Anda di halaman 1dari 11

Teori Kepemimpinan Situasional

Posted on March 23, 2013 by Ferry Roen 5 Comments


5
Teori kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah teori
kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku Situational Leader. Dan
Ken Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis pula buku
Management of Organizational Behavior (skarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9).
Teori ini pada awalnya diintrodusir sebagai Life Cycle Theory of Leadership. Sampai
kemudian pada pertengahan 1970an Life Cycle Theory of Leadership berganti dengan
sebutan Situational Leadership Theory. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing
penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey mengembangkan
Situational Leadership Model dan Blancard mengembangkan Situational Leadership
Model II.

Dr. Ken Blanchard

Dr. Paul Hersey


Definisi kepemimpinan situasional adalah a leadership contingency theory that focuses on
followers readiness/maturity. Inti dari teori kepemimpinan situational adalah bahwa gaya
kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para
pengikutnya.

Pemahaman fundamen dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya
kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi
tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan
yang tepat.
Efektivitas kepemimpinan bukan hanya soal pengaruh terhadap individu dan kelompok tapi
bergantung pula terhadap tugas, pekerjaan atau fungsi yang dibutuhkan secara keseluruhan.
Jadi pendekatan kepemimpinan situasional fokus pada fenomena kepemimpinan di dalam
suatu situasi yang unik.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif ia harus mampu menyesuaikan gayanya
terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada
dua konsep fundamental yaitu: tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok
sebagai pengikut dan gaya kepemimpinan.

4 Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness)


Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau
kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard
mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat
kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik sebagai berikut: (i.) the ability
and willingness for directing their own behavior; dan (ii.) the extent to which people have
and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka
diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para pengikut sebagai berikut:

Follower Readiness
R1: Readiness 1 Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak
mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut
tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken Blanchard sebagai The
honeymoon is over).
R2: Readiness 2 Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia
sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan
keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
R3: Readiness 3 Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan
keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak
mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.

R4: Readiness 4 Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan


keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan
kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.

4 Gaya Kepemimpinan (Leadership Styles)


Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya
kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan
dalam perilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut
dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu.
Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan
pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan
bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku kerja yang
tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di situasi lain.
Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi,
melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan
emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka
situasi.
Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan diatas diidentifikasi mereka dalam 4 notasi
yaitu S1 sampai S4 yang merupakan kombinasi dari dua perilaku diatas:

Situational Leadership Model by Paul Hersey and Ken Blanchard


S1: Telling (Pemberitahu) Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini
menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan
telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan
komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana,
mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan
instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
S2: Selling (Penjual) Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini
menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya
kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan
komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau
kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi
individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap
membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh
atas proses dalam pekerjaan.
S3: Participating (Partisipatif) Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi
dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi
jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau
kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan
semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri
dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai
pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan
cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas
seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.
S4: Delegating (Pendelegasian) Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi
(R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan
dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas
proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau
kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya
ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil
tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor
berlangsungnya sebuah pekerjaan.
Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang
pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi.
Prinsip One Size Fits All tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi
tingkat kesiapan bawahan yang berbeda.

Mengembangkan dan Memotivasi Pengikut


Seorang pemimpin yang baik mengembangkan kompetensi dan komitmen dari pengikut
sehingga mereka memotivasi diri sendiri daripada bergantung pada orang lain untuk
diarahkan atau dibimbing. Menurut Hersey tingginya kinerja pemimpin menciptakan harapan
yang realistis akan tingginya kinerja dari pengikut. Sebaliknya rendahnya harapan pemimpin
mengakibatkan rendahnya kinerja pengikut. Menurut Ken Blanchard empat kombinasi

kompetensi dan komitmen akan menciptakan tingkat perkembangan seperti yang disebutkan
dalam notasi dibawah ini:
D1 Kompetensi rendah dan komitmen yang tinggi
D2 Kompetensi rendah dan komitmen yang rendah
D3 Kompetensi tinggi dan komitmen yang rendah
D4 Kompetensi tinggi dan komitmen yang tinggi
Dalam rangka untuk membuat siklus yang efektif, seorang pemimpin perlu memotivasi
pengikutnya dengan benar.

Kepemimpinan Situasional II
Hersey dan Blanchard terus bersepakat dengan teori aslinya hingga 1977. Ketika mereka
sepakat untuk menjalankan pemahaman masing-masing pada akhir 1970-an, Hersey merubah
nama dari kepemimpinan situasional menjadi teori kepemimpinan situasional dan Blanchard
menawarkan Teori Kepemimpinan Situasional sebagai Pendekatan Situasional untuk
Mengelola Orang. Blanchard dan rekan-rekannya terus merevisi pendekatan situasional untuk
mengelola orang, dan pada tahun 1985 diperkenalkan Kepemimpinan Situasional II (SLII).
Pada tahun 1979, Ken Blanchard mendirikan Blanchard Training & Development Inc,
(kemudian menjadi The Ken Blanchard Companies) bersama-sama dengan istrinya Margie
Blanchard dan dewan pendiri. Seiring waktu, kelompok ini membuat perubahan konsep dari
teori kepemimpinan situasional awal pada beberapa bidang utama, termasuk penelitian dasar,
gaya kepemimpinan, dan kontinum tingkat perkembangan individu.
Model penelitian kepemimpinan situasional II (SLII) mengakui penelitian yang ada dari teori
kepemimpinan situasional dan merevisi konsep berdasarkan umpan balik dari klien, manajer,
dan karya peneliti terkemuka pada bidang pengembangan kelompok.

Teori Kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan situasional merupakan teori yang dikembangkan oleh


Hersey dan Kenneth H. Blanchard. Teori ini merupakan perkembangan yang
mutakhir dari teori kepemimpinan dan merupakan hasil baru dari model
keefektifan pemimpin tiga dimensi.
Model kepemimpinan tersebut didasarkan pada hubungan garis langsung
di antaranya ada tiga faktor, yaitu : 1) perilaku tugas (task behavior),
maksudnya kadar bimbingan dan arahan yang diberikan oleh pemimpin, 2)
perilaku hubungan (relationship behavior), yaitu kadar dukungan sosio
emosional yang disediakan pemimpin melalui komunikasi dua arah, dan 3)
kematangan (maturity) yaitu tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan
dalam pelaksanaan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu.
Dari ketiga faktor tersebut yang paling dominan karena tekanan terutama
dari teori ini terletak pada perilaku pemimpin dalam hubungannya dengan
bawahan.
Menurut teori kepemimpinan situasional, gaya kepemimpinan yang efektif
jika disesuaikan dengan taraf kematangan para bawahan secara kontinyu dan
meningkatkan pelaksanaan tugas. Pemimpin hendaknya mengurangi perilaku
tugas dan meningkatkan perilaku hubungan sampai bawahan mencapai tingkat
rata-rata kematangan, maka pemimpin harus mengurangi perilaku tugas dan
perilaku hubungan. Keadaan ini berlangsung sampai bawahan mencapai
tingkat kematangan penuh di mana mereka sudah dapat mandiri baik dilihat
dari kematangan kerjanya maupun kematangan psikologis. Dengan demikian
pemimpin sudah dapat mendelegasikan wewenang kepada bawahannya.
Sehubungan dengan tingkat kematangan bawahan yang dihubungkan
dengan perilaku pemimpin dalam menggerakkan bawahan, di bawah ini
dikemukakan empat gaya kepemimpinan yang dikemukakan oleh Paul Hersey
dan Kenneth H. Blanchard, yaitu :
a) Telling, yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah.
Pemimpin membatasi peranannya dan menginstruksikan bawahan tentang
apa, bagaiamana, bilamana, di mana harus melakukan suatu tugas tertentu.
Pemimpin juga memberikan pengarahan yang jelas dan spesifik. Gaya ini
sesuai dengan level kematangan yang rendah atau orang yang tidak mampu
dan mau.
b) Selling, yaitu perilaku tugas tinggi dan hubungan tinggi. Pemimpin masih
banyak memberikan pengarahan dan memberikan dukungan dalam
keputusan melalui komunikasi dua arah. Gaya ini sesuai dengan tingkat
kematangan rendah ke sedang, orang yang tidak mampu tetapi
berkeinginan untuk memikul tanggung jawab memiliki keyakinan tetapi
kurang memiliki keterampilan.
c) Participating, yaitu perilaku hubungan rendah dan tugas rendah. Pemimpin
dan bawahan saling tukar menukar ide dalam pembuatan keputusan
melalui komunikasi dua arah, dan yang dipimpin cukup mampu serta
berpengetahuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada
bawahan. Gaya ini sesuai dengan tingkat kematangan dari sedang ke

tinggi. Orang-orang pada tingkat perkembangan ini memiliki kemampuan,


tetapi tidak berkeinginan untuk melakukan suatu tugas yang dibebankan.
Ketidakmauan mereka sering kali disebabkan karena kurangnya
keyakinan.
d) Delegating, yaitu perilaku hubungan rendah dan tugas rendah. Pemimpin
melakukan seperti ini karena bawahan telah memiliki kematangan yang
tinggi bahwa dalam melakukan tugas maupun matang secara psikologis.
Kegiatan ini melibatkan bawahan untuk melaksanakan tugas sensiri
melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Gaya ini sesuai
dengan tingkat kematangan yang tinggi, orang-orang yang mampu dan
mau, atau mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab. Dengan
demikian, gaya delegasi ini berprofil rendah, yang memberikan sedikit
pengarahan atau dukungan memiliki tingkat kemungkinan efektif yang
paling tinggi dengan individu dalam tingkat kematangan tinggi.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
setiap pemimpin melakukan gaya ini, hanya pada suatu saat tertentu pemimpin
harus mampu mengambil gaya kepemimpinan yang paling tepat dengan
kondisi yang terjadi, agar kepemimpinan efektif hasilnya. Pada keadaan
tertentu gaya yang satu lebih menonjol dari gaya lainnya, dan ini tergantung
pada bawahan yang dihadapi serta pada tingkat kedewasaan mana bawahan
tersebut.
Memperhatikan hal tersebut maka sebenarnya tidak ada gaya
kepemimpinan yang terbaik, yang ada hanya kepemimpinan yang paling
efektif hasilnya, yaitu kepemimpinan yang berhasil menggerakkan bawahan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai