Anda di halaman 1dari 120

Modul I

(PENGUKURAN LINIER)

1.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui / memahami ketelitian / ketepatan dan kecermatan alat ukur.
2. Mengetahui / memahami arti pengukuran langsung.
3. Mampu menggunakan alat ukur dengan benar dan tepat.

1.2. Dasar Teori


Pengukuran merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting
dalam kehidupan kita. Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu
besaran dengan besaran lain sejenis yang dipergunakan sebagai satuannya.
Misalnya, Anda mengukur panjang buku dengan mistar, artinya Anda
membandingkan panjang buku tersebut dengan satuan-satuan panjang yang
ada di mistar, yaitu milimeter atau centimeter, sehingga diperoleh hasil
pengukuran, panjang buku adalah 210 mm atau 21 cm. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam kegiatan pengukuran, pertama masalah ketelitian (presisi)
dan kedua masalah ketepatan (akurasi).
1.2.1. Presisi
Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan
pengukuran, pertama masalah ketelitian (presisi) dan kedua masalah
ketepatan (akurasi). Presisi menyatakan derajat kepastian hasil suatu
pengukuran, sedangkan akurasi menunjukkan seberapa tepat hasil
pengukuran mendekati nilai yang sebenarnya. Presisi bergantung pada
alat yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Umumnya,
semakin kecil pembagian skala suatu alat semakin presisi hasil
pengukuran alat tersebut. Mistar umumnya memiliki skala terkecil 1

1
mm, sedangkan jangka sorong mencapai 0,1 mm atau 0,05 mm, maka
pengukuran menggunakan jangka sorong akan memberikan hasil yang
lebih presisi dibandingkan menggunakan mistar. Meskipun
memungkinkan untuk mengupayakan kepresisian pengukuran dengan
memilih alat ukur tertentu, tetapi tidak mungkin menghasilkan
pengukuran yang tepat (akurasi) secara mutlak.
1.2.2. Akurasi
Keakurasian pengukuran harus dicek dengan cara
membandingkan terhadap nilai standar yang ditetapkan. Keakurasian
alat ukur juga harus dicek secara periodik dengan metode the two-point
calibration.
1.2.3. Satuan Pengukuran
Pada tahun 1960, sistem metrik dipergunakan dan diresmikan
sebagai Sistem Internasional (SI), karena satuan-satan dalam sistem ini
dihubungkan dengan bilangan pokok 10 sehingga lebih memudahkan
penggunaanya.

Gambar 1.1 Tabel Besaran Pokok

2
Gambar 1.2 Tabel Besaran Turunan
SI juga tetap mengakui satuan – satuan diluar satuan dasar
karena satuan-satuan itu masih dipergunakan secara luas. SI merupakan
sistem yang mudah dipakai karena sistem itu menyediakan sejumlah
awalan yang menyajikan kuantitas yang lebih besar atau lebih kecil dari
kuantitas baku. Besaran yang lebih besar merupakan kelipatan dari
sepuluh, dan besaran yang lebih kecil merupakan pecahan desimal.
Tabel 3, di bawah ini menunjukkan awalan-awalan dalam sistem
Metrik yang dipergunakan untuk menyatakan nilai-nilai yang lebih
besar atau lebih kecil dari satuan dasar.
1.2.4. Alat Ukur
Macam-macam alat ukur berguna untuk menentukan nilai dari
satuan besaran, entah itu besaran pokok atau besaran turunan.
Pengukuran dengan perasaan itu jelas tidak valid. Untuk menentukan
nilai dari satuan besaran dengan presisi diperlukan alat ukur yang
sesuai dengan jenis besarannya.
1.2.5. Mikrometer
Bagian dari micrometer :

Gambar 1.3 Mikrometer Sekrup

3
Mikrometer dirancang dengan bentuk yang bermacam-macam,
di sesuaikan dengan fungsinya. Mikrometer luar mempunyai bentuk
rangka menyerupai huruf C dengan rahang ukur yang dapat di geser
atau di setel dan di lengkapi dengan skala ukuran, skala nonius tabung
putar, dan ratset seperti terlihat pada gambar diatas.
Mikrometer berfungsi untuk mengukur panjang/ketebalan/diameter
dari benda-benda yang cukup kecil seperti lempeng baja, aluminium,
diameter kabel, kawat, lebar kertas, dan masih banyak lagi. Penggunaan
mikrometer sekrup sangat luas, intinya adalah mengukur besaran
panjang dengan lebih presisi.
1.2.6. Mikrometer dalam tiga kaki (Triobor)
Mikrometer dalam tiga kaki untuk mengukur diameter dalam
cermat, karena kedudukan micrometer selalu tetap ditengah lingkaran.
Ketelitiannya mencapai 0,005 mm

Gambar 1.4 Triobor


1.2.7. Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang mampu mengukur jarak,
kedalaman, maupun ‘diameter dalam’ suatu objek dengan tingkat
akurasi dan presisi yang sangat baik (±0,05 mm). Hasil pengukuran dari
ketiga fungsi alat tersebut dibaca dengan cara yang sama.
Jangka sorong memiliki dua macam skala :

4
 Skala Utama (dalam satuan cm)
 Skala Nonius (dalam satuan mm)

Gambar 1.5 Skala Nonius & Utama pada Jangka Sorong


Fungsi Jangka Sorong :
 Mengukur Diameter Luar Benda.
Cara mengukur diameter, lebar atau ketebala benda :

Gambar 1.6 Mengukur Diameter Luar Benda


Putarlah pengunci kekiri, buka rahang, masukkan benda ke rahang
bawah jangka sorong, geser rahang agar rahang tepat pada benda,
putar pengunci ke kanan.
 Mengukur Diameter Dalam Benda.
Cara mengukur bagian dalam sebua pipa atau tabung.

Gambar 1.7 Mengukur Diameter Dalam Benda


Putarlah pengunci ke kiri, masukkan rahang atas ke dalam benda,
geser rahang tepat pada benda, putar pengunci ke kanan.

5
 Mengukur Kedalaman Benda.
Cara mengukur kedalaman benda

Gambar 1.8 Mengukur Kedalaman Benda


Putarlah pengunci ke kiri, buka rahang, dorong hingga ujung lancip
menyentuh dasar tabung, putar pengunci ke kanan.
1.2.8. Jenis – jenis jangka sorong
Jenis – jenis jangka sorong dapat dibedakan berdasarkan media
pembacaan ukurannya. Ada tiga jenis jangka sorong yaitu sebagai
berikut :
 Jangka Sorong Biasa, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
menyerupai meteran roll
 Jangka Sorong Analog, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
melalui jarum ukuran analog yang ditempelkan di bagian muka.
Jangka sorong analog dikenal dengan jangka sorong manual.
 Jangka Sorong Digital, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
berdasarkan angka-angka yang tertera pada layar digital.
Pengukuran dgital brjalan dengan otomatis, yaitu ketika benda
diukur, maka hasil pengukuran akan tertera pada layar digital.

6
1.3. Peralatan
1.3.1. Benda Ukur
 Poros

Gambar 1.9 Poros

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Bearing

Gambar 1.10 Bearing

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

7
 Piston

Gambar 1.11 Piston

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

1.3.2. Alat Ukur


 Mistar

Gambar 1.12 Mistar

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

8
 Jangka Sorong (Vernier Caliber)

Gambar 1.13 Jangka Sorong 0,05

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

Gambar 1.14 Jangka Sorong 0,02

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

9
 Mikrometer

Gambar 1.15 Mikrometer

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Mikrometer Tiga Kaki (Triobor)

Gambar 1.16 Mikrometer Kaki Tiga (Triobor)

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

10
1.3.3. Alat Ukur Bantu
 Pegangan Poros

Gambar 1.17 Pegangan Poros

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

11
1.4. Langkah-langkah Percobaan
1.4.1. Persiapan Pengukuran
 Mempersiapan tempat untuk proses pengukuran.
 Memperiksa keberadaan alat sesuai dengan yang tercantum pada
kartu alat.
 Membersihkan peralatan dengan menggunakan wash bensin
 Menuliskan data alat ukur pada lebar kerja.
1.4.2. Pengukuran dengan mistar
 Mempelajari cara pengunaan mistar yang digunakan.
 Mempelajari fungsi masing-masing bagian pada mistar dala
mengukur kemampuan obyek.
 Mempelajari gambar benda kerja.
 Mempraktikan proses pengukuran berdasarkan gambar.
 Menuliskan hasil pengukuran pada tabel.
1.4.3. Pengukuran Jorong Sorong
 Mempelajari cara pengunaan jangka sorong.
 Mempelajari fungsi masing-masing bagian pada jangka sorong
dalam mengukur kemampuan obyek.
 Mempelajari gambar benda kerja pada gambar.
 Mempraktikan proses pengukuran berdasarkan gambar.
 Menuliskan hasil pengukuran pada tabel.
1.4.4. Pengukuran Micrometer
 Mempelajari cara penggunaan Micrometer.
 Mempelajari fungsi-fungsi masing-masing bagian pada Micrometer
dalam mengukur kemampuan obyek.
 Mempelajari gambar benda kerja pada gambar.
 Mempraktikan proses pengukuran berdasarkan gambar.
 Menuliskan hasil pengukuran pada tabel.
1.4.5. Pengukuran dengan micrometer tiga kaki
 Mempelajari cara penggunaan Micrometer 3 kaki.

12
 Mempelajari fungsi masing-masing bagian Micrometer dalam
mengukur kemampuan obyek.
 Mempelajari gambar benda kerja pada gambar.
 Mempraktikan proses pengukuran berdasarkan gambar.
 Menuliskan hasil pengukuran tabel.
1.4.6. Analisis Hasil Ukur
 Analisis ukur apa yang paling cermat untuk pengukuran
- Diameter luar
- Diameter dalam
- Panjang
- Lebar / tebal
 Bandingkan hasil pengukuran a, b, c, e, f, g dengan d pada benda
poros. Jelaskan!
 Dari segi fungsinya, menurut anda mana sajakah dimenso yang kritis
dari benda Piston dan poros, Jelaskan!
 Bandingkan sebaran data dari keempat alat ukur yang digunakan!
 Sebutkan keterbatasan dari keempat alat yang digunakan tersebut!
 Tuliskan analisa hasil pengukuran pada lembar kerja.

Gambar 1.18 Perhitungan Poros

13
1.5. Analisis
Data hasil pengukuran yang telah dilakukan pada Benda Poros dan
Bearing :
1. Alat ukkur yang aling cermat pengukurannya :
 Diameter Luar : Mikrometer luar
 Diameter Dalam : Triobor
 Panjang : Mikrometer luar
 Lebar/tebal : Mikrometer luar
2. Perbandingan pengukuran a, b, c, e, f, g, dengan d pada poros

Gambar 1.19 Analisis Poros

Untuk hasil/total pengukuran a, b, c, e, f, g, pada poros sama dengan


panjang d, dan untuk alat yang digunakan untuk pengukuran a, b, c, e, f,
g, bias menggunakan Jangka Sorong begitu juga dengan d. untuk d bias
juga menggunakan Mikrometer yang besar.
3. Dari segi fungsinya dimensi yang kritis dari benda Piston dan Poros :

Gambar 1.20 Analisis Piston

14
Gambar 1.21 Analisis Piston

Gambar 1.22 Analisis Poros

Untuk piston dimensi kritis nya ada pada d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, o, p,q,


dan r karena berfungsi untuk tempat ring piston dan ring piston berfungsi
pada saat terjadi TMA – TMB maupun sebaliknya sebagai penahan /
mempertahankan kerapatan antara piston dengan dinding silinder agar
tidak terjadi kebocoran pada gas buang ke bak engkol (ruang dibawah
piston).
Lubang pada piston c berfungsi untuk tempat poros engkol a, b, dan s
juga merupakan dimensi kritis.
Pada poros sendiri a, b, c, d, e, f, dan g merupakan dimensi kritis dan
berperan penting pada kepala piston terutama panjang c dan diameter f.

