Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

MANAGEMEN ANISOMETROPIA MENGGUNAKAN LENSA


KONTAK RIGID GAS PERMEABLE

SANDRI

RINDA WATI

TAHAP III

SUBBAGIAN REFRAKSI, LENSA KONTAK DAN LOW VISION

PROGRAM STUDI OPHTHALMOLOGY PROGRAM SPESIALIS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan refraksi (Ametropia) terjadi akibat cahaya mata tidak mampu


membuat sinar sejajar masuk ke dalam media refraksi tepat jatuh di retina tanpa
adanya akomodasi. Kelainan refraksi antara lain ialah miopia, hiperopia, dan
astigmatisma. Menurut WHO, 153 juta orang di seluruh dunia hidup dengan
gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi.1,2
Anisometropia adalah suatu keadaan dimana kedua mata memiliki kekuatan
refraktif yang berbeda sebesar 1.00 dioptri (D) atau lebih pada satu meridian atau
lebih. Angka kejadian anisometropia sebesar 10% pada dewasa muda dan bertambah
secara signifikan pada dewasa lanjut. Anisometropia ringan dengan perbedaan
sebesar kurang dari 2.00 dioptri biasanya dapat dikoreksi secara penuh sehingga
pasien tidak mengalami kesulitan yang bermakna. Akan tetapi, anisometropia dengan
perbedaan refraktif 2.00 – 6.00 dioptri atau lebih sering mengalami masalah
penglihatan binokuler, seperti asthenopia atau diplopia sehingga membutuhkan
tatalaksana.1,2,3
Tata laksana anisometropia dapat dilakukan secara optik maupun surgical.
Pilihan tatalaksana optik pada anisometropia dapat berupa kacamata standar,
kacamata iseikonik, dan berbagai jenis lensa kontak. Adanya aniseikonia pada
anisometropia yang signifikan menjadikan kacamata iseikonik dan lensa kontak
sebagai pilihan utama manajemen anisometropia. Dari berbagai jenis lensa kontak
seperti spherical soft contact lens, Lensa kontak Rigid Gas Permeable (RGP) , Lensa
kontak Torik yang dapat digunakan pada anisometropia. Lensa kontak Rigid Gas
Permeable (RGP) menjadi pilihan utama karena selain relatif mudah untuk diperoleh,
koreksi astigmatisma yang sering menyertai anisometropia juga dapat dikoreksi
secara lebih optimal dibandingkan jenis lensa kontak lunak sferis (spherical soft
contact lens).4,5,6

1
Laporan kasus ini akan membahas penggunaan lensa kontak Rigid Gas
Permeable (RGP) untuk penatalaksanaan anisometropia.

BAB II
LAPORAN KASUS

Kasus 1

Seorang perempuan, usia 29 tahun, datang ke RSUP Dr.M.Djamil Padang pada


tanggal 22 Juni 2022.
Keluhan Utama :

Penglihatan kedua mata terasa kabur.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penglihatan kedua mata terasa kabur secara perlahan sejak 8 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur dirasakan semakin memberat dalam 2 tahun ini. Pasien sering
merasakan nyeri kepala. Pasien sudah dikenal dengan rabun jauh dan sudah
menggunakan kacamata untuk rabun jauh, namun dalam 1 tahun terakhir dirasakan
kurang nyaman. Keluhan mata merah (-). Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat penggunaan kacamata sekarang yang ada pada pasien dengan ukuran
(OD: S-4.00) dan OS: S-7.00)

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

STATUS OFTALMOLOGI
OD OS

Visus 3/60 1/300

Palpebra Edema (-) Edema (-)

2
Konyungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Bening Bening

COA Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat Coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat, reflek +/+, o 3mm Bulat, reflek +/+, o 3mm

Lensa Bening Bening

TIO 11 mmHg 13 mmHg

Funduskopi

Media Jernih Jernih

Papil Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
0,4, PPCRA(+) 0,4, PPCRA(+)

Pembuluh Darah Aa: Vv = 2:3 Aa: Vv = 2:3

Retina Perdarahan(-) eksudat(-) Perdarahan(-) eksudat(-)

tigroid (+) tigroid (+)

Makula Reflek fovea(+) Reflek fovea(+)

Diagnosis:
- Anisometropia
- Astigmatisma miopia kompositus ODS
Tatalaksana:
- Koreksi kacamata dengan resep :
OD : S-6.75 C-0.25(180) -> 20/20
OS : S-24.00 C-0.75(180) -> 20/400
Diberikan : S-9.75 C-0.75(180) -> 2/60
- Keratometri :
OD : KV : 7.4/45.62
KH : 7.84/ 43.00

3
OS : KV : 7.42 /45.5
KH : 7.84/ 43.00
- Lensa kontak RGP dengan trial :
 OD dengan Menicon Z
- 7.65 -> steep
- 7.70 -> good fit
 OS dengan Menicon Z
- 7.65 -> steep
- 7.70 -> good fit
Over Refraksi :
OD (Mz): -9.00 + (+2.00)= -7.00 -> 20/20
OS (MZ): -4.00 + ((-20.50) VD-> -16.50 )= -20.50 -> 20/400
Resep RGP :

OD (Mz): 7.70/-7.00/9.2

OS (MZ) : 7.70/-20.50/9.2

Kasus 2

Seorang laki-laki, usia 34 tahun, datang ke RSUP Dr.M.Djamil Padang pada


tanggal 09 Juni 2022.
Keluhan Utama :

Penglihatan kedua mata terasa semakin kabur.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penglihatan kedua mata terasa kabur secara perlahan sejak 3 tahun yang lalu. Pasien
sering merasakan nyeri kepala. Pasien sudah dikenal dengan rabun jauh dan mata
silindris dan sudah menggunakan kacamata untuk rabun jauh selama 2 tahun.
Namun, dalam 8 bulan terakhir dirasakan kurang nyaman. Keluhan mata merah (-).
Riwayat trauma (-)
Riwayat Penyakit Dahulu :

4
- Riwayat penggunaan kacamata sekarang yang ada pada pasien dengan ukuran
(OD: S-3.00 C-1.00(180) dan OS : S-1.00 C-0.75 (180))

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien

STATUS OFTALMOLOGI
OD OS

Visus 1/60 5/60

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Konyungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Bening Bening

COA Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat Coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat, reflek +/+, o 3mm Bulat, reflek +/+, o 3mm

Lensa Bening Bening

TIO 11 mmHg 13 mmHg

Funduskopi

Media Jernih Jernih

Papil Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-
0,4, PPCRA(+) 0,4

Pembuluh Darah Aa: Vv = 2:3 Aa: Vv = 2:3

Retina Perdarahan(-) eksudat(-) Perdarahan(-) eksudat(-)

tigroid (+)

Makula Reflek fovea(+) Reflek fovea(+)

5
Diagnosis:
- Anisometropia
- Astigmatisma miopia kompositus ODS
Tatalaksana :

- Best corrected visual acuity (BCVA) :


OD : S-8.25 C-3.00(180) ->20/30
OS : S-2.25 C-2.75(180) ->20/20
- Keratometri :
OD : KV : 7.02/48.00
KH : 7.58/44.50
OS : KV : 7.10/47.50
KH : 7.70/43.75
- Lensa kontak RGP dengan trial :
 OD dengan Menicon Z
- 7.45 -> steep
- 7.50 -> good fit
 OS dengan Menicon Z
- 7.50 -> steep
- 7.40 -> good fit
Over Refraksi :
OD (Mz): -9.00 + (+0.75) = -8.25 -> 20/20
OS (MZ): -4.00 + (+0.50)= -3.50 -> 20/20f
Resep RGP :

OD (Mz): 7.50/-8.25/9.2

OS (MZ) : 7.40/-3.50/9.0

Kasus 3

Seorang laki-laki, usia 15 tahun, datang ke RSUP Dr.M.Djamil Padang pada


tanggal 09 Agustus 2022.

6
Keluhan Utama :

Penglihatan kedua mata terasa semakin kabur.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Penglihatan kedua mata terasa kabur secara perlahan sejak 2 tahun lalu. Pasien
belum pernah memakai kacamata sebelumnuya. Keluhan mata merah (-). Riwayat
trauma (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Tidak ada sakit lain sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada keluarga yang sakit serupa.

STATUS OFTALMOLOGI

OD OS

Visus 1/60 20/150

Palpebra Edema (-) Edema (-)

Konyungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Kornea Bening Bening

COA Cukup dalam Cukup dalam

Iris Coklat Coklat, sinekia (-)

Pupil Bulat, reflek +/+, o 3mm Bulat, reflek +/+, o 3mm

Lensa Bening Bening

TIO 13 mmHg 12 mmHg

Funduskopi

Media Jernih Jernih

Papil Bulat, batas tegas, c/d 0,3- Bulat, batas tegas, c/d 0,3-

7
0,4, PPCRA(+) 0,4

Pembuluh Darah Aa: Vv = 2:3 Aa: Vv = 2:3

Retina Perdarahan(-) eksudat(-) Perdarahan(-) eksudat(-)

tigroid (+)

Makula Reflek fovea(+) Reflek fovea(+)

Diagnosis:
- Astigmatisma miopia kompositus ODS
- High miopia OD
- Anisometropia
Tatalaksana :
- Koreksi kacamata dengan resep :
OD : S-11.25 C-3.50(180) ->20/30
OS : S-1.75 C-1.75(180) ->20/20
- Keratometri :
OD : KV : 7.81/43.25
KH : 8.48/39.80
OS : KV : 7.94/42.5
KH : 8.27/40.80
- Lensa kontak RGP dengan trial :
 OD dengan Menicon Z
- 8.10 -> steep
- 8.20 -> steep
- 8.25 -> good fit
 OS dengan Menicon Z
- 8.00 -> steep
- 8.10 -> steep
- 8.20 -> good fit
Over Refraksi :
OD (Mz): -9.00 + (-1.50) = -10.50 -> 20/30
8
OS (MZ): -4.00 + (+1.75)= -2.25 -> 20/20

Resep RGP :

OD (Mz): 8.25/-10.50/9.2

OS (MZ) : 8.20/-2.25/9.6

9
BAB III
DISKUSI

Pada makalah ini dilaporkan 3 kasus pasien dengan kelainan refraksi yaitu
anisometropia yang ditatalaksana menggunakan lensa kontak Rigid Gas Permeable
(RGP). Pasien pertama, seorang laki-laki usia 29 tahun dengan penglihatan kedua
mata terasa kabur secara perlahan sejak 8 tahun yang lalu. Kacamata dirasa tidak
nyaman dalam 2 tahun ini. Pasien kedua, seorang perempuan usia 24 tahun dengan
penglihatan kedua mata terasa kabur secara perlahan sejak 3 tahun yang lalu,
namun semakin kabur dalam 8 bulan terakhir. Pasien ketiga, seorang laki-laki usia
15 tahun dengan penglihatan kedua mata terasa dan memberat dalam 2 tahun
terakhir dan pasien belum pernah mendapatkan kacamata.
Anisometropia adalah keadaan yang ditandai dengan perbedaan kekuatan
refraksi pada kedua mata ≥ 1.00 D pada satu meridian atau lebih. Anisometropia
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan status refraksi yang
terdapat pada kedua mata penderita, yaitu:
1. anisometropia miopia simpleks,

2. anisometropia hiperopia simpleks,

3. anisometropia astigmatisma simpleks,

4. anisometropia miopia kompositus,

5. anisometropia hiperopia kompositus,


6. anisometropia astigmatisma kompositus, dan
7. anisometropia mikstus atau antimetropia.

Anisometropia miopia simpleks, hiperopia simpleks, atau astigmatisma


simpleks memiliki pengertian bahwa salah satu mata miopia, hiperopia, atau
astigmatisma, tetapi mata lainnya emetropia. Anisometropia miopia kompositus,
hiperopia kompositus, atau astigmatisma kompositus berarti bahwa kedua mata
miopia, hiperopia, atau astigmatisma, tetapi salah satu mata memiliki perbedaan

10
kekuatan refraksi 1.00 D atau lebih dibandingkan mata lainnya. Sedangkan
anisometropia mikstus atau antimetropia terjadi pada kondisi salah satu mata
hiperopia dan mata lainnya miopia.1,2,11
Anisometropia dapat terjadi kongenital atau didapat. Anisometropia
kongenital/developmental umumnya disebabkan oleh faktor genetik yang ditandai
dengan perkembangan kedua mata yang tidak simetris baik panjang aksial, komponen
korneal, lentikular, atau kombinasinya. Etiologi anisometropia didapat adalah kondisi
– kondisi patologis, seperti afakia unilateral, ptosis, koreksi post operasi (post-
surgery refractive surprise), post-keratoplasty, dan sklerosis nukleus asimetris.
Berdasarkan etiologinya, anisometropia diklasifikasikan menjadi anisometropia
refraktif dan aksial. Anisometropia refraktif disebabkan oleh perbedaan komponen
refraktif seperti kurvatura kornea atau kekuatan lensa, sedangkan anisometropia
aksial disebabkan oleh perbedaan panjang aksial bola mata. Akan tetapi, pasien
anisometropia pada umumnya memiliki kedua kondisi tersebut. Manifestasi klinis
anisometropia dapat berupa asthenopia, diplopia, nyeri kepala, strabismus, atau tanpa
gejala. Pada anak-anak, anisometropia yang tidak dikoreksi dapat menyebabkan
ambliopia unilateral. Nilai anisometropia lebih dari 1.50 D pada anisohiperopia, 2.00
D pada anisoastigmatisma, dan 3.00 D pada anisomiopia dapat menyebabkan
ambliopia (amblyogenic factor).1,4,5
Pada kasus pertama, didapatkan visus mata kanan 3/60 cc S-6.75 C-0.25(180)
menjadi 20/20, sedangkan visus mata kiri 1/300 cc S-24.00 C-0.75(180) menjadi
20/400. Pada kasus kedua, didapatkan visus mata kanan 1/60 cc S-8.25 C-3.00(180)
menjadi 20/30, sedangkan visus mata kiri 5/60 cc S-2.25 C-2.75(180) menjadi
20/20. Pada kasus ketiga, didapatkan visus mata kanan 1/60 cc -11.25 C-3.50(180)
menjadi 20/30 sedangkan visus mata kiri 20/150 cc S-1.75 C-1.75(180) menjadi
20/20.
Ketiga kasus tersebut diklasifikasikan menjadi anisometropia. Dinama
terdapat perbedaan kekuatan refraksi pada kedua mata ≥ 1.00 D pada satu meridian
atau lebih. Pada ketiga kasus diklasifikasikan sebagai anisometropia miopia
kompositus.

11
Pilihan manajemen anisometropia meliputi koreksi penuh dengan adaptasi,
undercorrection pada salah satu mata, kacamata iseikonik, lensa kontak,
ortokeratologi, dan bedah refraktif.12,14,15

Kacamata iseikonik bertujuan untuk meminimalisir perbedaan ukuran


bayangan dengan memanipulasi faktor-faktor yang mempengaruhi magnifikasi
kacamata. Indikasi pemberian kacamata iseikonik adalah pada pasien anisometropia
yang tidak dapat menggunakan lensa kontak atau bedah refraktif, atau tidak dapat
dikoreksi dengan kacamata standar karena terjadi aniseikonia. Keuntungan kacamata
iseikonik adalah dapat mengurangi gejala aniseikonia dan tidak mengurangi koreksi
penglihatan bagian sentral. Kerugian kacamata iseikonik adalah desain lebih
kompleks, dan membuat salah satu mata terlihat lebih besar sehingga terlihat kurang
estetis.15

Hukum Knapp menyebutkan bahwa ketika lensa ditempatkan pada titik fokus
anterior mata anisometropia aksial, ukuran bayangan retina akan sama dengan
bayangan dari mata emetropia. Hal tersebut menunjukkan bahwa kacamata dapat
diberikan untuk aniseikonia aksial. Pada kenyataannya, sangat jarang ditemukan
anisometropia yang murni disebabkan oleh komponen aksial. Lensa kontak efektif
mengatasi aniseikonia refraktif maupun aksial. Lensa kontak meminimalisir
perbedaan magnifikasi karena tidak ada vertex distance. Lensa kontak juga
mengeliminasi efek prisma yang diinduksi kacamata. Derajat aniseikonia yang timbul
dengan koreksi menggunakan lensa kontak lebih kecil (0.9%) dibandingkan kacamata
iseikonik (1.4%).1,10,11
Pada pemakaian lensa kontak, magnifikasi bayangan retina yang terjadi sangat
kecil sehingga aniseikonia yang diinduksi sangat minimal. Oleh karena itu,
pemakaian lensa kontak memungkinkan terjadinya fusi dan penglihatan stereokopis
yang lebih baik.10,11,16
Lensa kontak memiliki beberapa parameter penting, yaitu: base curve,
diameter, dan sagittal depth (gambar 1). Lensa kontak berbeda dari kacamata karena
lensa kontak memiliki vertex distance yang lebih pendek (dianggap bernilai 0) dan
12
pada lensa kontak RGP terdapat tear lens yang terbentuk diantara permukaan
posterior lensa kontak dengan permukaan kornea. Kelebihan lain yang dimiliki lensa
kontak adalah lapangan penglihatan lebih luas dibanding kacamata dan mencegah
distorsi perifer seperti aberasi sferis yang terjadi pada lensa kacamata dengan power
tinggi, serta lebih baik secara kosmetik. Ukuran bayangan di retina (retinal image
size) dipengaruhi oleh vertex distance dan power lensa koreksi, lensa kontak memiliki
vertex distance lebih pendek dari kacamata sehingga perubahan ukuran bayangan
lebih minimal dibanding kacamata. Lensa kontak membutuhkan usaha akomodasi
seimbang dengan mata emetropia. Peningkatan kebutuhan konvergensi tergantung
pada fokus objek dekat yang proporsional terhadap ukuran kelainan refraksi.10,12,16

Gambar 1. Parameter lensa kontak10

Berdasarkan material/ bahan dasarnya, lensa kontak dibagi menjadi hard dan
soft contact lens. Lensa kontak rigid merupakan modifikasi hard contact lens yang
permeabel terhadap oksigen (gas permeable). Kelebihan soft contact lens adalah
periode adaptasi yang lebih pendek dan tingkat kenyamanan yang tinggi. Soft contact
lens terdiri dari lensa kontak lunak konvensional yang dapat diganti setiap 6-12 bulan
dan memiliki harga yang lebih murah tetapi membutuhkan perawatan khusus lensa
kontak pada umumnya dan lensa kontak lunak disposable dengan harga yang lebih
mahal tetapi tidak membutuhkan perawatan karena hanya digunakan sekali pakai.
Lensa kontak disposable berguna untuk pasien yang alergi dengan cairan pembersih
lensa kontak dan deposit protein pada lensa
kontak. 10,11,16

13
Pada anisometropia dengan astigmatisma, pemilihan jenis lensa kontak yang
digunakan tergantung dari derajat astigmatisma yang dimiliki pasien. Astigmatisma
kurang dari 1.00 dioptri dapat diberikan spherical soft contact lens atau spherical
rigid gas-permeable (RGP) contact lens, astigmatisma 1.00 – 2.00 dioptri dapat
diberikan toric soft contact lens atau spherical RGP contact lens, astigmatisma 2.00 –
3.00 dioptri dapat diberikan custom soft toric lens atau spherical RGP contact lens,
dan astigmatisma lebih dari 3.00 dioptri diberikan toric RGP contact lens atau custom
soft toric lens.1,2,10
Lensa kontak RGP memiliki diameter lebih kecil dan terletak di tengah kornea
tetapi bergerak bebas setiap kedipan mata. Parameter pada RGP tidak ditentukan oleh
manufacturer dan bervariasi pada setiap pasien sehingga membutuhkan proses fitting
sebelum diresepkan. 10,16
Kelebihan lensa kontak RGP dibanding soft contact lens adalah kualitas
penglihatan yang lebih tajam, permeabilitas oksigen lebih baik, dapat dilakukan
koreksi astigmatisma sedang - berat, dapat digunakan pada pasien dengan dry eye
yang tidak berat, dan perawatan yang lebih mudah. Kekurangan lensa kontak RGP
adalah ketidaknyamanan ketika awal penggunaan, periode adaptasi yang lebih lama,
dan kesulitan proses fitting.10,16
Pemakaian RGP memerlukan proses adaptasi pada awal pemakaian. Proses
adaptasi dimulai dari durasi yang singkat, kemudian ditingkatkan secara bertahap
sehingga akhirnya pasien mampu menggunakan RGP seharian penuh. Selama
adaptasi akan ditemui gejala mata berair (tearing), sensasi benda asing, bahkan
fluktuasi visual. Pada umumnya akan terjadi peningkatan rasa nyaman dan tajam
penglihatan seiring dengan adaptasi pasien terhadap pemakaian RGP.10,16
Sebelum melakukan peresepan lensa kontak RGP, terdapat beberapa tahapan
yang harus dilalui. Diawali dengan pemeriksaan refraksi pada kedua mata untuk
menemukan adanya anisometropia, kemudian dilakukan koreksi dengan kacamata
untuk menentukan tajam penglihatan terbaik dengan koreksi. Setelah itu, dilakukan
fitting lensa kontak untuk menentukan parameter lensa kontak yang akan digunakan

14
oleh pasien. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fitting lensa kontak RGP dan
peresepannya adalah sebagai berikut: 10,11,16
1. Penentuan base curve atau central posterior curve lensa kontak

2. Pemilihan base curve trial contact lens

3. Penentuan power lensa kontak

4. Pengaruh vertex distance

Base curve lensa kontak yang akan diresepkan ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan keratometry yang mengukur kelengkungan kedua meridian utama
kornea pasien. Pada keratometer terdapat 2 skala, satu skala dibaca dalam satuan
dioptri yang menyakatakan power meridian kornea yang diukur dan skala lainnya
dalam satuan milimeter (mm) yang merupakan radius kurvatura kornea. Hasil
keratometri dalam mm ditulis dengan tanda ”K” dan ”k”. Nilai K, disebut juga flat k
dipakai sebagai dasar untuk menentukan base curve lensa kontak. Nilai flat k berasal
dari meridian utama kornea dengan lengkungan yang paling landai (flat) dan memiliki
radius lebih panjang. Tetapi pada penentuan base curve, kita juga perlu
memperhatikan besarnya astigmatisma kornea yang didapat dari selisih panjang
kedua lengkungan meridian kornea yang saling tegak lurus dan telah dikonversi ke
dalam mm. Bila astigmatisma kornea tidak ada atau minimal, yaitu hanya 0,10 mm
atau kurang, base curve lensa kontak disamakan dengan “K”. Makin besar
astigmatisma kornea, base curve lensa kontak perlu dibuat makin steep, dengan
membuat radiusnya lebih kecil.10,16
Set lensa kontak yang digunakan untuk fitting disebut trial sets, terdiri dari
beberapa lensa kontak dengan base curve yang berbeda-beda, umumnya antara 7,20
mm hingga 8,40 mm dengan interval 0,10 mm. Kesesuaian base curve trial set
dengan hasil keratometry dinilai dengan memperhatikan :
a. kedudukan dan gerakan lensa kontak

b. gambaran fluorescein

15
Lensa trial yang dicobakan pada pasien seharusnya hanya bergerak, terbawa
atau tertinggal sedikit bila pasien diminta melirik ke kanan, kiri, atas, bawah dan
mengedip. Bila lensa kontak tampak sama sekali tidak bergerak, base curve lensa
kontak terlalu kecil atau terlalu steep untuk kornea pasien. Sebaliknya bila pada
pergerakan mata lensa kontak trial tampak bergeser sangat banyak, apalagi sampai
melewati limbus kornea, lensa kontak tersebut lebih flat atau terlalu panjang,
sehingga perlu diberikan lensa kontak yang lebih steep dengan base curve yang lebih
kecil.10,16
Dengan pemberian fluorescein, dinilai kuantitas tear film yang berada diantara
lensa kontak RGP dan kornea pasien. Bila ditemukan bagian dengan fluorescein yang
sedikit, hal ini menandakan di tempat tersebut hanya terdapat sedikit tear film yang
berarti lensa kontak hanya terlepas sedikit dari kornea.Sesuai dengan design lensa
kontak, akan terdapat suatu lingkaran yang jelas lebih hijau mengitari optical zone.
Gambar kehijauan tipis rata ditengah menandakan suatu good alignment, good fit,
atau correct fit, pengepasan yang benar (gambar 2A). Jika terdapat ruangan besar
dibawah optical zone antara lensa kontak dan kornea yang berisi zat fluorescein
menandakan base curve lensa kontak terlalu steep, sehingga perlu diberikan lensa
kontak dengan base curve yang lebih flat (gambar 2B). Sedangkan bila terdapat
bercak hitam ditengah dan dikelilingi daerah berwarna hijau, hal ini menunjukkan
lensa kontak menempel pada puncak kornea yang menandakan base curve lensa
kontak terlalu flat, sehingga perlu dicobakan lensa kontak dengan base curve yang
lebih steep dengan radius kelengkungan yang lebih kecil (gambar 2C).10,16

A B C

Gambar 2. Pola flourescein pada fitting lensa kontak RGP: A. good fitting,
B. too steep fitting, C. too flat fitting10

16
Penentuan power lensa kontak dilakukan dengan cara over-refraksi. Pada
mata yang sudah memakai lensa kontak, power trial lens kacamata ditambahkan
untuk mendapatkan visus terbaik dengan koreksi. Power lensa kontak yang
didapatkan adalah hasil over-refraksi ditambah dengan kekuatan lensa kontak yang
sedang dipakai pasien. Bila hasil over refraksi kurang dari ±4.00 D, pengaruh vertex
distance tidak perlu diperhitungkan. Tetapi pada hasil overrefraksi yang lebih besar
dari ±4.00 D, perlu diperhitungkan pengaruh vertex distance.10,12,16

Tabel 1. Konversi Vertex Distance (VD) pada lensa kontak.

17
Untuk mendapatkan lensa kontak dengan power efektif yang sama dengan
yang hasil yang diperoleh pada over-refraksi, maka hasil yang tinggi perlu dikoreksi
terlebih dulu dengan vertex distance compensation chart sebelum ditambahkan pada
power trial contact lens.16
Resep lensa kontak RGP yang akan dipesan sesuai hasil fitting perlu
mencantumkan hal-hal sebagai berikut: (1). nilai K, (2). power trial lens, (3). hasil
over-refraksi, dan (4). koreksi vertex distance bila hasil over-refraksi tinggi yang
menentukan power lensa kontak yang akan diresepkan, (5). base curve lensa trial
yang memberikan hasil good fitting, serta (6) diameter lensa kontak yang tertera pada
kemasan trial lens.16
Pasien pertama diberikan saran RGP lensa kontak dengan ukuran OD S-9.00/
base curve 7.65/ diameter 9.2 mm mata kanan dan ukuran OS S-4.00/ base curve
7.60/ diameter 9.2 mm. Pemeriksaan keratometri mata kanan pasien menunjukkan K1
7.40 mm dan K2 7.84 mm, sehingga hasil perhitungan base curve menggunakan
adalah 7.62 mm dan disesuaikan dengan lensa kontak yang tersedia menjadi 7.60 dan
7.65. Keratometri mata kiri nilai K1 7.42 mm dan K2 7.84 mm, hasil perhitungan
base curve 7.63 mm dan disesuaikan dengan lensa kontak yang tersedia menjadi 7.60
dan 7.63 Hasil fitting mata kanan menunjukkan dengan base curve 7.65, namun RGP
terlihat loose fit. Kemudian dilakukan fitting dengan base curve 7.70 terlihat good fit
dengan pergerakan lensa saat mata berkedip (version) dalam batas normal. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan over-refraksi dengan menggunakan trial lens didapatkan
hasil S+2.00. Pasien dapat mencapai tajam penglihatan 20/20 pada mata kanan.
Hasil fitting mata kiri menunjukkan base curve 7.60, namun RGP terlihat
loose fit. Kemudian dilakukan fitting dengan base curve 7.70 terlihat good fit dengan
pergerakan lensa saat mata berkedip (version) dalam batas normal. Dilakukan
pemeriksaan over-refraksi dengan menggunakan trial lens didapatkan hasil S-20.50.
Berdasarkan table vertex distance S-20.50 (VD= -16.50) Pasien dapat mencapai
tajam penglihatan 20/400 pada mata kiri.
Pasien diberikan saran RGP lensa kontak dengan ukuran OD S -7.00 D/ Base
curve 7.70/ Diameter 9.2 mm mata kanan dan OS S -20.50 D/ Base curve 7.70/

18
Diameter 9.2 mm. Pasien dapat mencapai tajam penglihatan 20/20 pada mata kanan
dan 20/400 mata kiri sehingga tajam penglihatan binocular 20/80 dengan koreksi
RGP lensa kontak.

BAB IV
KESIMPULAN

1. Penanganan anisometropia yang tinggi dapat dilakukan dengan pemberian lensa


kontak untuk mempertahankan penglihatan binokular agar tidak terjadi
bayangan yang terbentuk tidak jauh berbeda dan aniseikonia yang terjadi
minimal.
2. Pada ketiga kasus didapatkan diagnosa anisometropia dan diberikan lensa Rigid
Gas Permeable yang memberikan hasil visus yang lebih baik dibandingkan saat
pemberian kacamata.
3. Kalkulasi power refraksi untuk lensa kontak berbeda dengan penggunaan
kacamata, sehingga diperlukan konversi dengan mempertimbangkan vertex
distance (VD).

