Anda di halaman 1dari 2

A.

Dalil Terkait Renang

Kalau kita telusuri memang ada beberapa hadits Nabi SAW yang menyinggung masalah
berenang ini. Di antara hadits itu adalah hadits berikut ini :

‫ نَ َع ْم‬: ‫سو َل هللاِ أ َ ِل ْل َولَ ِد َعلَ ْينَا َح ٌّق َك َح ِقِّنا َ َعلَ ْي ِه ْم ؟ قا َ َل‬
ُ ‫ يَا َر‬: ُ‫َع ْن أ َ ِبي َرافِعِ قَا َل قُ ْلت‬
‫ي‬ َّ ‫سبَا َحةَ َو‬
َ ‫الر ْم‬ ِّ ِ ‫الوا ِل ِد أ َ ْن يُ َع ِلِّ َمهُ ال ِكتَابَةَ َوال‬
َ ‫لى‬َ ‫الولَ ِد َع‬
َ ‫َح ُّق‬
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Segala sesuatu
yang di dalamnya tidak mengandung dzikrullah merupakan perbuatan sia-sia, senda gurau,
dan permainan, kecuali empat (perkara), yaitu senda gurau suami dengan istrinya, melatih
kuda, berlatih memanah, dan mengajarkan renang.” (HR. An-Nasa’i).

Kalau kita perhatikan teks hadits di atas, Rasulullah SAW menyebutkan bhawa mengajarkan
renang bukan termasuk perbuatan yang sia-sia, sebagaimana beberapa perbuatan lainnya.
Hanya saja beliau tidak secara langsung memerintahkan, apalagi mencontohkan dalam
bentuk perbuatan.

Perkataan Umar bin Al-Khattab

Sedangkan dalil yang amat populer di tengah masyarakat bahwa ada perintah untuk
mengajarkan anak-anak berenang, termasuk di dalamnya memanah dan menunggang kuda,
ternyata bukan hadits nabi. Para ulama umumnya menyebut perintah itu merupakan perintah
dari Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu.

َ ‫الر َمايَةَ َو ُر ُك ْو‬


‫ب ال َخيْل‬ ِّ ‫َعلِّ ُموا أ َ ْوالَدَ ُكم‬
ِّ ‫السبَا َحةَ َو‬

Umar bin Al-Khattab berkata,"Ajari anak-anakmu berenang, memanah dan naik kuda".

Perkataan di atas lebih tepat untuk dinisbatkan kepada Umar bin Al-Khattab
radhiyallahuanhu. Sebab kalau dinisbatkan kepada Rasulullah SAW, banyak para ulama
hadits yang menentangnya.

Atsar dari Umar ini sampai kepada kita lewat jalur Bakr bin Abdillah, dari Abdullah Al-
Anshari dan Jabir bin Abdillah, Abu Rafi' dan Ibnu Umar, yang diriwayatkan secara marfu'.

Hadits sejenis juga ada, yaitu yang menyebutan keharusan mengajarkan anak kita berenang.
Namun para ulama mengatakan bahwa hadits itu bermasalah. Hadits itu adalah :

‫الوالد أ َ ْن‬
َ ‫لى‬ َ ‫ نَعَ ْم َح ُّق‬: ‫سو َل هللا أَل ْل َولَد َعلَ ْينَا َح ٌّق َك َحقِّنا َ َعلَيْه ْم ؟ قا َ َل‬
َ ‫الولَد َع‬ ُ ‫ يَا َر‬: ُ‫َع ْن أَبي َرافع قَا َل قُ ْلت‬
‫ي‬
َ ‫الر ْم‬ ِّ ‫يُعَلِّ َمهُ الكت َابَةَ َو‬
َّ ‫السبَا َحةَ َو‬

Dari Abi Rafi', dia bertanya,"Ya Rasulullah, apadaha ada kewajiban atas kita terhadap anak
kita, sebagaimana kewajiban anak kepada kita?". Rasulullah SAW menjawab,"Ya, hak anak
atas ayahnya adalah diajarkan membaca, berenang dan memanah".

B. Istimbath Hukum

Dengan dalil-dalil di atas, umumnya para ulama sampai kepada kesimpulan bahwa pada
dasarnya hukum berenang adalah sesuatu yang mubah, bukan termasuk sunnah apalagi
kewajiban.

Namun hukum mubah ini masih tergantung kepada tujuan dan tata caranya. Bila tujuan dan
tata caranya sesuai dengan ketentuan syariah, hukumnya bisa menjadi mustahab atau sunnah.
Sebaliknya bila tujuan atau tata cara yang dipakai bertentangan atau berseberangan dengan
ketentuan syariah, hukumnya bisa berubah menjadi makruh, bahkan sampai ke tingkat haram.

C. Ketentuan Syar'i

Agar berenang tidak menyalahi ketentuan syariat, maka harus dijaga agar jangan sampai
sesuatu yang hukum dasarnya halal, kemudian berubah menjadi haram, karena di dalamnya
ternyata terdapat unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat.

1. Diutamakan Sejak Kecil

Belajar berenang diutamakan sudah dilakukan sejak usia masih kecil. Setidaknya ada dua
alasan yang melatar-belakanginya.

Alasan pertama, karena belajar menguasai sesuatu akan menjadi lebih mudah bila dikerjakan
di usia dini. Maka nasehat Umar bin Al-Khattab radhiyallahuanhu untuk mengajarkan anak-
anak kita berenang sejak kecil sudah sangat tepat.

Alasan kedua, anak yang masih kecil belum lagi terikat dengan aturan masalah membuka
aurat serta keharusan menjaga pandangan.

2. Menutup Aurat

Meskipun renang, namun urusan menutup aurat tetap merupakan kewajiban yang tidak ada
keringanannya. Sebab tidak ada unsur darurat dalam olahraga renang.

Aurat laki-laki tetap harus ditutup saat berenang. Dan kita sudah tahu batasnya yaitu antara
pusat (puser) dan lutut.

Sedangkan aurat seorang wanita dengan sesama wanita berbeda dengan aurat wanita di depan
laki-laki yang ajnabi (asing) dan bukan mahram. Sesama wanita boleh terlihat bagian-bagian
tubuh tertentu seperti rambut, tangan dan kaki.

3. Kolam Terpisah

Namun yang paling benar adalah berenang di tempat yang terpisah antara laki-laki dan
perempuan. Bahkan sebagian kalangan sudah sampai ke level menjadikan syarat kebolehan.
Tujuannya bukan sekedar terjaga aurat, tetapi juga agar tidak terjadi campur baur antara laki-
laki dan wanita. Setidaknya menghindari untuk berada pada satu kolam.

Memang agak sulit kalau yang kita gunakan merupakan kolam renang umum. Sebab
konsepnya memang dibuat untuk umum, dimana laki-laki dan perempuan dibiarkan berenang
campur aduk.

4. Trik Mensiasati

Untuk mensiasatinya ada banyak cara yang bisa kita lakukan dengan kreatif. Semua kembali
lagi kepada kita sendiri.

Salah satunya yang bisa dicontoh adalah kebiasaan salah seorang dosen saya dari Madinah.
Beliau ini kalau liburan ke Indonesia selalu menginap di hotel mewah bintang lima yang ada
fasilitas kolam renangnya. Dan hampir tiap hari beliau berenang tanpa bercampur dengan
wanita, bahkan juga tidak bercampur dengan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai