Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

MATA KANAN KIRI ASTIGMATISMA MIOPIA


KOMPOSITUS (H52.2)
MATA KANAN KIRI ANISOMETROPIA (H52.3)
MATA KANAN KIRI PRESBIOPIA (H.52.4)

Disusun Oleh:
dr. Noor Aminah

Pembimbing:
dr. Fatimah Dyah N.A, MARS, Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019

1
LAPORAN KASUS

MATA KANAN KIRI ASTIGMATISMA MIOPIA KOMPOSITUS (H52.2)


MATA KANAN KIRI ANISOMETROPIA (H52.3)
MATA KANAN KIRI PRESBIOPIA (H.52.4)

Pembimbing : dr. Fatimah Dyah N, MARS,Sp.M(K)


Dibacakan oleh : dr. Noor Aminah

I. PENDAHULUAN
Astigmatisma merupakan keadaan optik mata dimana sinar dari benda tidak
difokuskan pada satu titik karena adanya varisasi kurvatura kornea atau lensa pada meridian
berbeda. Keluhan yang timbul pada astigmatisma seperti pandangan kabur jika melihat dekat
maupun jauh, astenopia, bentuk benda yang dilihat tampak membayang dan pusing.1,2
Anisometropia merupakan suatu keadaan ditemukannya perbedaan spherical equivalent
pada kedua mata. Perbedaan status refraksi kedua mata yang kurang dari 4,00 dioptri masih dapat
dilakukan koreksi dengan kacamata. Apabila perbedaan status refraksi kedua mata lebih dari 4,00
dioptri, perbedaan bayangan yang diterima oleh retina terlalu besar sehingga otak tidak mampu
melakukan fusi kedua bayangan menjadi satu.3,4
Prevalensi kejadian anisometropia di setiap daerah bervariasi. Menurut studi yang
dilakukan oleh Yuan et al (2016), prevalensi anisometropia ≥1,0D di ras Asia 7.0% ± 0.3%.
Prevalensi anisometropia refraktif, khususnya anisomyopia meningkat secara signifikan dengan
peningkatan usia dan beberapa faktor sistemik seperti; tingkat pendidikan orangtua, pola
kebiasaan (banyaknya aktivitas dalam ruang dan jarak dekat).5
Presbiopia adalah hilangnya kemampuan akomodatif secara bertahap akibat
berkurangnya elastisitas lensa kristalina yang terjadi akibat penuaan. Akomodasi mengacu
pada kemampuan mata dalam meningkatkan daya refraktif lensa kristalina agar dapat
memfokuskan objek jarak dekat sehingga bayangan jatuh pada retina. Penurunan paling
signifikan dalam daya akomodatif terjadi di antara usia 20 dan 50.2
Laporan kasus tentang seorang wanita usia 58 tahun dengan mata kanan kiri
astigmatisma miopia kompositus, mata kanan kiri anisometropia, dan mata kanan kiri
presbiopia. Diagnosis dan penatalaksanaan akan dibahas pada diskusi laporan kasus ini.

2
II. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. T
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Semarang
Pekerjaan : Penjahit
Nomor CM : C231880

III. ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal 22 Mei 2019 di Poli Mata Merpati RSDK
Keluhan utama : Mata kanan dan kiri kabur
Riwayat penyakit sekarang :
Sejak ± 30 tahun lalu pasien mengeluh mata kanan terasa kabur, kondisi ini dirasa
semakin lama semakin memberat. Pasien merasa kesuslitan dalam melihat jauh dan
mengerjakan pekerjaannya sebagai penjahit. Pasien tidak pernah mengeluhkan mata merah,
nyeri, silau, dan mata tidak tampak juling. Pasien tidak merasa penglihatannya seperti melihat
benda yang melayang-layang dan tidak merasa melihat kilatan lampu.
Pasien memeriksakan matanya ke dokter umum dan dikatakan menderita mata minus.
Pasien disarankan periksa ke dokter mata untuk pemeriksaan lebih lanjut dan menggunakan
kacamata tetapi pasien tidak mau. Pasien bertahan tidak menggunakan kacamata karena
merasa malu jika harus menggunakan kacamata.
± 20 tahun yang lalu pasien merasa penglihatannya semakin kabur. Kali ini kedua
mata pasien dirasa kabur, mata kanan dirasa lebih kabur dibanding kiri. Pasien kembali
periksa ke dokter umum lalu dirujuk ke RSDK. Sejak saat itu pasien menggunakan
kacamatadan sudah beberapa kali berganti ukuran.
± 2 tahun lalu pasien kontrol di RSDK untuk mengganti ukuran kacamatanya. Ukuran
kacamata yang diperoleh pasien saat itu dirasa kurang nyaman sehingga ia kembali
menggunakan kacamata sebelumnya.
Saat ini pasien merasa ukuran kacatamanya sudah tidak nyaman. Pasien merasa
matanya cepat lelah jika sedang menjahit dan merasa pusing. Pasien kembali memeriksakan
diri ke dokter lalu dirujuk ke RSDK agar mendapat ukuran kacamata baru.

3
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat menggunakan kaca mata sebelumnya (+) sejak usia 40 tahun
Ukuran kacamata saat ini
Mata kanan S -6.25 C -0.25 x 152º
Mata kiri S -3.25 C -0.75 x 51º
- Riwayat pemakaian lensa kontak sebelumnya (-)
- Riwayat trauma pada mata (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat pemakaian tetes mata jangka panjang (-)
- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (-)
- Riwayat penyakit Hipertensi (-)
- Riwayat aktivitas jarak dekat yang intensif

Riwayat Penyakit Keluarga :


- Riwayat anggota keluarga lain menderita penyakit seperti ini disangkal.

Riwayat Sosial Ekonomi :


- Pasien seorang ibu rumah tangga, terkadang menerima pekerjaan menjahit baju.
Pembiayaan ditanggung BPJS.
- Kesan sosial ekonomi cukup

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalisata :
Keadaan umum : Baik
Tanda vital : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit

4
V. Status Oftalmologi:

Mata Kanan Mata Kiri

Visus Dasar 0,5/60 6/120


Visus Koreksi S – 12,75 C – 1,75 x 110° 6/48 S – 2.75 C – 3,00 x 72° 6/7,5
NBC NBC
Binokularitas 6/7,5
Pusing (-), distorsi (-)
Addisi S + 3.00 J2
Pupil Distance Dekat 61 mm
Jauh 63 mm
Bulbus okuli Ortoforia, Hirsberg test 00
Palpebra Edema (-), spasme (-) Edema (-), spasme (-)
Sklera Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Konjungtiva Injeksi (-), sekret (-) Injeksi (-), sekret (-)
Kornea Jernih Jernih
COA Kedalaman cukup Kedalaman cukup
Iris Kripte (+) normal Kripte (+) normal
Pupil Bulat, sentral, regular, Ø 3 mm, Bulat, sentral, regular, Ø 3 mm,
refleks pupil (+) N refleks pupil (+) N
Lensa Keruh tak rata Keruh tak rata
Fundus reflex ( + ) kurang cemerlang ( + ) kurang cemerlang
TIO 16.1 mmHg 15.1 mmHg
Funduskopi Papil N II Papil N II
Bulat, batas tegas, cup disc ratio Bulat, batas tegas, cup disc ratio
0,3,excavatio glaucomatosa (-), 0,3,excavatio glaucomatosa (-),
warna kuning kemerahan, warna kuning kemerahan,
stafiloma postikum (+) stafiloma postikum (+)

5
Vasa Vasa
AVR 2/3, perjalanan dalam AVR 2/3, perjalanan dalam
batas normal batas normal
Retina Retina
Edem(-), perdarahan (-), ablatio Edem(-), perdarahan (-), ablatio
(-), eksudat (-), tigroid (+) (-), eksudat (-), tigroid (+)
Makula Makula
Reflek fovea (+) cemerlang Reflek fovea (+) cemerlang

VI. RESUME
Anamnesis
Keluhan Utama : visus mata kanan dan kiri menurun saat melihat jauh dan dekat
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang wanita 58 tahun datang dengan keluhan visus mata kanan dan kiri menurun
saat melihat jauh dan dekat sejak 30 tahun yang lalu, disertai dengan sakit kepala dan
astenopia. Riwayat memakai kacamata sferis negatif sejak 20 tahun yang lalu dan rutin
kontrol. Saat ini pasien merasa ukuran kacatamanya sudah tidak nyaman sehingga
memeriksakan diri agar mendapat ukuran kacamata baru.

Status Generalisata : dalam batas normal


Status Oftalmologi:
Mata Kanan Mata Kiri
Visus Dasar 0,5/60 6/120
Visus Koreksi S – 12,75 C – 1,75 x 110° 6/48 S – 2.75 C – 3,00 x 72° 6/7,5
NBC NBC
Binokularitas 6/7,5
Pusing (-), distorsi (-)
Addisi S+3.00 J2
Pupil Distance Dekat 61 mm; Jauh 63 mm
Funduskopi Papil N II Papil N II
Bulat, batas tegas, cup disc ratio Bulat, batas tegas, cup disc ratio
0,3,excavatio glaucomatosa (-), 0,3,excavatio glaucomatosa (-),
warna kuning kemerahan, warna kuning kemerahan,

6
stafiloma postikum (+) stafiloma postikum (+)
Vasa Vasa
AVR 2/3, perjalanan dalam AVR 2/3, perjalanan dalam
batas normal batas normal
Retina Retina
Edem(-), perdarahan (-), ablatio Edem(-), perdarahan (-), ablatio
(-), eksudat (-), tigroid (+) (-), eksudat (-), tigroid (+)
Makula Makula
Reflek fovea (+) cemerlang Reflek fovea (+) cemerlang

VII. DIAGNOSIS KERJA


Mata Kanan Kiri Astigmatisma Miopia Kompositus (H52.2)
Mata Kanan Kiri Anisometropia (H52.3)
Mata Kanan Kiri Presbiopia (H.52.4)

VIII. PENATALAKSANAAN
Lensa spherocylinder :
MKa S – 12,75 C – 1,75 x 110° 6/48 NBC
MKi S – 2.75 C – 3,00 x 72° 6/7,5 NBC
Lensa addisi : S + 3.00 D

IX. PROGNOSIS
OD OS
Quo ad visam Dubia ad malam Dubia ad bonam
Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo ad vitam Ad bonam
Quo ad kosmetikam Ad bonam

X. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan mata kanan dan kiri
kabur karena rabun jauh, rabun dekat, dan astigmatisma yang tinggi dan diperlukan
koreksi optik untuk memperbaiki tajam penglihatan dan mencegah progresivitas.

7
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa penglihatan mata kanan dan kiri tidak
seimbang, meskipun dengan bantuan lensa yang maksimal. Jika dengan koreksi
kacamata yang maksimal tidak menyebabkan keadaan pusing dan tidak nyaman,
penggunaan kacamata dapat dilanjutkan
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga untuk membatasi aktivitas jarak dekat,
membaca, menjahit, atau beraktivitas dengan penglihatan jarak dekat di ruangan yang
cukup terang.
 Menjelaskan kepada penderita bahwa penyebab rabun dekat dikarenakan faktor usia
yang bertambah sehingga terjadi penurunan fungsi lensa untuk berakomodasi.
 Pasien diminta untuk kontrol secara teratur setiap 6 bulan sekali.

XI. DISKUSI
Dasar diagnosis mata kanan kiri astigmatisma miopia kompositus, anisometropia, dan
presbiopia pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Keluhan
penurunan visus dialami pada kedua mata sejak 30 tahun yang lalu, yang bersifat progresif
perlahan dan tidak segera dikoreksi dengan kacamata. Koreksi dilakukan 10 tahun setelah
penurunan visus. Keadaan penurunan visus yang tidak segera dikoreksi menyebabkan
pertambahan refractive error yang tinggi, didukung dengan hasil pemeriksaan visus mata
kanan 0.5/60 dengan koreksi S – 12,75 C – 1,75 x 110° 6/48 NBC, sedangkan visus mata
kiri 6/120 dengan koreksi S – 2.75 C – 3,00 x 72° 6/7,5 NBC.
Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi di mana terdapat perbedaan derajat
refraksi pada berbagai meridian sehingga sinar sejajar yang datang difokuskan pada 2 titik
fokus. Hal ini dapat disebabkan karena adanya variasi pada kurvatura kornea atau lensa pada
meridian yang berbeda.2,3,4
Astigmatisma dibedakan menjadi :
1. Astigmatisma reguler2,3,4
Setiap meridian mempunyai titik fokus tersendiri yang letaknya teratur. Meridian
dengan daya bias terlemah tegak lurus dengan meridian dengan daya bias terkuat.
Astigmatisma reguler terdiri dari :
a. Astigmatisma with the rule
Meridian vertikal kornea paling curam, dikoreksi dengan lensa silinder aksis
mendekati 90
b. Astigmatisma against the rule

8
Meridian horizontal paling curam, dikoreksi dengan lensa silinder aksis mendekati
180°.
c. Astigmatisma Oblik meridian utama mendekati 45 atau 135

Gambar 1. Astigmatisma with the rule dan astigmatisma against the rule6

2. Astigmatisma irreguler
Astigmatisma dimana orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah
dari titik ke titik yang melalui pupil, misalnya pada permukaan kornea yang tidak rata
akibat jaringan parut atau setelah pembedahan mata.2,4

Berdasarkan posisi bayangan yang difokuskan, astigmatisma reguler dibagi menjadi


beberapa tipe, yaitu : 2,3
1. Astigmatisma miopia simpleks : Satu fokus di depan retina, fokus lain pada retina
2. Astigmatisma miopia kompositus : Kedua fokus di depan retina
3. Astigmatisma hipermetropia simpleks : Satu fokus di belakang retina, fokus lain
pada retina
4. Astigmatisma hipermetropia kompositus : Kedua fokus di belakang retina
5. Astigmatisma mikstus : Satu fokus di depan retina, fokus lain di belakang retina

9
Gambar 2. Jenis astigmatisma (a) miopia simpleks, (b) miopia kompositus, (c) hipermetropia
simpleks, (d) hipermetropia kompositus, (5) mikstus.

Pada kasus ini kedua titik fokus mata kanan dan kiri berada di depan retina sehingga
didiagnosis sebagai mata kanan kiri astigmatisma miopia kompositus. Kondisi visus mata
kanan tidak dapat terkoreksi maksimal kemungkinan disebabkan karena tidak terkoreksinya
mata dengan baik dalam jangka waktu yang cukup lama.

Akomodasi adalah mekanisme mata menyesuaikan kekuatan refraksinya dengan cara


mengubah bentuk lensa. Akomodasi terjadi saat muskulus siliaris berkontraksi sebagai respon
stimulus parasimpatis, sehingga zonula zinnii berelaksasi, sehingga lensa menjadi lebih
konveks. Respon akomodasi terjadi akibat lensa bertambah konveks terutama pada
permukaan anterior, yang dapat dinyatakan dalam amplitudo akomodasi (dioptri) atau range
of accommodation (jarak antara titik jauh mata dan titik terdekat mata bisa mempertahankan
fokus).2
Presbiopia merupakan kelainan mata karena menurunnya kemampuan mata untuk
melihat dekat sehingga pekerjaan dekat seperti menjahit, membaca sulit dilakukan. Proses ini
sebenarnya kondisi yang fisiologis terjadi. Penurunan kemampuan mata ini disebabkan
hilangnya daya elastisitas lensa dan menurunnya kekuatan muskulus siliaris. Sampai dengan
usia 40 tahun, akomodasi berkurang 1 D tiap 4 tahun. Setelah usia 40 ahun, akomodasi
berkurang lebih cepat. Pada mata presbiopia amplitudo akomodasi merupakan pengukuran
yang berguna untuk menentukan kekuatan lensa addisi.1,2
Keluhan penurunan visus pasien yang dirasa tidak hanya saat melihat jauh namun
juga saat melihat dekat merupakan dasar diagnosis mata kanan kiri presbiopia. Pasien ini
menderita presbiopi pada usia 58 tahun, dan faktor risiko yang berpengaruh adalah usia
pasien. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan akomodasi lensa akan semakin
berkurang. Pemeriksaan amplitudo akomodasi juga mendukung diagnosis ini.
Penatalaksanaan presbiopia dengan lensa addisi sferis positif. Tujuan koreksi adalah
untuk mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat.
Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahkan dengan bantuan lensa positif sesuai usia
dan hasil pemeriksaan subjektif, sehingga pasien mampu membaca tulisan dengan jelas pada
kartu Jaeger. Lensa addisi sferis positif terkuat yang diberikan adalah +3,00 D, dikarenakan
jarak baca normal biasanya sekitar 33 cm. Pada kekuatan lensa +3,00 D, mata tidak
mengalami akomodasi saat membaca.1,4,6
10
Penghitungan kebutuhan lensa addisi berdasarkan status refraksi awal, amplitudo
akomodasi dan aktifitas pasien dalam melaksanakan tugas. Amplitudo akomodasi penting
dalam menentukan kemampuan penglihatan jarak dekat pasien. Amplitudo akomodasi dapat
dihitung menggunakan beberapa metode antara lain secara empiris, metode Prince’s rule,
metode Near point, dan Spherical rule’s. Tabel 1 merangkum rerata amplitudo akomodasi
berdasar umur (empiris).2

Tabel 1. Rentang Nilai Amplitudo Akomodasi Sesuai Umur2


Umur Rerata Aplitudo Akomodasi
8 14.0 (±2D)
12 13.0 (±2D)
16 12.0 (±2D)
20 11.0 (±2D)
24 10.0 (±2D)
28 9.0 (±2D)
32 8.0 (±2D)
36 7.0 (±2D)
40 6.0 (±2D)
44 4.5 (±1.5D)
48 3.0 (±1.5D)
52 2.5 (±1.5D)
56 2.0 (±1.0D)
60 1.5 (±1.0D)
64 1.0 (±0.5D)
68 0.5 (±0.5D)

Pada kasus ini pasien tidak dapat membaca huruf pada kartu Jaeger (J2) pada jarak
baca 33 cm tanpa bantuan lensa sferis positif. Sehingga dilakukan pemeriksaan amplitudo
akomodasi dengan metode Near Point untuk mendapatkan kekuatan lensa addisi.
Cara pemeriksaan metode Near Point sebagai berikut :
Alat : Kartu tes baca dekat (Jaeger) dan penggaris

11
Cara Kerja :
1. Pasien diminta untuk melihat fokus pada tulisan Jaeger 2 di kartu Jaeger hingga
terbaca jelas.
2. Pasien diminta mendekatkan kartu Jaeger ke arah matanya hingga tulisan di Jaeger 2
menjadi kabur.
3. Hitung selisih jarak dari saat pasien bisa melihat tulisan Jaeger 2 dengan jelas sampai
tulisan menjadi kabur adalah amplitudo akomodasinya.
4. Jarak yang didapatkan dikonversikan ke dalam dioptri.
Dari pemeriksaan didapatkan
Titik dekat = 20 cm
Titik jauh = 60 cm
Amplitudo akomodasi : 60cm – 20 cm = 40 cm
D = 1/F = 100 / 40 = 2,5 D

Working distance = 25 cm  D = 1/F = 100 / 25 = 4 D

Addisi = Working Distance – ½ Amplitudo Akomodasi

Addisi = 4 Dioptri – ½ x 2,5 Dioptri = 2,75 Dioptri.


Jadi pada pasien ini membutuhkan addisi sebesar 2,75 Dioptri. Pada pasien ini saat dicobakan
dengan lensa S+2,75 D dan lensa S+3.00D merasa lebih nyaman dengan lensa S+3.00D
sehingga dipilih addisi S+3.00 D.
Pemilihan lensa Addisi ada beberapa macam :
1. Lensa Bifokal
Lensa bifokal adalah lensa yang paling sering digunakan pada pasien dengan presbiopia.
Lensa ini mempunyai 2 macam kekuatan lensa. Kekuatan lensa untuk penglihatan jarak
jauh pada sisi bagian atas dan lensa jarak dekat pada sisi bagian bawah.2,7,8,9

Tabel 2. Kelebihan dan kekurangan lensa bifokal2,7,8,9


Kelebihan Kekurangan
 Mempunyai 2 segmen  Terdapat efek prisma pada
penglihatan sekaligus yaitu penglihatan dekat
penglihatan untuk jarak jauh  Tidak ada untuk penglihatan

12
dan jarak dekat. jarak menengah.
 Mempunyai penglihatan perifer  Demarcation line tampak jelas
yang baik dan tidak ada distorsi.

Fitting lensa bifokal2,7,8,9


1) Bingkai kacamata harus sesuai dengan wajah pasien
2) Bingkai kacamata dipakai oleh pasien dengan posisi lensa pada ketinggian dan
pantoscopic tilt yang tepat
3) Posisi pemeriksa duduk berhadapan dengan pasien dengan ketinggian yang sama
4) Pasien diminta untuk fiksasi ke mata kiri pemeriksa saat mengukur seg height
mata kanan pasien, lalu ukur dengan penggaris mulai dari bawah (garis frame) ke
lid margin inferior pasien
5) Lakukan untuk mata kontralateralnya juga

2. Lensa Trifokal
Lensa trifokal adalah lensa yang terdiri dari 3 segmen yang terdiri dari segmen jauh,
menengah dan dekat. Kekuatan lensa segmen jarak menengah adalah sekitar satu
setengah dari kekuatan addisi. Segmen tengah dapat memungkinkan pasien fokus pada
objek di luar jarak baca tetapi tidak lebih jauh dari 1 meter.2,7,8

Tabel 3. Kelebihan dan kekurangan lensa trifokal2,7,8


Kelebihan Kekurangan
 Fokus lebih jelas untuk objek  Adanya distorsi dan fokus yang
pada jarak jauh maupun dekat. kurang jelas pada saat melihat
 Mempunyai fokus objek pada objek di bagian perifer dari
jarak menengah. lensa.
 Membutuhkan waktu adaptasi
yang lama

13
Fitting lensa trifokals2,7,8
Seg height untuk lensa trifokals adalah jarak antara batas bawah frame ke superior
segmen intermediate lensa. Fitting lensa trifokals adalah membuat batas atas segmen
intermediate berada di bawah pupil, dimana fitting dilakukan pada cahaya ruangan yang
cukup terang sehingga segmen trifokals berada kurang lebih 2mm diatas central pupil.

