Disusun Oleh :
Eka Sobarista Nur Nofita (1818134035)
Yeni Ika Septania (1818134054)
Dosen Pengampu :
Masrul Anam, Lc, MA.
Bismillahirah}ma>nirrah}i>m
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. ‘Aza> wa Jalla> yang telah
memberikan Rahmat serta Nikmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan Salam tetap
tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. yang telah
menuntun umat dari zaman kebodohan menuju zaman keilmuan seperti sekarang
ini yakni dengan agama Islam.
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan materi tentang kitab tafsir
Ibn Kathi>r, dari segi biografi pengarangnya, sejarah penulisannya, metode
penafsiran, corak, keistimewaan dan kelemahan kitab Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-
‘Az{i>m atau Tafsi>r Ibn Kathi>r. Dan penulis sertakan pula refrensi yang telah
penulis dapatkan, sebagai bahan rujukan materi ini.
Tak lupa ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Studi
Tafsir Klasik Bapak Masrul Anam, Lc, MA. yang telah membimbing penulis
dalam penyusunan makalah ini. Dan penulis mohon maaf sebesar-besarnya jika
didapati penulisan maupun pemahaman yang kurang dalam makalah ini. Penulis
harap maklum, semoga penulis dapat memperbaikinya untuk makalah selanjutnya.
Penulis
ii | S t u d i T a f s i r K l a s i k
PEDOMAN TRANSLITERASI
ء ’ ض D{
ب B ط T{
ت T ظ Z{
ث Th ع ‘
ج J غ Gh
ح H{ ف F
خ Kh ق Q
د D ك K
ذ Dh ل L
ر R م M
ز Z ن N
س S و W
ش Sh ه H
ص S{ ي Y
ā = a panjang
ī = i panjang
ū = u panjang
iii | S t u d i T a f s i r K l a s i k
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan pedoman pertama bagi umat Islam di dunia. Sebagai
kalam Tuhan yang bersifat global, al-Qur’an menerima penafsiran dari manusia
yang tentunya memiliki keterbatasan. Meski demikian, penafsiran al-Qur’an
sangat dibutuhkan oleh umat Islam, terlebih bagi umat Nabi Muhammad SAW.
sekarang yang tidak hidup di zaman al-Qur’an diturunkan, yang tentunya sangat
membutuhkan penafsiran dalam memahami al-Qur’an dari berbagai sumber,
seperti dari sunnah rasul, pendapat sahabat, tabi’in, hingga ijtihad ulama’. Oleh
karena itu, sepanjang sejarah umat Islam, terdapat banyak tafsir al-Qur’an yang
telah ditulis oleh ulama’ nafa’anā bi’ulūmihim fī dāraini, āmīn.
Kitab Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m karya Ibn Kathi>r ini sangat populer
dikalangan pengkaji al-Qur’an, terutama di Indonesia. Kitab ini sering menjadi
rujukan ulama’ di Indonesia. Para penulis tafsir seperti A. Hassan, TM Hasbi As-
Shidqi dan Hamka banyak merujuk kepada kitab tafsir ini. Saat ini semakin
banyak intelektual Islam yang berlomba-lomba mengkaji lebih lanjut kitab ini,
mulai dari kalangan pesantren, kampus, hingga masyarakat luas. Dengan
banyaknya minat untuk mengkajinya, akan lebih baik jika kita sebagai intelektual
muda muslim mempelajarinya juga, termasuk apapun yang berkaitan dengan kitab
Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az{i>m.
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi dan deskripsi umum Kitab Tafsi>r Al-
Qur’a>n Al-‘Az{i>m.
2. Untuk mengetahui karakteristik penafsiran Kitab Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-
‘Az{i>m.
PEMBAHASAN
1
Ibn Kathi>r, Sejarah Nabi Muhammad (Solo: At-Tibyan, 2014), hlm. 29
2
Ibid, hlm.33
3
Ibid, hlm.34
4
Ibid, hlm.36-41
5
Ibid, hlm. 44
6
Ibid, hlm.54
7
Ibid, hlm.56
8
Loc.cit
9
Ibid, hlm.57
10
Ibid, hlm.62
14
Ibid, hlm.68
15
Rosihon Anwar. Melacak Unsur-Unsur Israiliyyat Dalam Tafsir Ath-Thabari Dan Tafsir Ibnu
Katsir (bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm.71
16
Ibid
17
Hasban Ardiyansyah Ritongga, Skripsi, Pemikiran Imam Ibnu Katsir Dalam Menafsirkan Ayat-
Ayat Mutasyabbihat, (Medan: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,2018), hlm.4
10 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
Kecenderungan karya seseorang tidak bisa dilepas dari minat penulis
sendiri, kira-kira seperti itu jugalah Ibn Kathi>r. Sosok Ibn Kathi>r yang
condong kepada keabsahan turats telah ikut mewarnai karyanya. Begitu juga
hal ini tidak bisa lepas dari kondisi saat itu. Kemajuan aliran pada abad ke-7
sampai 8 H memang sudah kompleks. Artinya telah banyak aliran pemikiran
yang mewarnai karakter seseorang. Pemahaman yang orisinil untuk
mempertahankan keauntetikan al-Qur’an dan sunnah terus dijaga. Inilah
sebagian pewarnaan dari tafsirnya. Ibn Kathi>r juga telah tersibghah dengan
pola pikir gurunya (Ibnu Taimiyah), sehingga ia dengan jujur berkata bahwa
metode tafsirnya sama persis sealur dan sejalur dengan gurunya tersebut.
Latar belakang pendidikan Ibn Kathi>r tentunya tidak bisa dipisahkan
dari metodenya dalam menulis karyanya. Menurutnya penafsiran al-Qur’an
itu lebih cocok menggunakan komponennya yang berasal dari al-Qur’an itu
sendiri serta sunnah Rasulullah SAW. hingga sahabat karena tingkatan inilah
yang paling bisa memahami al-Qur’an.
b. Bentuk Fisik Kitab Tafsir al-Qur’a>n al-‘Az{i>m
Pada mulanya buku ini ditulis dengan sepuluh jilid, tetapi kemudian
dicetak dengan empat jilid dengan jilidan yang tebal. Pada terbitan Da>r al-
Ji>l, Beirut, tahun 1991, klasifikasinya sebagai berikut:
Jilid I, dari surat al-Fa>tih}ah sampai surat an-Nisa>’ dengan ketebalan
552 halaman.
Jilid II dari surat al-Ma>’idah sampai surat an-Nah}l dengan ketebalan
573 halaman.
Jilid III dari surat al-Isra>’ sampai surat Ya>si>n dengan ketebalan 558
halaman.
Jilid IV dari surat as}-S{affa>t sampai surat an-Na>s dengan ketebalan
580 halaman.18
18
Ibid, hlm.34
11 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
B. KARAKTERISTIK PENAFSIRAN KITAB TAFSI<R AL-QUR’A<N AL-
‘AZ{I<M
1. Metode Penafsiran Kitab Tafsi>r Al-Qur’a>n Al-‘Az{i>m
Metode tafsir adalah suatu cara berfikir baik untuk mencapai pemahaman
yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah SWT. dalam ayat-ayat al-
Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.19 Pengertian ini
memberikan pemahaman bahwa metode penafsiran berisikan seperangkat
kaidah dan aturan yang harus diindahkan ketika menafsirkan ayat al-Qur’an.
Dalam perkembangan dunia penafsiran, secara umum metode penafsiran
dibagi menjadi empat, yaitu metode Tahli<ly, Ijma<ly, Muqarran
(komparatif) dan Maud{u<’iy (tematik).20 Upaya mengklarifikasi penafsiran
semacam ini juga bervariasi di kalangan para pemerhati tafsir.