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Rapuano CJ, Stout JT, McCannel CA. Clinical Refraction: Basic and
Clinical Science Course 3: 2020-2021. San Francisco: American Academy
of Ophthalmology. 2020. pp 184-190, 206-234.
2. Benjamin WJ. Borish’s Clinical Refraction, 2nd ed. Philadelphia: Elsevier.
2006. pp 13-25, 1479-1505.
3. Wolffsohn JS, Dumbleton K, Huntjens B, Kandel H, Koh S, Kunnen CME,
et al. CLEAR - Evidence-based contact lens practice. Contact Lens Anterior
Eye. 2021;44(2):368–97.
4. Mukherjee PK. Manual of Optics and Refraction, 1st ed. New Delhi: Jaypee
Brothers, Medical Publishers. 2015. p 88-91.
5. Arssinen O, Kauppinen M. Anisometropia of Spherical Equivalent and
Astigmatism Among Myopes: a 23-year Follow-up Study of Prevalence and
Changes from Childhood to Adulthood. Acta Ophthalmol. 2017 Aug; 95(5):
518-524. DOI: 10.1111/aos.13405.
6. South J, et al. Clinical Aniseikonia in Anisometropia and Amblyopia. Br Ir
Orthopt J. 2020; 16(1): 44-54. DOI: 10.22599/bioj.154.
7. Dobson V, et al. Anisometropia Prevalence in a Highly Astigmatic School-
aged Population. Optom Vis Sci 2018; 85 (7): 512–519. DOI:
10.1097/OPX.0b013e31817c930b.
8. Shukla Y. Management of Refractive Errors and Prescription of Spectacles.
New Delhi: Jaypee Brothers, Medical Publishers. 2015. p 74-91.

20
9. Iqbal M, et al. Surgical Versus Optical Treatment for Anisometropia in
Adults: A Randomized Controlled Trial. Med Hypothesis Discov Innov
Optom. 2020; 1(2): 57-66. DOI: 10.51329/mehdioptometry109.
10. Stein HA, Stein RM, Freeman MI. The Ophthalmic Assistant: A Text for
Allied and Associated Ophthalmic Personnel. 10th ed. Oxford:
Elsevier Health Sciences. 2017. p 235-250.
11. McNeill S, Bobier WR. The Correction of Static and Dynamic
Aniseikonia with Spectacles and Contact Lenses. Clinical and Experimental
Optometry. 2017 Feb; 100(6): 732-734. DOI:
10.1111/cxo.12516.
12. Kundart J. Diagnosis and Treatment of Aniseikonia: A Case Report and
Review. Optometry and Visual Performance. 2018; 6(3): 112-118.
13. Barrett BT, Bradley A, Candy TR. The Relationship Between
Anisometropia and Amblyopia. Progress in Retinal and Eye Research. 2016
Sep; 36: 120-158. DOI: 10.1016/j.preteyeres.2016.05.001.
14. South J, et al. Aniseikonia and Anisometropia: Implications for Suppression
and Amblyopia. Clin Exp Optom. 2019 Nov; 102(6): 556565. DOI:
10.1111/cxo.12881.
15. Mannis MJ, et al. Contact Lenses in Ophthalmic Practice. New York:
Springer. 2004. pp. 7-16, 39-56, 60-67.
16. Agarwal S, Agarwal A, Agarwal A. Dr Agarwals’ Textbook on Contact
Lenses. Edisi ke-1. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2005.
hlm. 116–134.
17. Brown WL. The Importance of Base Curve in The Design of Minus
Iseikonic Lenses. Optometry and Vision Science. 2016 Nov; 83(11): 850-
856. DOI: 10.1097/01.opx.0000238707.47892.5a.
18. Lai LJ, Hsu WH. Successful Treatment of Refractive Anisometropia with
Prismatic Progressive Additional Lens: A Technical Report. 2015 Feb; 6(3):
1-3. DOI: 10.4172/2155-9570.1000427.
19. Feng L, et al. The Effect of Lasik Surgery on Myopic Anisometropes’
Sensory Eye Dominance. Nature Sci Rep. 2017; 7: 3629. DOI:

21
10.1038/s41598-017-03553-8.

22

Anda mungkin juga menyukai