Anda di halaman 1dari 35

I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perum (perusahaan umum) adalah perusahaan unit bisnis negara yang
dikuasai oleh pemerintah seluruh modal dan kepemilikannya. Perum (perusahaan
umum) bertujuan untuk memberikan penyediaan barang dan jasa publik, untuk
melayani masyarakat umum dan mencari keuntungan atau profit oriented yang
berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.
Perum Perhutani adalah perusahaan umum yang bertugas dan berwenang
dalam menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan
perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Perum Perhutani merupakan Badan
Usaha Milik Negara di Indonesia yang didirikan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010.
Perum Perhutani mengemban tugas dan tanggung dalam pengelolaan
hutan di Pulau Jawa yang terbagi menjadi tiga unit kerja, yaitu perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Barat dan Banten.
Kegiatan yang dilaksanakan mulai dari perencanaan hutan, reboisasi dan
rehabilitasi hutan, pemeliharaan hutan, perlindungan hutan, pemungutan hasil
hutan, pemasaran hasil hutan, pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan
hutan berbasis masyarakat (PHBM), dan pengembangan sumber daya manusia.
Pengelolaan hutan di pulau Jawa memiliki perbedaan dari pengelolaan
hutan di luar Pulau Jawa terutama dari segi manajemen perusahaan. Dengan
sistem pengelolaan hutan yang baik, pada saat ini dicontoh untuk pengelolaan
hutan di luar Pulau Jawa yang dibentuk menjadi unit-unit kesatuan pengelolaan
hutan (KPH).
Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih adalah
salah satu unit manajemen di wilayah Divisi Regional Jawa Tengah. Luas wilayah
kerja 30.049,42 Ha dan secara administrasi pemerintahan berada di Kabupaten
Grobogan.
KPH Gundih merupakan kelas hutan jati tersebar dalam 37 (tiga puluh
tujuh) Desa dalam 5 (lima) kecamatan. Pembagian kawasan hutan berdasarkan
fungsinya terdiri dari Hutan Produksi seluas 26.232,60 Ha, Kawasan Perlindungan
Setempat (KPS) dan Kawasan Hutan Sekunder (HAS) seluas 3.177,00 Ha serta
Kawasan Penggunaan Lain berupa Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI),
Hutan Dengan Tujuan Khusus ( HTKh) dan (WW) seluas 639,82 Ha.
Berdasarkan topografi terdiri dari (4,56 %) lahan datar, landai (59,03%),
bergelombang (35,03%), agak curam (1,33%), dan curam (0,04%). KPH Gundih
berada di ketinggian 50 s/d 500 dpl. Berdasarkan Geologi, kondisinya terdiri dari
tanah liat, batu kapur. Iklim di kawasan KPH Gundih memiliki curah hujan 1.200
mm per tahun.
Pengelolaan kawasan hutan di KPH Gundih diorganisasikan oleh 10
BKPH dan 45 RPH. Masing-masing RPH punya pelaksana lapangan untuk

1
kegiatan tanaman, pemeliharaan, penjarangan, keamanan, pembantu penyuluh /
sosial, pembantu lingkungan, dan tebangan (BKPH). Ke sepuluh BKPH tersebut
adalah Juworo, Madoh Medino, Monggot, Gundih, Kuncen, Jambon,
Panunggalan, Dalen, Kragilan, dan Segorogunung.
Sebagaimana telah disampaikan, KPH Gundih merupakan lokasi yang
cocok dalam melakukan Praktik Kerja Lapang (PKL). Dengan adanya praktik
tersebut diharapkan mahasiswa dapat menerima ilmu dan pengalaman yang
terdapat di KPH Gundih untuk diterapkan guna menghadapi tuntutan profesi yang
akan dihadapi mendatang.
Praktik Kerja Lapang (PKL) merupakan kegiatan mahasiswa untuk
menerapkan teori dan keterampilan pada bidang yang ditekuninya selama kuliah.
Dalam memenuhi tuntutan profesi kependidikan yang memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk memantapkan kepribadian, profesional dan sosial dalam
rangka memperbaiki atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.
Praktik Kerja Lapang ini mempunyai sasaran agar mahasiswa PKL
memiliki seperangkat pengetahuan, sikap dan keterampilan yang dapat menunjang
tercapainya penguasaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional dan kompetensi sosial. Sebelum mahasiswa memasuki
dunia kerja, mahasiswa bisa memahami besarnya tantangan dalam bekerja dan
perlu banyak latihan sebelum memasuki dunia kerja dan disiplin merupakan salah
satu kunci keberhasilan bagi mahasiswa.
Fakultas Kehutanan Universitas Jambi menganggap PKL sangat
diperlukan bagi mahasiswa agar nantinya para alumni memiliki kompetensi,
kepribadian dan kedisiplinan yang baik. Untuk itu Kegiatan PKL Fakultas
Kehutanan dilakukan di perusahaan, instansi pemerintahan, lembaga swadaya
masyarakat, dan atau badan/lembaga lain-lain yang bergerak di bidang kehutanan.
Perum Perhutani merupakan salah satu perusahaan berbasis kehutanan yang
menjadi tempat ideal untuk kegiatan PKL tersebut.

2
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) ini adalah
sebagai berikut :

1. Mempelajari Profil Perusahaan meliputi keadaan umum, sejarah, struktur


organisasi di KPH Gundih, Jawa Tengah
2. Mempelajari aspek Manajemen Hutan meliputi kegiatan perencanaan
hutan, sosial dan ekonomi di KPH Gundih, Jawa Tengah
3. Mempelajari aspek Silvikultur meliputi kegiatan persemaian, tapak
penanaman/lahan serta penanaman dan pemeliharaan hutan di KPH
Gundih, Jawa Tengah
4. Mempelajari aspek Teknologi Hasil Hutan meliputi kegiatan pemanenan
dan pengolahan hasil hutan kayu maupun non kayu di KPH Gundih, Jawa
Tengah

3
II. METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapang ini dilaksanakan selama 9 Minggu dimulai 17 Juni
2019 s/d 17 Agustus 2019. Tempat dilaksanakan PKL adalah di Perum Perhutani
divisi regional Jawa Tengah, KPH Gundih Pos Purwodadi, Kabupaten Grobogan
Jawa Tengah.

2.2. Metode Pengumpulan data


Data yang dikumpulkan untuk pengamatan secara umum terdiri dari data
primer, data sekunder dan data observasi. Data primer dikumpulkan melalui
wawancara dengan pihak Perum Perhutani KPH Gundih. Data sekunder diperoleh
dari buku-buku, karya ilmiah, situs jaringan maupun sumber-sumber yang terkait
dengan objek penelitian. Data observasi diperoleh dari kunjungan langsung ke
lapangan untuk memperkuat pengamatan.

2.2.1. Metode secara langsung (Data Primer)


a. Metode Observasi
Metode Observasi merupakan pengumpulan data melalui observasi
atau pengamatan langsung. Data metode observasi berupa pengamatan
langsung meliputi penataan batas, penentuan areal kerja, pembagian fungsi
hutan, pengelolaan sumber daya, pembibitan, penanaman, dan
pemeliharaan.
b. Metode Wawancara
Metode Wawancara merupakan proses memperoleh informasi
berkaitan dengan tujuan penelitian melalui proses tanya jawab, sambil
bertatap muka dengan responden menggunakan interview guide (panduan
wawancara). Data wawancara tersebut didapatkan melalui proses tanya
jawab atau mewawancarai secara langsung program pemberdayaan
masyarakat oleh perusahaan dengan melihat sosial ekonomi masyarakat
sekitar.

2.2.2. Metode Secara Tidak Langsung (Data Sekunder)


Metode secara tidak langsung yaitu metode pengumpulan data
secara tidak langsung dilakukan dengan cara studi pustaka dan data
sekunder yang lain.

4
2.3. Bidang Kajian Praktik Lapang
2.3.1. Profil Perhutani KPH Gundih
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
awalnya berada di bawah Departemen Kehutanan diberi tanggung jawab dan hak
pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak
tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972.
Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya diperluas pada tahun 1978 dengan
masuknya kawasan hutan Negara di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2
tahun 1978.
Perum Perhutani adalah perusahaan yang bergerak di bidang Kehutanan
(khususnya di Pulau Jawa dan Madura) dan mengemban tugas serta wewenang
untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Hutan (SDH)
dengan memperhatikan aspek produksi/ekonomi, aspek sosial dan aspek
lingkungan. Dalam operasionalnya, Perum Perhutani berada di bawah koordinasi
Kementerian BUMN dengan bimbingan teknis dari Departemen Kehutanan.
Kegiatan-kegiatan yang akan dipelajari dan dikaji, dimana data yang akan
diperoleh diantaranya :
1. Keadaan Umum Perum Perhutani di KPH Gundih.
2. Sejarah Perum Perhutani di KPH Gundih.
3. Struktur Organisasi Perusahaan.
2.3.2. Sistem Manajemen
Sistem manajeman perusahaan yang dipelajari meliputi struktur
organisasi yang dimiliki perusahaan, hak yang diterima perusahaan,
kewajiban yang dilakukan perusahaan, taggung jawab yang dimiliki
perusahaan, sistem manajemen pengelolaan tenaga kerja baik tingkatan
pekerjaan dan proses open recruitment dalam memenuhi dan
mempertahankan sumber daya.
2.3.3. Perencanaan Hutan
Dalam pengelolaan hutan tahap awal adalah perencaaan hutan yang
merupakan kegiatan analisis utama dan sebagai dasar pengambilan
keputusan untuk mencapai tujuan yang berdaya guna, berhasil guna dan
tepat waktu. Perencanaan adalah penyusunan pola tentang peruntukan,
penyediaan pengadaan dan kelola lestari serta menyusun pola kegiatannya
menurut ruang dan waktu.
Kegiatan-kegiatan yang diberikan harus diikuti untuk mempelajari
dan mengkaji, dimana data yang akan diperoleh di antaranya:
1. Rencana Kerja Perusahaan (RKP) merupakan rencana kerja yang dibuat
oleh perusahaan dalam waktu satu tahun, lima tahun, ataupun jangka
waktu panjang. .
2. Penentuan titik-titik batas kawasan yang dilakukan tata batas oleh Seksi
Perencanaan Hutan.
3. Penentuan Areal Kerja (PAK)

