Anda di halaman 1dari 9

MENJAGA BAHASA, MENJAGA

HARGA DIRI BANGSA


ARTIKEL INI KAMI TULIS UNTUK MENGIKUTI LOMBA PENULISAN
ARTIKEL DI KEMENTRIAN AGAMA SURAKARTA TAHUN 2019, DENGAN
TEMA: ANAK MADRASAH BANGGA BERBAHASA INDONESIA

PENYUSUN:

ANDHIKA WIRYA NUSWANTORO

MA MU`ALLIMIN MUHAMMADIYAH SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

0
MENJAGA BAHASA, MENJAGA
HARGA DIRI BANGSA
Bahasa nasional, adalah sesuatu yang mutlak tidak dapat kita pisahkan dari
kehidupan sehari-hari sebagai masyarakat pribumi pertiwi. Baik dari kalangan anak-
anak, remaja, maupun dewasa. Baik dalam dunia keluarga, lingkungan setempat,
masyarakat, maupun dalam dunia pendidikan dan pekerjaan formal. Lebih-lebih
dalam ruang lingkup formal yang senantiasa menggunakan bahasa nasional sebagai
bahasa resmi.

Begitupun kita sebagai generasi Indonesia. Kehidupan kita sehari-hari tidaklah


lepas dari penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, terlebih dalam dunia
formal. Termasuk di setiap sekolah formal apapun jenjang dan jenis sekolahnya.
Sekolah Islami (madrasah) sekalipun bahkan tidak lepas dari kewajiban
menggunakan bahasa formal, karena kewajiban memperdalami ilmu agama dan
bahasa `Arab sama sekali bukan menjadi alasan untuk tidak mendalami bahasa
nasional.

Namun sayangnya, di era globalisasi saat ini, penggunaan bahasa Indonesia sesuai
dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan) di kalangan para remaja kurang begitu
diperhatikan. Seiring dengan perkembangan zaman, sifat manusia perlahan-lahan
mulai berubah, dan tentu dalam setiap perubahan itu terdapat sisi positif dan sisi
negatifnya. Dalam hal yang positif seperti ilmu pengetahuan, teknologi, pemikiran
modern, kita semua berkembang pesat dan semakin maju. Tetapi di sisi yang lain
dalam hal perilaku, budaya, adat-istiadat, maupun tatakrama, semua itu perlahan-
lahan mulai terlupakan dari kehidupan pribadi kita sebagai masyarakat pribumi. Dan
inilah sisi negatifnya! Hal ini termasuk fenomena yang tidak dapat kita hindari
seratus persen, karena segalanya didorong dengan adanya perkembangan teknologi,
semakin maraknya arus westernisasi (masuknya budaya barat), dan juga masuknya
arus budaya-budaya luar lainnya yang tengah marak di kalangan para remaja baru-
baru ini. Namun sebagai generasi muda yang terpelajar, hendaknya kita menyadari
akan jati diri bangsa, dan berusaha melawan arus negatif yang dapat merusak budaya
generasi Nusantara.

Satu hal yang wajib kita soroti seputar penggunaan bahasa Indonesia di kalangan
remaja saat ini, para remaja kita mulai senang mendendangkan lagu-lagu pop

1
modern, yang umumnya menggunakan bahasa Indonesia yang tidak baku bahkan
jauh dari tata bahasa Indonesia yang benar. Ditambah dengan banyaknya sinetron
ataupun film masa kini yang seringkali bercerita seputar dunia remaja (terutama
percintaan ala remaja) yang sama sekali tidak mendidik generasi bangsa, dan
senantiasa menggunakan bahasa Indonesia yang kurang enak didengar, penuh
dengan intonasi dan cara bicara yang berlebihan (lebay), dan hal inilah yang
membuat anak-anak dari usia sekolah dasar seringkali meniru gaya dan cara bicara
yang demikian. Kalau kita berpandangan objektif, mungkin kita tidak asing dengan
cara bicara anak-anak di lingkungan sekolah atau madrasah yang kini tengah asyik
menggunakan bahasa modern dan dianggap gaul, contohnya:

“Idiiih.... ciriwit bingits deh itu guru, milis bingits gue dingirinnya!” Yang
maksudnya adalah: “Aduuuh.... cerewet banget deh itu guru, males banget gue
dengerinnya!”

Kemudian:

“Ya ampyuun... cipi bingits deh lu jidi orang (Ya ampuun... cupu banget deh lu jadi
orang)!”

“Cipik dipikirin (Capek dipikirin)!”

Umumnya bahasa seperti ini seringkali digunakan di kalangan anak-anak remaja


putri. Bahkan para siswi madrasah pun sering menggunakan bahasa ini meskipun
saat mengucapkan salam dan segala hal lainnya yang berhubungan dengan agama:

“Issilimi’ilikim,” yang maksudnya: “Assalaamu`alaikum.”

“Yi Illih....” yang maksudnya: “Ya Allah!”

Jika kita pikirkan sebagai orang-orang bermoral dan beragama, apakah pantas jika
agama terlebih nama Tuhan dijadikan olok-olokan demikian, hanya dengan dalih
penggunaan bahasa yang santai dalam kehidupan sehari-hari? Selain dengan
penggantian huruf seperti diatas, ada juga yang mengganti atau mempersingkat
ucapan-ucapan Islami dengan bahasa yang terkesan aneh dan tidak jelas, contohnya:
Ya Allah menjadi Yaowo, astaghfirullaahal`adziim menjadi astajim,
Assalaamu`alaikum atau salam `alaikum menjadi salamalaikum atau amekom,
wa`alaikumussalaam menjadi kumsalam atau assalam. Dan masih banyak lagi

2
contoh-contoh aneh lainnya yang jelas tidak pantas kita terapkan sebagai orang-
orang Muslim, termasuk di kalangan anak-anak madrasah.

Sekalipun ucapan-ucapan ini berasal dari bahasa `Arab, tetapi jelas bahwa
kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia dengan tidak baku dan ugal-ugalan, dapat
mempengaruhi perilaku dan cara bicara dalam segala hal. Lebih ironis lagi, karena
seringkali para guru di madrasah hanya diam saja saat ada siswa-siswinya yang
memplesetkan ucapan secara demikian, seakan itu hanyalah hal sepele atau
permainan saja. Hal inilah yang sangat penting untuk menjadi sorotan para guru
ketika mendidik murid-muridnya dalam hal moral dan agama.

Selain cara bicara seperti yang penulis jabarkan di atas, masih banyak pula cara
bicara anak remaja yang sangat jauh dari kesan Nusantara. Contohnya berdasarkan
pengalaman penulis sendiri, adanya permainan kode bahasa, dengan menambahkan
huruf G atau S ataupun huruf lainnya dibelakang setiap suku kata. Umumnya, bahasa
kode ini digunakan oleh anak-anak remaja di kota-kota besar ketika sedang
menjelek-jelekkan rival atau orang yang tidak mereka sukai, dan tidak sedikit pula
anak-anak madrasah di setiap daerah yang sangat mengenal bahasa kode ini
(termasuk penulis sendiri). Misalnya:

“Gigilaga, tegernyagataga sigi Rigizkaga igitugu cegewegek paganggigilagan (Gila,


ternyata si Rizka itu cewek panggilan)!”

“Lusu pasayasah asamasat sisih, gusuese kasan usudasah bisilasang.... Dasavisid


isitusu pesengkhisiasanasat! Ngesertisi?? (Lu payah amat sih, gue kan udah bilang....
David itu pengkhianat! Ngerti??”

Bahkan ada pula yang menggunakan semua huruf dibelakang setiap suku kata,
tentu saja anak-anak yang sudah ahli akan memahami cara ini:

“Bususyeget, gusuefe desengeger sigih... Maballifikasa ifitusu jagadigi cebewesek


paganggigilasan kafarebenasa tufuntugutagan egekobonosomifi. (Busyet, gue
denger sih... Mallika itu jadi cewek panggilan karena tuntutan ekonomi.”

Semua itu baru contoh kecil dari realita yang ada, terlihat jelas bahwa budaya
berbahasa Indonesia di kalangan anak-anak sekolah atau madrasah telah luntur
seiring dengan berkembangnya zaman. Tak sedikit anak-anak madrasah baik siswa
maupun siswi yang terjerumus pada perilaku menyimpang, yang tak jarang hal itu
berawal dari pertemanan yang salah, dengan penggunaan bahasa yang tidak baik dan

3
mempengaruhi tatakrama serta tingkah laku mereka dalam segala hal. Berdasarkan
penjabaran beserta contoh-contoh diatas, penggunaan bahasa Indonesia yang kurang
baik umumnya akan berdampak negatif pada perilaku dan pergaulan para remaja,
karena kebanyakan bahasa seperti ini digunakan untuk mengungkapkan kekesalan,
kemarahan, ejekan, diskriminasi, dan segala sikap tidak terpuji yang dilontarkan
secara serampangan tanpa berpikir bijak.

Padahal kita sering membanggakan diri sebagai bangsa Indonesia, dengan asumsi
bahwa katanya orang-orang Indonesia itu ramah-tamah, katanya orang Indonesia itu
penuh tatakrama dan budaya, katanya orang Indonesia memiliki toleransi yang
tinggi, katanya orang Indonesia itu menjunjung persatuan dan kesatuan, katanya
orang Nusantara itu terkenal dengan kehalusan bahasa dan budi pekerti, katanya
orang Jawa itu penuh kelembutan dan sopan-santun, katanya anak-anak madrasah itu
penuh dengan kedisiplinan, pemahaman agama, dan solidaritas yang kuat sebagai
sesama Muslim. Dan saat orang-orang luar menjelek-jelekkan kita dalam hal ini, kita
akan marah dan merasa terhina, khususnya anak-anak muda dan remaja. Tetapi
cobalah berpikir, bunga tidak akan tumbuh jika kau menabur duri, apakah orang
luar akan mengejek kebobrokan budaya dan bahasa kita jika tanpa alasan? Tentu
tidak bukan?!

Dalam hal ini, segalanya tidak akan dipercaya jika hanya dijadikan asumsi. Tetapi
akan dapat diakui jika kita membuktikannya dengan kenyataan. Apakah akan ada
pengaruhnya jika kita membantah perspektif buruk dari orang luar dengan
menunjukkan sikap yang mereka lontarkan mengenai kita? Tentu itu malah semakin
menambah keyakinan mereka akan keburukan kita bukan?

Satu hal yang wajib kita ingat wahai putra-putri madrasah di Indonesia, engkau
adalah generasi bangsa, ummat dan negara yang dinanti akan pengaruhnya di masa
mendatang. Maka akan sangat bijaksana jika kita belajar memperbaiki diri mulai dari
sekarang, tanpa selalu beralasan dengan dalih khilaf ataupun masih dalam proses
ketika disuruh memperbaiki kesalahan. Dan yang terpenting serta menjadi dasar dari
semua itu, tentu dalam hal penggunaan bahasa dan tatakrama yang mempengaruhi
setiap tingkah laku. Sadarlah akan kedewasaan dan waktu yang terus berjalan tanpa
henti, karena segala yang ada dalam diri kita kelak akan membawa pengaruh di masa
mendatang, dan harus dipertanggung jawabkan pula di hadapan Allah kelak. Allah
telah menjadikan kita hamba-hamba-Nya sebagai makhluk yang beragam dalam

4
segala hal, termasuk dalam bahasa. Karena dengan perbedaan bahasa di setiap daerah
dan negara, kita bisa belajar saling mengenal, menghormati, dan mencintai sesama.

Bahasa nasional kita, yaitu bahasa Indonesia, termasuk bahasa yang terindah yang
Allah karuniakan pada kita. Lantas kenapa kita tidak bersyukur atas karunia itu? Dan
malah merubah bahasa kita sendiri untuk menjadi bahan olok-olokan? Apakah itu
pantas??

Maka bangkitlah wahai remaja madrasah yang berbudaya, budayakan bahasa


nasional yang mengajarkan kita untuk menghargai dan mencintai satu-sama lain.
Jadilah remaja yang dewasa dan berbudaya, serta berakhlaq mulia, karena
sesungguhnya itulah jati diri kita bangsa Indonesia, apapun suku kita dan di daerah
manapun kita tinggal. Jadikanlah kemajuan teknologi sebagai alat untuk bertukar
ilmu dan belajar tentang bahasa. Terbukti, remaja madrasah yang terbiasa
menggunakan bahasa Indonesia yang murni dan fasih bahkan saat bicara dalam
WhatsApp ataupun media sosial lainnya, biasanya akan lebih bijak dan dewasa dalam
bersikap dan berperilaku.

5
BIODATA PENULIS:

Nama : Andhika Wirya Nuswantoro

Tempat/tanggal lahir : Sambas, Kalimantan Barat, 29 Juni 2001

Alamat : Jl. Sungai Musi, Sangkrah, RT 01/RW 13, Kota Surakarta

Sekolah : MA Mu`allimin Muhammadiyah Surakarta

No. Hp : 082313578821

Motto hidup : Berusaha Untuk Lebih Baik

6
SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya,

Nama : Andhika Wirya Nuswantoro

Kelas : XII/IPS

Sekolah : MA Mu`allimin Muhammadiyah Surakarta

Menyatakan bahwa naskah yang kami kirimkan untuk mengikuti lomba penulisan
artikel di Kementrian Agama Kota Surakarta yang berjudul “MENJAGA BAHASA,
MENJAGA HARGA DIRI BANGSA” adalah asli karya yang saya susun.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Surakarta, 02 November 2019

Yang membuat pernyataan

Andhika Wirya Nuswantoro

7
COPY KARTU PELAJAR

Anda mungkin juga menyukai