Anda di halaman 1dari 16

POLITIK PEMERINTAH DESA

DISUSUN OLEH:

BITMAN : C1E119074

MUAILAS : C1E119098

FAJARUN : C1E119032

FARDI : C1E119082

RANDI SANJAYA : C1E119110

ANDIKA SAPUTRA : C1E119020

AHMAD RIGA ADANIL : C1E119014

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
PENDEKATAN SITUASIONAL

Kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang pertama kali dibuat oleh
Kenneth Blanchard dan Paul Hersey. Model kepemimpinan buatan Blanchard-Hersey ini
mengacu pada keterampilan seseorang untuk menilai kemudian memilih strategi
kepemimpinan apa yang menuturnya terbaik dalam setiap keadaan atau tugas berbeda.
Pendekatan situasional disebut juga dengan pendekatan contigency yang didasarkan pada
pendapat bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung sejumlah faktor. Tidak ada
kepemimipnan yang efektif untuk semua situasi atau keadaan. Fiedler terdapat tiga kriteria
situasi yaitu hubungan antara pimpinan dan karyawan, tugas kelompok dan kekuasaan.
Fiedler percaya bahwa kunci kesuksesan seseorang pemimpin terletak pada gaya
kepeimpinannya. Para ahli mencoba membuat suatu model kepemimpinan berdasarkan
situasi (kontigensi), seperti : model kontigensi fred fiedler, dan Hersey Blanchard.

a. Model Kepemimpinan Situasional (Hersey Blanchard)

Teori ini memusatkan perhatian pada para pengikut kepemimpinanyan yang berhasil
dicapai dengan gaya kepeimpinan yang tepat, tergantung pada kesiapan dan kedewasaan
pengikutnya. Hersey dan Blanchard dalam thoha (2003) mengidentifikasikan empat perilaku
kepemimpinan, yaitu:

1. Jika para pengikut tidak ingin dan tidak mampu, pempinan perlu memberikan arahan
yang khusus dan jelas;
2. Jika para pengikut tidak mampu dan ingin, pemimpin perlu memaparkan orientasi
hubungan yang tinggi un tuk mengkompensasi kekurang mampuan para pengikut dan
orientasi hubungan yang tinggi untuk membuat para pengikut untuk menyesuaikan
diri dengan keingaunakan pemimpin;
3. Jika pengikut mampu dan tidak ingin, maka pemimpin perlu myenggunakan gaya
yang mendukung dan partisipasif; dan
4. Jika karyawan mampu dan ingin, para pemimpin tidak perlu berbuat banyak “. Untuk
menyikapi perilaku kepemimpinan tersebut, Thoha telah melukiskan kepenimpinan
situasional yang berfokus pada keefektifan pemimpinan sejalan dengan tingkat
kematangan atau perkembangan yang relevan dari pengikut.

b. Model kepemimpinan Situasional


Model kepemimpinan kontingansi ini sering disebut dengan LPC ( Least Preferred
Cowoker) yang dikembangkan oleh Fred Fiedler sekitar tahun 1967. Fiedler dalam
Robbins (2001) mengemukakan bahwa kinerja kelompok yang efektif bergantung
pada penyesuain yang tepat antara gaya kepemimpinan dalam berinteraksi dengan
bawahan dan tingkat mana situasi tertentu memberikan pengaruh dan kendali
kepemimpin itu. Kemudian Thoha (2003) menembahkan bahwa suatu situasi akan
dapat menyenangkan pemimpin, jika ketiga dimensi tersebut memepunyai derajat
yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan menyenangkan jika:

1. Pemimpin diterima oleh para pengikutnya (derajat pertama tinggi),


2. Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas (derajat
kedua tinggi),
3. Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimipin
(derajat dimensi ketiga juga tinggi).

Ciri- ciri Kepemimpinan Situasional

Menurut Hersey dan Blanchard, ada empat gaya dasar yang terkait teori kepemimpinan
situasional. Melansingsir Cleverism, keemptanya adalah:

1. Mengarahkan /telling: pemimpin memberi tahu bawahan apa yang harus dilakukan,
kemudian menjelaskan bagaimana cara melakukannya.
2. Menjual/selling: pemimpin bertujuan menjual ide dan pesan kepada bawahan untuk
membuat mereka paham dan ikut serta dan proses dan tugas.
3. Berpartisipasi/participating: tahap ini menggunkan paham demokratis yang
memungkinkan pemimpin memeberi lebih banyak kelonggaran bagi bawahanya.
Pemimpin masih mengrahkan dibeberapa area. Akan tetapi, bawahan berperan aktif
untuk membuat keputusan dan menentukan cara menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan/delegating ini adalah tahap terakhir dimana pemimpin sepenuhnya
lepas tangan terhadap cara kerja bawahan. Dalam artian, pemimpin sudah tidaak lagi
terlibat dalaam proses pembuataan keputusan karyawan.

Contoh Pendekatan Situasional

1. contoh kepemimpinan situasional yakni ketikapemimpin telah memberikan tugas dan tim
sudah menunjukan kepercayaan diri,rasa bertanggung jawab dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas dalam setiap proyek, maka manajer cukup mendelegasikan tugas
dengan pengawasan yang minimal.

2. pemimpin harus bersikap adil,artinya ketika pemimpin memberikan tugas kepada bawahan
itu tidak di luar daripada kemampuan sang bawahan ini.
Ciri-ciri Model Kepemimpinan Fred Fiedler

1. Orientasi pemimpin s[Leader Orientation] merupakan pilihan yang di lakukan pemimpin


pada suatu organisasi berorientasi pada relationship atau berionrentasi pada tas.

2. Keberpihakan situasi [Situation favorability] adalah tolak ukur sejauh mana pemimpin
tersebut dapat mengendalikan suatu situasi.

Contoh Model Kepemimpinan Fred Fiedler

komunikasi harus selalu terbuka,artinya seorang pemimpin dan bawahan harus memiliki
komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan rasa ambigu kepada bawahan, dan jika
bawahan diberikan tugas kepada seorang pemimpin bawahan dapat bekerja sesuai e kspetasi
dan tidak mudah kehilangan semangat

MODEL DASAR KEPEMIMPINAN SITUASIONAL


Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari teori kepemimpinan trait
and behavior yang dianggap gagal menjelaskan model kepemimpinan yang terbaik untuk
situasi. Kunci efektifitas kepemimpinan dipandang oleh sebagian teori kontingensi dengan
memilih gaya yang benar dari pemimpin. Gaya ini tergantung pada interaksi faktor internal
dan eksternal organisasi.
Dasar model kepemimpinan situasional, adalah:
a. Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas).
b. Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan).
c. Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dlam melaksanakan
tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu.
Empat model dasar kepemimpinan situasional yang banyak diteliti di tahun-tahun terakhir.
1. Model Kepemimpinan Kontingensi Fielder Teori Kontingensi Fielder merupakan
hubungan antara orientasi pemimpin atau gaya dan kinerja kelompok yang berbeda di bawah
kondisi situasional. Teori ini didasarkan pada : - Penentuan orientasi pemimpin (hubungan
atau tugas) - Usur-unsur situasi (hubungan pemimpin dengan anggota, tugas struktur, dan
kekuasaan pemimpin) - Orientasi pemimpin yang ditentukan paling efektif karena situasi
berubah dari rendah ke sedang untuk control yang tinggi Dengan model kepemimpinan ini,
Fidelder menemukan bahwa tugas pemimpin berorientasi lebih efektif jika berada dalam
situasi control rendah dan moderat, sedangkan hubungan manajer berorientasi lebih efektif
dalam situasi control moderat.
2. Model Kepemimpinan Vroom - Yetton Menetapkan prosedur pengambilan keputusan
yang paling efektif dalam situasi tertentu. Gaya kepemimpinan yang disarankan adalah
autokratis dan gaya konsultatif, dan gaya berorientasi keputusan bersama. Dalam
pengembangan model ini Vroom dan Yetton membuat beberapa asumsi yaitu : - Model ini
harus memberikan gaya yang dapat dipakai di segala situasi yang dilalui pemimpin - Tidak
ada satu gaya yang dapat dipakai dalam segala situasi
- Fokus utama harus dilakukan pada masalah yang akan dihadapi dan situasi dimana masalah
ini terjadi - Gaya kepemimpinan yang digunakan dalam satu situasi tidak boleh membatasi
gaya yang dipakai dalam situasi yang lain - Beberapa proses social perpengaruh pada tingkat
partisipasi dari bawahan dalam pemecahan masalah 3. Teori Jalur Tujuan Kepemimpinan
Pemimpin menjadi efektif karena efek positif yang mereka berikan terhadap motivasi para
pengikut, kinerja, dan kepuasan. Teori ini dianggap sebagai path-goal karena fokus pada
bagaimana pemimpin mempengaruhi persepsi dari pengikutnya tentang tujuan pekerjaan,
tujuaan pengembangan diri, dan jalur yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan (Ivancevich,
dkk, 2007:205). Perkembangan awal teori path goal menyebutkan empat gaya perilaku
spesifik dari seorang pemimpin meliputi direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi
pencapaian dan tiga sikap bawahan meliputi kepuasan kerja, penerimaan terhadap pimpinan,
dan harapan mengenai hubungan antara usaha, kinerja, imbalan. Model kepemimpinan path
goal menyatakan pentingnya pengaruh pemimpin terhadap persepsi bawahan mengenai
tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalur pencapaian tujuan. Dasar dari model ini
adalah teori motivasi eksperimental. Model kepemimpinan ini dipopulerkan oleh Robert
House yang berusaha memprediksi ke-efektifan kepemimpinan dalam berbagai situasi. 4.
Model Kepemimpinan Situasional Hersey Blachard Dikembangkan oleh Hersey dan
Blanchard Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan
kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku
kepemimpinan yang khusus dari sangan direktif, partisipasif, supportif sampai laissez faire.
Perilaku yang peling efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan
kesiapan dalam konteks adalah merujuk sampai dimana pengikut memiliki kemampuan dan
kesediaan untuk menyelesaikan tugas tertentu.
PENERAPAN MODEL KEPEMIMPINAN
Aplikasi kepemimpinan situasional Kepemimpinan situasional membahas tentang bagaimana
seorang pemimpin membantu pengikutnya atau orang yang dia pimpin agar mampu mencapai
tujuan yang diharapkan. Ketika seorang pemimpin mampu membawa pengikutnya untuk
mencapai tujuan yang diinginkan, maka pengukut tersebut akan merasa bahwa dirinya
diperhatikan lebih dan memdapat dukungan yang baik dari pemimpinnya. Dalam kondisi ini
pemimpin dihadapkan pada dua kondisi : 1. Ketika seorang pengikut telah dapat mencapai
tujuannya. Ketika pengikut telah bisa mencapai tujuannya maka pemimpin hanya perlu
memberikan kontrol terhadap tugas yang telah diselesaikan pengikutnya. Karena pengikut
tersebut dianggap telah bisa mengerjakan apa yang ditugaskan pada dirinya. 2. Ketika
seorang pengikut belum dapat mencapai tujuannya. Ketika situasi yang terjadi pengikut
belum dapat mencapai tujuannya, maka pemimpin wajib mengarahkan dan membimbing
pengikutknya agar ia mampu menyelesaikan tugas yang diberikan padanya. Pengikut seperti
ini membutuhkan banyak motivasi agar dia dapat berkembang lebih baik. Penentuan gaya
yang sesuai Untuk menentukan gaya kepemimpinan yang akan dilakukan: - Memutuskan
bidang aktifitas seseorang atau kelompok yang akan anda pengaruhi. - Menentukan
kemampuan atau motivasi orang / kelompok yang bersangkutan dalam masing-masing bidang
pekerjaan itu. - Memutuskan untuk menentukan gaya kepemimpinan yang sesuai bagi orang
yang bersangkutan dalam masing-masing bidang pekerjaan. Komponen kematangan dan alat
pengukur kematangan Dalam rangka mengkaji komponen kematangan perlu dikaji : - Orang
yang bermotivasi prestasi memiliki karakteristik dan mampu menyusun tujuan yang tepat.
- Dalam hubungan dengan pendidikan atau pengalaman kita dapat berpendapat bahwa tidak
ada perbedaan pendidikan atau pengalaman. - Pendidikan atau pengalaman mempengaruhi
kemauan dan motivasi berprestasi mempengaruhi kemauan. Konsep Kematangan terdiri dari
2 : - Kematangan pekerjaan berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan orangorang
yang memiliki kematangan pekerjaan dalam bidang tertentu. - Kematangan psikologi,
dikaitkan dengan kemauan melakukan sesuatu. Orang yang matang secara psikologis akan
bertanggungjawab dan merasa yakin pada pekerjaan tertentu Alat pengukur kematangan
terdapat 2 intrumen : Format pengharkatan manajer dan format pengharkatan sendiri Kedua
instrument itu mampu mengukur kemampuan (kematangan pekerjaan) dan kemauan
(kematang psikologi) dengan menggunakan skala pengharkatan
PERILAKU, MOTIF, DAN TUJUAN
Perilaku Prilaku pada dasarnya berorientase pada tujuan (Goaloriented). Dengan kata lain
tingkah laku kita biasanya dimotifasi oleh keinginan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan
yang spesifikasi itu tidak selalu secara sadar diketahui individu. Banyak prilaku kita yang
sulit untuk dimengerti, karena banyak prilaku kita yang dikendalikan oleh bawah sadarnya.
Sigmund Freud adalah salah satu dari orangorang yang pertama yang sadar akan pentingnya
motivasi bawah sadar. Dia percaya orang-orang tidak selalu sadar akan sesutau yang mereka
inginkan, dan dengan demikian sebagian besar dari tingkah laku mereka dipenuhi oleh motif-
motif atau kebutuhan-kebutuhan bawah sadar. Serentetan dari tingkah laku adalah aktivitas.
Kenyataanya, semua tingkah laku merupakan serentetan aktivitas. Motif Orang berbeda
bukan hanya dalam kemampuan mereka untuk mengerjakan sesuatu tetapi juga dalam
kemauan untuk mengerjakan sesuatu, atau motivasi. Motivasi orang bergantuk pada kekuatan
motif-motif merea. Motif biasanya didefiniskan sebagi kebutuhan (need), keinginan (wants)
dorongan (drivers) atau desakan hati (implus) dalam diri individu. Motif diarahkan pada
tujuan, yang mungkin sadar atau tidak sadar. Motif-motif merupakan sebab-sebab dari
tingkah laku. Motif-motif ini timbul dan menguasai aktivitas seseorang serta menentukan
arah yang umum dari tingkah-laku individu. Pada pokoknya, motif, atau kebutuhan adalah
dorongan utama dari tindakan. Kebutuhan ini hanya berarti sesuatu dalam diri individu yang
mendorong orang itu untuk melakukan sesuatu. Abraham masslow mengelompokan
tingkatan-tingkatan kebutuhan yang ada dalam setiap individu. Tujuan Tujuan adalah suatu
faktor (variable) diluar individu. Tujuan-tujuan ini kadangkadang dimaksudkan sebagai
sesuatu yang diharapkan, dan ke arah tujuan yang bernilai inilah motif-motif diarahkan.
Tujuan ini sering dinamakan incentifve (perangsang) oleh para psikolog.
DETERMINAN SITUASI MAKRO DAN MIKRO
Makro Secara makro, pemimpin lebih berfokus pada keseluruhan organisasi, melampaui
individu dan tugas-tugas. Pemimpin bekerja untuk menciptakan budaya organisasi, iklim,
nilai-nilai serta strategi yang melingkupi seluruh organisasi. Faktor-faktor makro meliputi:
1. Organisasional
2. Kondisi Perekonomian
3. Industri
4. Sosial dan Kebudayaan. Mikro Secara mikro, kepemimpinan situasional dipandang
sebagai proses mempengaruhi antar individu, yang meliputi pembentukan, pernyataan dan
penengahan konlikdiantara
kelompok untuk meningkatan motivasi individu. Disini, pemimpin menekankan aspek khusus
maupun situasi terbatas, seperti tugas-tugas atau individu. Fokusnya pada satu tugas atau
seorang individu pada waktu tertentu. Faktor-Faktor Mikro meliputi : 1. Kepribadian dan
latar belakang pemimpin 2. Pengharapan dan perilaku bawahan 3. Pengharapan dan perilaku
atasan 4. Tingkatan organisasi dan besarnya kelompok
IDENTIFIKASI LINGKUNGAN ORGANISASI
Keadaan lingkungan organisasi bisa dipahami melalui analisis terhadap segmensegmennya,
yaitu bagian-bagian dari lingkungan yang berpengaruh terhadap perilaku maupun
performansi organisasi. Lingkungan organisasi terdiri dari 9 segmen. Setiap segmen perlu
dianalisis untuk mengetahui elemen-elemennya dan juga kesempatan serta hambatan yang
dapat ditimbulkannya bagi organisasi. Segmen-segmen lingkungan organisasi meliputi :
(1) Industri, mencakup seluruh organisasi lain yang bergerak disektor kegiatan yang sama
dan merupakan saingan bagi organisasi, hal tersebut berpengaruh terhadap ketidak pastian
dalam persaingan antar organisasi;
(2) Bahan baku, organisasi harus mendapatkan bahan baku dari lingkungannya, kadang-
kadang lingkungan tidak dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang cukup, sehingga
berbahaya bagi industri;
(3) Tenaga kerja, organisasi perlu mendapatkan tenaga kerja dengan tingkat keahlian,
kualifikasi dan jumlah yang cukup. Jika kebutuhan tenaga kerja tidak dapat dipenuhi oleh
lingkungan, organisasi akan memperoleh kesulitan dalam menghasilkan output;
(4) Keuangan, menggambarkan tingkat kemudahan untuk memperoleh sumber keuangan
bagi organisasi;
(5) Pasar, menggambarkan besarnya permintaan konsumen terhadap produk atau jasa yang
dihasilkan oleh organisasi;
(6) Teknologi, merupakan pengetahuan serta teknik-teknik yang digunakan untuk membuat
produk ataupun jasa, teknologi berpengaruh terhadap cara pengelolaan organisasi;
(7) Kondisi ekonomi, menggambarkan keadaan umum dari perekonomian suatu organisasi,
kondisi ekonomi seperti besarnya daya beli konsumen, tingkat pengangguran, tingkat suku
bunga, besarnya inflasi, dan tingkat permintaan produk;
(8) Pemerintah, mencakup peraturan-peraturan dan system pemerintahan serta kondisi politik
suatu organisasi;
(9) Kebudayaan, mencakup karakteristik demografis dan system nilai yang berlaku pada
masyarakat di mana organisasi berada.
Sembilan segmen lingkungan ini, terdiri dari berbagai elemen yang dianggap mempunyai
potensi untuk mempengaruhi organisasi. Setiap segmen dapat diamati dan dianalisis oleh
pimpinan organisasi untuk menetapkan cara pengelolaan organisasi yang sesuai dalam
menghadapinya. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua segmen sama pentingnya bagi
organisasi walaupun ada kaitan antara masing-masing segmen tetapi biasanya ada satu atau
lebih segmen yang berpengaruh besar terhadap organisasi sehingga perlu perhatian yang
khusus. Karena tidak semua elemen memiliki pengaruh yang sama terhadap organisasi, maka
yang penting adalah menemukan cara untuk mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan
yang dapat digunakan pada semua organisasi yang berada pada lingkungan yang berbeda.
Segmen lingkungan berpengaruh terhadap terhadap organisasi karena adanya ketergantungan
organisasi terhadap sumber-sumber yang terdapat pada lingkungan. Organisasi mempunyai
ketergantungan ganda terhadap lingkungannya, yaitu produk dan jasa yang merupakan output
organisasi yang dikonsumsi oleh pemakai yang terdapat pada lingkungannya. Organisasi juga
mendapatkan berbagai jenis input dari lingkungannya. Organisasi jadi berbahaya apabila
pertukaran input dan output menjadi tidak seimbang. Terdapat dua cara adaptasi yang dapat
dilakukan oleh organisasi. Cara pertama adalah melalui perubahan internal, yaitu dengan
menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja, perencanaan dan aspek internal
lainnya, terhadap karakteristik
lingkungan. Cara kedua, adalah dengan berusaha untuk menguasai dan mengubah kondisi,
lingkungan sehingga menguntungkan bagi organisasi.

PANDANGAN TEORI  SITUASIONAL MENURUT PARA AHLI

Teori situasional berasal dari perlawanan kaum psikologis dan sosiologis terhadap teori sifat.
Para peneliti berusaha mengidentifikasi karakteristik yang berbeda tentang keberhasilan pemimpin.
Mereka menyusun perangkat khusus situasi yang relevan untuk perilaku dan performa pemimpin.
Variabel yang dianggap sebagai determinan kepemimpinan, meliputi :

1.    Perangkat struktural organisasi (ukuran, struktur hierarkis, dan formalisasi).


2.    Iklim organisasi (kekuatan posisi, tipe dan kesulitan tugas, dan aturan prosedural).

3.    Karakteristik bawahan ( pengetahuan dan pengalaman, toleransi terhadap keragaman, tanggungjawab


dan kekuasaan).

A.Pandangan teori situasional Model Linkert

Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih, 2013) Ada 4 sistem kepemimpinan yang
dikembangkan yaitu sistem otoritatif dan eksploitif, sistem otoritatif dan benevolent, sistem
konsultatif, dan sistem partisipatif.

B. Pandangan teori situasional menurut Reddin

Menurut Reddin dalam wahjosumidjo (1992, h. 74) dinyatakan ada tiga pola dasar yang dapat
digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan yang biasa disebut dengan Model
Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi. Model tersebut antara lain
berorientasi pada tugas (task oriented), berorientasi pada hubungan (relationship oriented), dan
berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented).

C.Pandangan teori situasional model Vroom Yetton

Menurut Mustiningsih (2013) salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin seringkali sangat berdampak kepada
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektivitas pemimpin adalah
kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang melaksanakan tugas-
tugas pentingnya. Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas.

D. Pandangan teori situasional Model Path-Goal(House)

Teori kepemimpinan lain yang cukup banyak dikaji adalah path goal theory. Teori ini
didasarkan pada teori motivasi harapan . Dalam menerapkan perilaku kepemimpinan untuk mencapai
tujuan akhir organisasi ada beberapa faktor moderator yang mempengaruhi dan menjadi jalur untuk
mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau lingkungan kerja, untuk itu dalam
upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan
situasi lingkungan kerja.

E. Model Kontingensi Oleh fiedler

Menurut danim (2012) teori kontingensi atau Contigency theory beranjak daei asumsi bahwa
gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan mondar-mandir dari situasi ke situasi yang lain dan
itu dipandang sebagai cara terbaik untuk mengatur.

F. Model situasional oleh Hersey dan Blanchard

Dengan mempertimbangkan dua orientasi perilaku kepemimpinan, hersey dan blanchard


dalam Wiyono (2013) mengembangkan teori kepemimpinan situasional. Kondisi anggota organisasi
dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu rendah motivasi dan kemampuan, tinggi motivasi dan
rendah kemampuan, tinggi kemampuan dan rendah motivasi, serta tinggi kemampuan dan tinggi
motivasi.

Teori path-goal dalam Kepemimpinan


Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah
suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring
elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan
consideratio serta teori pengharapan motivasi.Dasar dari teori ini adalah bahwa merupakan tugas
pemimpin untuk membantu anggotanya dalam mencapai tujuan mereka dan untuk memberi arah dan
dukungan atau keduanya yang dibutuhkan untuk menjamin tujuan mereka sesuai dengan tujuan
kelompok atau organisasi secara keseluruhan. Istilah path-goal ini datang dari keyakinan bahwa
pemimpin yang efektif memperjelas jalur untuk membantu anggotanya dari awal sampai ke
pencapaian tujuan mereka, dan menciptakan penelusuran disepanjang jalur yang lebih mudah dengan
mengurangi hambatan dan pitfalls (Robbins, 2002).Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin
dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber
kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1)
membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif
(Robins, 2002). Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin.
Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-
oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi
bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang
sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi (Robins,
2002).Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam
berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka
yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Model path-goal
menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka
inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku
individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil
(goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya
hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai
dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah
mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.Oleh
karenanya, Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:

1. Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.

2. Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan
dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut,
pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)

1.Kepemimpinan pengarah (directive leadership)

Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan
kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan
tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

3. Kepemimpinan partisipatif (participative leadership) Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan


bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan.
Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

4. Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership) Gaya kepemimpinan


dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian
tujuan tersebut.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor
seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para
karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara
mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan
pelaksanaan kerja yang efektif.Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model
teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demmand (Gibson, 2003).

1. Karakteristik Bawahan

Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa
diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang
segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

a. Letak Kendali (Locus of Control)

Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang
mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal
meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi
mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive

b. Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)

Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism
yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinanyang directive, sedangkan bawahan yang tingkat
authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan
tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang
supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

2. Karakteristik Lingkungan

Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor
motivasi terhadap para bawahan, jika:

1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya
efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan
pelaksanaan kerja. Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:

1) Struktur Tugas

Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.

2) Wewenang Formal

Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan partisipasi


bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi.

3) Kelompok Kerja

Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan


kepemimpinan supportif.

Teori Substitusi
Kerr dan Jermier (1978) mengembangkan sebuah model untukmengidentifikasi aspek situasi yang
mengurangi pentingnya kepemimpinan oleh para manajer dan para pemimpin formal lainnya.Teori ini
membedakadua variabel situasional yaitu:

1. Variabel Pengganti, yaitu variabel yang membuat perilaku pemimpin menjadi tidak perlu
dan berlebihan, yang meliputi;

 Karakteristik bawahan,

 Karakteristik tugas, dan

 Karakteristik organisasi
2. Variabel Netralisator, adalah suatu karakteristik dari tugas atau organisasi yang mencegah
seorang pemimpin untuk bertindak dalam suatu cara tertentu atau yang meniadakan pengaruh
dari tindakan pemimpin.

Karakteristik Bawahan
1. Saat bawahan memiliki pengalaman, kemampuan dan pelatihan yang cukup hanya
diperlukan sedikit arahan.

 Karena telah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya.

 Contoh , dokter spesialis, pilot, akuntan, dan profesional lain tidak membutuhkan banyak
arahan dan pengawasan.

2. Para profesional yang secara internal termotivasi oleh nilai, etika profesi tidak perlu
didorong atau diarahkan untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas

3. Mengabaikan penghargaan yang dikendalikan oleh manajer berfungsi sebagai netralisator


baik perilaku orientasi hubungan maupun orientasi tugas.Karakteristik Tugas

 Tugas yang terstruktur dan berulang bawahan dapat melakukan tanpa banyak pengarahan

 Bila tugas memberikan umpan balik secara otomatis , tidak banyak membutuhkan
pengawasan

 Bila tugasnya menarik dan menyenangkan, bawahan akan cukup termotivasi oleh
pekerjaan itu sendiri , tanpa kebutuhan akan pemimpin untuk mendorong dan memberikan
inspirasi bagi mereka.

Karakteristik Organisasional

1. Kohesivitas kelompok dapat menggantikan upaya kepemim-pinan untuk memotivasi


bawahan berkontribusi terhadap tugas kelompok
2. Kekuasaan posisi yang rendah cenderung menetralkan peng-gunaan
penghargaan dan hukuman dlm memotivasi bawahan.

3. Peraturan dan prosedur kerja yang tertulis rinci hanya mem-butuhkaan sedikit arahan .

4. Peraturan dan kebijakan yang tidak fleksibel dapat berfungsi sbg netralisator shg mencegah
pemimpin melakukan perubahan Perialaku pemimpin dapat dinetralkan bila bawahan tersebar
secara geografis dan tidak sering kontak dengan pemimpin mereka.

6 Fungsi Kepemimpinan Situasional

Fungsi kepemimpinan situasional, antara lain:


1. Setiap manusia berbeda dari yang lain dalam hal pengalamannya, kemampuan
kerjanya, memikirkan prosesnya, dan memiliki tanggung jawab. 
Seorang pemimpin situasional akan menerima fakta ini dan bekerja dengan setiap
pengikut di timnya secara individu. Dia menyadari kebutuhan untuk menjadi fleksibel
dan memberikan pekerjaan sesuai dengan kemampuan pengikutnya dan bukan apa
yang dia harapkan dari mereka.
2. Pemimpin situasional mencoba menciptakan lingkungan di mana semua anggota
tim didorong untuk maju dan melakukan bagian mereka. 
Situasi dibuat di mana anggota tim merasa nyaman dan dapat dengan mudah bergaul
dengan orang lain untuk mencapai hasil yang positif. Teori kepemimpinan situasional
akan membantu pemimpin untuk memotivasi timnya agar merasa puas dan bahagia di
lingkungan kerjanya.
3. Pemimpin situasional tidak menggabungkan semua anggotanya dalam satu
kelompok dan mengalokasikan pekerjaan secara keseluruhan, melainkan melihat
situasi individu serta tenaga kerja. 
Tujuannya adalah untuk mengevaluasi tingkat kompetensi anggota tim, meningkatkan
tingkat motivasi mereka, dan mengalokasikan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
mereka. Ini adalah pendekatan unik yang memiliki kekuatan untuk meningkatkan dan
meningkatkan efisiensi dan produktivitas tim.
4. Seorang pemimpin situasional perlu waspada jika dia ingin merasakan buah
kesuksesan. 
Dia harus menerima untuk menilai setiap perubahan di lingkungan dan juga perilaku
anggota timnya. Beberapa hari dapat menjadi stres bagi individu tertentu, dan
pemimpin perlu mengenali dan mengadopsi pendekatan yang akan membantunya
untuk tetap produktif.
5. Kepemimpinan situasional adalah tentang fleksibilitas dan intuisi. 
Ini menawarkan para anggota tim kesempatan untuk menemukan ritme mereka
sehingga masalah kecil tidak berdampak pada tujuan tim dan organisasi.
6. Kepemimpinan situasional memberikan tanggung jawab pada kebutuhan dan
persyaratan jangka pendek. 
Ini adalah tentang bagaimana memilih skenario pelatihan yang akan meningkatkan
tingkat efisiensi anggota. Ini menawarkan peluang yang akan memastikan
pertumbuhannya.
2. Pemimpin situasional mencoba menciptakan lingkungan di mana semua anggota
tim didorong untuk maju dan melakukan bagian mereka. 
Situasi dibuat di mana anggota tim merasa nyaman dan dapat dengan mudah bergaul
dengan orang lain untuk mencapai hasil yang positif. Teori kepemimpinan situasional
akan membantu pemimpin untuk memotivasi timnya agar merasa puas dan bahagia di
lingkungan kerjanya.
3. Pemimpin situasional tidak menggabungkan semua anggotanya dalam satu
kelompok dan mengalokasikan pekerjaan secara keseluruhan, melainkan melihat
situasi individu serta tenaga kerja. 
Tujuannya adalah untuk mengevaluasi tingkat kompetensi anggota tim, meningkatkan
tingkat motivasi mereka, dan mengalokasikan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
mereka. Ini adalah pendekatan unik yang memiliki kekuatan untuk meningkatkan dan
meningkatkan efisiensi dan produktivitas tim.
4. Seorang pemimpin situasional perlu waspada jika dia ingin merasakan buah
kesuksesan. 
Dia harus menerima untuk menilai setiap perubahan di lingkungan dan juga perilaku
anggota timnya. Beberapa hari dapat menjadi stres bagi individu tertentu, dan
pemimpin perlu mengenali dan mengadopsi pendekatan yang akan membantunya
untuk tetap produktif.
5. Kepemimpinan situasional adalah tentang fleksibilitas dan intuisi. 
Ini menawarkan para anggota tim kesempatan untuk menemukan ritme mereka
sehingga masalah kecil tidak berdampak pada tujuan tim dan organisasi.
6. Kepemimpinan situasional memberikan tanggung jawab pada kebutuhan dan
persyaratan jangka pendek. 
Ini adalah tentang bagaimana memilih skenario pelatihan yang akan meningkatkan
tingkat efisiensi anggota. Ini menawarkan peluang yang akan memastikan
pertumbuhannya.
Keunggulan Kepemimpinan Situasional
Keunggulan dari kepemimpinan situasional adalah sebagai berikut:
 Pemimpin situasional dapat memvariasikan gayanya sesuai kebutuhan saat itu.
 Ini adalah metode sederhana yang melibatkan banyak fleksibilitas dan intuisi.
 Kepemimpinan situasional menciptakan lingkungan yang santai dan nyaman
untuk tim anggota.
 Ini memperhitungkan berbagai fase perkembangan.
 Ada peluang lebih besar untuk komunikasi terbuka.
 Kepemimpinan situasional membantu dalam membangun hubungan konstruktif
antara pemimpin tim dan anggota tim.
Kelemahan Kepemimpinan Situasional
Kelemahan dari kepemimpinan situasional adalah sebagai berikut:
1. Setiap Manajer tidak dapat mengadaptasi mantel kepemimpinan situasional dengan
mudah karena dia tidak diprogram untuk membuat perubahan sesuai kebutuhan tenaga
kerjanya.
2. Kepemimpinan situasional lebih fokus pada tujuan jangka pendek dan kebutuhan
mendesak daripada tujuan jangka panjang.
3. Mendefinisikan tingkat kematangan semua anggota tim adalah tugas rumit yang
membutuhkan kesabaran, waktu dan banyak usaha.
4. Kepemimpinan situasional terbukti tidak efektif dalam lingkungan berorientasi
tugas di mana Anda harus mengikuti seperangkat peraturan, kebijakan, dan aturan
tertentu yang tidak fleksibel.
5. Jika seorang pemimpin situasional salah membaca situasi apa pun, tugasnya akan
runtuh seperti rumah kartu.
6. Kepemimpinan situasi didasarkan pada fakta bahwa pemimpin harus mengubah
pendekatannya sesuai kebutuhan saat itu dan itu dapat menimbulkan kebingungan.
7. Ini mendorong ketergantungan perusahaan pada teori kepemimpinan situasional
sekuat pemimpinnya. Jika pemimpin tidak mampu menjalankan tugasnya, maka hal
itu dapat menciptakan kekacauan dalam skenario yang ada
CONTOH KASUS

Kasus kepemimpinan yang akan saya bahas kali ini adalah studi kasus tentang kepemimpinan Sri
Mulyani Indrawati.

SMI lahir di Bandar Lampung, 26 Agustus 1962. Sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan, dia
menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet
Indonesia Bersatu. Sri Mulyani dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi di Indonesia. Ia menjabat
Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Pada 5 Desember 2005, Sri Mulyani ditunjuk menjadi Menteri
Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai
Gubernur Bank Indonesia. Pada tahun 2010, Sri Mulyani menjadi tokoh yang hangat diperbincangkan
berkaitan dengan kasus Bank Century. Di tengah penyelidikan kasus tersebut tiba-tiba Bank Dunia
menunjuknya sebagai Direktur Pelaksana di Bank Dunia. Sri Mulyani menjadi satu-satunya
perempuan pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang membawahi 70
lebih negara.
SMI berhasil mencatat beberapa prestasi penting di bidang pembangunan ekonomi dan good
governance. Salah satunya ialah keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di Departemen
Keuangan melalui terbentuknya transparansi dan akuntabilitas di internal departemen, upaya itu
sekaligus dapat menjadi landasan untuk membuat kebijakan fiskal yang lebih baik di masa depan.
SMI juga berhasil meningkatkan penerimaan negara dari pajak selama kepemimpinannya.
Keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak menambah jumlah pemegang nomor pokok wajib pajak
(NPWP) dan kebijakan sunset policy diyakini juga tidak terlepas dari perannya. Mulai diberikannya
insentif fiskal bagi beberapa sektor dan komoditas yang berpotensi ekspor ataupun menyerap
tenaga kerja, adalah hasil penting lain yang dihasilkan dalam rangka menjadikan pajak sebagai salah
satu motor pertumbuhan ekonomi nasional. SMI juga berkomitmen dalam upaya pembangunan
keuangan daerah melalui desentralisasi fiskal dan juga bisa bersikap tegas ketika ada daerah yang
terlambat membelanjakan anggaran. Pada 2007, Depkeu mulai menerapkan sanksi pada daerah-
daerah yang kurang disiplin dalam mengelola APBD, seperti keterlambatan penetapan APBD
ataupun kegagalan dalam mengelola DAK. Kepemimpinan Sri Mulyani tak hanya diakui di tingkat
kementerian keuangan yang dipimpinnya dan di tingkat nasional. Sosoknya juga cemerlang di kancah
internasional. Pengaruhnya sangat besar dalam sejumlah forum ekonomi baik dengan negara-negara
maju maupun sesama negara berkembang, misalnya, dalam forum G-20. Ada beberapa forum dalam
lingkup G-20 yang merupakan hasil inisiatif Indonesia dan didorong oleh prakarsa Sri Mulyani,
seperti forum Bali Dialogue of Climate Change. Para pegawai yang bekerja bersama SMI menyatakan
bahwa dia adalah orang yang tegas dan disiplin, rasional tapi juga tulus. SMI dengan tegas, berani
mereformasi seluruh struktur keoorganisasian yang menjadi inti unit kerja di kementerian keuangan
dan membuat banyak terobosan dalam kebijakan serta berani mengambil risiko yang tinggi,
misalnya keputusan menyelamatkan Bank Century. Sri Mulyani dinilai mampu menggawangi
perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia hingga mampu
melampaui krisis. “Di dalam pengelolaan ekonomi, Indonesia diakui mengalami banyak kemajuan,
baik itu ekonomi makro maupun dari sektor riil. Baik dari indikator-indikator yang mudah dilihat
maupun yang relative susah dilihat, seperti masalah confident dan persepsi,” kata Sri Mulyani. “Dan
diakui, penyumbang terbesar dari kemajuan itu adalah dari Kementerian Keuangan,” tambahnya
lagi.
Kalangan ekonom menilai pengunduran diri SMI sebagai Menteri Keuangan menyusul posisi barunya
sebagai pejabat tinggi di Bank Dunia merupakan solusi terbaik di tengah tekanan poltik mengenai
kasus Bank Century, kerja keras SMI didukung oleh para pegawainya. Dalam kebijakan fiskal di masa
kepemimpinannya, di Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan reformasi jilid II dengan
memperbaiki system data base, dengan melakukan intesifikasi dan ekstensifikasi dengan
menggunakan based marking profiling, dan sisi governence tata kelola untuk mengurangi
penyelewengan maupun tindakan-tindakan yang tidak baik dari fiskus maupun wajib pajak. Di
bidang perbendaharaan, sudah banyak reformasi yang dilakukan di Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, sehingga akan ada percepatan treasury function, pelayanan yang baik mulai dari
penggunaan anggaran, pengelolaannya dan juga reportingnya.
Sri Mulyani adalah seorang pemimpin transformasional dan sekaligus pemimpin transaksional yang
berkarakter, dia memegang teguh etika kerjanya dan memiliki integritas yang kuat sehingga terkenal
sebagai pemimpin yang bersih dari faktor KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme). Dia berani
mengambil resiko, melawan arus birokrasi yang ada yang sudah berjalan bertahun-tahun dan
mengakar dengan kuat dengan cara melakukan pembaharuan dan reformasi proses birokrasi di
departemen keuangan dan departemen terkait lainnya, seperti bea cukai, perpajakan, yang terkenal
kuat dengan citra KKN. SMI juga menerapkan sistem reward dan punishment untuk memacu proses
reformasi birokrasi (misal; menaikkan pendapatan pegawai departemen keuangan tetapi
menekankan transparansi dan akuntabilitas pegawai; mendorong setiap daerah agar menerapkan
desentralisasi fiskal tetapi juga bersikap tegas ketika ada daerah yang terlambat membelanjakan
anggaran). Tidaklah mengherankan bila kemudian dia mendapatkan beberapa penghargaan
internasional atas prestasinya memimpin departemen keuangan dan sebagai mentri koordinator
perekonomian sebagai mentri keuangan terbaik Asia tahun 2006, dan beberapa penghargaan
internasional lainnya yang sangat membanggakan bangsa Indonesia.
SMI menjalankan gaya kepemimpinan yang transaksional dan transformasional pada saat yang
bersamaan selama masa kepemimpinannya. Kepemimpinan transaksionalnya terlihat pada saat dia
menekankan agar pegawainya bersikap terbuka, akuntabel dan melayani publik dan dia juga
memberikan peningkatan remunerasi sebagai imbalannya, sedangkan untuk kepemimpinan
transformasionalnya saat dia melakukan pembaharuan dan reformasi birokrasi didepartemen-
departemen yang dipimpinnya, dia memberikan contoh tentang apa yang harus dilakukan, dia
mendorong agar anak buahnya menjadi lebih baik dan bertransformasi meninggalkan citra yang
buruk, dia menginspirasi orang banyak untuk mempertahankan inegritas dan etika yang baik sebagai
pejabat publik.
SMI juga telah membuktikan bahwa dia mempunyai kualitas-kualitas dan ciri-ciri sebagai pemimpin
yang efektif; seperti berintegritas, beretika, mempunyai visi dan misi yang jelas, berani membuat
tindakan/keputusan, berani menempuh resiko, memberikan rewards dan punishment, membawa
dan melakukan perubahan, memenuhi target yang diharapkan, dan bertanggung-jawab dan
akuntabel atas keputusannya, serta masih banyak lagi kualitas lainnya. Dari segi kompetensi inti atau
skill, SMI memiliki intelektualitas dan pengalaman dibidang perekonomian dan dunia internasional
yang sangat baik bahkan diakui oleh pihak internasional serta memiliki kemampuan konseptual yang
baik.

Anda mungkin juga menyukai