Anda di halaman 1dari 12

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS CENDERAWASIH
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
Jl.Kampwolker Kampus Baru Uncen – Waena - JayapuraTlp. (0967)574124

STRUKTUR BANGUNAN BAJA


BALOK KOMPOSIT

DISUSUN OLEH :

NAMA : SHERIN URSULLA MEILA BOLANG


NIM : 20170611014074

PROGRAM STRATA SATU REGULER JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA – PAPUA

2018 / 2019
BALOK KOMPOSIT
Didalam praktek dilapangan, pada umumnya balok beton prategang ( precast )
dikombinasikan dengan plat ( konstruksi lantai ) yang dicor setempat, sehingga kombinasi
plat dan balok merupakan suatu konstruksi komposit. Balok prategangnya pada umumnya
berbentuk I. Setelah balok prategang dipasang pada posisinya, kemudian form work untuk
plat dipasang seperti pada gambar dibawah ini.

Setelah rangka dan papan formwork terpasang, kemudian penulangan plat lantai
dipasang sesuai gambar perencanaan. Setelah penulangan selesai dipasang baru
pengecoran lantai dilaksanakan. Didalam skesa gambar diatas tidak diperlukan perancah (
penopang ) untuk memikul pelat lantai yang akan dicor, tetapi memanfaatkan balok
prategang yang telah dipasang lebih dahulu untuk menopang formwork. Untuk menahan
geseran horisontal antara balok prategang dan pelat beton pada balok prategang dipasang
stek-stek yang akan berfungsi sebagai shear connector.

Gambar 025
Pada gambar 025 diatas, formwork dan balok prategang precast disangga oleh tiang-
tiang perancah untuk pelaksanaan pengecoran plat lantai. Perancah dan formwork baru
dibongkar setelah pelat beton cukup kuat untuk memikul beban.

Pada kedua methode diatas perlakuan beban pada balok prategang precast sangat
berbeda, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Methode tanpa perancah :

1. Pada saat transfer gaya prategang :

Balok harus mampu memikul : a. Berat sendiri balok ( g )

b. Gaya prategang awal ( Pi )

2. Pada saat pengecoran plat sampai curing :

Balok harus mampu memikul : a. Berat sendiri balok ( g )

b. Berat pelat beton ( gc )

c. Berat formwork ( gfw )

d. Gaya prategang awal ( Pi )


karena kehilangan pra- tegang belum penuh,
atau Gaya Prategang efektif ( PE ) jika pada
saat pengecoran kehilangan gaya prategang
telah penuh.

e.Beban-beban lain ( beban konstruksi )


yang diper kirakan terjadi pada saat
pelaksannan pengecoran ( gk ).

3. Pada saat layan :

Balok harus mampu memikul : a. Berat sendiri balok ( g ).

b. Berat pelat beton ( gc ).

c. Beban finishing seperti keramik ( untuk gedung ),


lapisan perkerasan asphalt ( untuk jembatan ).

d. Gaya prategang efektif ( PE ).

e. Beban hidup ( gL ).
Pada phase 1 dan 2 belum terjadi composite action, sedangkan pada phase 3 balok
dan plat sudah menjadi satu kesatuan sehingga sudah berlaku sebagai balok komposit dan
terjadilah composite action.

Methode dengan perancah :

1. Pada saat transfer gaya prategang :

Balok harus mampu memikul : a. Berat sendiri balok ( g ).

b. Gaya prategang awal ( Pi ).

2. Pada saat pengecoran plat sampai curing :

Praktis balok hanya memikul beban gaya prategang awal ( Pi ) saja, atau gaya
prategang efektif ( PE ) saja bila pada saat pengecoran kehilangan gaya prategang
telah penuh.

3. Pada saat layan :

Balok harus mampu memikul : a. Berat sendiri balok ( g ).

b. Berat pelat beton ( gc ).

c. Beban finishing .

d. Gaya prategang efektif ( PE ).

e. Beban hidup ( gL ).

Sama seperti pada methode tanpa perancah, disini composite action baru terjadi pada saat
layan ( phase 3 ). Pada saat bekerja sebagai balok komposit ( composite action ) lebar flens (
pelat ) efektif dapat ditentukan sebagai berikut :
SNI 03 – 2847 – 2002

Balok Tengah : BE ≤ ¼ L }

BE ≤ Bo } → ambil yang terkecil

BE ≤ 8 tf }

Balok Tepi : BE ≤ 12 1 L }

BE ≤ ½ Bo + b } → ambil yang terkecil

BE ≤ 6 tf }

Properti Penampang Komposite : Balok prategang komposit diasumsikan elastis pada beban
kerja, sehingga akibat momen lentur distribusi regangannya linear sepanjang penampang.
Karena disini ada 2 ( dua ) macam material yang berbeda yang disatukan yang mempunyai
harga modulus elastisitas yang berbeda, maka tegangan yang berbeda akan terjadi pada
regangan yang sama. Untuk mengatasi perbedaan ini, salah satu elemen ditransformasikan
kedalam elemen fiktif yang mempunyai harga modulus elastisitas yang sama. Seperti
gambar 026 diatas untuk balok tengah, pelat dengan tebal tf dan lebar BE ditransformasikan
menjadi penampang ekuivalen dengan tebal/tinggi tf dan lebar transformasi BTR, dimana :

Dimana :

BTR : Lebar penampang transformasi.

BE : Lebar efektif

EPelat : Modulus Elastisitas Pelat

EBalok : Modulus Elastisitas Balok

nc : Rasio modulus elastisitas pelat dan modulus elastisitas balok.


STRUKTUR KOMPOSIT

DENGAN METODE LRFD


(LAOD AND RESISTANCE FACTOR DESIGN)

(Ir. As’at Pujianto, MT)

Struktur komposit (Composite) merupakan struktur yang terdiri dari dua material
atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga
menghasilkan sifat gabungan yang lebih baik. Umumnya srtuktur komposit berupa :

1. Kolom baja terbungkus beton / balok baja terbungkus beton (Gambar 1.a/d).

2. Kolom baja berisi beton/tiang pancang (Gambar 1.b/c).

3. Balok baja yang menahan slab beton (Gambar 1.e).

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 1. Macam-macam Struktur Komposit


Perencanaan komposit mengasumsi bahwa baja dan beton bekerja sama dalam
memikul beban yang bekerja, sehingga akan menghasilkan desain profil/elemen yang
lebih ekonomis. Dismping itu struktur komposit juga mempunyai beberapa kelebihan,
diantaranya adalah lebih kuat (stronger) dan lebih kaku (stiffer) dari pada struktur non-
komposit.

Metode Load and Resistance Factor Design (LRFD) sebenarnya merupakan suatu
metode yang baru dan telah lama diperkenalkan, namun di Indonesia relatif masih jarang
disentuh oleh kalangan akademisi maupun praktisi di lapangan, Oleh sebab itu pada
makalah ini mencoba sedikit membahas penggunaan metode LRFD.

B. Metode LRFD.

Dalam perencanaan struktur baja dikenal dua macam filosofi desain yang sering
digunakan, yaitu desain tegangan kerja (oleh AISC diacu sebagai Allowable Stress Design,
ASD) dan desain keadaan batas (oleh AISC diacu sebagai LRFD). LRFD merupakan suatu
perbaikan terhadap perencanaan sebelumnya, yang memperhitungkan secara jelas
keadaan batas, aneka ragam faktor beban dan faktor resistensi, atau dengan kata lain
LRFD menggunankan konsep memfaktorkan, baik beban maupun resistensi.

Desain ASD telah lama dikenal dan digunakan sebagai filosofi utama dalam
perencanaan struktur baja selama + 100 tahun. Dalam desain tegangan kerja, fokus
perencanaan terletak pada kondisi-kondisi beban layanan (tegangan-tegangan unit yang
mengasumsikan struktur elestis) yang memenuhi persyaratan keamanan (kekauatan yang
cukup) bagi struktur tersebut.

Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1986 di Amerika Serikat


diperkenalkanlah suatu filososfi desain yang baru, yaitu desain keadaan batas yang
disebut LRFD. Metode ini diperkenalkan oleh Amrican Institute of Steel Construction
(AISC), dengan diterbitkannya dua buku “Load and Resistance Factor Design Spesification
for Structural Steel Buildings” (yang dikenal sebagai LRFD spesification) dan Load and
Resistance Factor Design of Steel Construction (LRFD manual) yang menjadi acuan utama
perencanaan struktur baja dengan LRFD.
LRFD adalah suatu metode perencanaan struktur baja yang mendasarkan
perencaannya dengan membandingkan kekuatan struktur yang telah diberi suatu faktor
resistensi (  ) terhadap kombinasi beban terfaktor yang direncanakan bekerja pada
struktur tersebut (  iQi ). Faktor resistensi diperlukan untuk menjaga kemungkinan
kurangnya kekuatan struktur, sedangkan faktor beban digunakan untuk mengantisipasi
kemungkinan adanya kelebihan beban.

B. Metode Pelaksanaan Stuktur Komposit.

Perancangan balok komposit disesuaikan dengan metode yang digunakan di


lapangan. Ada dua metode yang biasanya digunakan dalam pelaksanaan dilapangan yaitu
dengan pendukung (perancah) dan atau tanpa pendukung. Jika tanpa pendukung, balok
baja akan mendukung beban mati primer selama beton belum mengeras. Beban mati
sekunder serta beban-beban lain akan didukung oleh balok komposit yang akan berfungsi
jika beton telah mengeras dan menyatu dengan baja.

Dengan pendukung, selama beton belum mengeras beban mati primer akan
dipikul oleh pendukung. Setelah beton mengeras dan penunjang dilepas maka seluruh
beban akan didukung oleh balok komposit.

beff beff

b’ b 1’ b 2’ b 3’

L1 L2 L3

Gambar 2. Lebar Effektif Struktur Komposit


C. Lebar Effektif.

Dalam struktur komposit, konsep lebar effektif slab dapat diterapkan sehingga akan
memudahkan perencanaan. Spesifikasi AISC/LRFD telah menetapkan lebar effektif untuk
slab beton yang bekerja secara komposit dengan balok baja, sebagai berikut :

1. Untuk gelagar luar (tepi).

beff < L/8 dengan L = Panjang bentang.

beff < L1/2 + b’ dengan b’ = jarak dari as balok ke tepi slab.

2. Untuk gelagar dalam.

beff < L/4 dengan L = Panjang bentang.

beff < (L1 + L2)/2 L1 = jarak antar as balok.

Lebar effektif yang dipakai dipilih yang terkecil.

D. Kekuatan Batas Penampang Komposit.

Kekuatan batas penampang komposit bergantung pada kekuatan leleh dan sifat
penampang balok baja, kekuatan ‘slab’ beton dan kapasitas interaksi alat penyambung
geser yang menghubungkan balok dengan ‘slab’.

Kekuatan batas yang dinyatakan dalam kapasitas momen batas memberi


pengertian yang lebih jelas tentang kelakuan komposit dan juga ukuran faktor keamanan
yang tepat. Faktor keamanan yang sebenarnya adalah rasio kapasitas momen batas
dengan momen yang sesungguhnya bekerja.
beff 0,85 f’c 0,85 f’c

t a C g.n Cc
Cs
g.n. d1 d”2 d’2

d T T

Fy Fy Fy

(a) (b) (c)

Gambar 3. Distribusi tegangan pada kapasitas momen ultimit.

Untuk menentukan besarnya kekuatan batas beton dianggap hanya menerima


tegangan desak, walaupun sesungguhnya beton dapat menahan tegangan tarik yang
terbatas.

Prosedur untuk menentukan besarnya kapasitas momen ultimit, tergantung apakah


garis netral yang terjadi jatuh pada ‘slab’ beton atau jatuh pada gelagar bajanya. Jika
jatuh pada ‘slab’ dikatakan bahwa ‘slab’ cukup untuk mendukung seluruh gaya desak,
dan apabila garis netral jatuh pada gelagar baja dikatakan ‘slab’ tidak cukup mendukung
beban desak, atau dengan kata lain bahwa ‘slab’ hanya menahan sebagian dari seluruh
gaya desak dan sisanya didukung oleh gelagar baja.
1. Garis netral jatuh di irisan ‘slab’ (Gambar 3.b).

Harga gaya tekan batas : C = 0,85 f’c . beff . a

Harga gaya tarik batas : T = As . F y

Dengan menyamakan antara harga C dan T maka didapat harga a, yaitu sebesar :

As Fy
a= <t
0,85. f 'c .beff

d1 = d/2 + t - a/2

Dengan demikian didapat kapasitas Momen Batas Mu = C . d1 = T . d1

dengan :C = gaya tekan pada balok baja.

f’c = tegangan ijin tekan beton

beff = lebar effektif plat.

t = tebal plat.

Anda mungkin juga menyukai