musnah se- dan 3) endogaesis (hidup di dalam tanah melaporkan erosi tanah selama satu musim
hingga stabilitas agregat yang terbentuk dengan membuat liang terus-menerus). tanam kacang tanah pada pembukaan
bersifat labil. Barus et al. (1988) juga Spesies cacing tanah epigaesis dan lahan dengan alat berat lebih tinggi di-
melaporkan, pengolahan tanah Haplor- anasaesis banyak ditemukan di daerah bandingkan dengan cara manual (Tabel 2).
thox dengan alat berat meningkatkan subtropis, dan di daerah tropis yang Pelapukan bahan organik dan pen-
kepadatan tanah sampai lapisan bawah dominan adalah endogaesis (meso- dan cucian hara di daerah tropis basah ber-
(Tabel 1). Pemulihan kembali aktivitas oligohumik) (Lavelle 1983 dalam Lavelle langsung intensif sehingga kandungan
organisme tanah, terutama fauna tanah dan Barois 1988). bahan organik tanah cepat menurun dan
pada lahan pertanian intensif penting Dalam upaya meningkatkan efisiensi pH tanah menjadi masam. Sudharto et al.
dilakukan. pengolahan tanah lahan kering, cacing (1988) menyatakan, inokulasi cacing tanah
Cacing tanah geofagus endogaesis tanah kelompok endogaesis penting untuk pada Haplorthox Jambi yang baru dibuka
dalam siklus hidupnya dapat membuat dimanfaatkan. Selain memperbaiki sifat secara mekanis tidak mampu hidup.
liang dalam tanah dengan memakan massa fisik tanah dan mengonservasi bahan Kandungan bahan organik tanah yang
tanah dan bahan organik. Aktivitas cacing organik tanah, cacing tanah juga me- rendah akan menekan populasi orga-
tanah akan menghancurkan atau men- ningkatkan kesuburan tanah secara alami nisme tanah dari kelompok detritivor
cegah terjadinya pemadatan tanah dan dan berlangsung secara terus-menerus. sehingga populasi cacing tanah pada
mengangkat liat maupun bahan-bahan tanah lahan pertanian intensif menjadi
lain dari horison argilik kembali ke lapisan rendah dan perbaikan kesuburan tanah
atas (bioturbasi). Kepadatan tanah secara secara alami tidak dapat berlangsung.
nyata dapat menurunkan berat, volume, MEKANISME CACING Penurunan jumlah dan kualitas bahan
kerapatan dan panjang akar, serta nisbah TANAH ENDOGAESIS organik serta aktivitas biologi dan ke-
antara akar dan batang (Rakhman dan Ito MENGOLAH TANAH anekaragaman fauna tanah merupakan
1996). Fanning dan Fanning (1989) me- bentuk degradasi tanah yang penting di
nyatakan, pedoturbasi oleh fauna tanah Tanah lahan kering di Indonesia di- wilayah tropis basah (Lal 1995). Tergang-
dapat mencegah terbentuknya horison dominasi oleh Ultisol dengan luas lebih gunya aktivitas biologi tanah menye-
argilik pada beberapa ekosistem. Semen- kurang 45,8 juta ha atau 24% luas daratan babkan pendauran hara dan perbaikan
tara itu Scholes et. al. (1994) menyatakan, Indonesia (Subagyo et al. 2000). Ultisol sifat fisik dan kimia tanah secara alami
untuk memperbaiki dan mempertahankan mempunyai topografi berombak sampai tidak berjalan sebagaimana mestinya.
kesuburan tanah tropis dapat dilakukan berbukit dengan horison argilik/kandik, Liang cacing tanah meningkatkan
dengan memanipulasi populasi biologi bersifat masam, Al dapat ditukar tinggi, infiltrasi dan aerasi, menurunkan aliran
tanah. Namun demikian, masih sedikit kejenuhan basa rendah, dan didominasi permukaan dan erosi. Pembuatan liang di
penelitian tentang peran cacing tanah pada liat kaolinit (Hardjowigeno 1993). Adanya dalam tanah tidak hanya untuk men-
ekosistem tanah pertanian tropis dan horison argilik dengan kepadatan yang dukung pergerakan cacing tanah meng-
tanggapannya terhadap kegiatan pertani- tinggi dan dekat permukaan tanah akan hindari tekanan lingkungan, tetapi juga
an modern (Reddy et al. 1995). menghambat laju perkolasi air hujan sebagai tempat menyimpan dan mencerna
makanan (Schwert 1990). Setelah melalui
pencernaan, sisa-sisa bahan yang ter-
makan dilepaskan kembali sebagai buang-
Tabel 1. Perkembangan kepadatan tanah setelah pembukaan lahan pada an padat (kasting). Dengan adanya per-
Haplorthox. baikan aerasi tanah, respirasi akar tanaman
maupun mikroba aerobik berlangsung
Kepadatan setelah 3 bulan (kpa) Kepadatan setelah 2 tahun (kpa) dengan baik. Selain itu, cacing tanah
Pembukaan lahan
015 cm 1530 cm > 30 cm 015 cm 1530 cm > 30 cm endogaesis geofagus mampu mengon-
sumsi bahan organik dari fraksi ringan
Manual 27,8 43,3 46,7 34,9 59,2 47,4
Tanah dibalik, di- 65,7 55,4 82,0 80,6 58,5 86,2 sampai berat, selanjutnya diakumulasi
olah dan dirata- dalam kasting dan dideposit di daerah
kan traktor rhizosfir. Dalam kasting yang padat dan
Sumber: Barus et al. (1988). stabil, C-organik terlindung dari dekom-
posisi untuk dilepaskan sebagai CO 2.

126 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011


tanaman, meningkatkan kapasitas per-
Tabel 2. Pengaruh cara pembukaan lahan terhadap erosi tanah selama satu tukaran ion, memantapkan agregat, me-
musim tanam kacang tanah di Jambi. ningkatkan kapasitas tanah menahan air,
dan sebagai sumber energi biota tanah.
Erosi tanah (t/ha/musim) Cacing tanah detritifora (pemakan se-
Sistem pembukaan lahan
Tanpa tanaman Dengan tanaman rasah bahan organik), bersifat selektif
dalam memilih bahan organik (palatabi-
Manual 4,20 0,54
Tunggul dipotong gergaji mesin, 143,80 1,85 litas), bergantung pada nilai C:N, kan-
tanah dibalik dan diolah traktor dungan lignin, dan polifenol. Sementara
Tunggul dipotong gergaji mesin, 59,60 1,43 cacing tanah yang bersifat geofagus
tanah dibalik, diolah dan (pemakan bahan tanah) tidak secara nyata
diratakan traktor
dipengaruhi oleh faktor palatabilitas jenis
Sumber: Tala’ohu et al. (1988). bahan organik (Hendriksen 1990). De-
ngan demikian, cacing tanah geofagus
dapat melakukan proses pencernaan
terhadap segala bentuk C-organik yang
Dengan demikian, nilai fungsi dan sebaran tanah pada kepadatan 100 kpa (Marshall ada di dalam tanah.
bahan organik untuk mendukung per- dan Holmes 1975). Kegiatan penyiapan Pelepasan C-organik harian melalui
tumbuhan tanaman menjadi lebih efektif lahan pertanian dengan menggunakan ekskresi mukus dari permukaan tubuh dan
dan lestari. alat berat dapat memadatkan tanah > 100 kotoran cacing tanah berkisar antara 0,2–
Pemberian bahan organik dan kapur kpa sehingga menghambat penetrasi akar 0,5% dari total biomassa cacing tanah
1,2 g/cm3 ke dalam tanah secara vertikal ke lapisan bawah. (Scheu 1991). Cacing tanah geofagus
sampai lapisan bawah yang lebih padat dapat mencerna bahan organik dalam
dalam terarium meningkatkan aktivitas spektrum yang luas dan 10–19% terasi-
penggalian tanah oleh Pheretima hupien- milasi dalam biomassa dan sisanya di-
sis sampai lapisan bawah dan kasting yang
PERLINDUNGAN BAHAN lepaskan kembali melalui kasting (Lavelle
dihasilkan ditimbun dalam liang-liang di ORGANIK TANAH dan Barois 1988). Di savana Lamto (Ivory-
dalam tanah. Pada perlakuan dengan me- USA), komunitas cacing tanah geofagus
nempatkan bahan organik di permukaan Peran penting bahan organik di dalam mampu mencerna tanah 8001.100 t/ha/
tanah, kasting yang dihasilkan banyak tanah adalah sebagai pemasok hara bagi tahun, terutama pada tanah lapisan atas,
ditimbun di permukaan tanah (Subowo
2002; Gambar 1).
Cacing tanah dapat ditemukan pada
lahan kering masam sampai alkali, Total luas jelajah
biasanya hidup pada tanah bertekstur cacing tanah
(cm 2 )
halus (liat, liat berdebu atau lempung
400
berdebu) dan jarang ditemukan pada
tanah berpasir (Fender dan Fender 1990).
300
Aktivitas cacing tanah sangat membutuh-
kan bahan organik sebagai pakan, juga
200
naungan dan air. Cacing tanah yang dapat
membuat liang di dalam tanah dapat
100
mengolah tanah secara biologi dan ber-
langsung terus-menerus sesuai dengan 0
daya dukung dan tidak merusak akar. Pada
kondisi kering (musim kemarau), cacing 100
tanah akan menutup mulut liang untuk
mencegah kehilangan air melalui eva- 200 A B
porasi. Sebaliknya pada saat tergenang
(musim hujan), cacing akan membuka 300 Kasting
mulut liang untuk mempercepat evaporasi 1030 cm
(drainase). 400 010 cm
C
Kretzschmar (1991) melaporkan, pro- D
duksi kasting cacing tanah endogaesis 500
meningkat dengan bertambahnya ke-
padatan tanah. Pada kepadatan 247 kpa A = kapur + tanah, bahan organik (BO) di permukaan tanah, B = kapur + BO permukaan tanah
dengan tekanan isapan air 0 kpa (kapa- C = kapur vertikal, BO permukaan tanah, D = kapur + BO vertikal
sitas lapang), cacing tanah endogaesis
mampu menghasilkan kasting tertinggi. Gambar 1. Kemampuan jelajah Pheretima hupiensis dalam tanah pada terarium
Akar tanaman hanya mampu menembus selama 9 minggu dengan berbagai perlakuan (Subowo 2002).

Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 127


sehingga > 60% humus pool tanah lapisan tanaman tahunan. Lubis (1992) mela- kandungan Ca, Mg, dan K dapat ditukar
atas hingga kedalaman 10 cm telah porkan, tanaman kelapa sawit roboh serta K dan Mo tersedia meningkat.
mengalami pencernaan oleh cacing tanah merupakan salah satu gangguan alami Subowo (2002) menyatakan, kasting P.
(Lavelle 1978 dalam Martin 1991). Pen- pada usaha perkebunan kelapa sawit di hupiensis dari Ultisol mempunyai indeks
cernaan oleh cacing tanah menghasilkan Indonesia yang sebagian besar berada di stabilitas agregat, pH, kapasitas tukar
kotoran yang merupakan makroagregat tanah Podsolik Merah Kuning akibat ren- kation, Ca, dan Mg lebih tinggi dibanding
stabil dan agregat ini dapat bertahan dahnya daya dukung tanah untuk tanam- tanah di sekitarnya (Tabel 3), dan kasting
lebih dari 1 tahun (Blanchart et al. 1991 an maupun organisme detritivor, termasuk tersebut didepositkan kembali dalam liang
dalam Martin 1991). Kandungan C- cacing tanah. Hama penyakit tular tanah cacing yang ditinggalkan. Hal ini menun-
organik pada kotoran cacing dua kali lebih sebagai parasit akar berkembang dengan jukkan bahwa cacing tanah endogaesis
tinggi pada lapisan 0–5 cm dan tiga kali baik, terutama dari kelompok jamur be- mampu berperan sebagai agens pengum-
lebih banyak pada lapisan 5–10 cm di- nang seperti Fusarium yang menyerang pul hara dan bahan organik tanah dan
banding tanah di sekitarnya. akar. Pemberantasan hama penyakit tular selanjutnya didistribusikan ke rhizosfir se-
Hasil penelitian Martin (1991) menun- tanah menggunakan pestisida sulit hingga dapat lebih tersedia bagi tanaman.
jukkan, mineralisasi C dari kotoran cacing dilakukan dan mahal. Pengolahan tanah Akar tanaman dapat menembus tanah
tanah Millsonia anomala (tropical untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia lapisan bawah melalui liang cacing yang
geophagous earthworm) di laboratorium serta pengendalian hama penyakit tular kaya hara. Aktivitas organisme aerobik,
empat kali lebih rendah (3%/tahun) di- tanah mutlak diperlukan agar produksi seperti bakteri Rhizobium dan Azotobac-
banding pada tanah kontrol (11%/tahun). pertanian tetap tinggi dan lestari. ter yang mampu menambat N 2-udara
Untuk jangka panjang, M. anomala secara Dengan memberikan bahan organik meningkat yang selanjutnya dapat me-
nyata dapat memperlambat penurunan C- yang cukup dan menempatkannya secara ningkatkan hasil tanaman. Adanya N
organik tanah. Laju dekomposisi bahan tepat, cacing tanah dapat membuat liang dalam bentuk NH4+ , K, dan pH yang tinggi
organik tanah menurun karena C-organik di dalam tanah dan melakukan pengolahan pada kasting akan menekan jamur benang
terlindung dalam kasting yang padat dan tanah dengan mencampur bahan organik (fungi) sehingga dapat melindungi akar
hidrofobik. Selanjutnya Monreal et al. dan tanah hingga lapisan bawah serta tanaman dari serangan Fusarium. Subowo
(1997) menyatakan, dekomposisi bahan menghasilkan kasting yang didepositkan (2002) melaporkan, populasi P. hupiensis
organik yang lambat, erosi tanah yang pada rhizosfir. Subowo et al. (2003) menya- berkorelasi nyata dan positif dengan
rendah, adanya pasokan C-organik dari takan, pada kondisi normal/ideal pem- produksi kedelai, berat bintil, dan berat
biomassa tanaman maupun dari eksudat buatan liang oleh cacing tanah endogaesis akar lapisan bawah (20–30 cm) yang
organisme tanah yang diikuti tingginya P. hupiensis lebih ditentukan oleh ke- sebelumnya merupakan horizon argilik.
efisiensi penggunaan C-organik oleh tersediaan kapur (Ca), sedangkan pada Cacing tanah berperan dalam dekom-
organisme tanah berperan penting dalam kondisi kekeringan lebih membutuhkan posisi bahan organik, baik secara lang-
menjaga kelestarian fungsi bahan organik fosfat (P). sung sebagai pemakan bahan organik
di dalam tanah. Tetap tingginya kandung- Edwards dan Lofty (1972) dalam maupun secara tidak langsung dengan
an C-organik di dalam tanah tropis basah Schwert (1990) menyatakan, sebagian mencampur bahan organik ke dalam ta-
dapat mendukung kelestarian nilai fungsi besar bahan mineral yang dicerna cacing nah dan merangsang aktivitas mikro-
bahan organik untuk meningkatkan pro- tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam organisme pada kotorannya dan sekitar
duktivitas tanah. Dengan kemampuan bentuk kotoran (kasting) yang lebih liang. Pemberian cacing tanah Lognettia
menekan laju dekomposisi bahan organik, tersedia bagi tanaman. Dalam kasting, sphagnetorum pada humus mor steril dari
cacing tanah endogaesis dapat dimanfaat-
kan untuk mencegah penyusutan bahan
organik tanah secara cepat.

