Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus

Semester 4

Manajemen Intubasi pada Pasien Ameloblastoma Mandibula

Oleh:
Desy Purnamasari Kalembu

Peserta PPDS I Anestesiologi dan Terapi Intensif


FKKMK UGM/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

Pembimbing Moderator

dr. Calcarina Fitriani, SpAn, KIC dr. Bhirowo Yudo Pratomo, SpAn, KAKV

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif


Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan
Universitas Gajah Mada/RSUP Dr. Sardjito
Yogyakarta
2022
Abstrak
Insidensi gagal intubasi bervariasi dari 0.1% hingga 11% berdasarkan kondisi
dari klinis pasien. Ameloblastoma merupakan neoplasma jinak dari tumor
odontogenik. Perubahan bentuk dari jalan napas merupakan penyulit pada anestesi
untuk operasi ameloblastoma. Pada laporan kasus ini, dilaporkan laki-laki berusia 69
tahun dengan ameloblastoma mandibula yang direncanakan hemimandibulektomi.
Dilakukan intubasi sadar dengan penggunaan obat – obatan untuk membantu
mengatasi nyeri saat pemasangan dari pipa endotrakeal. Beberapa langkah yang
dilakukan harus secara menyeluruh terkait presiapan preoperasi, edukasi, persetujuan
tindakan hingga perencaan pembiusan sendiri. Intubasi menggunakan fiberoptik
merupakan gold standart dalam manajemen sulit intubasi pada pasien dengan klinis
seperti pada pasien tersebut. Dengan perencanaan dan persiapan serta tim yang baik,
diharapkan tidak terjadi kondisi sulit ventilasi, sulit intubasi atau keduanya yang bisa
mengakibatkan timbulnya morbiditas dan mortalitas yang merugikan bagi pasien.
Kata kunci : ameloblastoma, hemimandibulektomi, intubasi sadar

Abstract

The incidence of failed intubation varies from 0.1% to 11% based on the
clinical condition of the patient. Ameloblastoma is a benign neoplasm of odontogenic
tumors. Changes in the shape of the airway complicate anesthesia for ameloblastoma
surgery. In this case report, we report a 69-year-old man with mandibular
ameloblastoma who was planned for a hemimandibulectomy. Perform awake
intubation with the use of agent to help with pain during insertion of the endotracheal
tube. Some of the steps taken must be comprehensively related to preoperative,
education, approval of the action to planning the anesthesia itself. Intubation using
fiberoptic is the gold standard in the management of difficult intubation in clinically
similar patients. With the expected planning and preparation and a good team, there
are no difficult conditions, intubation or both that can result in adverse morbidity and
mortality for the patient.
Keywords: ameloblastoma, hemimandibulectomy, awake intubation
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Insidensi gagal intubasi bervariasi dari 0.1% hingga 11% berdasarkan
kondisi dari klinis pasien. Penggunaan video laringoskop, fiberoptik
bronkoskopi, alat supraglotis atau kombinasi dari alat – alat tersebut dapat
digunakan saat operasi baik elektif maupun non elektif atau gawat darurat.1
Ameloblastoma merupakan neoplasma jinak dari tumor odontogenik.
Ameloblastoma mempunyai beberapa pilihan terapi seperti enukleasi, reseksi
marginal atau hemireseksi, krioterapi, radioterapi dan pembedahan.2 Tipe
ameloblastoma yang paling sering yaitu tipe folikular dan pleksiform.
Pembedahan merupakan pilihan definitif pengobatan ameloblastoma karena
resistensi tumor terhadap radioterapi. Setelah dilakukan pembedahan, dapat
dilanjutkan dengan pemasangan graft tulang atau penggunaan plate dan
screw.2
Operasi pada ameloblastoma terdiri dari mandibulektomi minor
(segmental mandibulektomi dan anterior mandibulektomi), mandibulektomi
mayor (hemi mandibulektomi, subtotal mandibulektomi dan mandibulektomi
total), dan maksilektomi. Perubahan bentuk dari jalan napas merupakan
penyulit pada anestesi untuk operasi ameloblastoma.
B. Manfaat Laporan Kasus
Penulis dan pembaca dapat memahami potensial masalah terutama
terkait manajemen perioperatif terutama terkait pengelolaan jalan napas pada
pasien dengan ameloblastoma.(restrospectifamnui)
C. Tujuan Laporan Kasus
- Agar dapat mengetahui apa itu ameloblastoma.
- Agar dapat mengetahui potensial masalah yang diakibatkan oleh
ameloblastoma.
- Agar dapat mengetahui langkah – langkah optimal dalam pembiusan
ameloblastoma.
BAB II
Kasus dan Pembahasan

A. Identitas pasien
Nama : Tn JWP
Usia : 69 tahun
No CM : 02001148
Tanggal operasi : 07 April 2022

B. Keluhan utama

Benjolan pada rahang bawah kanan post biopsi maret 2022

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dengan benjolan dirahang bawah kanan semakin membesar, nyeri (+).
nyeri menelan (-), serak (-), mengorok (-), sesak (-), Riwayat merokok (-), HT (-),
DM (-), jantung (-), asma (-), alergi (-).

Pada maret 2022, pasien menjalani operasi biopsi massa dengan hasil ameloblastoma.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit lain disangkal.

E. Pemeriksaan Fisik

Tanda vital : TD 129/78, N 82 x/min, R 20 x/min, SpO2 97-98% on room air

Kepala : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran limfonodi -

Thorax jantung : S1 S2 reguler

Thorax paru : Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-

Abdomen : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, edem lengan -/-, edem tungkai -/-


Tabel 1. Penilaian jalan napas

Sulit Ventilasi : 3/5 Sulit Laringoskopi/Intubasi : 2/5


Restriction/Radiation (-) Look externally (+)
Obstruction (-) Evaluate 3-3-2 rule (-)
Mask seal (+) Mallampati (+)
Age (+) Obstruction (-)
No teeth (+) Neck mobility (-)

Sulit LMA : 2/4 Sulit Krikotiroidektomi : 1/5


Restriction on mouth opening
Surgery/airway disruption (-)
(+)
Obstruction (-) Hematoma/mass (-)
Disturbed on airway (+) Obstruction (-)
Stiff (-) Restriction/deformity (-)
Tumor (+)

Gambar 1. Foto klinis

F. Pemeriksaan Penunjang

Lab darah

Hb 11.1 Cr 1.08 Cl 97

Ht 36.8 OT 22.2 GDS 162

AL 8.2 PT 12.3 PPT 10.7/11.0

AT 330 Na 135 APTT 34.2/31,2

Ur 9.09 K 3,90 INR 0,98


Alb 4.07

HbSAg non reaktif


Rontgen Thorax

CTscan Kepala

Elektrokardiografi

G. Assessment

Status fisik ASA 2 : Geriatri, prediksi sulit jalan napas, insufisiensi renal
H. Rencana Pembiusan

a) Penentuan manajemen intubasi

- Intubasi sadar dengan menggunakan fiberoptik laringoskop.

- Untuk pipa endotrakeal menggunakan ukuran 7.5 cuffed tipe non kinkin.

b) Preparasi

- Set sulit intubasi berupa alat lain seperti direk laringoskop dan video laringoskop
serta supraglotik disiapkan juga.

- Mesin anestesi sudah terkalibrasi.

- Obat – obatan topikal, sedasi, induksi dan darurat juga dipersiapkan seperti :

c) Posisi tim

- Posisi pemegang jalan napas berada di atas kepala pasien.

d) Oksigenasi

- Oksigenasi diberikan selama proses awal topikalisasi hingga pemasangan intubasi


dilakukan.

e) Topikalisasi

- Menggunakan semprotan lidokain 2%

f) Sedasi

- Sedasi tidak dilakukan

g) Pemasangan intubasi

- Pemasangan intubasi awal menggunakan fiberoptik yakni alat bronkoskopi, namun


ditemukan kesulitan terkait visualisasi dari kamera yang kurang jelas. Hal ini
dipengaruhi oleh massa yang menutupi serta sekret. Hal ini juga dipengaruhi dengan
belum seringnya menggunakan fiberoptik.

- Setelah 2 kali mencoba menggunakan fiberoptik dan tidak diperoleh visualisasi yang
baik, maka oleh koordinasi tim diputuskan menggunakan video laringoskop.
- Percobaan menggunakan videolaringoskop berhasil dilakukan dalam 1 kali tindakan.
namun berakibat terjadinya perdarahan walaupun minimal pada massa yang tersentuh
oleh video laringoskop.

h) Cek posisi pipa endotrakeal

- Setelah cuff dikembangkan, asisten mengecek dengan stetoskop untuk memastikan


pipa endotrakeal masuk ke trakea dan untuk memastikan kedalaman yang tepat.

i) Maintenans

- Pada pasien ini digunakan agen sevofluran, N2O: O2 50:50

j) Post operasi

- Anti muntah : ondansetron 4 mg/8 jam IV

- Anti nyeri : Multi modal ketorolac 30 mg/8 jam IV dan fentanyl continuous 500

mcg/50 cc Nacl 0.9% 50 cc dengan kecepatan 2-3 cc/jam.

I. Durante operasi

a) Durasi operasi : Operasi berlangsung 4,5 jam

b) Tanda vital :

- TDS 96-117 mmHg

- TDD 61-74 mmHg

- N 78-109x/min

- R 18-20x/min

- SpO2 99-100%

J. Pembahasan
Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang menginvasi secara lokal,
biasanya berasal dari tumor odontogenik yang berkembang secara perlahan dan
persisten. Ameloblastoma biasanya muncul pada daerah rahang bawah, membesar dan
menyebabkan impaksi dari gigi. 3
Ukuran ameloblastoma yang besar dapat menyebabkan perubahan bentuk dari
wajah sehingga menyebabkan kesulitan ventilasi. Selain itu, apabila tumor sudah
meluas hingga ke intraoral, hal ini akan dapat menyebabkan obstruksi, trismus,
sehingga menyebabkan mulut kaku dan sulit terbuka. Hal tersebut akan menyulitkan
dari intubasi atau manajemen jalan napas secara keseluruhan.3
Manajemen intubasi terdiri dari berbagai macam teknik dan alat yang dapat
digunakan sesuai dengan prediksi kesulitan. Pada ameloblastoma yang masif, teknik
intubasi sadar merupakan pilihan yang tepat dengan menggunakan fiberoptik. Hal ini
dikarenakan fiberoptik lebih sedikit menyebabkan stimulans dibandingkan
laringoskop direk.4

Gambar 4. Algoritma manajemen jalan napas sulit5


a) Penentuan manajemen intubasi
Pada pemeriksaan pasien ditemukan bahwa ada prediksi dari kesulitan
ventilasi juga intubasi. Dari algoritma Difficult airway association (DAS) apabila
ditemukan tanda kemungkinan sulit laringoskop maka dilakukan intubasi sadar.
b) Preparasi
Persiapan dimulai sejak preoperatif dimana pasien dan keluarga dijelaskan
terkait dengan problem yang dihadapi serta solusi yang diberikan dimana dengan
adanya kesulitan manajemen jalan napas baik ventilasi maupun intubasi, maka
akan dilakukan intubasi sadar pada pasien dengan resiko yang ada. Dijelaskan
juga terkait dengan ekstubasi yang dilakukan. Keuntungan dan kerugian yang
dapat ditemui.
Diruang operasi preparasi dari monitor, peralatan intubasi sekaligus
fiberoptik dan videolaringoskop, obat-obatan untuk intubasi maupun keadaan
darurat.
c) Posisi tim
Untuk melakukan intubasi sadar maka ada rekomendasi untuk penempatan tim
dimana dibagi berdasarkan posisi pasien. Pada gambar (a) merupakan posisi tim
apabila pasien dalam posisi duduk, sedangkan gambar (b) merupakan posisi tim
dimana pasien dalam posisi semirekumben atau berbaring.

