Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen STIAMi Kampus Tanjung Barat Jakarta Selatan
Jalan TB. Simatupang No. 47 Jakarta Selatan
Teori Kontigensi Fiedler.
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena teori
ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori
kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara
gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi
pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin. Kepemimpinan tidak akan terjadi
dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan
pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi-situasi yang
spesifik.
Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh
karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau
pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita
pahami bahwa strategi yang paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke
situasi lainnya. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas
pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai
Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang
pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua
hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi.
Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tersebut harus
dipertimbangkan.
Teori kontingensi melihat pada aspek situasi dari kepemimpinan (organization context).
Fiedler mengatakan bahwa ada 2 tipe variabel kepemimpinan: Leader
Orientation dan Situation Favorability.
v Leader Orinetation adalah : apakah pemimipin pada suatu organisasi berorinetasi
pada relationship atau beorintasi pada task. Leader Orientation diketahui dari
Skala semantic differential dari rekan yang paling tidak disenangi dalam organisasi
(Least preffered coworker = LPC) . LPC tinggi jika pemimpjn tidak menyenangi rekan
kerja, sedangkan LPC yang rendah menunjukkan pemimpin yang siap menerima rekan
kerja untuk bekerja sama. Skor LPC yang tinggi menujukkan bahwa pemimpin
berorientasi pada relationship, sebaliknya skor LPC yang rendah menunjukkan bahwa
pemimpin beroeintasi pada tugas. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan
Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektif
dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi
kepada orang atau hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat
rendah ataupun sangat tinggi. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih
efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
v Situation favorability adalah : sejauh mana pemimpin tersebut dapat mengendailikan
suatu situasi, yang ditentukan oeh 3 variabel situasi, yaitu :
1. Leader-Member Orintation: hubungan pribadi antara pemimpin dengan para
anggotanya.
2. Task Structure: tingkat struktur tugas yang diberikan oleh pemimpin untuk
dikerjakan oleh anggota organisasi.
3. Position Power: tingkat kekuasaan yang diperoleh pemimpin organisasi karena
kedudukan.
Situation favorability tinggi jika LMO baik, TS tinggi dan PP besar, sebaliknya Situation
Favoribility rendah jika LMO tidak baik, TS rendah dan PP sedikit.
Teori atau model kontingensi (Fiedler, 1967) sering disebut teori situasional karena
teori ini mengemukakan kepemimpinan yang tergantung pada situasi. Model atau teori
kontingensi Fiedler melihat bahwa kelompok efektif tergantung pada kecocokan antara
gaya pemimpin yang berinteraksi dengan subordinatnya sehingga situasi menjadi
pengendali dan berpengaruh terhadap pemimpin.
Model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas, yakni
pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi atau variabel situasional dengan watak
atau tingkah laku dan kriteria kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987). Model
kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut
beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian
situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini selanjutnya
mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah hubungan antara
pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas (the task structure)
dan kekuatan posisi (position power).
• Gaya kepemimpinan fiedler :
• Kepemimpinan berorientasi-tugas
• Kepemimpinan berorientasi-hubungan
• Faktor-faktor situasional :
• Hubungan pemimpin-anggota
• Struktur tugas
• Position power
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk
mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-
tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi
tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk
menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-
masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya)
menggunakan otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan
penurunan pangkat (demotions).
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari adalah Ketua umum di suatu organisasi akan
mengumpulkan anggota-anggotanya untuk mengambil suatu keputusan apabila akan
mengadakan kegiatan charity ke suatu tempat yang terkena bencana alam. Hal itu
dimaksudkan agar apa yang menjadi keputusan anggota-anggotanya dapat membantu
ketua untuk mengambil keputusan apa yang dibutuhkan untuk kegiatan tersebut
sehingga kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik. Walaupun apa yang sudah
dibahas oleh anggota-anggotnya akan dipertimbangkan lagi oleh ketua dan hal tersebut
akan sangat membantu.
Teori Kepemimpinan Situasional
Hersey dan Blanchard
Teori Situasional Hersey dan Blanchard (Hersey and Blanchard’s Situational Theory)
Adalah suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada kesiapan para
pengikut.Istilah kesiapan merujuk kepada sejauh mana orang mempunyai kemampuan
dan kesediaan untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu. Empat tahap dari kesiapan
pengikut adalah sebagai berikut :
R1: orang-orang baik yang tidak mampu maupun tidak bersedia mengambil tanggung
jawab untuk melakukan sesuatu. Mereka tidak kompeten atau tidak yakin.
R2: orang-orang yang tidak mampu tetapi bersedia melakukan tugas pekerjaan yang
perlu. Mereka termotivasi tetapi dewasa ini kekurangan keterampilan yang memadai.
R3: orang-orang yang mampu tetapi tidak bersedia melakukan apa yang diinginkan
pemimpin.
R4: orang-orang mampu dan bersedia melakukan apa yang diminta pada mereka.
Tahap-tahap perkembangan
Rutinisasi terjadi ketika hubungan telah kokoh.Ini fase ketika kesamaan dan
perbedaan dikuatkan.
LMX merupakan salah satu model teori keterkaitan yang paling sederhana. Melihat
pada model pemimpin pengikut situasi kita nudah dilihat bahwa LMX bahkan saat ini
sebagian besar merupakan proses pembangunan hubungan antara pemimpin dan
pengikut Situasi baru sedikit masuk kedalamnya dan hanya jika kita
mempertimbangkan keinginan untuk meningkatkan keefektifan organisasi dengan
memaksimalkan jumlah kelompok dalam yang pemimpin mungkin akan dikembangkan.
Adalah sebuah model keputusan normatif dimana diarahkan hanya untuk menentukan
jumlah masukan yang harus dimiliki bawahan dalam proses pembuatan keputusan
Tingkat Partisipasi
Kualitas keputusan memiliki arti sederhana bahwa bila sebuah keputusn memiliki
alternatif “lebih baik atau lebih buruk”yang rasional dan dapat ditentukan secara objektif
pemimpin harus memiliki alternatif yang lebih baik.
Apakah saya memiliki informasi yang cukup untuk membuat keputusan berkualitas
tinggi?
Jika saya membuat keputusan sendiri apa alasan yang tepat untuk diterima oleh
bawahan?
Apa maslah yang terjadi antar bawahan menwarkan solusi yang mirip?
Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan,
mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok;
lalu membuat keputusan.
Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran
mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok,
serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Pemimpin cendrung membuat keputusan yang efektif atau keputusan yang berhasil
ketika mereka mengikuti kelompoknya dibandingkan saat ia mengacuhkan mereka
bagaimanapun meskipun pemimpin membuat keputusan yang lebih efektif saat
menggunakan model ini .
Menurut teori ini para pemimpin menciptakan kelompok dalam dan kelompok luar, dan
bawahan dengan status kelompok dalam akan mempunyai penilaian kinerja yang lebih
tinggi, tingkat keluarnya karyawan yang lebih rendah, dan kepuasan yang lebih besar
bersama atasan mereka.
Teori jalur-tujuan (the path-goal theory) yang dikembangkan oleh Robert J. House,
berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan
dan kinerja.1 Tugas pemimpin menurut Robbins dan Judge adalah membantu pengikut
di dalam mencapai tujuan mereka dan memberikan pengarahan yang diperlukan
dan/atau mendukung untuk memastikan bahwa tujuan mereka harmonis dengan
seluruh tujuan kelompok atau organisasi. Ini merupakan inti sari dari teori
kepemimpinan jalur-tujuan.2 Menurut Gibson, et al., model kepemimpinan jalur-tujuan
adalah taori yang menganjurkan seorang pemimpin perlu mempengaruhi persepsi
pengikut terhadap tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur untuk mencapai
tujuan. Berdasarkan model ini, pemimpin efektif karena pengaruh positif mereka
terhadap motivasi bawahan, kemampuan untuk melakukan pekerjaan, dan kepuasan.3
Menurut House dan Mitchell dalam Gibson, et al., teori jalur-tujuan telah mengarahkan
kepada pengembangan dua preposisi: (1) Perilaku pemimpin efektif apabila bawahan
mempersepsikan perilaku atasan sebagai sumber yang dekat dengan kepuasan jangka
pendek atau sebagai instrumen untuk mencapai kepuasan yang akan datang; (2)
Perilaku pemimpin memberikan motivasi apabila perilaku tersebut memuaskan
kebutuhan anak buah tergantung kepada kinerja efektif dan melengkapi lingkungan
bawahan dengan memberikan panduan, kejelasan arah, dan imbalan yang perlu untuk
kinerja yang efektif.4 Gambar dari model kepemimpinan jalur-tujuan adalah sebagai
berikut:
Gambar model kepemimpinan jalur-tujuan di atas juga dapat dilihat pada buku teks
perilaku organisasi lainnya dengan sedikit perbedaan.5 Menurut Robins, gambar panah
pada model jalur-tujuan langsung dari “perilaku pemimpin” ke “hasil” yang terdiri dari
kinerja dan kepuasan.Kalau dilihat dari sudut pandang analisis jalur, maka perilaku
pemimpin berpengaruh langsung terhadap kinerja dan kepuasan kerja. Gambar model
jalur-tujuan menurut Robbins dan Judge adalah sebagai berikut:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat mengesankan antara
kepemimpinan kharismatik dengan kinerja yang tinggi dan kepuasan pengikut.6
Menurut Judge dan Piccolo dalam Robbins dan Judge, sebuah tinjauan dari 87 studi
yang menguji kepemimpinan transformasional menemukan bahwa kepemimpinan
transformasional dihubungkan dengan motivasi dan kepuasan pengikut dan kinerja
yang tinggi serta persepsi terhadap efektivitas pemimpin.7 Satu analisis menyimpulkan
bahwa pemimpin akan dipersepsikan sangat menyenangkan oleh bawahan, dan
berhasil menggunakan pengaruh terhadap bawahan, ketika pemimpin berperilaku di
dalam cara yang sesuai dengan (1) kebutuhan dan nilai-nilai bawahan, dan (2)
keperluan situasi kerja tertentu. Dengan kata lain, teori jalur-tujuan, seperti teori
harapan di dalam motivasi kerja, dapat membantu untuk memahami kekomplekan
proses kepemimpinan.8
Teori jalur-tujuan versi House menggabungkan empat macam atau gaya kepemimpinan
yang utama, yaitu: (1) Kepemimpinan direktif. Bawahan mengetahui secara pasti apa
yang diharapkan dari mereka, dan pemimpin memberikan arahan khusus. Tidak ada
partisipasi dari bawahan dalam pengambilan keputusan; (2) Kepemimpinan
suportif.Pemimpin bershahabat dan dapat didekati dan menunjukkan perhatian yang
sebenarnya kepada bawahan; (3) Kepemimpinan partisipatif.Pemimpin meminta dan
menggunakan saran dari bawahan tetapi masih membuat keputusan; (4)
Kepemimpinan berorientasi pada pencapaian. Pemimpin menetapkan tujuan yang
menantang untuk bawahan dan menunjukkan kepercayaan bahwa bawahan akan
mencapai tujuan tersebut dan melakukannya dengan baik.
Dari gambar dan penjelasan model jalur-tujuan serta hasil penelitian kepemimpinan
kharismatik dan transformasional yang telah disebutkan di atas dapat dipahami bahwa
untuk mencapai kinerja yang tinggi dan kepuasan kerja sebagai paduan yang harmonis
antara tujuan pribadi bawahan dengan tujuan organisasi, seorang pemimpin sebaiknya
menggunakan gaya kepemimpinan yang dipersepsikan efektif oleh bawahan dan
memberi motivasi yang tinggi kepada bawahan untuk bekerja secara efektif pula, sesuai
dengan karakteristik bawahan dan situasi lingkungan.
Path-Goal Theory atau model arah tujuan ditulis oleh House (1971) menjelaskan
kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana
pemimpin memberi pengarahan, motivasi, dan bantuan untuk pencapaian tujuan para
pengikutnya. Path-Goal Theory, berpendapat bahwa efektifitas pemimpin ditentukan
oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin dengan karakteristik situasi (House 1971).
1. Menurut House, tingkah laku pemimpin dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
Supportive leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan
menciptakan iklim kerja yang bersahabat)
2. Directive leadership (mengarahkan bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan,
prosedurdan petunjuk yang ada),
3. Participative leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan)
4. Achievement-oriented leadership (menentukan tujuan organisasi yang menantang
dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas
pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal
organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model
kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun
demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi
yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel
situasional.
Contohnya dalam kehidupan sehari-hari : Seorang direktur akan mengadakan rapat
terlebih dahulu jika akan menjalin hubungan kerja dengan perusahaan lain. Sehingga
dengan demikian sang direktur akan meminta bawahannya untuk mengadakan rapat
dan membahas tentang apa yang akan dipresentasikan di depan kliennya. Dan setelah
itu sang direktur pun akan memutuskan dan memberikan perintah kepada bawahannya
untuk bekerja semaksimal mungkin akan pekerjaan tersebut dan sesuai apa yang telah
diperintahkan.
TEORI KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF
Model kepemimpinan merupakan aspek penting bagi seorang pemimpin, karena model
kepemimpinan akan efektif jika disesuaikan dengan tingkat kematangan anak buah.
Kepemimpinan partisipatif didefinisikan seorang pemimpin mengikutsertakan anak buah
bersama-sama berperan didalam proses pengambilan keputusan. Model kepemimpinan
seperti ini diterapkan apabila tingkat kematangan anak buah berada pada taraf
kematangan moderat sampai tinggi.Mereka mempunyai kemampuan, tetapi kurang
memiliki kemauan kerja dan kepercayaan diri.
Selain itu telah dipahami juga bahwa kepemimpinan dengan menggunakan gaya atau
model partisipatif yaitu seorang pemimpin dan pengikut atau bawahannya saling tukar
menukar ide dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan. Dalam hal ini
komunikasi dua arah ditingkatkan dan peranan pemimpin adalah secara aktif
mendengar.Tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian
besar berada pada pihak pengikut atau bawahan.Hal ini sudah sewajarnya karena
pengikut atau bawahan memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
Teori kepemimpinan empat faktor menurut Lipham dan Hankom, mencakup empat
dimensi kepemimpinan, yaitu kepemimpinan partisipatif, kepemimpinan struktural,
kepemimpinan suportif dan kepemimpianan fasilitatif.Jadi, kepemimpinan partisipatif
termasuk teori kepemimpinan empat faktor tersebut.Model kepemimpinan partisipatif
merupakan model yang menyediakan peluang seluas dan sebaik mungkin kepada
bawahan untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang menguntungkan kelompok
dan individu yang dipimpinnya.Wewenang dari seorang pemimpin yang diberikan
kepada bawahan terukur dan sebatas wewenang yang diberikan organisasi dan
kedudukannya. Hubungan yang terjalin dan bersifat kekeluargaan antara atasan
dengan bawahan dapat dihindari sehingga mereka melaksanakan hubungan kerja
sesuai dengan aturan organisasi
Ciri-ciri Perilaku Kepemimpinan Partisipatif
Kepemimpinan partisipatif termasuk model kepemimpinan situasi yang muncul karena
model kepemimpinan dalam pembahasan sebelumnya tidak mampu memberikan
jawaban terhadap persoalan-persoalan yang muncul dalam kepemimpinan saat ini.
Perilaku kepemimpinan tersebut dapat ditunjukkan dengan tanda-tanda, sebagai
berikut:
Dari beberapa pendapat diatas penulis simpulkan, ada beberapa ciri (karakteristik) dari
model kepemimpinan partisipatif, ialah:
Fungsi-fungsi Kepemimpinan
Usaha kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, harus dilakukan dengan
mempergunakan strategi yang bagus untuk dapat mencapai tujuan organisasi.Untuk
menjalankan strategi itu pemimpin harus memiliki kemampuan mengimplementasikan
fungsi-fungsi kepemimpinan secara efektif dan efisien agar mendapat dukungan tanpa
kehilangan rasa hormat, rasa segan dan kepatuhan dari semua anggota organisasi.
Sehubungan dengan itu akan dipaparkan beberapa pendapat tentang fungsi-fungsi
kepemimpinan.
c. Fungsi Konsultatif.
Fungsi konsultatif berarti anggota organisasi diberi kesempatan menyampaikan kritik,
saran, informasi dan pendapat yang berhubungan dengan pekerjaan dan organisasi.
d. Fungsi Partisipatif
Fungsi partisipatif menyatakan bahwa dalam pengambilan keputusan perlu
mengikutsertakan bawahan dengan memberikan kesempatan untuk menyampaikan
saran dan pendapatnya.
e. Fungsi Delegatif
Fungsi pendelegasian harus dilaksanakan untuk mewujudkan organisasi yang dinamis
dalam mengikuti perkembangan IPTEK dibidangnya, karena tidak mungkin
dilaksanakan sendiri oleh pimpinan puncak.
1. Memandu.
2. Membimbing.
3. Membangun.
4. Memberi atau membangunkan motivasi-motivasi kerja.
5. Mengemudikan organisasi.
6. Menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik.
7. Memberikan supervisi atau pengawasan yang baik.
8. Dan membawa kesadaran pada pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju
sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
Selain beberapa pendapat diatas ada dua fungsi utama yang harus dilaksanakan
seorang pemimpin agar organisasi berjalan dengan efektif, yaitu:
Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task-related) atau pemecahan
masalah.Fungsi ini menyangkut pemberian saran penyelesaian informasi dan
pendapat.
Dari sini penulis dapat menyimpulkan beberapa fungsi kepemimpinan dalam suatu
organisasi, antara lain:
Fungsi pendelegasian.
Fungsi pemecahan masalah.
Fungsi sosial.
Fungsi membimbing, membangun dan menjalankan organisasi secara efektif
dan efisien.
Sistem nilai.
Kepercayaan terhadap bawahan.
Kecenderungan kepemimpinanya sendiri.
Perasaan aman dan tidak aman.
Dari berbagai definisi kepemimpinan dan model kepemimpinan partisipatif diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan partisipatif adalah pemimpin yang lebih
menekankan pada kerja kelompok sampai ditingkat bawah, yaitu pemimpin
menunjukkan keterbukaan dan memberikan kepercayaan yang tinggi pada bawahan.
Sehingga dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan target pemimpin selalu
melibatkan bawahan. Dalam sistem ini pola komunikasi yang dilakukan oleh seorang
pemimpin adalah komunikasi dua arah dengan memberikan kebebasan kepada
bawahan untuk menyampaikan seluruh ide ataupun permasalahan yang berhubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan.