DISUSUN OLEH:
BITMAN : C1E119074
MUAILAS : C1E119098
FAJARUN : C1E119032
FARDI : C1E119082
KENDARI
2021
PENDEKATAN SITUASIONAL
Kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang pertama kali dibuat oleh
Kenneth Blanchard dan Paul Hersey. Model kepemimpinan buatan Blanchard-Hersey ini
mengacu pada keterampilan seseorang untuk menilai kemudian memilih strategi
kepemimpinan apa yang menuturnya terbaik dalam setiap keadaan atau tugas berbeda.
Pendekatan situasional disebut juga dengan pendekatan contigency yang didasarkan pada
pendapat bahwa kepemimpinan yang efektif tergantung sejumlah faktor. Tidak ada
kepemimipnan yang efektif untuk semua situasi atau keadaan. Fiedler terdapat tiga kriteria
situasi yaitu hubungan antara pimpinan dan karyawan, tugas kelompok dan kekuasaan.
Fiedler percaya bahwa kunci kesuksesan seseorang pemimpin terletak pada gaya
kepeimpinannya. Para ahli mencoba membuat suatu model kepemimpinan berdasarkan
situasi (kontigensi), seperti : model kontigensi fred fiedler, dan Hersey Blanchard.
Teori ini memusatkan perhatian pada para pengikut kepemimpinanyan yang berhasil
dicapai dengan gaya kepeimpinan yang tepat, tergantung pada kesiapan dan kedewasaan
pengikutnya. Hersey dan Blanchard dalam thoha (2003) mengidentifikasikan empat perilaku
kepemimpinan, yaitu:
1. Jika para pengikut tidak ingin dan tidak mampu, pempinan perlu memberikan arahan
yang khusus dan jelas;
2. Jika para pengikut tidak mampu dan ingin, pemimpin perlu memaparkan orientasi
hubungan yang tinggi un tuk mengkompensasi kekurang mampuan para pengikut dan
orientasi hubungan yang tinggi untuk membuat para pengikut untuk menyesuaikan
diri dengan keingaunakan pemimpin;
3. Jika pengikut mampu dan tidak ingin, maka pemimpin perlu myenggunakan gaya
yang mendukung dan partisipasif; dan
4. Jika karyawan mampu dan ingin, para pemimpin tidak perlu berbuat banyak “. Untuk
menyikapi perilaku kepemimpinan tersebut, Thoha telah melukiskan kepenimpinan
situasional yang berfokus pada keefektifan pemimpinan sejalan dengan tingkat
kematangan atau perkembangan yang relevan dari pengikut.
Menurut Hersey dan Blanchard, ada empat gaya dasar yang terkait teori kepemimpinan
situasional. Melansingsir Cleverism, keemptanya adalah:
1. Mengarahkan /telling: pemimpin memberi tahu bawahan apa yang harus dilakukan,
kemudian menjelaskan bagaimana cara melakukannya.
2. Menjual/selling: pemimpin bertujuan menjual ide dan pesan kepada bawahan untuk
membuat mereka paham dan ikut serta dan proses dan tugas.
3. Berpartisipasi/participating: tahap ini menggunkan paham demokratis yang
memungkinkan pemimpin memeberi lebih banyak kelonggaran bagi bawahanya.
Pemimpin masih mengrahkan dibeberapa area. Akan tetapi, bawahan berperan aktif
untuk membuat keputusan dan menentukan cara menyelesaikan tugas.
4. Mendelegasikan/delegating ini adalah tahap terakhir dimana pemimpin sepenuhnya
lepas tangan terhadap cara kerja bawahan. Dalam artian, pemimpin sudah tidaak lagi
terlibat dalaam proses pembuataan keputusan karyawan.
1. contoh kepemimpinan situasional yakni ketikapemimpin telah memberikan tugas dan tim
sudah menunjukan kepercayaan diri,rasa bertanggung jawab dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas dalam setiap proyek, maka manajer cukup mendelegasikan tugas
dengan pengawasan yang minimal.
2. pemimpin harus bersikap adil,artinya ketika pemimpin memberikan tugas kepada bawahan
itu tidak di luar daripada kemampuan sang bawahan ini.
Ciri-ciri Model Kepemimpinan Fred Fiedler
2. Keberpihakan situasi [Situation favorability] adalah tolak ukur sejauh mana pemimpin
tersebut dapat mengendalikan suatu situasi.
komunikasi harus selalu terbuka,artinya seorang pemimpin dan bawahan harus memiliki
komunikasi yang baik agar tidak menimbulkan rasa ambigu kepada bawahan, dan jika
bawahan diberikan tugas kepada seorang pemimpin bawahan dapat bekerja sesuai e kspetasi
dan tidak mudah kehilangan semangat
Teori situasional berasal dari perlawanan kaum psikologis dan sosiologis terhadap teori sifat.
Para peneliti berusaha mengidentifikasi karakteristik yang berbeda tentang keberhasilan pemimpin.
Mereka menyusun perangkat khusus situasi yang relevan untuk perilaku dan performa pemimpin.
Variabel yang dianggap sebagai determinan kepemimpinan, meliputi :
Menurut Rensis Likert (dalam Mustiningsih, 2013) Ada 4 sistem kepemimpinan yang
dikembangkan yaitu sistem otoritatif dan eksploitif, sistem otoritatif dan benevolent, sistem
konsultatif, dan sistem partisipatif.
Menurut Reddin dalam wahjosumidjo (1992, h. 74) dinyatakan ada tiga pola dasar yang dapat
digunakan unuk menetapkan pola perilaku kepemimpinan yang biasa disebut dengan Model
Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi. Model tersebut antara lain
berorientasi pada tugas (task oriented), berorientasi pada hubungan (relationship oriented), dan
berorientasi pada efektifitas (effectiveness oriented).
Menurut Mustiningsih (2013) salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat
keputusan. Karena keputusan yang dilakukan para pemimpin seringkali sangat berdampak kepada
para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektivitas pemimpin adalah
kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan yang melaksanakan tugas-
tugas pentingnya. Partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi stres, dan meningkatkan produktivitas.
Teori kepemimpinan lain yang cukup banyak dikaji adalah path goal theory. Teori ini
didasarkan pada teori motivasi harapan . Dalam menerapkan perilaku kepemimpinan untuk mencapai
tujuan akhir organisasi ada beberapa faktor moderator yang mempengaruhi dan menjadi jalur untuk
mencapai tujuan akhir, baik yang berasal dari faktor anggota atau lingkungan kerja, untuk itu dalam
upaya pencapaian tujuan akhir organisasi maka perlu memperhatikan tujuan anggota organisasi dan
situasi lingkungan kerja.
Menurut danim (2012) teori kontingensi atau Contigency theory beranjak daei asumsi bahwa
gaya kepemimpinan dalam pembuatan keputusan mondar-mandir dari situasi ke situasi yang lain dan
itu dipandang sebagai cara terbaik untuk mengatur.
1. Fungsi Pertama adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam
menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi Kedua adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan
dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut,
pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan
dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003)
Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara
spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan,
organisasi, koordinasi dan pengawasan.
2. Kepemimpinan pendukung (supportive leadership) Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan
kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan
tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok.
Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan
pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas dan dengan memperhitungkan faktor-faktor
seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para
karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara
mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan
pelaksanaan kerja yang efektif.Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model
teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and
demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa
diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang
segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan.
Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang
mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan
pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal
meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi
mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism
yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinanyang directive, sedangkan bawahan yang tingkat
authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
c. Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih
berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan
tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang
supportiveyang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai
kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan
bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor
motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya
efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan
pelaksanaan kerja. Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
3) Kelompok Kerja
Teori Substitusi
Kerr dan Jermier (1978) mengembangkan sebuah model untukmengidentifikasi aspek situasi yang
mengurangi pentingnya kepemimpinan oleh para manajer dan para pemimpin formal lainnya.Teori ini
membedakadua variabel situasional yaitu:
1. Variabel Pengganti, yaitu variabel yang membuat perilaku pemimpin menjadi tidak perlu
dan berlebihan, yang meliputi;
Karakteristik bawahan,
Karakteristik organisasi
2. Variabel Netralisator, adalah suatu karakteristik dari tugas atau organisasi yang mencegah
seorang pemimpin untuk bertindak dalam suatu cara tertentu atau yang meniadakan pengaruh
dari tindakan pemimpin.
Karakteristik Bawahan
1. Saat bawahan memiliki pengalaman, kemampuan dan pelatihan yang cukup hanya
diperlukan sedikit arahan.
Karena telah memiliki keterampilan dan pengetahuan untuk mengetahui apa yang harus
dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Contoh , dokter spesialis, pilot, akuntan, dan profesional lain tidak membutuhkan banyak
arahan dan pengawasan.
2. Para profesional yang secara internal termotivasi oleh nilai, etika profesi tidak perlu
didorong atau diarahkan untuk melakukan pekerjaan yang berkualitas
Tugas yang terstruktur dan berulang bawahan dapat melakukan tanpa banyak pengarahan
Bila tugas memberikan umpan balik secara otomatis , tidak banyak membutuhkan
pengawasan
Bila tugasnya menarik dan menyenangkan, bawahan akan cukup termotivasi oleh
pekerjaan itu sendiri , tanpa kebutuhan akan pemimpin untuk mendorong dan memberikan
inspirasi bagi mereka.
Karakteristik Organisasional
3. Peraturan dan prosedur kerja yang tertulis rinci hanya mem-butuhkaan sedikit arahan .
4. Peraturan dan kebijakan yang tidak fleksibel dapat berfungsi sbg netralisator shg mencegah
pemimpin melakukan perubahan Perialaku pemimpin dapat dinetralkan bila bawahan tersebar
secara geografis dan tidak sering kontak dengan pemimpin mereka.
Kasus kepemimpinan yang akan saya bahas kali ini adalah studi kasus tentang kepemimpinan Sri
Mulyani Indrawati.
SMI lahir di Bandar Lampung, 26 Agustus 1962. Sebelum menjabat sebagai Menteri Keuangan, dia
menjabat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dari Kabinet
Indonesia Bersatu. Sri Mulyani dikenal sebagai seorang pengamat ekonomi di Indonesia. Ia menjabat
Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
(LPEM FEUI) sejak Juni 1998. Pada 5 Desember 2005, Sri Mulyani ditunjuk menjadi Menteri
Keuangan menggantikan Jusuf Anwar. Sejak tahun 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai
Gubernur Bank Indonesia. Pada tahun 2010, Sri Mulyani menjadi tokoh yang hangat diperbincangkan
berkaitan dengan kasus Bank Century. Di tengah penyelidikan kasus tersebut tiba-tiba Bank Dunia
menunjuknya sebagai Direktur Pelaksana di Bank Dunia. Sri Mulyani menjadi satu-satunya
perempuan pertama yang menjabat sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang membawahi 70
lebih negara.
SMI berhasil mencatat beberapa prestasi penting di bidang pembangunan ekonomi dan good
governance. Salah satunya ialah keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi di Departemen
Keuangan melalui terbentuknya transparansi dan akuntabilitas di internal departemen, upaya itu
sekaligus dapat menjadi landasan untuk membuat kebijakan fiskal yang lebih baik di masa depan.
SMI juga berhasil meningkatkan penerimaan negara dari pajak selama kepemimpinannya.
Keberhasilan Direktorat Jenderal Pajak menambah jumlah pemegang nomor pokok wajib pajak
(NPWP) dan kebijakan sunset policy diyakini juga tidak terlepas dari perannya. Mulai diberikannya
insentif fiskal bagi beberapa sektor dan komoditas yang berpotensi ekspor ataupun menyerap
tenaga kerja, adalah hasil penting lain yang dihasilkan dalam rangka menjadikan pajak sebagai salah
satu motor pertumbuhan ekonomi nasional. SMI juga berkomitmen dalam upaya pembangunan
keuangan daerah melalui desentralisasi fiskal dan juga bisa bersikap tegas ketika ada daerah yang
terlambat membelanjakan anggaran. Pada 2007, Depkeu mulai menerapkan sanksi pada daerah-
daerah yang kurang disiplin dalam mengelola APBD, seperti keterlambatan penetapan APBD
ataupun kegagalan dalam mengelola DAK. Kepemimpinan Sri Mulyani tak hanya diakui di tingkat
kementerian keuangan yang dipimpinnya dan di tingkat nasional. Sosoknya juga cemerlang di kancah
internasional. Pengaruhnya sangat besar dalam sejumlah forum ekonomi baik dengan negara-negara
maju maupun sesama negara berkembang, misalnya, dalam forum G-20. Ada beberapa forum dalam
lingkup G-20 yang merupakan hasil inisiatif Indonesia dan didorong oleh prakarsa Sri Mulyani,
seperti forum Bali Dialogue of Climate Change. Para pegawai yang bekerja bersama SMI menyatakan
bahwa dia adalah orang yang tegas dan disiplin, rasional tapi juga tulus. SMI dengan tegas, berani
mereformasi seluruh struktur keoorganisasian yang menjadi inti unit kerja di kementerian keuangan
dan membuat banyak terobosan dalam kebijakan serta berani mengambil risiko yang tinggi,
misalnya keputusan menyelamatkan Bank Century. Sri Mulyani dinilai mampu menggawangi
perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu yang terbesar di dunia hingga mampu
melampaui krisis. “Di dalam pengelolaan ekonomi, Indonesia diakui mengalami banyak kemajuan,
baik itu ekonomi makro maupun dari sektor riil. Baik dari indikator-indikator yang mudah dilihat
maupun yang relative susah dilihat, seperti masalah confident dan persepsi,” kata Sri Mulyani. “Dan
diakui, penyumbang terbesar dari kemajuan itu adalah dari Kementerian Keuangan,” tambahnya
lagi.
Kalangan ekonom menilai pengunduran diri SMI sebagai Menteri Keuangan menyusul posisi barunya
sebagai pejabat tinggi di Bank Dunia merupakan solusi terbaik di tengah tekanan poltik mengenai
kasus Bank Century, kerja keras SMI didukung oleh para pegawainya. Dalam kebijakan fiskal di masa
kepemimpinannya, di Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan reformasi jilid II dengan
memperbaiki system data base, dengan melakukan intesifikasi dan ekstensifikasi dengan
menggunakan based marking profiling, dan sisi governence tata kelola untuk mengurangi
penyelewengan maupun tindakan-tindakan yang tidak baik dari fiskus maupun wajib pajak. Di
bidang perbendaharaan, sudah banyak reformasi yang dilakukan di Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, sehingga akan ada percepatan treasury function, pelayanan yang baik mulai dari
penggunaan anggaran, pengelolaannya dan juga reportingnya.
Sri Mulyani adalah seorang pemimpin transformasional dan sekaligus pemimpin transaksional yang
berkarakter, dia memegang teguh etika kerjanya dan memiliki integritas yang kuat sehingga terkenal
sebagai pemimpin yang bersih dari faktor KKN (kolusi, korupsi dan nepotisme). Dia berani
mengambil resiko, melawan arus birokrasi yang ada yang sudah berjalan bertahun-tahun dan
mengakar dengan kuat dengan cara melakukan pembaharuan dan reformasi proses birokrasi di
departemen keuangan dan departemen terkait lainnya, seperti bea cukai, perpajakan, yang terkenal
kuat dengan citra KKN. SMI juga menerapkan sistem reward dan punishment untuk memacu proses
reformasi birokrasi (misal; menaikkan pendapatan pegawai departemen keuangan tetapi
menekankan transparansi dan akuntabilitas pegawai; mendorong setiap daerah agar menerapkan
desentralisasi fiskal tetapi juga bersikap tegas ketika ada daerah yang terlambat membelanjakan
anggaran). Tidaklah mengherankan bila kemudian dia mendapatkan beberapa penghargaan
internasional atas prestasinya memimpin departemen keuangan dan sebagai mentri koordinator
perekonomian sebagai mentri keuangan terbaik Asia tahun 2006, dan beberapa penghargaan
internasional lainnya yang sangat membanggakan bangsa Indonesia.
SMI menjalankan gaya kepemimpinan yang transaksional dan transformasional pada saat yang
bersamaan selama masa kepemimpinannya. Kepemimpinan transaksionalnya terlihat pada saat dia
menekankan agar pegawainya bersikap terbuka, akuntabel dan melayani publik dan dia juga
memberikan peningkatan remunerasi sebagai imbalannya, sedangkan untuk kepemimpinan
transformasionalnya saat dia melakukan pembaharuan dan reformasi birokrasi didepartemen-
departemen yang dipimpinnya, dia memberikan contoh tentang apa yang harus dilakukan, dia
mendorong agar anak buahnya menjadi lebih baik dan bertransformasi meninggalkan citra yang
buruk, dia menginspirasi orang banyak untuk mempertahankan inegritas dan etika yang baik sebagai
pejabat publik.
SMI juga telah membuktikan bahwa dia mempunyai kualitas-kualitas dan ciri-ciri sebagai pemimpin
yang efektif; seperti berintegritas, beretika, mempunyai visi dan misi yang jelas, berani membuat
tindakan/keputusan, berani menempuh resiko, memberikan rewards dan punishment, membawa
dan melakukan perubahan, memenuhi target yang diharapkan, dan bertanggung-jawab dan
akuntabel atas keputusannya, serta masih banyak lagi kualitas lainnya. Dari segi kompetensi inti atau
skill, SMI memiliki intelektualitas dan pengalaman dibidang perekonomian dan dunia internasional
yang sangat baik bahkan diakui oleh pihak internasional serta memiliki kemampuan konseptual yang
baik.