Gambar 3. Lensa bifokal dan lensa trifokal

3. Lensa Varifocals / Progressive Addition Lenses (PALs)


Lensa addisi progresif dapat mengkoreksi presbiopia sekaligus memberi kenyamanan
pada berbagai jarak penglihatan. Lensa ini dapat menjadi alternatif dalam menggantikan
peran lensa bifokal. Lensa addisi progresif memiliki kurvatura permukaan yang berbeda-
beda secara bertahap, nilai minimum pada kelengkungan bagian atas serta nilai
maksimum pada kelengkungan bagian bawah. Oleh karena itu, lensa addisi progresif
memiliki kekuatan dioptri yang tepat untuk setiap jarak.2,7,8,10

Tabel 4. Kelebihan dan kekurangan lensa progresif2,7,8


Keuntungan Kerugian
 Mempunyai kekuatan lensa  Harganya lebih mahal
yang tepat dan fokus objek  Waktu adaptasi yang lama.
yang jelas di setiap jarak  Terdapat distorsi dan fokus
penglihatan. yang kurang baik di bagian
 Tidak ada batas antara perifer lensa
penglihatan jarak jauh dan jarak
dekat.

Fitting PAL’s 2,7,8,10


Lensa PAL’s lebih kompleks dibanding lensa bifocals dan trifocals, maka dari itu untuk
meresepkan harus lebih hati-hati. Tiga langkah fitting lensa PAL’s :

14
1) Penentuan Bingkai Kacamata
Bingkai kacamata harus diatur untuk meminimalkan kesalahan fitting. Tiga hal yang
harus diperhatikan supaya hubungan antara lensa dengan mata menjadi baik adalah
- Vertex Distance : diukur kurang lebih 14 mm, vertex distance yang besar dapat
meningkatkan fitting height, dan pasien dapat mengalami aberasi perifer pada
pengelihatan jauh. Jika vertex distance terlalu kecil, fitting height efektif menjadi
turun sehingga membuat pasien menjadi susah melihat dekat terutama saat
membaca
- Pantoscopic Tilt : kurang lebih antara 10-12 derajad, jika pastoscopic tilt terlalu
berat, maka bagian bawah bingkai kaca mata menjadi kontak dengan pipi pasien
sehingga menyebabkan PAL’s menjadi keatas dan kebawah dengan perubahan
ekspresi wajah pasien.
- Face form : Bingkai kacamata mempunyai face form yang sebaiknya mempunyai
bentuk yang sesuai dengan wajah pasien. Face form menjaga supaya lensa berada
pada vertex distance yang sama di setiap posisi. Jembatan bingkai kacamata juga
sebaiknya menyesuaikan bentuk wajah pasien
2) Penentuan Fitting Height
Untuk setiap bingkai kacamata yang dipilih memiliki beberapa kriteria yaitu :
bingkai kacamata terpasang dengan tinggi yang ideal dengan wajah pasien yaitu
mata berada di tengah lensa kacamata, lalu dekatkan lensa sedekat mungkin dengan
mata tetapi jangan sampai menyentuh kacamata, pastikan tinggi dan posisi kacamata
sesuai keinginan dan kebiasaan pasien
3) Penentuan Monocular Interpupilary Distance (MPD)
Monocular Interpupilary Distance diukur dengan lensometer. Tandai titik fokus pada
bingkai kacamata dengan spidol sesuai MPD yang didapat lalu evaluasi pemasangan
titik fokus lensa dengan titik fokus mata dengan cara pasien dan pemeriksa duduk
sama tinggi, mata kanan pasien melihat mata kiri pemeriksa lalu arahkan cahaya
penlight dibawah mata dan lihat apakah terdapat refleksi sinar pada titik fokus yang
sudah ditandi dengan spidol. Jika sudah ada refleksi sinar maka titik fokus sudah
sesuai.