Gambar 1. Penempatan posisi personil6


d) Oksigenasi
Oksigenasi dilakukan sedari awal, dari pedoman oleh DAS, oksigenasi
dengan High flow nasal Oxygen (HFNO) 30-70 ml hingga selesai prosedur.6
e) Topikalisasi
Topikalisasi bertujuan untuk menumpulkan respon dari jalan napas pasien
yang akan dilakukan manipulasi. Rekomendasi yang dianjurkan yaitu
menggunakan lidokain semprot 10% pada orofaring, pilar tonsil, serta dasar lidah
sebanyak 20-30 semprotan. Pada kasus ini, dengan rencana dilakukan intubasi
nasal maka selain oral maka dilakukan topikalisasi di nasal, bisa menggunakan
semprotan co-phenylcaine. Setelah melakukan topikalisasi, maka dilakukan tes
terlebih dahulu, apabila kurang dapat diberikan hingga dosis maksimal. Dosis
maksimal lidokain yaitu 9 mg/kgbb berdasarkan lean body weight.6,7
Teknik lain pemberian topikalisasi lidokain yaitu nebulisasi, spray-as-you-go,
injeksi transtrakeal. Blok pada glosofaringeal dan saraf laringeal superior dapat
dipertimbangkan namun lebih beresiko timbul toksisitas karena lebih tingginya
kadar konsentrasi anestesi lokal di plasma. Penggunaan antisialogogue
direkomendasikan untuk mengurangi sekresi, dengan melalui intramuscular 60
menit sebelum dilakukan tindakan.6,7
f) Sedasi
Sedasi diberikan ketika diperlukan saja. Tidak diberikan midazolam karena
pertimbangan pasien geriatri.8
g) Pemasangan intubasi
- Sebelum dilakukan intubasi harus dipastikan untuk ukuran ETT. Pada kasus
ini disiapkan ETT no 7.5 cuffed.
- Rekomendasi posisi pasien dari pedoman DAS adalah posisi sitting up. Pada
kasus ini posisi dilakukan intubasi yaitu posisi head up.
- Posisi monitor berada di samping kiri operator sesuai dengan gambaran
sebelumnya sehingga operator tidak kesulitan dalam melihat monitor.
- Persiapkan suction untuk membersihkan jalan napas sehingga tidak
mengganggu visualisasi. Pada kasus ini suction sudah disiapkan dan dipasang
pada alat fiberoptik tersebut.
Gambar 2. Langkah – langkah melakukan intubasi sadar6
h) Masalah yang ditemui
Pada kasus ini, digunakan fiberoptik fleksibel yang merupakan bronkoskopi.
Ditemui kesulitan saat visualisasi daerah glotis, ujung dari fiberoptik tidak dapat
memvisualisasi dengan jelas. Massa menekan daerah sekitar glotis sehingga glotis
menutup trakea. Setelah dilakukan 3 kali percobaan menggunakan fiberoptik
fleksibel dan tidak berhasil. Maka dilakukan intubasi menggunakan
videolaringoskop dan berhasil dengans sekali percobaan.6,7,8
i) Cek posisi
Cek posisi ETT setelah dilakukan pemasangan menggunakan kapnografi serta
visualisasi langsung.
BAB III
Simpulan
Ameloblastoma merupakan tumor jinak pada wajah yang mempunyai beberapa tipe.
Ukurannya yang besar sering menjadi perhatian terkait dengan kesulitan dalam pembiusan
yaitu ventilasi dan intubasi. Pemilihan teknik intubasi yang tepat akan menghindarkan dari
resiko terjadinya kondisi sulit ventilasi, sulit intubasi atau kedua-duanya.
Persiapan pasien dan alat juga menjadi perhatian karena rencana pembiusan tidak saja
terdiri dari satu rencana. Selain itu, alat yang lengkap harus didukung dengan keterampilan
pengguna alat yang harus dilatih.
Peran tim dalam pembiusan juga sangat penting dalam memutuskan langkah –
langkah yang akan diambil dan diperlukan kerjasama yang sinergis. Faktor lain yang tidak
kalah penting adalah topikalisasi dan waktu yang tepat dalam pemberian obat induksi untuk
mengurangi ketidaknyamanan pasien saat dilakukan intubasi.
Dengan perencanaan dan persiapan serta tim yang baik, diharapkan tidak terjadi
kondisi sulit ventilasi, sulit intubasi atau keduanya yang bisa mengakibatkan timbulnya
morbiditas dan mortalitas yang merugikan bagi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tsay PJ, Yang CP, Luk HN, Qu JZ, Shikani A. Video-Assisted Intubating Stylet
Technique for Difficult Intubation: A Case Series Report. Healthcare (Basel). 2022
Apr 15;10(4):741. doi: 10.3390/healthcare10040741. PMID: 35455918; PMCID:
PMC9027904.
2. Bhuyan D, Chandak AV, Chandak V, Ninave S, Verma N. Airway Management: A
Case of Desmoplastic Ameloblastoma of Right Mandibular Body. JPRI.
33(61A):441-5.
3. Aloqab S, Chandrashekaraiah M, Shah V, Adeel S. Difficult airway management:
burning no bridges. Sri Lankan Journal of Anaesthesiology. 2019;27(2):169-71.
4. Shindo Y, Toda S, Kido K, Masaki E. Massive ameloblastoma: A case report of
difficult fiberoptic intubation. Ann Med Surg (Lond). 2018 Jun 19;32:6-9.
5. Jeffrey L. Apfelbaum, Carin A. Hagberg, Richard T. Connis, Basem B. Abdelmalak,
Madhulika Agarkar, Richard P. Dutton, John E. Fiadjoe, Robert Greif, P. Allan
Klock, David Mercier, Sheila N. Myatra, Ellen P. O’Sullivan, William H. Rosenblatt,
Massimiliano Sorbello, Avery Tung; 2022 American Society of Anesthesiologists
Practice Guidelines for Management of the Difficult Airway. Anesthesiology 2022;
136:31–81 
6. Ahmad I, El-Boghdadly K, Bhagrath R, Hodzovic I, McNarry AF, Mir F, O'Sullivan
EP, Patel A, Stacey M, Vaughan D. Difficult Airway Society guidelines for awake
tracheal intubation (ATI) in adults. Anaesthesia. 2020 Apr;75(4):509-528.
7. Hagberg CA. 2013. The difficult Airway in conventional head and neck surgery.
Benumof and Hagberg’s: Airway Management. Chapter 10: The difficult airway
algorithm: analysis and presentation of a new algorithm. Ed 3. Elsevier, philadephia.
Hal 222-238.
8. Baker PA, Duggan LV, Enk D. 2020. Front of Neck Airway (FONA). Core Topics in
Airway Management. Chapter 9: Awake tracheal intubation. In: Cook T, Kristensen
MS, editors. 3rd ed. Cambridge: Cambridge University Press; p. 80–6.

Anda mungkin juga menyukai