Tabel 3. Sifat fisik dan kimia kasting Pheretima hupiensis dan tanah di
PROSES PENINGKATAN sekitarnya pada Palehumults.
KESUBURAN TANAH
Parameter Kasting P. hupiensis Tanah di sekitar

Sebagian besar tanah di Indonesia meru- Sifat fisik


Agregat (%) 90,00 56,00
pakan tanah lahan kering dan memiliki
Indeks stabilitas agregat 476,00 221,00
lapisan subsoil yang padat sehingga akar Sifat kimia
tanaman sulit menembus lapisan bawah. pH: H2O 6,70 4,55
Ketebalan tanah lapisan atas yang tipis KCl 6,00 3,85
serta bahan organik tanah yang cepat ter- Kation dapat ditukar (me/100 g)
Ca 13,59 7,61
dekomposisi dan tidak terdistribusi sampai
Mg 1,41 1,05
ke lapisan bawah menyebabkan hara tidak K 0,43 0,12
tersebar merata dan pH tanah rendah Na 0,82 0,11
(masam). Akar tanaman akan cenderung KT K 13,20 10,12
berada di lapisan atas sehingga hara tidak Al3+ (me/100 g) 0,00 2,66
efektif tersedia untuk tanaman dan tegak- Sumber: Subowo (2002).
an tanaman menjadi lemah, terutama untuk

128 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011


hutan Mirtillus spruce meningkatkan diupayakan teknologi produksi inokulan dan bahan organik 3:1 dan diberi 40 ppm
kandungan NH4+ dan NO3- kurang lebih cacing tanah sebagai pupuk hayati untuk fosfat (Senapati et al. 1999). Inokulasi P.
18% dibanding tanpa pemberian cacing memudahkan aplikasinya di lapangan. corethrurus 15 ekor setelah 75 minggu
tanah (Abrahamsen 1990). menghasilkan 206 kokon pada kondisi
Hendrix et al. (1987) dalam Parmelee kapasitas lapang. Perbanyakan dapat
et al. (1990) menyatakan, cacing tanah TEKNOLOGI PRODUKSI dilakukan secara bertahap, dari skala kecil
mempunyai andil 30% terhadap total PUPUK HAYATI CACING (kotak) sampai skala besar (lapang).
respirasi heterotrofik pada sistem tanpa
TANAH
olah tanah dan hanya 5% pada sistem olah
tanah pada musim dingin. Sementara Cacing tanah merupakan organisme ta- TEKNOLOGI APLIKASI
menurut Spain et al. (1992) dalam Lavelle nah heterotrof, bersifat hermaprodit CACING TANAH
et al. (1992), pertumbuhan tanaman budi biparental. Dalam sistem taksonomi hewan,
daya di daerah tropis dapat diperbaiki cacing tanah termasuk filumAnelida, kelas Cacing tanah pada prinsipnya dapat di-
dengan kehadiran cacing tanah geofagus. Oligochaeta, famili Lumbricidae dan temukan pada tanah lahan kering masam
Brata (1999) menyatakan, inokulasi Megascolecidae. sampai alkali yang memiliki air cukup.
cacing tanah pada Oxic Dystropepts me- Setelah melakukan kopulasi, cacing Jenis-jenis cacing tanah asli biasanya
ningkatkan laju infiltrasi dan K dapat tanah akan membentuk kokon sebagai hidup pada tanah bertekstur halus,
ditukar serta menurunkan Al dapat ditukar. tempat berkembangnya embrio pada umumnya liat, liat berdebu atau lempung
Oleh karena itu, perbaikan pasokan bahan klitelum (Schwert 1990). Kokon selan- berdebu, dan jarang ditemukan pada ta-
organik tanah dan pengendalian kadar air jutnya dilepaskan ke dalam tanah dan nah berpasir. Umumnya cacing hidup
tanah yang sesuai untuk mendukung menetas/pecah setelah embrio terbentuk pada pH 4,5–6,6, tetapi dengan bahan
aktivitas cacing tanah akan memperbaiki secara sempurna. Kopulasi dan produksi organik tanah yang tinggi mampu ber-
kesuburan tanah secara alami dan ber- kokon biasanya dilakukan pada bulan- kembang pada pH 3 (Fender dan Fender
kelanjutan. bulan panas (Colleman dan Crossley 1990).
Melalui pencernaan cacing tanah, 1996). Wibowo (2000) mendapatkan Cacing tanah membutuhkan kelembap-
sejumlah besar partikel tanah dan bahan koleksi kokon di Ultisol Lampung an yang cukup, dan tidak mampu hidup
organik dicampur dengan mikroorganisme sebanyak 22 butir/m2 pada musim hujan pada kondisi kering atau daerah padang
yang hidup di dalam pencernaan cacing, dan 8 butir/m2 pada musim kemarau. pasir (Schwert 1990). Air diperlukan untuk
dan selanjutnya dilepaskan kembali Baret (1947) dalam Kuhnelt (1976) ekskresi, pembasahan kulit untuk respi-
sebagai kotoran (kasting). Cacing tanah melakukan pembiakan (rearing) kokon rasi, dan melicinkan tubuh untuk bergerak
sering kali dianggap memiliki manfaat Eisenia foetida dalam kotak kayu yang dalam liang. Namun, sebagian cacing
yang sangat besar di dalam tanah. Liang- diisi tanah. Anakan cacing tanah menetas tanah mampu bertahan hidup pada kondisi
liang yang dihasilkan berperan sebagai dari kokon setelah 2–3 minggu inkubasi kering dengan berdiam diri selama be-
saluran udara dan air atau tempat menem- dan 2–3 bulan kemudian anakan tersebut berapa bulan atau berada pada kondisi
bus akar tanaman serta memiliki struktur telah dewasa. Selama 1 tahun, setiap diapause.
granula, berpori, dan stabil. Beberapa pe- pasang cacing mampu menghasilkan 150 Daniel (1991) menyatakan, suhu dan
neliti menyatakan, kotoran cacing lebih kokon. tekanan air tanah yang optimum bagi
stabil dibanding agregat alami tanah Apabila kondisi tidak baik (kekeringan Lumbricus terrestris untuk mengonsumsi
(Peele 1940; Swaby 1949 dalam Didden dan panas), kokon dapat bertahan tidak makanan adalah pada 22oC dan -7 kpa, dan
1990). Diperkirakan kotoran cacing tanah menetas dan menunggu sampai kondisi pada -40 kpa sudah tidak mampu makan.
untuk denitrifikasi berkontribusi 10,1% menjadi lebih baik (Minnich 1977). Cacing Cacing tanah tidak memiliki mekanisme
dari 29,3 kg/ha/tahun pada tanah yang tanah merupakan fauna tanah yang untuk melindungi diri terhadap perubahan
tidak dipupuk dan didrainase sampai mampu hidup panjang, 110 tahun tekanan isapan air tanah. Isapan air tanah
22% dari 82,5 kg/ha/tahun pada tanah (Colleman dan Crossley 1996). Cacing sampai 60 kpa tidak menurunkan berat
yang dipupuk tanpa drainase. Umumnya tanah endogaesis hanya mampu meng- cacing. Isapan air tanah 167 kpa merupa-
kerapatan dan biomassa cacing tanah hasilkan kokon sedikit (3–13 butir/tahun) kan kondisi perbedaan maksimum antara
pada sistem pertanian tanpa olah tanah demikian pula jumlah individu setiap kandungan air dalam cacing tanah dengan
70% lebih tinggi dibanding sistem kokon (1–3 ekor). Teknologi produksi ko- kadar air tanah, dan bila melebihi 620
pertanian dengan pengolahan tanah kon berikut bahan pembawa/pelindung kpa cacing tanah mengalami diapause
(Parmelee et al. 1990). Subowo (2002) yang sesuai untuk produksi pupuk hayati (Kretzschmar dan Bruchou 1991).
melaporkan, inokulasi cacing tanah P. perlu diteliti lebih mendalam. Cacing tanah endogaesis merupakan
hupiensis 70 ekor/m2 pada Palehumults Perbanyakan cacing tanah endogaesis cacing tanah yang hidup dan berkembang
tanpa pengolahan tanah meningkatkan (Pontoscolex corethrurus) dalam bak di dalam tanah dengan aktif melakukan
hasil kedelai 18,5% dibanding dengan menghasilkan 12.000 ekor/m2/tahun (1,6– penggalian tanah dengan mengonsumsi
pengolahan tanah dalam (0–20 cm). 2,8 kg) dengan biaya 3,6 euro/kg. Jika massa tanah. Kasting didepositkan di
Gambaran di atas menunjukkan bahwa perbanyakan dilakukan dengan koleksi liang yang ditinggalkan, baik liang verti-
keberadaan cacing tanah pada tanah tro- lapang dengan hand sorting, biayanya kal maupun horizontal. Cacing tanah
pis basah mampu memperbaiki sifat fisik, berkisar antara 6–125 euro/kg cacing endogaesis umumnya memiliki pigmentasi
kimia, dan biologi tanah yang selanjutnya hidup. Media untuk perbanyakan cacing yang rendah sehingga sangat peka ter-
memperbaiki kesuburan tanah. Perlu tanah endogaesis adalah campuran tanah hadap sinar matahari, terutama sinar

Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 129


ultraviolet. Pada saat musim kawin, cacing Senapati et al. (1999) menyatakan, fauna tanah rendah. Pengolahan tanah
berada di permukaan tanah pada malam untuk meningkatkan hasil tanaman, dapat secara mekanis sulit dilakukan dan
hari. Oleh karena itu, inokulasi di lapang diinokulasikan cacing tanah >30 ekor/m2. efisiensi pemupukan rendah.
sebaiknya dilakukan pada malam hari atau Agar efisien, inokulasi cacing tanah endo- Pemberdayaan cacing tanah kelompok
pada saat sinar matahari teduh. gaesis dilakukan terkonsentrasi pada endogaesis diikuti pemberian bahan
Inokulasi cacing tanah endogaesis di area sempit, selanjutnya secara bertahap organik yang tepat jenis, jumlah, dan
lapangan dapat menggunakan cacing dikembangkan ke area yang lebih luas penempatannya mampu menurunkan
tanah dewasa atau kokon. Inokulasi dengan memindahkannya langsung atau kepadatan tanah, mengonservasi bahan
dengan kokon dilakukan dengan mem- memperbaiki habitat agar cacing tanah organik tanah, dan mengonsentrasikan
benamkan kokon di dalam tanah dan kadar bermigrasi. Demikian pula inokulasi hara pada rhizosfir secara alami. Dengan
air tanah dijaga pada kondisi kapasitas dengan kokon sehingga aplikasinya lebih demikian, pengolahan tanah lahan kering
lapang. Bersamaan dengan inokulasi, mudah dan murah. untuk meningkatkan kesuburan dan
diberikan bahan organik yang cukup produktivitas tanah menjadi lebih efisien
jumlah maupun jenisnya pada tempat yang dan lestari. Inventarisasi dan evaluasi
sesuai dengan area jelajah cacing yang KESIMPULAN potensi cacing tanah kelompok endo-
dikehendaki. Untuk melakukan pengo- gaesis, kesesuaian daya dukung habitat,
lahan tanah dalam, bahan organik harus Tanah lahan kering di Indonesia di- cara perbanyakan, cara inokulasi, serta
juga tersedia pada lapisan tersebut dengan dominasi tanah berlereng, erosi dan perbaikan habitat diperlukan untuk
permukaan bahan organik tetap terbuka pencucian hara berlangsung intensif, mengarahkan aktivitas jelajah cacing
agar pelepasan gas ke udara tetap terjaga. kandungan bahan organik dan populasi tanah sesuai dengan yang dikehendaki.

DAFTAR PUSTAKA
Abrahamsen, G. 1990. Influence of Cognettia evolution in agricultural fields. Biol. Fertil. tions Univ. Press, Tokyo, New York, Paris.
sphagnetorum (Oligochaeta: Enchytraeidae) Soils (9): 152158. p. 25–29.
on nitrogen mineralization in homogenized
Fanning, D.S. and M.C.B. Fanning. 1989. Soil Lavelle, P. and I. Barois. 1988. Potential use of
mor humic. Biol. Fertil. Soils 9: 159162.
morphology, genesis, and classification. John earthworms in tropical soils. In Edward and
Barus, A. dan H. Suwardjo. 1988. Rehabilitasi Wiley and Sons, New York, Chichaster, Bris- Neuhauser (Eds.). Earthworm in Waste and
tanah padat akibat pembukaan lahan secara bane, Toronto, Singapore. 365 pp. Environmental Management. SPB Academic
mekanis dengan tanaman penutup dan pe- Publ., the Hague, the Nederlands. p. 273–
Fender, W.M. and D. McKey-Fender. 1990.
ngolahan tanah. hlm. 7–16. Laporan Hasil 279.
Oligochaeta: Megascolecidae and other
Penelitian Pascapembukaan Lahan Menun-
earthworms from western North America. Lavelle, P., G. Melendez, B. Pashanasi, and R.
jang Transmigrasi di Kuamang Kuning,
p. 379–391. In D.L. Dindal (Ed.). Soil Schaefer. 1992. Nitrogen mineralization and
Jambi. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Biology Guide. A Wiley-Interscience Publ., reorganization in casts of geophagous tro-
Barus, A., Sutono, dan H. Suwardjo. 1988. John Wiley & Sons, New York, Chichaster, pical earthworm Pontoscolex corethrurus
Pengaruh tanaman penutup dan pengolahan Brisbane, Toronto, Singapore. (Glossoscolecidae). Biol. Fertil. Soils 14: 49
tanah terhadap pertumbuhan dan produksi 53.
Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi Tanah dan
kedelai pada beberapa cara pembukaan lahan.
Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta. Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaesis guineensis,
hlm. 127–136. Laporan Hasil Penelitian
274 hlm. Jacq) di Indonesia. Pusat Penelitian Perke-
Pascapembukaan Lahan Menunjang Trans-
bunan Marihat, Bandar Kuala. 435 hlm.
migrasi di Kuamang Kuning, Jambi. Pusat Hendriksen, N.B. 1990. Leaf litter selection by
Penelitian Tanah, Bogor. detritivor geophagous earthworms. Biol. Marshall, T.J. and J.W. Holmes. 1975. Soil
Fertil. Soils 10: 1721. Physics. Cambridge Univ. Press, Cambridge,
Brata, K.R. 1999. The introduction of earth-
New York, New Rochelle, Melbourne,
worm as biological tillage agent for the Kretzschmar, A. 1991. Burrowing ability of the
Sydney. 374 pp.
improvement of soil physical and chemical earthworm Aporrectodea longa limited by
properties in upland agriculture. p. 80–85. soil compaction and water potential. Biol. Martin, A. 1991. Short and longterm effects of
Proc. International Seminar Toward Sustain- Fertil. Soils 11: 4851. the endogeic earthworm Millsonia anomala
able Agriculture in Humid Tropics Facing (Omodeo) (Megascolecidae, Oligochaeta) of
21 st Century, Bandar Lampung, Indonesia, Kretzschmar, A. and C. Bruchou. 1991. Weight
tropical savanna, on soil organic matter. Biol.
27–28 September 1999. response to the soil water potential of the
Fertil. Soils 11: 234238.
earthworm Aporrectodea longa. Biol. Fertil.
Colleman, D.C. and D.A. Crossley, Jr. 1996. Soils 12: 209212. McCredie, T.A., C.A. Parker, and I. Abbott.
Fundamentals of Soil Ecology. Academic 1992. Population dynamic of the earth-
Press, San Diego, New York, Boston, Lon- Kuhnelt, W. 1976. Soil Biology, with special
worm Aporrectodea tropezoides (Annelida:
don, Sydney, Tokyo, Toronto. p. 98105. reference to the animal kingdom. Faber and
Lumbricidae) in Western Australia pasture.
Faber, London. p. 355.
Soil. Biol. Fertil. Soils 12: 285289.
Daniel, O. 1991. Leaf litter consumption and
assimilation by juveniles of Lumbricus Lal, R. 1986. Soil surface management in the
Minnich, J. 1977. Behavior and habitat of the
terrestris L. (Oligochaeta, Lumbricidae) under tropics for intensive land use and high
earthworm. p. 115–149. In the Earthworm
different environmental conditions. Biol. sustained production. Adv. Soil Sci. Vol. 5.
Book; How to Raise and Use Earthworm for
Fertil. Soils (12): 202208. Springer Verlag, New York. p. 242.
Your Farm and Garden. Rodale Press Emma-
Lal, R. 1995. Sustainable management of soil naus, P.A.
Didden, W.A.M. 1990. Involvement of Enchy-
traeidae (Oligochaeta) in soil structure resources in the humic tropics. United Na-

130 Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011


Monreal, C.M., R.P. Zentner, and J.A. Robertson. logical Management of Tropical Soil Fer- duktivitas Ultisols Lahan Kering. Disertasi,
1997. An analysis of soil organic matter dy- tility. John Wiley & Sons, New York, Program Pascasarjana Institut Pertanian
namics in relation to management, erosion Chichaster, Brisbane, Toronto, Singapore. Bogor. 94 hlm.
and yield of wheat in longterm crop rota-
Schwert, D.P. 1990. Oligochaeta: Lumbricidae. Subowo, A. Kentjanasari, dan E. Sumantri. 2003.
tion plots. Can. J. Soil Sci. 77(4): 553563.
p. 341356. In D.L. Dindal (Ed.). Soil Aktivitas cacing tanah (Pheretima hupien-
Parmelee, R.W., M.H. Beare, W. Cheng, P.F. Biology Guide. A Wiley Interscience Publ., sis) pada bahan tanah Ultisol lapisan atas di
Hendrix, S.J. Rider, D.A. Crossley Jr, and John Wiley & Sons, New York, Chichaster, terarium. hlm. 137–156. Prosiding Seminar
D.C. Coleman. 1990. Earthworm and en- Brisbane, Toronto, Singapore. Nasional Inovasi Teknologi Sumberdaya
chytraeids in conventional and no-tillage Tanah dan Iklim. Buku II. Pusat Penelitian
Senapati, B.K., P. Lavelle, S. Giri, and B. Pasha-
agroecosystems: A biocide approach to asses dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat,
nasi. 1999. Soil Earthworm Technologies
their role in organic matter breakdown. Biol. Bogor.
for Tropical Agroecosystems. p. 199–237.
Fertil. Soils 10: 1–10.
In Lavelle, P., L. Brussard, and P. Hendrix Sudharto, T., H. Suwardjo, A. Barus, dan D.
Rakhman, M.H. and M. Ito. 1996. Effect of (Eds.) Earthworm Management in Tropical Supardy. 1988. Pemberian cacing tanah
compaction on soil three phase distribution Agroecosystems CABI Publ. (Perionyx excavatus, E. Perr.) dalam usaha
and soybean growth in ando soils. Japan J. rehabilitasi lahan rusak akibat pembukaan
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000.
Trop. Agric. 40(4): 182188. lahan secara mekanis. hlm. 93–98. Laporan
Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. hlm.
Hasil Penelitian Pascapembukaan Lahan
Reddy, M.V., V.P.K. Kumar, V.R. Reddy, P. 21–65. Dalam Tim Puslittanak (Ed.) Sum-
Menunjang Transmigrasi di Kuamang Ku-
Balashouri, D.F. Yule, A.L. Cogle, and L.S. ber Daya Lahan Indonesia dan Pengelola-
ning, Jambi. Pusat Penelitian Tanah, Bogor.
Jangawad. 1995. Earthworm biomass res- annya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
ponse to soil management in semiarid Tanah dan Agroklimat, Bogor. Tala’ohu, S.D., H. Suwardjo, dan A. Barus. 1988.
tropical Alfisols agroecosystems. Biol. Fertil. Pengaruh cara pembukaan lahan terhadap
Subowo, M. Suhardjo, dan H. Suwardjo. 1988.
Soils 19: 317321. erosi serta pertumbuhan dan hasil kacang
Pengaruh humus hutan dan pestisida tanah
tanah. hlm. 67–75. Laporan Hasil Penelitian
Scheu, S. 1991. Mucus excretion and carbon terhadap pemulihan kesuburan tanah rusak
Pascapembukaan Lahan Menunjang Trans-
turnover of endogeic earthworms. Biol. akibat pembukaan lahan secara mekanis.
migrasi di Kuamang Kuning, Jambi. Pusat
Fertil. Soils 12: 217220. hlm. 37–45. Laporan Hasil Penelitian Pasca-
Penelitian Tanah, Bogor.
pembukaan Lahan Menunjang Transmigrasi
Scholes, M.C., M.J. Swift, O.W. Heal, P.A.
di Kuamang Kuning, Jambi. Pusat Penelitian Wibowo, S. 2000. Keragaman dan Populasi
Sanchez, J.S. Ingram, and R. Dalal. 1994.
Tanah, Bogor. Cacing Tanah pada Lahan dengan Berbagai
Soil fertility research in respons to the
Masukan Bahan Organik di Daerah Lampung.
demand for sustainability. p. 1–15. In P.L. Subowo. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Phe-
Tesis, Program Pascasarjana Institut Perta-
Woomer and M.J. Swift (Eds.). The Bio- retima hupiensis) untuk Meningkatkan Pro-
nian Bogor. hlm. 203.

Jurnal Litbang Pertanian, 30(4), 2011 131

Anda mungkin juga menyukai