Isometropia adalah keadaan dimana kekuatan refraksi kedua mata sama. Apabila
kekuatan refraksi kedua mata berbeda maka disebut anisometropia. Literatur lain
mendefinisikan anisometropia sebagai keadaan dimana kedua mata memiliki perbedaan
15
kekuatan refraksi sama dengan atau lebih dari 1.00 D pada satu atau lebih meridian.
Perbedaan status refraksi kedua mata sebesar 1.00 D akan menimbulkan perbedaan ukuran
bayangan yang diterima oleh retina sebesar 2%. Perbedaan ukuran bayangan yang diterima
oleh retina dikenal dengan istilah aniseikonia.3,4,11
Anisekonia kurang dari 5 % masih dapat ditoleransi dengan baik oleh otak. Hal ini
berarti bahwa perbedaan status refraksi sampai dengan 2.50 D masih dapat ditoleransi dengan
baik oleh otak. Keadaan anisekonia yang kurang dari 8 % atau 4.00 D masih dapat ditolernasi
pada sebagian individu, tergantung tingkat sensitivitas masing-masing individu. Anisekonia 8
% atau lebih tidak dapat lagi ditoleransi dan akan menimbulkan keluhan pada pasien karena
adanya gangguan fusi di otak terhadap kedua bayangan sangat besar.3,11,12

Klasifikasi anisometropia dapat dibedakan berdasarkan empat hal:9,11,12


1. Kelainan refraksi
2. Perbedaan status refraksi
3. Etiologi
4. Kontribusi komponen okuler

Klasifikasi anisometropia berdasarkan kelainan refraksi dapat dibedakan menjadi:11


1. Simple anisometropia yaitu keadaan satu mata emetrop sedangkan mata lainnya miopia
atau hipermetropia.
2. Compound anisometropia / isoanisometropia, dimana kedua mata dalam keadaan miopia
(anisomiopia) atau hipermetropia (anisohipermetropia).
3. Mixed anisometropia / antimetropia merupakan kondisi dimana satu mata miopia
sedangkan mata lainnya hipermetropia.
4. Simple astigmatic anisometropia adalah keadaan dimana dijumpai salah satu mata
astigmatisma.
5. Compound astigmatic anisometropia yaitu kedua mata terdapat kelainan refraksi
astigmatisma.

Berdasarkan perbedaan status refraksi, anisometropia dibedakan atas :11,12


1. Low yaitu perbedaan status refraksi kurang dari 2,00 dioptri, biasanya dapat dikoreksi
dengan menggunakan kacamata.
2. High merupakan perbedaan status refraksi 2,00 sampai 6,00 dioptri dan didapatkan adanya
keluhan gangguan penglihatan binokuler.
16
3. Very high adalah perbedaan status refraksi yang lebih dari 6,00 dioptri.

Pada kasus ini hasil pemeriksaan visus mata kanan 0.5/60 dengan koreksi S – 12,75
C – 1,75 x 110° 6/48 NBC, sedangkan visus mata kiri 6/120 dengan koreksi S – 2.75 C –
3,00 x 72° 6/7,5 NBC. Berdasarkan kelainan refraksinya, keadaan anisometropia pada kasus
ini adalah compound astigmatic anisometropia. Pemeriksaan binokularitas pada pasien ini
ialah 6/7,5, dan tidak didapatkan adanya pusing dan distorsi. Adanya perbedaan spherical
equivalent diantara kedua mata, dimana pebedaan status refraksi miopia sebesar spheris -
10.00 D dan astigmatisma sebesar -1.25 D menjadi dasar diagnosis mata kanan kiri very high
anisometropia.

Klasifikasi anisometropia berdasarkan etiologi :9,11


1. Kongenital : Anisometropia terjadi karena adanya perbedaan perkembangan bola mata
dari kedua mata. Beberapa hal yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain ialah
glaukoma kongenital, katarak kongenital, trauma kehamilan, kelainan refraksi.
2. Didapat : Kondisi ini dapat disebabkan oleh keadaan afakia uniokuler pasca ekstraksi
katarak, kesalahan pengukuran kekuatan lensa intraokuler maupun saat implantasi lensa
intraokuler.

Klasifikasi berdasarkan kontribusi komponen okuler yaitu :11


1. Panjang sumbu bola mata.
2. Lensa kristalina.
3. Kornea.

Pilihan modalitas terapi yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan anisometropia


sendiri terdiri dari beberapa modalitas. Pemberian terapi ini dipilih sesuai dengan dengan
kondisi masing-masing individu. Anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis sangat diperlukan
untuk pertimbangan pemilihan tatalaksana. Modalitas terapi anisometropia terbagi menjadi
non invasif dan invasif. Non invasif yaitu kecamata dan lensa kontak. Invasif yaitu bedah
kornea refraktif, implantasi lensa intraokuler, lensa kontak intraokuler, dan Clear Lens
Extraction.3,8,9
Pemilihan terapi berdasarkan pertimbangan kondisi klinis pasien dimana terapi non
invasif dipilih terlebih dahulu dibandingkan terapi invasif. Koreksi kacamata diberikan pada
pasien ini walaupun terdapat keadaan very high ansiometropia. Penanganan ini dipilih karena
17
pada saat dilakukan fitting dengan kacamata pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan
distorsi maupun pusing. Jika pada saat fitting pasien mengeluhkan distorsi pertimbangan
yang akan dipilih selanjutnya adalah mengurangi kekuatan lensa pada mata yang lebih buruk
visusnya, sehingga pasien bergantung melihat hanya menggunakan mata yang lebih baik.
Pada pasien ini tidak dipertimbangkan penggunaan lensa kontak karena pasien tidak
dapat melakukan perawatan lensa kontak yang baik sehingga pasien menolak saran
menggunakan lensa kontak, sedangkan kondisi yang harus dipertimbangkan dalam
pemakaian lensa kontak adalah status oftalmologis, keadaan sistemik, pekerjaan, kedisiplinan
pemakaian, perawatan lensa kontak serta kemauan pasien. Alasan lain adalah usia pasien,
dimana pada usia lanjut prevalensi terjadinya dry eye lebih tinggi sehingga membuat
penggunaan lensa kontak tidak direkomendasikan.
Pada penderita anisometropia dewasa derajat sedang sampai berat terapi invasif
adalah pilihan yang banyak digunakan. Terapi invasif yang bisa dilakukan antara lain bedah
kornea refraktif, implantasi lensa intraokuler, dan Clear Lens Extraction. Pilihan tindakan
bedah kornea refraktif yaitu : Laser assisted insitu keratomileusis (LASIK), Laser assisted
epithelial keratomileusis (LASEK), dan Photo refractive keratotectomy (PRK). Tindakan ini
memberikan hasil yang memuaskan bagi pasien secara subjektif. Tindakan Clear Lens
Extraction disertai pemasangan lensa intraokular berdasarkan hasil biometri pasien juga dapat
memberikan hasil yang baik. Pemeriksaan setelah tindakan invasif dilakukan untuk
memastikan ada tidaknya kelainan refraksi yang belum terkoreksi, beberapa pasien tetap
memerlukan kacamata setelah dilakukan tindakan pembedahan tetapi dengan kekuatan lensa
2,9,11
yang tidak terlalu tinggi. Alasan tidak dilakukannya tindakan pembedahan pada pasien
kasus ini adalah pasien merasa dengan kacamata masih dapat membantu aktivitas harian, dan
pasien belum berani menjalani operasi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kesehatan Mata
Universitas Gajahmada. Yogyakarta: 2012. 145-160.
2. Cantor, Louis B. Basic Clinical Science Course. Clinical Optic. Section 3. San Fransisco
: The Foundation of the American Academy of Ophthalmology ; 2014-2015. 83-137.
3. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Basic and Clinical Science Course. Clinical Optics.
San Fransisco : The Foundation of the American Academy of Ophthalmology ; 2014.
4. Lang GK, Gareis O, Lang GE et al.Ophthalmology : a pocket texbook atlas. 2nd edition.
New York : Thieme Stuttgart ; 2007, p 444-57.
5. Yuan, Yuan Hu, Jian Veng Hu el. al. Prevalence and Associations of Anisometropia in
Children. Investigative Ophtalmology and Visual Science Journal. [serial online]. 2016
March [cited 2019 May 29]. Available from:
http://iovs.arvojournals.org/article.aspx?articleid=2502105
6. DG Vaughan, T Asbury. General Ophthalmology. 17th Edition. New York: Mc Graw
Hill; 2008. 126-50.
7. Haran MJ, Lord SR, Cameron ID et all. Preventing Falls in Older Multifocal Glasses:
The Protocol for The Visible Randomised Controlled Trial. BMC Geriatrics, 2009: 9:10.
8. Keirl A, Chistie C. Clinical Optics and Refractions. A Guide for Optometrists, Contact
Lens Opticians and Dispensing Opticians. Elsevier ; 2007, p 214-29.
9. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology. A systematic Approach. Philadelphia : Butterworth-
Heinemann ; 2008, p 318-21.
10. Gary L. Mancil, O.D. Optometric Clinical Practice Guidline Care Of The Patient With
Presbyopia. New York. American Optometric Association. 2011. 1-34.
11. Benjamin WJ. Anisekonia and Anisometropia. Borish’s Clinical Refraction. China :
Butterworth Heinemann Elsevier ; 2006, Section 32.
12. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi : New Age International (P)
Limited ; 2007, p 28-36.
13. Gasson, Andrew, Judith MorrisThe Contact Lens Manual; A Pratical Guide to Fitting.
Butterworth Heinmann; Spain. 2003 .p78,86,124 - 14

19

Anda mungkin juga menyukai