12 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
yang menjadi latar belakang penjelasannya tersebut yaitu surat Fushilat/41:
44; Isra</17: 82 dan Yu<nus/10: 57. Sehingga penjelasannya atau
penafsiranya
menjadi khusus yakni bagi orang-orang yang beriman.23
23
Hamin Ilyas, Kitab Studi Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2004), hlm. 139.
24
Ibid, hlm. 141-142.
13 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
dipengaruhi oleh beberapa bidang kedisiplinan ilmu yang dimilikinya,
diantaranya corak fiqih, corak ra’y dan corak qira’at.25 Berikut
penjelasannya:
Corak Fiqih.
Dalam menafsirkan kitab ini, Ibn Kathi>r menjelaskan secara luas dan
panjang lebar terkait ayat-ayat hukum, dengan dilakukannya istinbat
(mengeluarkan hukum) dan tarjih (melakukan analisis terhadap dalil yang
dipakai) terhadap pendapat-pendapat tertentu dengan bersikap secara netral.
Misalnya tentang kasus bilangan tala<’ menurut syara’. Dalam surat al-
Baqarah ayat 230, Ibn Kathi>r menjelaskan tentang bekas suami yang tidak
dapat kembali kepada bekas istrinya, sebelum bekas istri itu kawin lagi
dengan orang lain hingga bersetubuh, kemudian diceraikan oleh suaminya
yang baru itu. Sementara orang yang berkilah dengan meminta kepada
orang lain untuk menjadi muhalil (penghalal). Ibn Kathi>r menegaskan
bahwa pekerjaan itu dilaknat oleh Allah SWT.dan Rasui-Nya yang berarti
perkawinan itu batal.
Corak Ra’y
Maksud dari corak ra’y yaitu bahwa Ibn Kathi>r dalam menafsirkan al-
Qur’an dengan ijtihad. Ia memahami kalimat-kalimat al-Qur’an dengan
jalan memahami maknanya yang ditunjukan oleh pengetahuan Bahasa Arab
dan peristiwa yang dicatat oleh seorang ahli tafsir. Berikut terdapat beberapa
hal yang berkenaan dengan penggunaan ra’y dalam kitab Tafsi>r al-
Qur’a>n al-‘Az{im :
- Dibandingkan penafsiran yang lain, penafsiran yang dilakukannya lebih
luas dan banyak. Kenyataan ini membuktikan bahwa tafsir al-Qur’an
dengan al-Qur’an itu pada hakekatnya tetap melibatkan ra’y. Perannya
yaitu pada usaha meneliti ayat mana menjelaskan ayat mana, dan
keluasan dan tidaknya penafsiran sangat dipengaruhi tingkat pemahaman
masng-masing mufasir.
25
Ali Hasan Ridho dan Ahmad Akrom, Sejarah dan Metodologi Tafsir (Trj.), (Jakarta: Rajawali
Press, 1994), hlm.59
14 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
- Menerangkan maksud ayat demi ayat, baik secara global maupun
terperinci dengan bantuan ilmu Bahasa Arab (nahwu, sarf dan lain
sebagainya), ‘Ulu>m al-Qur’a>n, Asba>b an-Nuzu>l, Makki>
Madani>, Na>sih{ mansu>h{, h}adi>th dan ‘Ulu>m al-Ḥadi>th,
Us{u>l Fiqh dan ilmu-ilmu lain.
- Memilih dan menyeleksi riwayat-riwayat, baik Rasulullah SAW, sahabat
maupun tabi’in untuk menafsirkan al-Qur’an, proses ini tentu
menggunakan ra’y
Corak Qira’at
Keberadaan Ibn Kathi>r sebagai ahli qiraat, ikut memperkaya corak
tafsirnya. Yakni menerangkan riwayat-riwayat al-Qur’an dan qiraat-qiraat
yang diterima dari ahli-ahli qiraat terpercaya. Dalam penyampaiannya, Ibnu
Kath>ir selalu bertolak pada qira’ah sab‘ah dan jumhur ulama, baru
kemudian qira’at-qira’at yang berkembang dan dipegangi sebagian ulama
dan qiraah shazzah. Contoh qira’at pada ayat 5 surat al-Fatiḥah, terhadap
yang membaca (iyya>ka), tanpa tasydid pada huruf ya’-nya, yaitu yang
dibaca ‘Amr ibn Fayya>d, Ibn Kathi>r berkomentar bahwa bacaan ini
adalah shaz dan tertolak, karena (iya) artinya sinar matahari.
26
Nur Faizin Maswan, Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu Katsir, (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002),
hlm. 61
15 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
memahami kandungan al-Qur’an serta yang penting adalah terhindar dari
penafsiran secara parsial yang bisa keluar dari maksud nas. Dari cara tersebut,
menunjukan adanya pemahaman lebih utuh yang dimiliki Ibn Kathi>r dalam
memahami muna<sabah dalam urutan ayat, selain muna<sabah antara ayat
(Tafsi>r al-Qur’a>n bi al-Qur’a>n) yang telah diakui kelebihannya oleh para
peneliti maupun para ulama tafsir.
16 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
memilih membiarkannya atau tidak mengartikan lafadz-lafadz tashbi<h{
dalam al-Qur’an. Seperti lafadh kursi>, ‘arsh dan istawa>.27 Disini terlihat
dominasi riwayat atau hadist sangatlah kuat memperngaruhi penafsirannya, ia
tidak mewakilkannya sama sekali.
c. Tentang Ayat-Ayat yang Dipahami Secara Berbeda-beda
Pada banyak ayat, khususnya ayat yang menyangkut pembahasan hukum
atau fiqih, perbedaan penafsiran dapat saja atau bahkan sering terjadi. Namun,
disini ingin ditegaskan kembali bahwa kontroversi dan kontradiksi penafsiran
di kalangan ulama biasanya dideskripsikan, didiskusikan dan dianalisa secara
rinci oleh Ibn Kathi>r. Sebagai contoh ketika ia menafsirkan surat al-Isra>’
ayat 15, yang berbunyi :
ة ِو ۡز َر أ ُ ۡخ َر ٰۗىٞ علَ ۡي َه ۚا َو ََل ت َِز ُر َو ِاز َر َ َّم ِن ٱ ۡهتَدَى فَإِنَّ َما يَهۡ تَدِي ِلن َۡف ِس ِهۦ َو َمن
ِ َض َّل فَإِنَّ َما ي
َ ض ُّل
س ا
١٥ وَل َ َو َما ُكنَّا ُمعَ ِذبِينَ َحتَّى ن َۡب َع
ُ ث َر
Artinya : “Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah Allah, maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang sesaat maka sesungguhnya doia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan kami tidak akan mengazab sebelum kami mengutus seorang rasul.
(al-Isra>’/17:15)”28
Ibn Kathi>r menafsirkan ayat ini dengan mengemukakan tiga pendapat
tentang anak-anak yang musyrik. Yang pertama tersebut adalah: pertama,
bahwa mereka masuk surga. Kedua, mereka merupakan usaha orang tuanya.
Dan yang ketiga, tidak memberikan komentar/menangguhkan (tawaqquf).29
27
Dalam penafsiran al-Qur’an APK surat al-Baqarah: 255, Hud: 7 dan Fussilat: 11.
28
Kemenag Agama RI, Ummul Mu’minim (al-Qur’an dan Terjemahan Untuk Wanita), (Jakarta
Selatan: Penerbit Wali), hlm.283
29
Ibn Kathi>r, Tafsir Ibn Kathi>r, (CD Maktabah Syamilah) Juz V hlm. 52-60.
17 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
Al-T{abari, kitab Ibn Kathi>r memiliki keistimewaan dalam beberapa aspek,
seperti dalam hal ketelitian sanadnya, kesederhanaan ungkapannya, dan
kejelasan ide pemikirannya.
Selain itu kelebihan dari kitab ini yaitu penafsiran ayat dengan ayat atau
al-Qur’an dengan al-Qur’an, dan dengan hadist yang tersusun secara semi
tematik, bahkan dalam hal ini, Ibn Kathi>r dapat dikatakan sebagai perintisnya.
Juga dalam tafsir ini banyak memuat informasi dan kritik tentang riwayat
Israiliyat, dan menghindari kupasan-kupasan lingusistik yang terlalu bertele-
tele. Sebab itulah Imam \al-Suyuti memuji kitabnya sebagai kitab tafsir yang
tiada tandingannya.
Namun, tidak berarti kitab ini luput dari kekurangan dan kritik.
Muhammad al-Ghazali misalnya, menyatakan bahwa meskipun Ibn Kathi>r
dalam tafsirannya telah berusaha menyeleksi hadist-hadist atau riwayat-riwayat
(secara relatif ketat), ternyata masih juga me\muat hadits yang sanadnya d{aif
dan kontradiktif. Hal ini tidak hanya ada dalam tafsir Ibn Kathi>r, tetapi juga
pada kitab-kitab tafsi>r bi al ma’thur pada umumnya. Selain itu, secara teknis
terkadang Ibn Kathi>r hanya menyebutkan maksud haditsnya tanpa
menampilkan matan atau redaksi haditsnya, dengan menyebut fi> al-H{adi>th
(dalam suatu hadits) atau al-H{a>dith al-’A<khar (dalam hadis yang lain).
Hal lainnya ialah ketika menguraikan perdebatan yang berhubungan
dengan masalah fiqih, kadang-kadang Ibnu Katsir terlampau berlebihan,
sehingga Mahmud Basuni Faudah mengkritik bahwa Ibnu katsir suka melantur
jauh dalam membahas masalah-masalah fiqih ketika menafsirkan ayat-ayat
hukum. Berbeda dengan Mahmud Basuni Faudah, Husain al-Zahabi menilai
bahwa diskusi-diskusi masalah fiqihnya itu masih dalam batas-batas kewajaran,
tidak berlebihan sebagaimana umumnya mufasir dari kalangan fuqaha>’u..
Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, tafsir ini ternyata telah memberi
pengaruh yang sangat signifikan kepada sejumlah mufasir yang hidup
sesudahnya, termasuk Rashi>d Rid}a>, penyusun Tafsi>r al-Mana>r. Kitab
ini pun masih tetap relevan untuk dikaji dan diambil manfaatnya hingga
sekarang.
18 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
19 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ibn Kathi>r memilki nama lengkap ‘Ima>duddi>n Abu> al- Fida>’ Isma>’i>l
bin ‘Umar bin Katsi>r bin Dira>’ al-Qurasy al-Has}li al-Bas}ri ad-
Dima>shqi. Ia adalah al-Ha>fiz} al-H}ujjah serta al-Muhaddith ath-Thiqah.
Ibn Kathi>r lahir di perkampungan Mijdal, salah satu perkampungan yang
masih termasuk kawasan kota Bushra, pada tahun 701 H. Setelah kepergian
ayahnya, Ibn Kathi>r kemudian pindah ke Damaskus pada tahun 707 H. Ia
bersama kakak kandungnya, Abdul Wahha>b. Ia wafat pada hari Kamis, 26
Sya’ban 774 H. Warga Damaskus mengantarkan jenazahnya. Ia dikuburkan
di tanah Syaikhul Islam Taqiyyuddi>n Ibnu Taimiyah sesuai wasiatnya. Pada
umumnya para penulis sejarah tafsir menyebut Tafsi>r Ibn Kathi>r dengan
nama Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m. Adapun penulisan kitab Tafsi>r al-
Qur’a>n al-‘Az}i>m, Ibn Kathi>r mengatakan dalam kitabnya:
”Ketahuilah sesungguhnya aku menafsirkan al-Qur’an dengan
semisalnya yaitu al-Qur’an. Sunnah juga diturunkan dengan wahyu, seperti
al-Qur’an. Jika penjelasan tersebut tidak didapati di dalam al-Qur’an, maka
dengan sunnah karena sunnah adalah serupa dengan wahyu. Sunnah juga
dipakai dalam penafsiran, jika penafsiran tersebut tidak didapati di dalam
sunnah. Tidak juga didapati di dalam al-Qur’an, maka kami kembali kepada
pendapat sahabat.”
2. Dalam kitab Ibn Kathi>r yang digunakan untuk menafsirkan yaitu metode
tahlily, metode yang menjelaskan kandungan al-Qur’an dari seluruh aspeknya
dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana yang
tercantum dalam mushaf. Namun, metode penafsiran kitab ini dapat pula
dikatakan menggunakn metode Maud{u’iy (tematik). Dan Ibn Kathi>r
menafsirkan al-Qur’an dengan 6 sumber yakni, menafsirkan al-Qur’an
dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan sunnah, al-Qur’an dengan perkataan
sahabat, al-Qur’an dengan referensi tabi’in, al-Qur’an dengan pendapat
ulama’ dan yang terakhir al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri.
20 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
Selain itu kitab ini memiliki corak otoritas (al-laun wa al-it>ijah) yaitu
tafsir bil ma’thur/tafsir bil riwayah. Dan corak literaturnya yang terdiri dari
corak fiqih, ra’yu dan qira’at. Ia juga menafsirkan seluruh ayat-ayat al-
Qur’an sesuai susunan dalam mushaf al-Qur’an yang cecara sistematika tafsir
ini menempuh tartib mush}afi.
Ibn Kathi>r memiliki keistimewaan dalam beberapa aspek, seperti dalam
hal ketelitian sanadnya, kesederhanaan ungkapannya, dan kejelasan ide
pemikirannya. Namun, tidak berarti kitab ini luput dari kekurangan dan kritik.
Muhammad al-Ghazali misalnya, menyatakan bahwa meskipun Ibn Kathi>r
dalam tafsirannya telah berusaha menyeleksi hadist-hadist atau riwayat-
riwayat (secara relatif ketat), ternyata masih juga memuat hadits yang
sanadnya d{aif dan kontradiktif. Kekurangan lainnya yaitu ketika
menguraikan perdebatan yang berhubungan dengan masalah fiqih, kadang-
kadang Ibnu Katsir terlampau berlebihan, sehingga Mahmud Basuni Faudah
mengkritik bahwa Ibnu katsir suka melantur jauh dalam membahas masalah-
masalah fiqih ketika menafsirkan ayat-ayat hukum.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca bisa
memahami isi dari makalah ini, sehingga pembaca bisa menambahkan serta
meneruskan bahkan memperbaiki kekurangan makalah ini untuk penulisan
selanjutnya. Dan alangkah baiknya jika dalam mengkaji kitab-kitab Tafsir secara
umum, harus memperhatikan kelebihan dan terutama kekurangannya. Seperti
halnya dalam kitab Tafsi>r Ibn Kathi>r, pembaca lebih berhati-hati dalam
melihat kualitas hadist yang dinukilnya.
21 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
DAFTAR PUSTAKA
Kemenag Agama RI. Ummul Mu’minim (al-Qur’an dan Terjemahan Untuk Wanita).
Jakarta Selatan: Penerbit Wali.
Maswan, Nur Faizin. 2002. Kajian Deskriptif Tafsir Ibnu Katsir. Yogyakarta:
Menara Kudus.
Ridho, Ali Hasan dan Ahmad Akrom. 1994. Sejarah dan Metodologi Tafsir.
Jakarta: Rajawali Press.
22 | S t u d i T a f s i r K l a s i k
Aplikasi :
Katsir, Ibnu. Tafsi>r Ibn Kathi>r, (CD Maktabah Syamilah) Juz V. (Diakses pada
Selasa, 24 September 2019, pukul: 16.18 WIB)
23 | S t u d i T a f s i r K l a s i k