Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seorang ahli politik telah sanggup menggambarkan adanya suatu

kehidupan di dalam Negara yang mempunyai pemerintah dan kemerdekaan,

sekaligus menyebutkan unsur-unsur negara, seperti: 1) adanya rakyat atau bangsa

; 2) Adanya daerah territorial tertentu; 3) Adanya suatu pemerintahan ; 4) Adanya


suatu kemerdekaan.

Secara etimologis negara berasal dari kata staat ataupun state berakar dari

Bahasa latin yaitu status yang berarti memenpatkann dalam keadaan berdiri, atau

membuat berdiri. Sedangkan kata negara yang lazim digunakan di Indonesia

berasal dari Bahasa Sansekerta, negara berarti wilayah, kota atau penguasa.

Sementara itu, niccolo Machiavelli ingin mengajarkan bagaimana seorang raja


atau pemerintah dengan sebaik-baiknya1.

Penomena negara sabagai gejala dalam kehidupan Bersama manusia sudah

menarik perhatian sejak ribuan tahun lalu dan sudah menjadi objel penyelidikan

manusia jauh sebelum istilah negara di kenal. Menurut catatan sejarah, ribuan

tahun sebelum masehi, negara sudah dipelajari oleh manusia. Bangsa Yunani

Kuno merupakan bangsa yang pertama mempelajari negara. Maka, tidak slaah

kalua dikatakan bahwa cikal bakal ilmu pengetahuan adalah, produk kebudayaan

Yunani Purba (Yunani Kuno). Akan tetapi, metode yang dipakai bangsa Yunani

untuk menyelidiki negara pada waktu itu belum menggunakan metode ilmiah
sebagaimana dikenaal pada zaman sekarang.

1
Dr Teuku Saiful Bahri Johan, Ilmu Negara Dalam Peradaban
Globalisasi Dunia (Yogyakarta: Cv Budi Utama, maret 2014), hal.65
2

Beberapa Ahli kenegaraan bangsa Yunani Kuno yang terkenal adalah

Socrates, Plato, Aristoteles, Zeno dan Epicorus. Sampai sekarang karya para ahli

bangsa Yunani Kuno tersebut masih tetap menjadi bahan pustaka yang penting di

lingkungan Universitas beberapa karya Plato yang sampai sekarang masih

diperbincangkan adalah Politea (The Republic), Politiccos (The Stateman) dan

Nomoi (The Law). Murid plato yakni Aristoteles mengena negara dan hokum

ditulis dalam Politea (The Republic), Politicus (The Stateman), Nomoi (The Law),
Politica, dan Ethica Nicomachea.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah;


Bagaimana sejarah singkat ilmu negara?
3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Ilmu Negara

Ilmu kenegaraan pada zaman Yunani Kuno belum termasuk pengetahuan

ilmiah karena tidak memakai metode ilmiah seperti metode ilmiah ilmu

pengetahuan modern, tetapi metode filsafat. Metode pendekatan filsafat dipakai

oleh pemikir-pemikir bangsa Yunani Kuno untuk meneliti negara sehingga ilmu

pengetahuan kenegaraan pada zaman tersebut masih merupakan bagian dari

pengetahuan filsafat yang bersifat doktriner-dogmatis. Metode filsafat ilmu

mengandalkan rasio (akal) semata-mata dengan metode penkajiannya adalah

refleksi (peerenungan). Dalam filsafat, negara dijelaskan secara rasional dengan

mengandalkan kemampuan akal tanpa dukungan bukti-bukti empiris (data

lapangan). Dengan perkataan lain, Yunani Kuno mempelajaro negara bukan

dengan metode deducto-hi[otetico-verifikatif sebagai metode ilmiah ilmu

pengetahuan (Science) modern. Dengan demikian, pada zaman Yunani Kuno, ilmu
Negara belum dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan ilmiah (Science).

Metode pendekatan yang baru yakni metode pendekatan empiris yang

berbeda dari metode filsafat yang dikemukakan di atas diperkenalkan oleh

Aristoteles dalam mengkaji atau meneliti negara. Metode ilmiah yang

membedakan Aristoteles dan Plato dalam meneliti atau mengkaji negara.

Aristoteles merintis ilmu pengetahuan kenegaraan empiris dengan metode

komparatif yakni dengan cara membandingkan-bandingkan konstitusi dari


4

berbagai negara kota2. Metode komparatif tersebut sebagai perintis metode ilmu
pengetahuan empiris.

Penyelidikan terhadap fenomena negara dan perkembangan pengetahuan

kenegaraan, bangsa Romawi tidak cukup berperang penting karena tidak ada karya

menumental di bidang pengetahuan kenegaraan yang dihasilkan para pemikir

bangsa tersebut. Bangsa romawi lebih sibuk mengurus negara dan memperluas

wilayah kekaisaran. Penataan organisasi kekaisaran dan pembentukan peraturan

untuk mengatur rakyat kekaisaran menjadi urusan yang mendapat prioritas

daripada urusan yang lain. Di samping itu, bangsa Romawi tidak memiliki cukup

perhatian untuk memperbincangkan ilmu pengetahuan. Bangsa Romawi juga

bukan bangsa pemikir seperti bangsa Yunani Kuno. Oleh karena itu, ilmu

kenegaraan pada zaman Romawi tidak mengalami perkembangan yang cukup

berarti sehingga cenderun masih sama seperti pada zaman Yunani Kuno, yakn

sebagai pengetahuan filsafat dan belum menjadi suatu pengetahuan ilmiah


(Science).

Karya asli bangsa romawi adalah dalam bidang ilmu pengetahuan hukum

dogmatis. Salah satu karya agung bangsa Romawi yang terkenal sampai sekarang

adalah dibidang sistem hukum. Sebagai contoh, asas-asas system hokum Romawi

Kuno seperti asas unus testis nullus testis masih berlaku sampai sekarang di negara

penganut system hokum sipil. System hokum Romawi berkembang di


Indonesia karena di bawah oleh colonial Belanda.

Kerajaan Romawi Barat dengan ibukotanya Roma mengalami keruntuhan

pada abad ke-5 dan peristiwa itu menandai permulaan Abad Pertengahan. Abada

2
DR. Hotman P. Sibuea SH.,MH., Ilmu Negara, (Jakarta: Erlangga,
2014), hal.3
5

Pertengahan berlangsung sepanjang sepuluh abad yakni mulai dari abab ke-5

sampai dengan abad ke-15. Akan tetapi, kerajaan Romawi Timur jatuh ke tangan

para penakhluknya yaitu kerajaan Turki Ottuman. Sejak itu, perkembangan

peradaban dunia dan ilmu pengetahuan beralih ke Eropa Barat. Bangsa-bangsa

Eropa Barat seperti jerman, Prancis, Italia, Belanda dan inggris mengembangkan

karya Bangsa Yunani Kuno dan Bangsa Romawi. Ahli-ahli ilmu pengetahuan

Eropa Barat dan Inggris yang terkenal antara lain adalah Sir Issac Newton, Francis
Beacon, Blaise Pascal, Galileo Galilei, Copernicus, dan Kepler.

Bangsa Eropa Barat kemudian hari berhasil mengembangkan ilmu

pengetahuan modern (Science) dengan meniru metode ilmiah ilmu-lmu alam yang

secara meyakinkan telah berhasil melahirkan teknologi yang sudah dirasakan

menfaatnya oleh umat manusia. Hal itu yang mendorong keinginan untuk

menerapkan metode ilmiah ilmu-ilmu alam pada cabang ilmub pengetahuan yang
lain seperti ilmu hukmu, teologi, ilmu pengetahuan social, dan sebagainya.

Pada awalnya, jumlah cabang ilmu pengetahuan modern terbatas hanya

pada fisika, matematika, retorika, ekonomi, dan metafisika. Namun, dengan

mengacu pada metode ilmiah ilmu-ilmu alam, ilmu pengetahuan modern

berkembang secara berlipat ganda (multiplikasi) karena kemudian lahir cabang-

cabang ilmu pengetahuan baru seperti sosiologi, ilmu manajemen, ilmu

komunikasi, dn sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan modern tersebut

dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa Barat, meskipun peletak dasar ilmu


pengetahuan modern adalah bangsa Yunani Kuno.

Cabang ilmu pengetahuan kenegaraan yang dirintis bangsa Yunani Kuno

kemudian juga dikembangkan oleh bangsa Eropa. Ahli-ahli ilmu pengetahuan

kenegaraan yang terkenal dari Eropa pada Abad pertenganhan antara lain adalah
6

Agustinus dan Thomas Aquino. Agustinus terkenal dengan teori civitas dei

(negara tuhan) dan civitas terrena/civitas diabolic (negara setan) sedangkan

Thomas Aquinas terkenal dengan teori lex aeterna, lex divina, lex naturalis, dan
ius constitutum.

Teori-teori kenegaraan kedua ahli tersebut masih didominasi oleh

pemikiran teologis sehingga ilmu kenegaraan pada abad pertangahan masih

dipengaruhi oleh pemikiran teologis. Pada pola piker yang dominan pada masa itu

memang masih bersifat teologis karena segala sesuatu dikembalikan kepada

kehendak tuhan. Raja dianggap sebagai wakil Tuhan di Dunia. Dengan demikian,

pada abad pertengahan, ilmu pengetahuan kenegaraan masih bersifat filosofis-

teologis-dogmatis sehingga belumm dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan

ilmiah (Science) menurut konsep dan kriteria ilmu pengetahuan yang berkembang
pada zaman sekarang.

Pada zaman renaissans, ilmu negara memasuki babak baru . tokoh utama

pemikir kenegaraan zaman renaissans adalah Niccolo Machiavelli dan Jean Bodin.

Kedua tokoh tersebut memperkenalkan metode pendekatan baru dalam ilmu

kenegaraan yakni metode pendekatan empiris historis. Kedua tokoh tersebut

menulis karyanya berdasarkan bahan-bahan yang diambil dari masa lalu ditarik

kesimpulan bahwa kehancuran kerajaan-kerajaan di masa lalu adalah karena

kekuasaan negara lemah. Oleh karena itu, kedua tokoh di atas melahirkan teori

yang pada dasarnya bertujuan untuk melahirkan negara yang memiliki kekuasaan
yang kuat.

Sesuai dengan karyanya, kedua ahli tersebut dapat dimasukkan dalam

kelompok pendukung teori kedaulatan negara (staatsseovereiniteit). Teori

kedaulatan negara mengajarkan bahwa kekuasaan tertinggi terletak di tangan


7

negara. Kemauan serta kehendak negara terwujud dalam hokum yang berbentuk

undang-undang sehingga di luar undang-undang tidak terdapat hokum. Ajaran ini

jelas berbeda dari ajaran teokratis yang dikemukakan Agustinus dan Thomas
Aquinas yang sudah disinggung di atas.

Niccolo Machiaveli adalah salah seorang tokoh renaissans yang terkenal

dengan ajaran (teori politik) menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Doktrin Machiavelli mengajarkan bahwa penguasa dapat meniru perilaku rubah

dan singa jika diperlukan. Singa adalah hewan yang kuat dan buas tetapi tidak

cerdas sehingga tidak dapat menghindari jebakan. Menurut Machiaveli, penguasa

harus dapat meniru kedua sifat hewan tersebut demi kebesaran dan kejayaan
negara jika memang keadaan menghendaki harus demikian.

Jean bodin adalah ahli piker besar tentang negara dan hokum kebangsaan

Pranci. Bodin dikenal sebagai pelopor teori kedaulatan yang bersifat ilmiah. Jean

Bodin mengemukakan gagasan bahwa dalam suatu negara perlu ada “summa

potestas” atau kedaulatan dengan ciri-ciri tunggal, asli, abadi dan tidak dapat

dibagi-bagi. Summa potestas perluh ada dalam suatu negara untuk mencegah

perpecahan. Sebab, tanpa kehadiran summa potestas peluang negara untuk

terpecah0pecah terbuka lebar. Ajaran Jean Bodin dikenal sebagai teoti kedaulatan
negara yang menghasilkan monarki absolut.

Paham kedaulatan negara yang dikemukakan di atas terus berkembang dan

kemudian melahirkan suatu aliran baru di Jerman yang disebut aliran ilmu

pengetahuan hokum kenegaraan positif (Deutsche publizisten Schule). Aliran ini

berusaha memisahkan diri dari metode yang dipakai dalam hokum perdata dan

mencari metode sendiri yang sesuai dengan karakteristik hukum public yang

berbeda dari hokum perdata. Tokoh aliran ini, yakni von Gerber dan Paul Laband,
8

menemukan metode yang sesuai untuk hukum public yakni metode penyelidikan
yang disebut rechtsdogmatisch.

Salah seorang tokoh Deutsche publizisten Schule kedua yang terkenal

adalah Georg Jellinek. Berkat jasa Jellinek, ilmu-ilmu kenegaraan berkembang

menjadi ilmu pengetahuan ilmiah (science) seperti ilmu pengetauan yang lain.

Jellinek berhasil menyusun suatu sistematika ilmu pengetahuan kenegaraan

sehingga berdasarkan karya tersebut Jellinek memppengaruhi perkembangan ilmu


kenegaraan Belanda sehingga kiblat ilmu negara Belanda adalah Jerman.

Di Belanda, ilmu negara berkembang kira-kira abad ke 20 dan diajarkan

oleh Roelof Kranenburg di Universitas Leiden. Ilmu negara Belanda menyebar

dam mempengaruhi ilmu negara Indonesia. Pada waktu fakultas hukum pertama

kali dibuka di Universitas Gadjah Mada belum ada kurikulum adalah Fakultas

hukum hukum Universitas Gadjah Mada dan perkembangannya dikemudian hari

dipengaruhi oleh dan mengikuti perkembangan ilmu negara Belanda3. Sejak itu,

ilmu negara menyebar ke seluruh fakultas hukum di Indonesia sebagai mata kuliah
pengantar bagi hukum tata negara yang diajarkan pada semester berikutnya.

3
DR. Hotman P. Sibuea SH.,MH., Ilmu Negara, (Jakarta: Erlangga,
2014), hal. 7
9

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulam

Ilmu kenegaraan pada zaman Yunani Kuno belum termasuk pengetahuan

ilmiah karena tidak memakai metode ilmiah seperti metode ilmiah ilmu

pengetahuan modern, tetapi metode filsafat. Dengan demikian, pada zaman

Yunani Kuno, ilmu Negara belum dapat dikategorikan sebagai ilmu pengetahuan

ilmiah (Science). Di mada bangda Romawi tidak ada cukup berperan penting

karena tidak adanya bukti monumental, karena bangsa Romawi lebih sibuk
mengurus negara dan perluasan wilayahnya.

Fakultas hukum pertama kali dibuka di Universitas Gadjah Mada belum

ada kurikulum adalah Fakultas hukum hukum Universitas Gadjah Mada dan

perkembangannya dikemudian hari dipengaruhi oleh dan mengikuti

perkembangan ilmu negara Belanda. Sejak saat itu ilmu negara mulai hadir di mata
perkuliahan di setiap Uninersitas.
10

DAFTAR PUSTAKA

P. Hotman Sibuea, Ilmu Negara, Erlangga, Jakarta: 2014

Saiful Teuku Bahri Johan, Ilmu Negara Dalam Peradaban Globalisasi Dunia,
CV Budi Utama, Yogyakarta: Maret 2014

Isrok, Ilmu Negara,UB Press, Jakarta : 2015

Anda mungkin juga menyukai