5
4. Inventarisasi Hutan, untuk memperoleh data dan informasi tentang
sumber daya hutan secara lengkap yang meliputi kegiatan persiapan,
pengumpulan, pengolahan, analisis dan pelaporan data kondisi
lapangan, tegakan, tumbuhan bawah, dan tanah pada suatu unit
perencanaan hutan dalam rangka penyusunan Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan (RPKH).
5. Pembukaan wilayah hutan
Adapun kegiatan pembukaan wilayah hutan dalam pengelolaan
hutan ialah sebagai berikut :
1. Pembukaan jalan utama dan jalan sarad. Dimana jalan utama untuk
pengangkutan kayu dari Tempat Pengumpulan Sementara (TPn)
menuju Tempat Penimbunan Kayu (TPK) dan jalan sarad untuk
menyarad hasil hutan dari areal hutan menuju TPn.
2. Pembuatan TPK dan TPn, yaitu kegiatan pembukaan wilayah
hutan sebagai tempat pengumpulan hasil hutan kayu.
3. Pembuatan Camp, yaitu kegiatan pembuatan tempat tinggal
sementara atau permanen dalam menunjang pekerjaan pada lokasi
usaha perusahaan.

2.3.4. Silvikultur
Kegiatan-kegiatan di dalam Silvikultur meliputi bonita, pembibitan,
persiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan
hutan. Adapun kegiatan yang akan dilakukan ialah sebagai berikut :
1. Bonita
Bonita adalah suatu ukuran kualitas tempat tumbuh hutan tanaman yang
ditetapkan berdasarkan hasil pengukuran tinggi rata-rata seratus pohon
tertinggi per ha (pehon peninggi) suatu tegakan pada umur tertentu. Bonita I
menunjukkan kualitas tempat tumbuh paling rendah dan bonita V dan VI
menunjukkan kualitas paling tinggi (Junus dkk, 1984)
2. Pembibitan
Di dalam kegiatan pembibitan hal yang harus diperhatikan sebagai berikut:
a. Kebun benih merupakan suatu tempat atau lokasi yang dibuat sebagai
penyedia benih untuk tanaman utama.Bagaimana kondisi dan pengadaan
kebun benih dan stool plant di KPH Gundih.
b. Media tanam merupakan jenis media serta perbandingan yang digunakan
dalam media tanam.
c. Pemeliharaan bibit meliputi kegiatan penyiraman serta menjaga kesehatan
bibit dan ketersediaan unsur hara dan mineral yang ada pada bibit.
d. Kriteria bibit siap tanam adalah kegiatan yang ditetapkan oleh perusahaan
untuk kriteria bibit yang akan ditanam di lapangan.
e. Pengangkutan bibit merupakan kegiatan pemindahan bibit yang siap tanam
dari pembibitan menuju lokasi penanaman.

6
2. Persiapan lahan
Adapun hal yang harus dilakukan dalam kegitan persiapan lahan adalah
sebagai berikut:
a. Pembersihan lahan, merupakan salah satu tahapan dalam mempersiapkan
lahan untuk ditanami meliputi kegiatan pembersihan sisa-sisa vegetasi.
b. Penataan lahan, yaitu suatu kegiatan pembagian lahan atau wilayah
berdasarkan kegunaannya.
c. Pengelolaan tanah, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan dalam mengelola
tanah baik itu kesuburan dan unsur hara tanah agar dapat dimanfaatkan
dalam penanaman tanaman.
d. Pembuatan lubang tanam, yaitu kegiatan membuat lubang tanam untuk
tanaman utama yang diusahakan, pengukuran jarak tanam dan kedalaman
lubang tanam. Ukuran dalam pembuatan lubang tanam ditentukan oleh
perusahaan.
3. Penanaman dan pemeliharaan
Kegiatan yang dilakukan dalam penanaman dan pemeliharaan adalah:
a. Waktu penanaman, yaitu penentuan waktu yang tepat untuk melakukan
penanaman.
b. Teknik penanaman, yaitu teknik atau cara penanaman yang dilakukan oleh
perusahaan.
c. Penyulaman, yaitu kegiatan penanaman ulang untuk bibit yang tidak
tumbuh (mati).
d. Pengendalian gulma, yaitu kegiatan pengendalian dari tumbuhan
pengganggu atau tumbuhan yang tidak berguna yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman utama dengan cara konvesional atau dengan bahan
herbisida (kimia)
e. Pemupukan, yaitu kegiatan pengelolaan tanah untuk meningkatkan
kesuburan tanah agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman semakin
baik. Jenis pupuk, dosis dan waktu serta cara pemberian pupuk.
f. Pemangkasan (Prunning), yaitu suatu kegiatan memotong cabang untuk
mendapatkan batang yang lurus dan bebas cabang serta menurunkan jumlah
mata kayu.
g. Penjarangan, yaitu suatu kegiatan mengurangi jumlah pohon dengan
melakukan penebangan agar mempunyai ruang tumbuh yang optimal untuk
pertumbuhan tanaman utama/diusahakan.
h. Pengayaan, yaitu kegiatan penanaman anakan pohon untuk menambah
kerapatan tegakan.
4. Perlindungan dan pengamanan hutan
Kegiatan dalam perlindungan dan pengamanan hutan adalah
pengendalian hama dan penyakit, yang merupakan kegiatan pencegahan dan
melindungi tanaman utama dari serangan hama dan penyakit dilokasi
persemaian maupun dilapangan.

7
2.3.5. Teknologi Hasil Hutan
Dalam teknologi hasil hutan kegiatan yang dilakukan adalah pemanenan
yang meliputi pembuatan Rencana Teknik Tahunan (RTT), Peneresan,
Penebangan pohon jati, pembagian batang pohon jati, penyaradan kayu jati,
pengolahan hasil hutan kayu maupun bukan kayu, pemasaran serta Legalitas
Kayu.
1. Pemanenan
Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan
produksi dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi
dan sosial, kegiatan pemanenan meliputi pemanenan hasil hutan berupa jati.
Adapun aspek yang akan dilakukan dalam kegiatan pemanenan jati antara
lain:
a. Kegiatan pemanenan diawali dengan pembuatan RTT meliputi:
 Pembagian blok, diawali dengan pemasangan patok batas yang akan
membatasi areal yang akan diteras.
 Pengkleman (penandaan) pada tiap blok, dimana penandaan
dilakukan pada batang pohon berupa Nomor Pohon dan keliling
pohon.
 Pengkleman selesai, maka tahap selanjutnya dilakukan penerasan.
b. Peneresan
Peneresan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah pengeluaran
kayu juga ditujukan agar batang kayu tidak mudah pecah dan menekan
kerusakan kayu jati, tetapi juga diharapkan dapat mengurangi biaya
produksi.
 Peneresan dilakukan ± 10 cm di atas tanah, dimana pembuatan teresan
tersebut sampai ke kayu gubal untuk mematikan kayu.
 Penerasan dilakukan pada pohon jati 1,5 tahun sebelum penjarangan
dan 2 tahun sebelum penebangan.
 Penerasan dilakukan dimulai permulaan musim hujan. Alat yang
digunakan adalah parang dan kapak.
c. Penebangan pohon
 Penebangan menggunakan alat-alat penebangan yang sederhana yang
non mekanis, yaitu : gergaji potong, kapak, baji dan parang.
 Takik rebah dan takik balas dibuat di bawah bekas teresan (di bawah
ketinggian 15 cm dari permukaan tanah).
d. Pembagian batang pohon
Pembagian batang bertujuan untuk meningkatkan nilai dari batang pohon.
 Nilai sortimen kayu dari satu batang pohon ditentukan oleh variasi
kualits, panjang dan diameter.

8
 Peralatan yang digunakan : gergaji tangan, kampak, baji dan meteran.
Setelah pembagian batang selesai, sortimen (AI, AII dan AIII) diberi
nomor kayu pada ujung dan bontos kayu.
 AI yaitu kayu yang berdiameter 4, 7, 10, 13, 16, 19 cm
 AII yaitu kayu yang berdiameter 22, 25, 28 cm.
 AIII yaitu kayu dengan diameter 30 up cm
e. Penyaradan kayu
Penyaradan dilakukan secara manual (hewan sapi dan dipikul
oleh manusia) dan secara mekanis (traktor Unimog).
 Hewan sapi : tiap rakit dikendalikan oleh seorang penyarad.
 Pemikulan : dilakukan oleh 1-2 orang, tergantung dari besarnya
batang jati. Pada umunya termasuk sortimen AI dan AII.
 Traktor unimog : digunakan untuk mengatasi kesulitan menyarad di
daerah curam, dimana penggunaan sapi sarad tidak efisien dan tidak
menguntungkan. Penyaradan dapat dilakukan dengan “short-wood-
method” dan “tree-length-method”.
 Muat bongkar kayu
 Pengangkutan kayu : pengangkutan kayu dilakukan dengan truk
mengangkat kayu dari TPn ke TPK.
 Kegiatan di tempat penimbunan kayu (TPK) : mempelajari dan
melakukan penentuan kualitas kayu yang terdiri dari : Kualitas Utama
(Ut), Standard (St), Pertama (P), Kedua (K), Ketiga (T) dan Keempat
(M).
2. Pengolahan Hasil Hutan
Pengolahan Hasil Hutan dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan Hasil
Hutan Kayu dan pengolahan Hasil hutan bukan kayu.
a. Pengolahan Hasil Hutan Kayu
Pengolahan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk pengolahan
hutan yang diperoleh dari tegakan hutan/pohon berupa kayu atau selulosa
yang dapat langsung dimanfaatkan atau diolah kembali untuk
menghasilkan bahan jadi atau siap pakai. Adapun kegiatan pengelolaan
hasil hutan berupa kayu meliputi :
 Identifikasi jenis pohon/kayu serta mengetahui metode/teknik serta
alat-alat yang digunakan untuk pemanenan hasil hutan kayu yang
dimanfaatkan oleh Perum Perhutani.
 Cara pemanenan pohon/kayu meliputi: kegiatan areal petak kerja
dalam penebangan, teknik penebangan pohon, kriteria jalan sarad,
penyaradan, pemuatan log kayu (muat-bongkar) dari TPn ke TPK.
 Cara pengolahan produk hasil hutan berupa kayu yang diambil
langsung kemudian diolah menjadi barang setengah jadi atau siap
digunakan.

9
b. Pengolahan Hasil Hutan bukan Kayu
Pengolahan hasil bukan kayu adalah kegiatan untuk pengolahan
hutan yang diperoleh dari hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dapat
diolah menjadi bahan yang bermanfaat. Adapun kegiatan pengelolaan
hasil hutan berupa non kayu meliputi :
 Identifikasi jenis penghasil hasil hutan non kayu serta mengetahui
metode/teknik dan alat-alat yang digunakan untuk pemanenan hasil
hutan non kayu.
 Mengetahui teknik/cara pengolahan produk hasil hutan non kayu yang
diambil langsung kemudian diolah menjadi barang setengah jadi
berupa produk hasil hutan non kayu.
3. Pemasaran Hasil Hutan
Kegiatan yang dilakukan ialah untuk mengetahui seberapa besar
produk hasil hutan yang telah dipanen kemudian menjadi produk siap
dipasarkan dan mengetahui produk bermutu baik (unggulan) berupa hasil
hutan kayu dan non kayu serta mengetahui sistem mekanisme pemasaran hasil
hutan di perum Perhutani Gundih.
4. Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK)
Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) adalah sistem pelacakan
yang disusun secara multistakeholder untuk memastikan legalitas sumber kayu
yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia. Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu (SVLK) dikembangkan untuk mendorong implementasi peraturan
pemerintah yang berlaku terkait perdagangan dan peredaran.

2.3.6. Ekowisata
Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang
dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan
dan kesejahteraan penduduk setempat (The Ecotourism Society, 1990). Semula
ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah
tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan
masyarakatnya tetap terjaga.
Ekowisata adalah bentuk wisata yang dikelola dengan memperhatikan
aspek konservasi, Pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal serta
aspek pendidikan. Pengelolaan ekowisata merupakan kegiatan dalam
memanfaatkan jasa lingkungan untuk kegiatan pariwisata yang berwawasan
kelestarian lingkungan.

2.4. Jadwal Kerja


Jadwal kegiatan PKL ini akan menyesuaikan dengan jadwal yang akan
diberikan oleh pihak Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah KPH Gundih
Kabupaten Grobogan. Kegiatannya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

10
Tabel 1. Jadwal PKL KPH Gundih

Minggu ke-
No Aspek Kerja Variabel Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Profil Keadaan Umum
Perhutani KPH Sejarah
Kedu Selatan Struktur organisasi

2. Sistem Pengelolaan Tenaga Kerja


Manajemen
3. Perencanaan Rencana Kerja Perusahaan
Hutan (RKP)
Penentuan titik-titik Batas
Kawasan
Penentuan Areal Kerja (PAK)
Inventarisasi Hutan
Pembukaan Wilayah Hutan
4. Silvikultur Bonita
Pembibitan
Persiapan Lahan
Penanaman dan Pemeliharaan
Perlindungan dan Pengamanan
Hutan
5. Teknologi Pemanenan
Hasil Hutan Pengolahan Hasil Hutan
Pemasaran Hasil Hutan
SistemVerifikasi dan Legalitas
Kayu (SVLK)
6. Ekowisata Ekowisata
7. Evaluasi Presentasi Hasil Praktek Kerja
Praktik Kerja Lapang (PKL)
Lapang (PKL)

11
III. KONDISI UMUM PERUSAHAAN
3.1. Sejarah Umum Perhutani KPH Gundih
Perum Perhutani merupakan salah satu perusahaan yang terkoordinasi
oleh Kementrian BUMN, dengan bimbingan Kementrian Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan. Perhutani adalah perusahaan yang di beri mandat mengelola hutan
produksi dan hutan lindung di Pulau Jawa dan Madura (Hutan Konservasi Di
Kelola Oleh Kementrian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan). Sebagai perusahaan
Perhutani memiliki tugas serta tanggung jawab dalam mengelola hutan yang
berada dalam wilayah operasionalnya.
Perhutani terbentuk sejak dari jaman penjajahan Belanda dimana diawali
degan terbentuknya Jawatan Kehutanan, berdasarkan Gouvernement Besluit
(Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21, termuat dalam
Bijblad 5164. Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Pengelolaan hutan di
Pulau Jawa dan Madura yang semula dikuasai oleh Hindia Belanda dilimpahkan
kepada Jawatan Kehutanan Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Dengan disahkannya Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960, status Jawatan
Kehutanan direncanakan berubah menjadi Perusahaan Negara yang bersifat
komersial, terdapat dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraph
595, industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini merupakan
sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A (Tambahan Lembaran
Negara R.I. No. 2551).
Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi
Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 17
sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan Perusahaan-
Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”. Perum Perhutani ditetapkan oleh
pemerintah sebagai BUMN berbentuk Perseroan Terbatas (PT) Perhutani melalui
PP Nomor 14 tahun 2001. Berdasarkan pertimbangan tanggung jawab sosial dan
lingkungan yang dimiliki PT. Perhutani, bentuk pengusahaan PT. Perhutani
tersebut kembali menjadi BUMN dengan bentuk Perum berdasarkan PP Nomor
30 tahun 2003 yang selanjutnya dalam perjalanannya Peraturan Pemerintah
tersebut digantikan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2010 yang
disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
awalnya berada di bawah Departemen Kehutanan diberi tanggung jawab dan hak
pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak
tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 tahun 1972.
Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya diperluas pada tahun 1978 dengan
masuknya kawasan hutan Negara di Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2
tahun 1978.

12
Pada masing-masing wilayah divisi dibagi berdasarkan beberapa Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) yang dipimpin oleh seorang Administratur. KPH
dibagi-bagi berdasarkan Bagian Hutan serta Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
yang dipimpin oleh seorang Asper dan mengatasi dari masing-masing Resort
Pemangkuan Hutan yang dipimpin oleh Kepala Resort Pemangkuan Hutan atau
yang sering di sebut Mantri.

3.2. Keadaan Umum Perum Perhutani KPH Gundih


KPH Gundih merupakan salah satu unit kelola di Perum Perhutani dalam
bentuk Kesatuan Pemangkuan Hutan. Perum Perhutani sendiri adalah salah satu
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disektor kehutanan yang bekerja
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 2010 tentang Perum Perhutani.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah tersebut Perum Perhutani mengelola kawasan
hutan negara di Pulau Jawa dan Madura,kecuali hutan konservasi.
Sebagai satu-satunya badan pengelola hutan negara di Pulau Jawa dan
Madura maka Perum Perhutani berkomitmen untuk melakukan praktek
pengelolaan hutan lestari (PHL) yang salah satunya dimulai dengan menyusun
sebuah rencana pengelolaan yang memperhatikan prinsip-prinsip PHL.

Perum Perhutani KPH Gundih sebagai perusahaan memiliki sifat usaha


sebagai penyedia pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk
keutungan yang dalam pengelolaan hutannya berdasarkan pada prinsip
pengelolaan dan kelestarian sumberdaya hutan.

Sesuai dengan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Perusahaan


tahun 2011-2020 ditetapkan tujuan perusahaan adalah turut serta membangun
ekonomi nasional khususnya dalam rangka pelaksanaan program pembangunan
nasional dibidang kehutanan. Sebagai perusahaan yang bergerak dibidang
kehutanan, arel kerja Perum Perhutani KPH Gundih berkaitan langsung dengan
masyarakat. Hal ini menjadikan hutan sebagai sumber daya penting bagi
lingkungan (social maupun fisik).

Tujuan Perusahaan meliputi :


1. Menerapkan pengelolaan hutan lestari.
2. Pengembangan dan penguatan industri.
3. Pengembangan kelembagaan dan sumberdaya manusia.
4. Peningkatan laba usaha dan kesejahteraan masyarakat.
Visi :
” Menjadi pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”

13
Misi :
1. Mengelola sumberdaya hutan dengan prinsip Pengelolaan Hutan Lestari
berdasarkan karakteristik wilayah dan Daya Dukung DAS serta
meningkatkan manfaat hasil hutan kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa
lingkungan, agroforestri serta potensi usaha berbasis kehutanan lainnya
guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin pertumbuhan perusahaan
secara berkelanjutan.
2. Membangun dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta
sumberdaya manusia perusahaan yang modern, professional, dan handal
serta memberdayakan masyarakat desa hutan melalui pengembangan
lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau koperasi
petani hutan.
3. Mendukung dan turut berperan serta dalam pembangunan wilayah secara
regional dan nasional, serta memberikan kontribusi secara aktif dalam
penyelesaian masalah lingkungan regional, nasional dan internasional.

3.2.1. Letak Geografis


Secara geografis terletak di antara 7o12’ – 7o17’ Lintang Selatan dan
4o2’ – 4o13’ Bujur Timur.
3.2.2. Tata Batas Kawasan
Batas areal kerja KPH Gundih yaitu :
- Utara, berbatasan dengan KPH Purwodadi
- Timur, berbatasan dengan KPH Randublatung
- Selatan, berbatasan dengan KPH Surakarta
- Barat, berbatasan dengan KPH Telawa

3.2.3. Wilayah Kerja


Kawasan hutan Perum Perhutani KPH Gundih seluas 30.049,42 Ha
dengan pembagian kawasan berdasarkan fungsi menjadi Hutan Lindung (HL),
Hutan Produksi (HP), dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sebagai berikut :
- Hutan Lindung : -
- Hutan Produksi : 28.615,03 Ha (95,2%)
- Hutan Produksi Terbatas : 1.434,39 Ha (4,7%)

14
Gambar 1. Peta Wilayah Kerja KPH Gundih

Dalam pengelolaan sumberdaya hutan, KPH Gundih terbagi dalam 5


bagian hutan, yaitu BH Monggot, Gundih, Panunggalan, Kradenan Selatan
dan Sulur, dengan 10 BKPH sehingga secara keseluruhan wilayah KPH
Gundih dipangku dalam 10 Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan
50 Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Luas wilayah hutan berdasarkan BKPH
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Luas wilayah hutan berdasarkan BKPH

KPH BKPH LUAS


Gundih 3.222,61
Kuncen 2.247,88
Kragilan 3.426,23
Dalen 4.120,77
Madoh 2.996,99
Juworo 2,773,27

15
Monggot 3.046,77
Jambon 2.464,76
Panunggalan 2.790,94
Segorogunung 2.959,20
Luas total 30.049,42 Ha
Luasan kawasan BKPH diatas juga mewakili RPH yang ada di KPH
Gundih. RPH merupakan salah satu satuan wilayah pengelolaan hutan di
perum perhutani. Adapun satuan wilayah pengelolaan hutan menurut Perum
Perhutani, adalah Unit (kurang-lebih setingkat dengan provinsi), Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH, setingkat kabupaten), Bagian KPH (BKPH,
setingkat kecamatan), hingga Resort Pemangkuan Hutan (RPH, setingkat
desa). Lokasi RPH dalam BKPH dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Daftar BKPH dan RPH di KPH Gundih
No. BKPH RPH
1 Jurug
Karangploso
Gundih Kayen
Krai
Ngroto
2 Genengsari
Kenteng
Kuncen Ngemplak
Sangkrak
Saren
3 Bedoyo
Kalitengah
Kragilan Keyongan
Salak
Wuni
4 Banyutarung
Dalen
Dalen Juron
Nglangon
Suwatu
5 Drojo
Getasgeneng
Juruggesing
Madoh Medino
Jurugngancar
Ngablak
Ngrandu
6 Juworo Bancar

16
Kalang
Kedungombo
Kedungtawing
Ledokdawan
7 Gaji
Galeh
Getas
Monggot
Pepe
Tapen
Tirip
8 Dalon
Dayu
Jambon
Kayen
Senggot
9 Coyo
Ngantru
Panunggalan
Ngoripuyang
Pondok
10 Bendoplampang
Nglejok
Segorogunung Segorogunung
Sumberan
Trembers

3.2.4. Struktur Kelas Hutan


a. Kawasan Untuk Produksi
Kawasan hutan KPH Gundih dengan peruntukan produksi
seluas 26.232,60 Ha terbagi kedalam beberapa kelompok hutan
sebagai berikut :
 Kawasan Kelas Perusahaan seluas 19.820,90 Ha
 Kawasan Bukan Kelas Perusahaan seluas 6.411,70 Ha
b. Kawasan untuk Perlindungan
Luas kawasan hutan untuk perlindungan pada fungsi hutan
produksi di KPH Gundih adalah seluas 3.177,00 Ha, terbagi
kedalam beberapa kelas hutan sebagai berikut :
 Kawasan Perlindungan Setempat (KPS) : 1.005,70 Ha
 Hutan Alam Sekunder (HAS) : 2.157,20 Ha
 Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh) : 5,80 Ha
 Tak baik untuk produksi (TBP) : 8,30 Ha

c. Kawasan untuk Penggunaan lain

17
Selain diperuntukkan untuk produksi maupun untuk
perlindungan, terdapat pula kawasan untuk penggunaan lain seluas
639,82 Ha, yang terbagi kedalam beberapa kelas hutan sebagai
berikut :
 Lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI) : 527,42 Ha
 Hutan dengan Tujuan Khusus (HTKh) : 79,00
 Wana Wisata (WW) : 33,40 Ha

3.2.5. Sosial Ekonomi


Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih secara administratif
terletak dalam satu kabupaten yaitu Kabupaten Grobogan Propinsi
Jawa Tengah dengan 5 Kecamatan dan 37 desa sebagai berikut :
- Kecamatan Geyer : 11 desa
- Kecamatan Toroh : 10 desa
- Kecamatan Pulokulon : 5 desa
- Kecamatan Gabus : 7 desa
- Kecamatan Kradenan : 4 desa
Keadaan sosial ekonomi masyarakat secara umum masih ada
ketergantungan terhadap alam lingkungan yang cukup tinggi, begitu
juga interaksi masyarakat dengan hutan juga sangat tinggi. Lahan
pertanian berupa sawah dan tegalan yang ada luasnya sangat terbatas
dibandingkan dengan jumlah penduduk, sedangkan lapangan
pekerjaan dan SDM juga sangat terbatas menyebabkan tingkat
interaksi masyarakat dengan hutan sangat tinggi.
Parameter kesejahteraan masyarakat sebuah wilayah dapat
diindikasikan dengan tingkat pendidikan warganya. Berdasarkan data
dari KPH Gundih tercatat bahwa 28,76% penduduk sekitar hutan di
KPH gundih berpendidikan SD. Hal ini dapat menjadi salah satu
hambatan dalam pembinaan hutan atau penyuluhan dalam rangka
program peningkatan pembangunan bidang kehutanan.

3.2.6. Kondisi Lingkungan


Wilayah KPH Gundih terletak pada daerah dengan
perbedaaan musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Topografi
kawasan KPH Gundih mempunyai kelerangan 5% - 60% dengan
ketinggian tempat (elevasi) antara 50-500 mdpl yang secara umum
tidak memberi pengaruh negatif terhadap hidrologi maupun
kepentingan sarana prasarana jalan angkutan dan lain-lain.
Berdasarkan atas pemetaan tanah oleh TWG Dames (1955),
Soeprapto Hardjo dkk tahun 1957 dan Lembaga Penelitian Tanah
Bogor (Peta Eksplorasi Tanah) tahun 1969, dapat diketahui bahwa
bermacam-macam tanah terdapat dalam kawasan hutan KPH Gundih

18
didomnasi Regosol yang merupakan kompleks regosol kelabu dan
grumusol kelabu tua. Bahan induk berupa kapur dan napal, dengan
struktur padat hingga remah. Tekstur dan struktur semacam ini pada
umumnya mudah tererosi dalam keadaan basah, sehingga pada
topografi tertentu memiliki resiko mudah longsor. Kawasan hutan
KPH Gundih sebagian besar berbatu (kapur) dengan jenis tanah
aluvial, litosol, regosol, grumusol dan mediteran.
Meskipun KPH Gundih berada relatif pada daerah datar
agak curam, terdapat wilayah yang berpotensi terkena bencana banjir
dan longsor yaitu bagian hutan Gundih, Monggot dan Panunggalan.

3.3. Struktur Organisasi Perusahaan


Dalam pelaksanaan pengelolaan hutannya, KPH Gundih dipimpin
oleh seorang administratur/KKPH serta dibantu oleh 2 (dua) orang wakil
administratur yang dibawahnya membawahi beberapa bidang. Struktur
organisasi yang diterapkan oleh KPH Gundih pada saat ini mengacu
pada struktur organisasi berdasarkan pada Surat Keputusan Direksi
Perum Perhutani nomor 060/KPTS/Dir/2010 tanggal 10 Februari 2010.
Adapun struktur organisasi tersebut terlampir sebagaimana gambar 2
berikut.

19
STRUKTUR ORGANISASI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN ( KPH ) GUNDIH DIVISI REGIONAL JAWA TENGAH
( SK: 700 / KPTS / DIR / 2018. Tanggal : 12 APRIL 2018 )
KEPALA DIVISI REGIONAL

ADMINISTRATUR
Ir.AGUS PRIANTONO
Wakil Administratur Pabin
KSKPH MONGGOT KSKPH KRADENAN
RONNY MERDYANTO, S. Hut CAHYO ARTANTO, S. Hut

Seksi Seksi Seksi Manager


Perencanaan & Peng Kelola SDH Keuangan, SDM & Umum Bisnis
Bisnis
SUHERNADI, S.Hut TRIANA W. W, S. Hut KUWAT SETIYADI JOKO WAHONO

Sub Seksi Sub Seksi Sub Seksi Sub Seksi Sub Seksi
Kesisteman
Kumunikasi Perusahaan Perencanaan SDH,Peng Pembinaan SDH, Kelola Keuangan, PKBL dan
Pengendalian Kinarja &
& Pelaporan Bisnis &Kerjasama Usaha Sosial & Lingkungan Bangkop
IT

PURWANTO BUDI HERMAWAN INDARYONO MARWANTO IBNU BASUKI

Danru Sub Seksi Sub Seksi Sub Seksi


Hukum Kepatuhan, Tenurial, Produksi, Agroforestry
Polhutan Agraria & Manajemen Resiko ,TUHH & Pembinaan TPK SDM & Umum & K3

MIKAEL DWI S TACHTA JUMALI DIDIK WAHYUDI

Penguji Sub Seksi Supervisor Supervisor


Pengelolaan Wisata & Aset, Persediaan Kayu dan
Anggota Polhutan Sarpra & Aset agro persediaan produk Pembinaan TPK
dan penjualan
JUWADI SUBAGYO PRASETYO BUDI U

BKPH MONGGOT BKPH JUWORO BKPH MADOH BKPH GUNDIH BKPH JAMBON BKPH PANUNGGALAN BKPH DALEN BKPH KRAGILAN

KUNARSO ARIF SIVIANTO DUSWANTO HENRI KRISTIAWAN AGENG PURNOMO SUWANDI SUHERMAN SUKARSONO

BKPH KUNCEN TPK MONGGOT TPK KRADENAN BKPH SEGOROGUNUNG

KARYA MARTIKNYA HERNAWAN R YUNASRI


PMKP Krai Administratur / KKPH
GUDEL

Ir. Agus Priantono


PHT19660813199410100

Gambar 2. Struktur Organisasi Perusahaan

20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Manajemen Hutan


4.1.1. Perencanaan Hutan
A. Rencana Teknik Tahunan (RTT)
Rencana Teknik Tahunan (RTT) adalah rencana kerja pengelolaan hutan
selama 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari RPKH. Rangkaian
kegiatan perencanaan yang meliputi rekonstruksi batas, pembagian hutan
dan inventarisasi hutan. Penyusunan RTT disusun oleh administratur/kepala
kesatuan pemangkuan hutan (ADM/KKPH), dalam penyusunan dibantu
oleh kepala seksi perencanaan hutan (KSSPH) dan disahkan oleh kepala
biro perencanaan atas nama kepala unit.
Dalam pelaksanaan praktek pekerjaan kehutanan seperti tanaman,
tebangan, dll. Pelaksanaan/petunjuk kerja semua pekerjaan teknis kehutanan
rencana teknis tahunan secara terperinci ke dalam BKPH, RPH, petak anak
sesuai dengan jenis pekerjaan masing-masing tercatat dalam buku RTT.
Adapun RTT ini meliputi persiapan, pelaksanaan dan persemaian.

B. Inventarisasi Hutan
Inventarisasi hutan atau Risalah hutan merupakan penataan ulang hutan
sesuai dari letak batasnya masing-masing. Tujuan dilakukannya untuk
memudahkan pengelolaan hutan agar efektif dan efisien sehingga
memperoleh hasil yang optimal dan lestari.
Umumnya perhutani melakukan risalah hutan jangka panjang 10
(sepuluh) tahun sekali atau jangka pendeknya 5 (lima) tahun sekali dengan
berazaskan kelestarian Sumber Daya Hutan (SDH) dengan
mempertimbangkan keseimbangan lingkungan dan sosial, yang disusun
menurut Kelas Perusahaan pada setiap Bagian Hutan (BH) dari suatu
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Dalam inventarisasi ini mencakup
umur tegakan, tinggi pohon, bonita, pertumbuhan tegakan, kerataan dan
kemurnian, kerapatan batang, alur, pal, dan anak petak.
Dalam melakukan pembuatan peta ulang kawasan, KPH Gundih
menggunakan pesawat tanpa awak (drone) untuk mengambil foto kerapatan
hutan dari udara. Drone ini dapat terbang dengan maksimal 7 km dari titik
awal, jika melewati drone akan hilang kendali dan tentu saja akan gagal.
Dalam drone ini terdapat kamera mirrorless sony a6000 dengan setelan
shutter speed 1/5 detik. Dengan demikian foto diambil pada jarak 5
meter/foto, drone mengikuti jalur yang telah dibuat oleh pilot secara
otomatis dengan ketepatan yang tinggi.

21
Gambar 3. Drone Perencanaan Hutan Gambar 4. Pilot Drone

Gambar 5. Mahasiswa PKL bersama anggota Biro Perencanaan Salatiga

C. Penentuan titik batas kawasan


Dalam menentukan titik batas kawasan baik jati maupun kayu putihn
dibuat berdasarkan jalur-jalur yang melanjutkan terapan masa kolonial
belanda pada masa lalu yang biasa disebut alur. Alur ini dibagi atas alur
induk dan anak alur, alur induk lebarnya 5-7 meter, sedangkan anak alur
lebarnya 3-5 meter. Alur ini digunakan sebagai jalur angkut pada saat
pemanenan baik menuju Tpk maupun ke pabrik.
Penentuan jarak pal pada alur masih menggunakan hecto meter (HM)
dengan pembuatan jarak kelipatan 2 sampai ujung pal yang berguna untuk
petunjuk supir angkut juga dalam mengangkut hasil pemanenan menuju
keluar dari lokasi hutan. Dalam penentuan jarak pal tersebut perhutani
menggunakan GPS untuk melanjutkan pengukuran yang dilakukan
pendahulunya, karena pada zaman kolonial belanda mereka menggunakan
sudut triangulasi yang tingkat ketelitiannya sangat tinggi.
D. Penentuan Areal Kerja
Petak kerja Perhutani KPH Gundih, pada petak induknya dibuat pada
tahun 1934 yang terus diperbaharui setiap 10 tahunnya dan ada pula anak
petak pada petak induknya. Dalam penentuan petak kerja ini masih
menggunakan satuan hm (hektometer).
4.1.2. Sosial Ekonomi
A. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
KPH Gundih dulu mempunyai 37 LMDH berhubungan ada IPHPS
(Permen 39) jadi KPH Gundih menjadi 36 LMDH. Masing masing satu
LMDH mewakili satu desa, posisi LMDH ini sendiri sangat penting karena
kita kehatui bahwasannya hutan itu dikelilingi oleh masyarakat desa.

22
Masyarakat itu merupakan tameng hutan itu sendiri, untuk terwujudnya
hutan lestari maka diperlukan sosialisasi yang dimana membuahkan
keuntungan baik itu dari segi ekologi, ekonomi dan sosial.
Penerapan sistem kontrak lahan jangka waktu bersama LMDH diterapkan
dengan harapan kebutuhan masyarakat sekitar dan perhutani terwujudkan.
Untuk pembagian lahan ini lebih diperuntukkan pada orang yang
membutuhkan atau kekurangan.Pembagian lahan yang diterapkan berupa
satu hektar untuk 5 atau 6 orang atau lebih. Lahan tersebut boleh digarap
hanya dalam jangka waktu tertentu saja dengan penanaman palawija disekitar
tanaman hutan baik itu berupa jagung. padi, kentang, tebu, buah-buahan dan
lain-lain. Petani-petani hutan iu disebut dengan ”pesanggem” atau
penggarap.
Pada saat kontrak lahan habis baik karena waktu kontrak atau tumbuhan
hutan yang tinggi menaungi lantai hutan masyarakat tersebut akan ditawari
kembali lahan yang baru jika ingin melanjutkan kontrak dengan perhutani.
B. Administrasi Kantor
Administrasi kantor terbagi menjadi 3 bagian yaitu SDM, Keuangan
dan Umum. Administrasi SDM bersifat rahasia karena berkaitan dengan
kepegawaian seperti promosi jabatan, gaji, mutasi dan hubungan
kedisiplinan. Administrasi keuangan sebagai surat bukti dan mengatur
keuangan kerja ke tiap BKPH serta membuat laporan keuangan dalam bentuk
ERP (Enterprise Resource Planning) meliputi neraca, laba rugi, kas, APP
dan lain sebagainya sedangkan administrasi umum berkaitan dengan surat
menyurat, barang gudang dan pelayanan tamu. Surat menyurat bersifat intern
(masuk) dan ekstern (keluar). Surat dibagi menjadi 3 bagian yaitu surat
biasa, surat penting dan surat rahasia. Pembuatan surat ini telah
menggunakan aplikasi berbasis online seperti aplikasi E-Office. E-Office ini
digunakan dalam area internal perhutani antara administratur dengan Divre
menggunakan aplikasi asmin.
4.2. Silvikuktur
4.2.1. Persemaian
Pada kegiatan Praktik Kerja Lapang ini, Kegiatan Persemaian dilakukan
pada dua tempat yaitu, RPH Krai (Persemaian kebun pangkas kayu putih) dan
RPH Kayen (persemaian kebun pangkas jati).
1. Persemaian stek pucuk kayu putih
Pada persemaian kayu putih ini berada dekat dengan pabrik
pengolahannya dengan ketinggian 400 mdpl. Luas persemaian kayu putih
0,25 Ha dengan jarak tanam 1 x 1 m pada lokasi persiapan kebun pangkas
kayu putih dengan memilih klon unggul yang memiliki kriteria antara lain
produktif , rendemen minyak kayu putih yang tinggi dan tahan hama
penyakit. Klon tersebut salah satunya adalah klon 71 dengan tingkat
rendemen cukup tinggi, dalam perbatangnya klon 71 dapat menghasilkan

23
10 kg daun melewati target KPH Gundih yang dimana ditargetkan hanya 2
kg daun/pohon.
Kegiatan awal dari persiapan lapangan adalah pemasangan tanda
patok pembatas lokasi pembibitan atau persemaian. Patok pembatas
tersebut terbuat dibuat dari kayu sepanjang 2,5 m dengan diameter 5-7 cm.
Ujung bagian atas dicat merah sepanjang 15 cm dan ditanam sedalam 50
cm. Kemudian, lokasi pembibitan atau persemaian dilakukan pembabatan
membersihkan semak , perdu dan pohon pohon sisa sehingga bebas dari
sisa – sisa akar / tunggak , sisa akar dan rerumputan dikumpulkan dan di
bakar.

2. Persemaian stek pucuk jati


Pada persemaian jati plus perhutani (JPP) terletak di RPH kayen
BKPH Jambon terletak pada ketinggian 0- 600 mdpl dengan topografi
relative datar , kemiringan maksimal 15 % , luas lahan pada persemaian
jati 1 Ha dengan pohon indukan jati plus perhutani sebanyak 10.000
pohon . luas kebun pangkas dan persemaian stek pucuk jati harus di buat
dalam satu kesatuan lokasiyang tidak terpisahkan . hal yang harus di
perhatikan adalah kapasitas produksi KP / produksi pucuk harus sesuai
dengan kapasitas persemaian untuk membuat stek pucuk .
Pemanenan pucuk di kebun pangkas setiap pohon indukan setelah
berumur 6 – 12 bulan sudah mulai dapat dipanen dengan produksi ± 5
pucuk , pohon indukan diatas umur 1 tahun hanya di panen sebanyak 8-9
kali dalam kurun waktu 1 tahun . pucuk yang dipanen kemudian di tanam
(mulai dari bedeng induksi sampai dengan open area) untuk dijadikan bibit
siap tanam .
Tata letak kebun pangkas dan persemaian stek pucuk jati plus
perhutani (JPP) yang merupakan satu kesatuan harus diatur sedemikian
rupa sehingga kegiatan produksi dapat dilakukan secara efesien baik dari
segi luas lahan , waktu biaya maupun tenaga kerja
Media tanam yang digunakan yaitu topsoil, kompos dan pasir
dengan perbandingan 3:1:1. Ukuran polybag transaparan pada tanaman
jati yaitu 10cm x 15cm x 0,005cm, media tanam tersebut dibuat lubang
menggunakan kayu yang ujungnya lancip setelah itu masukkan tanaman
kemudian lubang ditutup atau ditekan dengan ibu jari dan jari telunjuk
agar tanaman dapat berdiri lebih kuat. Penyiraman bibit dilakukan 2 kali
sehari yaitu pagi dan sore. Penanaman bibit ini dilakukan seleksi untuk
memberikan ruang tumbuh yang sama pada tiap semai dengan
menyeragamkan ketinggian bibit yang sama.
Pada kegiatan Praktik Kerja Lapang ini, Kegiatan Persemaian dilakukan
pada dua tempat yaitu, RPH Krai (Persemaian kebun pangkas kayu putih)
dan RPH Kayen (persemaian kebun pangkas jati).

24
4.2.2. Persiapan Lahan
Dalam persiapan lahan jati, kayu putih maupun rimba persiapan lahannya
berbeda-beda terutama dalam mempersiapkan kualitas tanah tempat
tumbuhnya (bonita). Dalam penentuan ini diuji kelayakannya oleh penguji
dari pusat Perhutani, dalam penggolongannya terbagi menjadi 4 bonita.
Bonita 1 merupakan tanah dengan kualitas tumbuh paling buruk atau jelek
yang biasanya ditanami oleh tanaman rimba sekelas mahoni, sonobrid dan
yang lainnya yang mempunyai adaptasi bagus di tanah dengan kualitas jelek
sekali pun, tujuannya untuk pembentukan hara dalam memperbaiki kualitas
tanah untuk dapat ditanami jati atau kayu putih pada rotasi selanjutnya.
Bonita 2 dan 3 merupakan tanah dengan kualitas tumbuh sedikit jelek dan
sedikit baik (menengah). Tanah ini biasanya telah dapat ditanami oleh
tanaman jati maupun kayu putih dikarenakan kualitasnya tidak terlalu buruk.
Bonita 4 merupakan tanah dengan kualitas tumbuh paling baik yang
sangat subur yang menghasilkan tanaman yang sangat bagus kualitasnya,
baik dari kayu jati, daun kayu putih dan rimba. Tapi bonita 4 ini biasanya
khusus diperuntukan untuk jati dan kayu putih.
Persiapan lahan ini biasanya pada jati memerlukan jangka waktu 1 tahun
pembiaran lahan agar tanahnya gembur kembali untuk ditanami, pada kayu
putih waktu tanam mengikuti waktu perubahan musim yaitu musim hujan,
sedangkan pada rimba persiapan lahannya tidak terlalu lama mengingat
rimba sekali panen langsung tanam.
Dalam persiapan lahan baiasanya hanya sebatas pembuatan pal batas
tanaman, alur dan pengangkutan. Pal batas tanaman berfungsi sebagai batas
antar tanaman yang mempunyai jangka waktu umur yang berbeda maupun
dengan tanaman lainnya. Pal alur menentukan jarak tiap petak maupun jarak
pada jalan angkut.
4.2.3. Penanaman dan Pemeliharaan
Persiapan penanaman ini biasanya pada jati memerlukan jangka waktu 1
tahun pembiaran lahan agar tanahnya gembur kembali untuk ditanami, pada
kayu putih waktu tanam mengikuti waktu perubahan musim yaitu musim
hujan, sedangkan pada rimba persiapan penanamanya tidak terlalu lama
mengingat rimba sekali panen langsung tanam.
A. Pemeliharaan stek kayu putih di bedeng induksi akar
- Pengamatan bibit harus dilakukan secara periodik (berkala), dalam
waktu 1-2 bulan, setelah berumur 3 minggu bibit sudah ada
berakar.
- Penyiraman stek dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore atau melihat
kondisi kelembaban media), jika kondisinya terlalu lembab
penyiraman cukup 1 kali.
- Kelembaban harus di perhatikan 79 – 83% dan suhu dalam bedeng
induksi akar sekitar 40 – 50 °C

25
- Setelah penyiraman plastik sungkup ditutup kembali.
B. Pemeliharaan stek jati di bedeng induksi akar ,
- Kelembaban harus di perhatikan 79 – 83% dan suhu dalam bedeng
induksi akar sekitar 40 – 50 °C
- Kecepatan berakarnya bibit tergantung kualitas pucuk dan kondisi
lingkungan. pengamatan dilakukan setiap hari selama 1- 2 bulan,
sebab setelah berumur 2 minggu bibit sudah mulai ada yang
berakar.
- Media bekas bibit yang mati tidak boleh lansung ditanami pucuk
yang baru. Media bekas dapat digunakan lagi dengan syarat media
tersebut di beri perlakuan sterilisasi dengan cara media jamur
- Setelah penyiraman plastic sungkup ditutup kembali
- Plastik sungkup yang sudah sobek harus segera diperbaiki dengan
lakban putih.
- Sungkup yang tidak bias diganti tidak bias diperbaiki segera
diganti.
4.2.4. Perlindungan dan Pengamanan Hutan
Pengamanan hutan dan penegakan hukum terhadap gangguan keamanan
hutan mencakup beberapa aspek keamanan hutan yaitu penggembalan liar,
pencurian pohon, dan kebakaran hutan. Perlindungan dan pengamanan hutan
harus selaras dan sejalan dengan aturan yang berlaku agar tercipta kawasan
hutan yang mandiri dan dinamis, oleh sebab itu perhutani harus selalu
bersosialisasi terhadap masyarakat sekitar hutan.
Masyarakat harus berperan serta dalam pengamanan hutan agar hutan
menjadi aman dan terkendali, hutan kita harus dijaga oleh semua pihak.
Mengingat perhutani mustahil melakukan perlindungan dan pengamanan
hutan sendiri, dalam patrol saja 2 orang petugas melakukan pengawasan
seluas 500 ha tanpa perlengkapan khusus kecuali sajam. Masyarakat sangat
dibutuhkan mengingat hutan telah dijaga dan dikelola oleh pesanggem-
pesanggem dari LMDH setempat.

26
4.3. Teknologi Hasil Hutan
4.3.1. Pemanenan
A. Kegiatan pemanenan kayu jati
Pemanenan jati dilakukan di BKPH kuncen RHP Saren tebangan Teresan
pohon Jati petak 149c. Dimana penebangan itu termasuk Tebangan A.
Berikut beberapa jenis tebangan :
- Tebangan A (Tebangan Habis) dimana tebangan ini dilakukan disetiap
tanaman yang telah dilakukan tersesan selama 2 tahun
- Tebangan B (Tebangan Pembangunan) tebangan B merupakan
tebangan yang bersal ari kelas hutan tidak Produktif.
- Tebangan B1, yaitu kelas hutan produktif bukan kelas perusahaan,
dilakukan dikelas hutan TK (Tanah Kosong) TBK (Tanaman
Bertumbuhan Kurang ).
- Tebangan B2, Tebangan ini dilaksanakan dalam rangka pembangunan
dan percepatan perbaikan kelas hutan produktif menuju struktur hutan
normal, dilakukan dikelas hutan Mahoni dan Kayu.
- Tebangan D (Bencana Alam)
- Tebangan E (Tebangan Penjarangan), yaitu merupakan tindakan
Silvikultur dengan tujuan utama untuk memperoleh tegakan pada akhir
daur.

B. Pengukuran dan penandaan (Pohon Jati)


- Kayu hasil produksi dilakukan pembagian batang (bucking) dan
penandaan pada tunggak dan bontos ujung terkecil pada masing-
masig potongan kayu.
- Penandaan pada tunggak meliputi nomor urut tebangan, nomor pohon,
tanggal penebangan, nama dam alamat penebang, paraf mandor
tebang
- Penandaan pada bontos ujung terkecil untuk sortimen AIII.
- Penandaan pada bontos ujung terkecil untuk sortimen A-II meliputi
nomor petak, nomor pohon dan nomor potongan, panjang dan
diamter.
- Penandaan tunggak dan bontos ujung terkecil untuk jenis jati
menggunakan palu tok atau slaghammer, sedangkan jenis lainnya
mengguakan palu tok dan atau slaghammer, sedangkan untuk jenis
lainnya menggunakan palu tok dan atau slagmmer atau label atau teer
atau crayon warna
- Pengukuran kayu sortimen A-III, AII dan AI pencatatan dilakukan
dengan dikelompokkan berdasarkan panjang dan diamter yang sama.
- Pembagian batang dan penandaan tunggak/batang dilakukan oleh
GANISPHPL-Nenhut dan atau mandor Tebang

27
- Setiap potongan kayu hasil pembagian batang dilakukan penetapan
jenis pengkuran dan pengujian oleh GANISPHPL-PKB.
- Pengukuran potongan kayu hasil pembagia batang dilakukan dipetak
tebangan.
- Pengukuran kayu bakar dan kayu brongkol dilakukan menggunakan
satuan staple meter/Sm.
- Data hasil pengukuran dicatat dalam buku ukur oleh GANISPHPL
sebagai dasar pembuatan LHP.

Gambar 6. Lokasi penebangan Gambar 7. Tunggak kayu

C. Pelaksanaan Angkutan ke TPK


- Kayu hasil produksi yang teakh diberi penandaan dan pencatatab dalam
dokumen buku selanjutnya diangkut ke TPK.
- Dokumen angkutan menggunakan daftar kayu bulat (DKB/DK
304/DK.304 b) dan disertai dengan nota penerimaan kayu sementara
(DK. 304 c) yang dibuat dan ditanda tangani oleh mandor angkut atas
nama Asper/KBKPH.
- Pembuatan Nota Penerimaan Kayu sementara (DK 304 c) dilakukan
berdasarkan hasil perhitungan jumlah batang per sortimen.
- Nota penerimaan kayu sementara (DK 304 c) dibuat rangkap 4 untuk
mandor tebang, sopir angkutan, dilampirkan pada DKB dan arsip TPK.
- Mandor pos/mandor pengarah/petugas yang ditunjuk oleh kepala TPK
mengarahkan bongkaran angkutan kayi sesuai dengan blok di TPK, dan
melakukan verifikasi jumlah batang persortimen dengan penerimaan
kayu sementara (DK. 304 c) serta menandatangani DK 304 C atas nama
kepala TPK.
- Dalam hal ditemukan ketidaksesuain jumlah batang per sortimen antara
dokumen DK 304 C yang dibuat oleh mandor angkut dengan hasil
perhitungan/verifikasi mandor pos/mandor pengarah/petugas yang
ditunjuk maka dapat dilakukan pencoretan pada DK 304 C sesuian
dengan fisik yang diterima di TPK dan langsung mengkomunikasi
kepada Asper/KBKPH.
- Pengamanan kayu sudah masuk TPK namun belum diterima TPK,
menjadi tanggungjawab bersama antara kepala TPK dan Asper/KBKPH.

28
- Angkutan dapat dibayarkan berdasarkan DBK dan KPH dengan dilampiri
DK. 304 c.
- Dalam hal pengangkutan dari TPn tidak bisa langsung ke TPK, KHP
dapat melangsirkan hasil panen ke TPn lain dalam satu wilayah.
Dokumen yang menyerti angkutan dari TPn satu ke TPn yang lain ini
berupa DKB antara (DK-304a).

Gambar 8. Pengangkutan KP menuju TPK

4.3.2. Pengolahan Hasil Hutan


Pengolahan hasil hutan lainnya dengan produkasi bukan kayu berupa daun
kayu putih yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan minyak kayu
putih.
A. Pemanenan
 Kayu Putih
1. Dalam daur pertama pemanenan dilakukan pada pohon umur pertama
panen 4 tahun.
2. Dilakukan pemangkasan batang pada pohon kayu putih, dari akar 130 cm
keatas ditinggalkan untuk hasil panen selanjutnya.
3. Setelah ditinggalkan batang setinggi 130 cm ujung batang ditutup untuk
menghidari dari busuk nya batang. Dengan tinggi batang 130 cm
diharapkan pemanenan daunnya lebih mudah.
4. Setalah dipanen daun minyak kayu putih dibawa ke pabrik untuk diolah.
5. Lalu dilakukan penyulingan selama 6 jam dengan 1 ton daun/ketel.

Gambar 9. Minyak kayu putih


 Jati
1. Kayu Jati diteres terlebih dahulu,peneresan dilakakukan dua tahun
sebelum ditebang
2. Kayu Jati yang diteres setelah dua tahun ditebang

29
3. Penebangan dilakukan tidak menggunakan takik balas,ditebang langsung
di atas banir
4. Dibersihkan terlebih dahulu dari ranting-ranting kayu
5. Batang kayu jati diukur terlebih dahulu untuk menentukan kelas kayu jati
yang laku dipasaran,diutamakan ukuran kelas kayu Jati sesuai pesanan
pembeli
6. Pembuatan baking
7. Penomoran baking batang kayu jati
8. Penomoran tunggak kayu jati
9. Kayu Jati yang ditelah dibaking dan diberi nomor diangkat/dimasukkan
kedalam mobil truk
10. Kayu Jati diangkut ke TPK

Gambar 10. Kavlingan TPK Monggot


 Kayu Rimba
Penebangan kayu rimba pada dasar nya sama dengan kayu jati,hanya saja
pada tanaman rimba penebangan menggunakan takik balas sedangkan pada jati
tidak
Hasil hutan disini terbagi menjadi :
1. Hasil hutan kayu Jati
2.Hasil hutan kayu Rimba ( Mahoni, Sonokeling, Sonobrid)
3.Hasil hutan bukan kayu ( Minyak Kayu Putih)

Gambar 11. Pengangkutan Mahoni Gambar 12. Penebangan Mahoni

30
Gambar 13. Pembersihan cabang kayu mahoni

B. Pemasaran Hasil Hutan


Dalam pemasaran hasil hutan, perhutani KPH Gundih mengikuti harga
dan permintaan pasaran yang sedang naik. Dalam hal tersebut perhutani
memiliki toko online tersendiri untuk menjajakan hasil pemanenan yang
dilakukannya pada www.tokoperhutani.com. Perhutani memiliki kerjasama
pada beberapa perusahaan untuk pemasarannya seperti CAPLANG, Industri
tissue, furniture dan lainnya. Dalam hal ini tiap kayu yang dipanen diberi
barcode guna lacak balak jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

Gambar 14. Website toko perhutani


C. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu
1. Uji kayu dalam aspek kualitasnya.
2. Berikan tanda dan nomor pada kayu yang telah diuji.
3. Kemudian ditaruh dikavling sesuai kualitas kayu maupun ukurannya yang
terdata dalam kelas A1, A2 dan A3.
4. Kayu tersebut diberi barcode guna lacak balak dan identitas kayu tersebut.

4.4. Pengelolaan Hutan Lestari


Pengelolaan Hutan Lestari diharapkan dapat meningkatkan manfaat hasil
hutan kayu dan dalam pengelolaan hutannya itu, tetap terjaga dan lestari yang
berimbas dalam mendorong perekonomian dan kemakmuran rakyat di
Indonesia,khususnya bagi masyarakat sekitar kawasan hutan.

31
4.5. KPH Mandiri
4.5.1. Agroforestry
Perhutani menerapkan sistem tumpang sari guna meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sehingga dapat terwujudnya hutan
lestari. Dalam tumpang sari ini masyarakat yang membutuhkan diberi lahan
dengan kontrak lahan selama kurang lebih 2 tahun guna pengelolaan lahan
disela tanaman hutan yang baru ditanam atau dalam perawatan dibawah 3
tahun. Dalam hal ini masyarakat sekitar banyak memanfaatkan lahan guna
menanam palawija berupa jagung mengingat tanah yang berjenis grumusol
yang banyak sekali bebatuan.
Dikarenakan hal ini purwodadi menjadi wilayah penghasil jagung terbaik,
diharapkan dengan ini masyarakat dapat menjaga hutan dengan menerima
hasil tersendiri dari hasil lahan hutan tersebut.
4.5.2. Ekowisata
Ekowisata pada KPH Gundih Terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu Cindhelaras,
Waduk Nglangon, dan Sendang Coyo. Cindhelaras merupakan salah satu cerita
rakyat Indonesia dari Jawa Timur. Cerita ini berkisah tentang seorang Raja yang
gegabah dan mudah terbakar amarah, tidak pernah memeriksa kebenaran suatu
informasi baik. Waduk Nglangon merupakan waduk yang terletak di Grobogan,
Jawa Tengah. Lebih tepatnya waduk ini berada di Desa Nglangon, Kecamatan
Kradenan, Kabupaten Grobogan. Waduk yang satu ini menjadi salah satu tempat
wisata yang dapat Anda kunjungi ketika Anda berkunjung ke Jawa Tengah.
Sedangkan Sendang Coyo adalah sebuah sendang yang terletak di Desa
Mlowokarangtalun, Kecamatan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa
Tengah. Letaknya kurang lebih 20KM sebelah tenggara kota Purwodadi.
Sendang Coyo ini adalah sebuah fenomena alam yang dipercaya masyarakat
Purwodadi dan sekitarnya bisa membuat awet muda apabila mandi dan
berendam pada malam satu Suro tepat tengah malam.

4.5.3. Pengelolaan aset


Pengelolaan aset merupakan suatu nilai tukar atau kekayaan yang dikelola
oleh suatu pemerintah yang dimana memiliki suatu history tersendiri. Kekayaan
KPH Gundih sendiri berupa Gedung, rumah komplek KPH Gundih, tegakan
hutan, beberapa peninggalan seperti rel dan lori serta yang lainnya.

32
V. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Perhutani terbentuk sejak dari jaman penjajahan Belanda dimana diawali
degan terbentuknya Jawatan Kehutanan, berdasarkan Gouvernement
Besluit (Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21,
termuat dalam Bijblad 5164. Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus
1945. Pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura yang semula
dikuasai oleh Hindia Belanda dilimpahkan kepada Jawatan Kehutanan
Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia. Dengan disahkannya Ketetapan
MPRS No. 11/MPRS/1960, status Jawatan Kehutanan direncanakan
berubah menjadi Perusahaan Negara yang bersifat komersial, terdapat
dalam Lampiran Buku I, Jilid III, Paragraf 493 dan paragraph 595,
industri kehutanan ditetapkan menjadi Proyek B. Proyek B ini
merupakan sumber penghasilan untuk membiayai proyek-proyek A
(Tambahan Lembaran Negara R.I. No. 2551).
Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan Kehutanan menjadi
Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 17 sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan
Perusahaan-Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”. Perum
Perhutani ditetapkan oleh pemerintah sebagai BUMN berbentuk
Perseroan Terbatas (PT) Perhutani melalui PP Nomor 14 tahun 2001.
Berdasarkan pertimbangan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang
dimiliki PT. Perhutani, bentuk pengusahaan PT. Perhutani tersebut
kembali menjadi BUMN dengan bentuk Perum berdasarkan PP Nomor
30 tahun 2003 yang selanjutnya dalam perjalanannya Peraturan
Pemerintah tersebut digantikan menjadi Peraturan Pemerintah Nomor 72
tahun 2010 yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010.
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang awalnya berada di bawah Departemen Kehutanan diberi tanggung
jawab dan hak pengelolaan hutan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah
dan Jawa Timur sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 15 tahun 1972. Wilayah kerja Perum Perhutani selanjutnya
diperluas pada tahun 1978 dengan masuknya kawasan hutan Negara di
Provinsi Jawa Barat berdasarkan PP Nomor 2 tahun 1978. Dalam
pelaksanaan pengelolaan hutannya, KPH Gundih dipimpin oleh seorang
administratur/KKPH serta dibantu oleh 2 (dua) orang wakil administratur
yang dibawahnya membawahi beberapa bidang. Struktur organisasi yang
diterapkan oleh KPH Gundih pada saat ini mengacu pada struktur
organisasi berdasarkan pada Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani

33
nomor 060/KPTS/Dir/2010 tanggal 10 Februari 2010. Adapun struktur
organisasi tersebut terlampir sebagaimana gambar 2.
2. Manajemen hutan KPH Gundih, dari perencanaannya dikelola dalam
Rencana Teknik Tahunan (RTT) adalah rencana kerja pengelolaan hutan
selama 1 (satu) tahun yang merupakan penjabaran dari RPKH.
Rangkaian kegiatan perencanaan yang meliputi rekonstruksi batas,
pembagian hutan dan inventarisasi hutan. Penyusunan RTT disusun oleh
administratur/kepala kesatuan pemangkuan hutan (ADM/KKPH), dalam
penyusunan dibantu oleh kepala seksi perencanaan hutan (KSSPH) dan
disahkan oleh kepala biro perencanaan atas nama kepala unit.
Sosial ekonomi dalam KPH Gundih ada
a. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)
KPH Gundih dulu mempunyai 37 LMDH berhubungan ada
IPHPS (Permen 39) jadi KPH Gundih menjadi 36 LMDH.
Masing masing satu LMDH mewakili satu desa, posisi LMDH ini
sendiri sangat penting karena kita kehatui bahwasannya hutan itu
dikelilingi oleh masyarakat desa. Masyarakat itu merupakan
tameng hutan itu sendiri, untuk terwujudnyahutan lestari maka
diperlukan sosialisasi yang dimana membuahkan keuntungan baik
itu dari segi ekologi, ekonomi dan sosial.
b. Administrasi kantor terbagi menjadi 3 bagian yaitu SDM,
Keuangan dan Umum. Administrasi SDM bersifat rahasia karena
berkaitan dengan kepegawaian seperti promosi jabatan, gaji,
mutasi dan hubungan kedisiplinan. Administrasi keuangan
sebagai surat bukti dan mengatur keuangan kerja ke tiap BKPH
serta membuat laporan keuangan dalam bentuk ERP (Enterprise
Resource Planning) meliputi neraca, laba rugi, kas, APP dan lain
sebagainya sedangkan administrasi umum berkaitan dengan surat
menyurat, barang gudang dan pelayanan tamu. Surat menyurat
bersifat intern (masuk) dan ekstern (keluar). Surat dibagi menjadi
3 bagian yaitu surat biasa, surat penting dan surat rahasia.
Pembuatan surat ini telah menggunakan aplikasi berbasis online
seperti aplikasi E-Office. E-Office ini digunakan dalam area
internal perhutani antara administratur dengan Divre
menggunakan aplikasi asmin.
3. Silvikultur meliputi persemaian, persiapan lahan serta penanaman dan
pemeliharaan. Pada persemaian dilakukan pada dua tempat yaitu, RPH
Krai (Persemaian kebun pangkas kayu putih) dan RPH Kayen
(persemaian kebun pangkas jati).
Dalam persiapan lahan jati, kayu putih maupun rimba persiapan
lahannya berbeda-beda terutama dalam mempersiapkan kualitas tanah
tempat tumbuhnya (bonita). Dalam penentuan ini diuji kelayakannya

34
oleh penguji dari pusat Perhutani, dalam penggolongannya terbagi
menjadi 4 bonita yaitu bonita 1 (buruk), bonita 2 (sedikit jelek), bonita 3
(sedikit baik) dan bonita 4 (sangat baik).
Penanaman dan Pemeliharaan, dalam persiapan penanaman ini
biasanya pada jati memerlukan jangka waktu 1 tahun pembiaran lahan
agar tanahnya gembur kembali untuk ditanami, pada kayu putih waktu
tanam mengikuti waktu perubahan musim yaitu musim hujan, sedangkan
pada rimba persiapan penanamanya tidak terlalu lama mengingat rimba
sekali panen langsung tanam.
4. Teknologi hasil hutan dalam kegiatan pemanenan kayu jati dilakukan di
BKPH kuncen RHP Saren tebangan Teresan pohon Jati petak 149c.
Dimana penebangan itu termasuk Tebangan A. Dari penebangan ada
beberapa jenis tebangan yaitu, Tebangan A (Tebangan Habis), Tebangan
B (Tebangan pembangunan), Tebangan B1, yaitu kelas hutan produktif
bukan kelas perusahaan, Tebangan B2, Tebangan ini dilaksanakan dalam
rangka pembangunan dan percepatan perbaikan kelas hutan produktif
menuju struktur hutan normal, Tebangan D (bencana Alam) dan
Tebangan E (Tebangan Penjarangan). Hasil hutan disini terbagi menjadi
Hasil hutan kayu Jati, Hasil hutan kayu Rimba ( Mahoni, Sonokeling,
Sonobrid), Hasil hutan bukan kayu ( Minyak Kayu Putih)

4.2. Saran
Dalam Praktek Kerja Lapangan (PKL) ini mahasiswa mendapat banyak
ilmu yang bermanfaat guna menghadapi dunia kerja nantinya. Perusahaan
disarankan untuk :
1. Agar lebih memperhatikan kesehatan dan keselamatan karyawan, karena
efektifitas produksi tergantung dari kondisi karyawan. Selain itu karyawan
harus mengikuti SOP agar saat bekerja tidak terjadi kecelakaan kerja dan
akan berakibat fatal bagi diri sendiri.
2. Memperhatikan waktu kerja karyawan dan memanfaatkan waktu kerja
semaksimal mungkin agar hasil yang dicapai lebih optimal.
3. Pemanfaatan limbah di setiap pabrik harus lebih dioptimalkan terutama
pada kayu putih dan kayu bakar.
4. KPH Gundih perlu mengembangkan produk baru dengan memanfaatkan
limbah kayu putih selain hanya menjadi bahan bakar.

35

Anda mungkin juga menyukai