15
4. Perbandingan sebaran data dari keempat alat ukur yang digunakan :
Dilihat dari ketelitian efisiensi alat.
 Mistar : 0,5 mm
 Jangka Sorong (0,05 mm) : 0,05 mm
 Jangka Sorong (0,02 mm) : 0,02 mm
 Mikrometer : 0,01 mm
 Triobor : 0,005 mm
Dan tingkat keefisiensi alat dan banyak digunakan adalah Jangka Sorong.
5. Keterbatasan keempat alat ukur yang digunakan :
 Mistar : Kurang teliti.
 Jangka Sorong (0,05 mm) : - Efektif digunakan.
- Keterbatasan jangkauan alat
(pendek).
 Jangka Sorong (0,02 mm) : - Efektif digunakan.
- Keterbatasan jangkauan alat
(pendek).
 Mikrometer : - Tingkat ketelitian tinggi.
- Untuk pengukuran panjang dan
bersudut tidak cocok.
 Triobor : - Tingkat ketelitian tinggi.
- Untuk pengukuran panjang dan
bersudut tidak cocok.

16
1.6. Penutup
1.6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1. Dalam pengukuran dengan enggunakan alat ukur Mistar, Jangka
Sorong, Micrometer, dan Triobor hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
 Pada saat akan melakukan pengukuran dilihat dulu benda kerja
yang akan diukur, apakah memungkinka atau tidak jika benda
tersebut diukur menggunakan alat tersebut.
 Saat melakukan pengukuran sebaiknya menggunakan alat yang
memiliki ketelitian tinggi agar didapatkan hasil yang tepat.
 Mengetahui tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan :
 Mistar : 0,5 mm
 Jangka Sorong (0,05 mm) : 0,05 mm
 Jangka Sorong (0,02 mm) : 0,02 mm
 Mikrometer : 0,01 mm
 Triobor : 0,005 mm
2. Pengukuran langsung adalah proses pengukuran dengan memakai
alat ukur langsung dimana hasil pengukuran langsung terbaca pada
alat ukur tersebut.
3. Berdasarkan hasil dari pengukuran yang dilakukan bias
disimpulkan:
 Diameter Luar : Mikrometer luar (Outside Micrometer)
 Diameter Dalam : Triobor (Micrometer Kaki 3)
 Panjang : Mikrometer luar (Outside
Micrometer)
 Lebar/tebal : Mikrometer luar (Outside Micrometer)
1.6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan pada praktikum ini adalah :
1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan menguasai teori
terlebih dahulu agar memudahkan dalam melakukan praktikum.
2. Dalam praktikum hendaknya mengikuti prosedur yang baik.

17
3. Bersikap serius selama melakukan pengukuran.
4. Pengukuran harus dilakukan dengan cermat agar hasil pengukuran
akurat.

1.7. Referensi

Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas Geometric


I. Bandung : ITB.

Munadi, S.Dkk.1998.Dasar-Dasar Metrologi Industri.Menara Mas : Jakarta.

https://fisikahappy.wordpress.com/2011/12/30/pengukuran/ (diakses pada 12


oktober 2018)

https://www.fisikabc.com/2017/04/pengukuran-dan-alat-ukur-besaran-
fisika.html (diakses pada 16 oktober 2018)

http://masahyat32.blogspot.com/2012/10/membaca-alat-ukur-jangka-sorong-
dan_4461.html (diakses pada 12 oktober 2018)

https://www.studiobelajar.com/jangka-sorong/ (diakses pada 12 oktober 2018)

18
1.8. LAMPIRAN

19
20
21
Modul II

(PENGUKURAN SUDUT DAN KETEGAKLURUSAN)

2.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
4. Mengetahui cara atau teknik mengukur sudut.
5. Mengetahui jenis-jenis alat ukur sudut.

2.2. Dasar Teori


2.2.1. Sudut
Sudut adalah suatu daerah yang dibentuk oleh dua buah ruas
garis yang titik pangkalnya sama.
Perhatikan Gambar di bawah ini:

Gambar 2.1 Sudut

Ruas garis AB dan AC disebut kaki sudut, ditulis AB dan AC


dan titik A disebut titik sudut. Daerah yang dibatasi kaki sudut daerah
yang diarsir disebut daerah sudut.
Besar daerah sudut cukup disebut besar sudut. Kedua gambar di atas,
menunjukkan besar sudut yang sama walaupun panjang kaki-kaki
sudutnya tidak sama panjang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa besar sudut tidak
ditentukan oleh panjangnya kaki sudut.

22
Sudut memiliki beberapa macam jenis, yaitu:

1. Sudut lancip, yaitu sudut yang besarnya antara 0° dan 90° atau 0°
< a < 90°, a adalah sudut lancip.
2. Sudut siku-siku, yaitu sudut yang besarnya 90°.
3. Sudut tumpul, yaitu sudut yang besarnya di antara 90° dan 180°
atau 90° < a < 180°, a adalah sudut tumpul.
4. Sudut lurus, yaitu sudut yang besarnya 180°.
5. Sudut refleks, Sudut yang besarnya antara 180° dan 360°, 180° <
a < 360°.

Gambar 2.2 Macam-macam Sudut

2.2.2. Alat Ukur Sudut Langsung dan Cara Menggunakannya.


Beberapa alat ukur yang bisa digunakan untuk mengukur sudut
secara langsung adalah busur baja (pretractor), busur bilah (universal
bevel protractor) dan proyektor bentuk (profile projector).
2.2.3. Bevel Protactor

Gambar 2.3 Bevel Protactor

Alat ukur sudut ini penggunaanya lebih luas dari pada busur baja.
Gambar 2.2.3 menunjukkan sebuah busur bilah. Dari gambar tersebut
nampak bahwa bagian-bagian dari busur bilah adalah piringan skala
utama, skala nonius (vernier), bilah utama, badan/landasan, kunci

23
nonius dan kunci bilah. Skala utama mempunyai tingkat kecermatan
hanya 1 derajat. Dengan bantuan skala nonius maka busur bilah ini
mempunyai ketelitian sampai 5 menit. Kunci nonius digunakan untuk
menyetel skala nonius dan kunci bilah digunakan untuk mengunci bilah
utama dengan piringan skala utama.
Dengan adanya bilah utama dan landasan maka busur bilah ini
dapat digunakan untuk mengukur sudut benda ukur dengan berbagai
macam posisi. Untuk hal-hal tertentu biasanya dilengkapi pula dengan
bilah pembantu. Bilah utama dan bilah pembantu bisa digeser-geserkan
posisinya sehingga proses pengukuran sudut dapat dilakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip pengukuran yang betul.
2.2.4. Cara Membaca Skala Ukur Busur Bilah
Prinsip pembacaannya sebetulnya tidak jauh berbeda dengan
prinsip pembacaan mistar ingsut, hanya skala utama satuannya dalam
derajat sedangkan skala nonius dalam menit. Yang harus diperhatikan
adalah pembacaan skala nonius harus searah dengan arah pembacaan
skala utama. Jadi, harus dilihat ke mana arah bergesernya garis skala nol
dari nonius terhadap garis skala utama.

Gambar 2.4 Pembacaan Skala Busur Bilah

24
Sebagai contoh lihat Gambar 2.2.4 di atas ini. Gambar tersebut
menunjukkan ukuran sudut sebesar 50° 55’ (lima puluh derajat lima
puluh lima menit). Garis nol skala nonius berada di antara 50 dan 60 dari
skala utama, tepatnya antara garis ke 50 dan 51. Ini berarti penunjukkan
skala utama sekitar 50 derajat lebih. Kelebihan ini dapat kita baca
besarnya dengan melihat garis skala nonius yang segaris dengan salah
satu garis skala utama. Ternyata yang segaris adalah garis angka 55 dari
skala nonius. Ini berarti kelebihan ukuran tersebut adalah 55 menit (11
garis di sebelah kiri garis nol: 11 x 5 menit = 55 menit). Jadi,
keseluruhan pembacaannya adalah 50 derajat ditambah 55 menit = 56
derajat 55 menit (50° 55’).
2.2.5. Height Master

Gambar 2.5. Height Master

Height master adalah sebuah alat pengukuran yang berfungsi


mengukur tinggi benda terhadap suatu bidang acuan atau bisa juga untuk
memberikan tanda goresan secara berulang terhadap benda kerja sebagai
acuan dalam proses permesinan. Jenis yang pertama sering digunakan
pada dokter operasi untuk menemukan tinggi seseorang. Height master
memiliki dua buah kolom berulir dimana kepala pengukur bergerak naik
turun akibat putaran ulir kasar dan halus yang digerakkan oleh pengukur.
Alat pengukur ini digunakan pada pekerjaan logam atau metrologi untuk
menetapkan maupun mengukur jarak tegak. Untuk meningkatkan

25
keakuratan pengukuran dengan mengurangi defleksi pada benda kerja,
height master sering dipasangkan dengan dual probe dial indicator.
Selain itu dengan penambahan probe dua arah, height gauge mampu
mengukur diameter luar dan dalam dari sebuah lubang dalam posisi
horisontal.

26
2.3. Peralatan
2.3.1. Benda Ukur
 Benda Kerja Sudut

Gambar 2.6 Benda Kerja Sudut

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Silinder 1

Gambar 2.7 Silinder 1

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

27
 Silinder 2

Gambar 2.8 Silinder 2

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

2.3.2. Alat Ukur


 Bevel Protactor

Gambar 2.9 Bevel Protactor

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

28
 Dial Indicator

Gambar 2.10 Dial Indicator

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Penyiku

Gambar 2.11 Penyiku

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

29
 Busur

Gambar 2.12 Busur

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Height Master

Gambar 2.13 Height Master

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

30
2.3.3. Alat Ukur Bantu
 Magnetic Stand

Gambar 2.14 Magnetic Stand

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

31
2.4. Langkah-langkah Percobaan
2.4.1. Persiapan Pengukuran
 Persiapan tempat untuk proses pengukuran
 Periksa keberadaan alat sesuai dengan yang tercantum pada kartu
alat. Bila sesuai dengan yang tercantum pada kartu alat tersebut, isi
kartu pemakaian alat yang sudah di sediakan =. Apabila belum
lengkap tanyakan kepada asisten.
 Bersihkan peralatan dengan menggunakan wash ensin ‘tuliskan data
alat ukur pada lembar kerja
2.4.2. Pengukuran sudut dengan busur

Gambar 2.15 Keterangan Benda Ukur (Trapezium)

 Pelajari cara penggunaan busur


 Pelajari fungsi masing-masing bagian dari busur
 Pelajari benda kerja
 Lakukan pengukuran sudur a,b,c,d sesuan dengan benda kerja
 Tuliskan hasil pengukuran tersebut pata lemabar kerja
2.4.3. Pengukurna dengan Bevel Protactor
 Pelajari cara penggunaan busur bilah
 Pelajari fungsi masing-msing begian dari busur bilah
 Pelajari gambar kerja pada gambar x
 Lakukan pengukurna sudur anta sisi benda kerja
 Tuliskan hasil pengukuran tersebut pada lembar kerja
2.4.4. Pengukuran penyimpangan sudut siku secara visual
 Letakkan benda kerja pad penyiku standart
 Lakukan pengamatan, apakah benda kerja tersebut terdapat
penyimpangan siku atau tidak

32
 Tuliskan hasil pengamatan tersebut pada lembar kerja

Gambar 2.16 Keterangan Pada Height Master

2.4.5. Pengukuran penyimpangan sudut siku dengan high master


 Pelajari fungsi dan kegunaan high master, yang dalam pengukurna
ini menjadi referensi. Pada pengukurna ini di gunakan 2 benda kerja
yang berbeda ukuran
 Persiapkan peralatan pengukuran, dan susun peralatan terebut,
pasang jam ukur( dial indicator) pada dudukan pemindah dan
tentukan ketinggiannya
 Lakukan pengesetan 0 jam ukur (dial indicator) dengan
menggunakan hgh master. Geser duduka pemindah hingga
pengganjal yang berada diantara high master dan dudukan pemindah
terjepit keduannya. Pada saat itu di lakukan pengesetan jam ukur
denggan menggerakkan dudukan pemindah untuk mencari titik
tertentupda high master yang di sesuaikan dengan tinggi benda ukur.
Selanjutnya set nol jam ukurnya dengan memutar skala jam ukurnya.
 Hitung penyimpangan sudit yang terjadi pada benda ukur terhadap
posisi tegak lurus permukaan meja rata bedasarkan ketinggian
sensor jam ukur dan perbedaan penunjukan jam u,ur terhadap posisi
nol. Tliskan perhitungan pada lembar kerja

Gambar 2.17 Keterangan Pengukuran Pada Height Master

33
2.5. Analisis
Untuk pengukuran sudut, dari jumlah keempat sudut trapezium (sudut a,
b, c dan d) dengan teori jumlahnya adalah 360°. Pengamat A mengukur dengan
busur tidak sama dengan 360° melainkan 362°, namun ketika pengamat A
mengukur keseluruhan dari sudut trapezium tersebut menggunakan bevel
protctor hasilnya sama dengan 360°. Pengamat B juga menghitung dengan
busur hasilnya seperti pada saat pengamat A mengukur menggunakan busur,
ketika semua sudutnya dijumlahkan hasilnya adalah 362°, lalu saat pengamat
B mengukur dengan bevel protactor hasil dari jumlah pengukuran keempat
sudut dari trapezium hasilnya sama dengan 358°.

Hal ini terjadi karena mungkin terjadi kesalahan pembacaan hasil


pengukuran dari busur atau bevel protactor dari pembaca, ketidaktepatan
praktikan meletakkan posisi tengah busur pada sudut pada benda yang akan
diukur, atau mungkin kesalahan lain yang menyebabkan kesalahan dalam
pembacaan alat ukur.

Penyimpangan sudut (𝜃) = 𝑡𝑎𝑛−1 (penunjuk jam ukur / tinggi silinder)


a. Silinder 1
Pengamat A
(𝜃) = 𝑡𝑎𝑛−1 (7,01 mm / 97,36 mm)
= 4,12 rad
Pengamat B
(𝜃) = 𝑡𝑎𝑛−1 (7,02 mm /94,64 mm)
= 4,24 rad
b. Silinder 2
Pengamat A
(𝜃) = 𝑡𝑎𝑛−1 (7,01 mm / 97,36 mm)
= 4,12 rad
Pengamat B
(𝜃) = 𝑡𝑎𝑛−1 (7,02 mm /94,64 mm)
= 4,24 rad

34
2.6. Penutup
2.6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah:
1. Dengan adanya praktikum metrologi industri ini kita dapat
mengetahui berbagai jenis atau berbagai macam alat ukur yg dapat
dipakai sesuai fungsinya masing-masing.
- Bevel Protactor: Berfungsi untuk mengukur besaran sudut pada
suatu benda kerja atau digunakan pada kedua buah permukaan
untuk menentukan besar sudut antara kedua permukaan
tersebut. fungsi lain dari bevel protractor yaitu dalam pekerjaan
menggambar serta menandai. Bevel protractor dibuat dengan
beberapa jenis dan bentuk, sesuai dengan jenis kegunaannya
dan tingkat ketelitian alat tersebut.
- Height Master: Berfungsi untuk mengukur tinggi benda
terhadap suatu bidang acuan atau bisa juga untuk memberikan
tanda goresan secara berulang terhadap benda kerja sebagai
acuan dalam proses permesinan.
2. Dapat menggunakan bagaimana cara menggunakan alat ukur, dan
juga dapat mengkalibrasi serta mengatahui kerusakan-kerusakan
yang terjadi pada alat ukur.
3. Dengan demikian yang telah di dapat dalam praktikum metrologi
industri ini tentang pengukuran sudut dan ketegaklurusan dapat di
aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maupun pada dunia kerja
nanti.
2.6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan pada praktikum ini adalah:
1. Praktikan menyadari masih banyak kekurangan pada laporan ini
maka dari itu dengan sangat kepada assistan untuk mengoreksi atau
merefisi laporan ini supaya berguna di masa yg akan datang.
2. Untuk laboratorium sudah memadai dan alat untuk praktikum juga
sudah lengkap tetapi ada beberapa alat yang sudah rusak alangkah

35
lebih baiknya segera diganti agar kegiatan praktikum berjalan
dengan lancar.

2.7. Referensi

Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas Geometric


I. Bandung : ITB.

https://www.berpendidikan.com/2016/04/pengertian-sudut-dan-macam-
macam-jenis-sudut-beserta-contohnya.html (diakses pada 4 November
2018)

http://bahanteknikmesin.blogspot.com/2012/10/metrologi-industri.html
(diakses pada 4 November 2018)

http://etsworlds.blogspot.com/2017/05/alat-ukur-sudut-bevel-protractor-
busur.html (diakses pada 4 November 2018)

https://id.wikipedia.org/wiki/Height_gauge (diakses pada 5 November 2018)

https://www.coursehero.com/file/p7839o6/HIGH-GAUGE-Height-gauge-
adalah-sebuah-alat-pengukuran-yang-berfungsi-mengukur/ (diakses
pada 5 November 2018)

36
2.8. LAMPIRAN

37
38
Modul III
(PENGUKURAN KEBULATAN)

3.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara/teknik mengukur kebulatan.
2. Mampu untuk menganalisis kebulatan.

3.2. Dasar Teori


3.2.1. Pengertian

Kebulatan (roundness) adalah kondisi pada suatu permukaan


dengan penampang berbentuk lingkaran (silinder, konis dan bola),
dimana semua titik-titik dari permukaan yang dipotong oleh bidang
apapun tegak lurus terhadap sumbu (silinder dan konis) atau yang
melalui pusat (bola) mempunyai jarak yang sama dari titik pusat.

Pengukuran kebulatan merupakan pengukuran yang ditujukan


untuk memeriksa kebulatan suatu benda atau dengan kata lain untuk
mengetahui apakah suatu benda benar benar bulat atau tidak jika dilihat
secara teliti dengan menggunakan alat ukur.

Kebulatan mempunyai peranan penting dalam hal:

1. Membagi beban sama rata


2. Menentukan umur komponen
3. Menentukan kondisi suaian
4. Menentukan ketelitian putaran
5. Memperlancar pelumasan

39
Ketidak bulatatan merupakan salah satu jenis kesalahan bentuk
dan umumnya amat berkaitan dengan beberapa kesalahan bentuk lainya
seperti:

1. Kesamaaan sumbu dan konsentrisitas (concentricity)


2. Kelurusan (straighness)
3. Ketegaklurusan (perpendicularity)
4. Kesejajaran (parallelism)
5. Kesilindrikan (clindricity)

3.2.2. Dial Indikator


Dial indikator adalah salah satu alat yang digunakan untuk
mengukur kebulatansuatu benda.Berdasarkan jenis alat ukur, Dial
Indikator termasuk jenis alat ukur pembanding (komparator).
Fungsi dari dial indikator adalah sebagai berikut :
1. Mengukur tingkat kerataan pada bidang datar.
2. Mengukur tingkat kerataan pada bidang silinder.
3. Mengukur tingkat kerataan dan sisi bulat pada suatu bidang
poros.
Prinsip kerja Dial Indikator menggunakan pengubah mekanik
(kinematika) yang menerusakan serta merubah isyarat sensor yang
biasanya berupa gerakantranslasi mejadi gerakan rotasi. Yaitu
pasangan roda gigi dengan batang gigi darisistem roda gigi yang
diterapkann pada dial indikator.

Dial Indikator merupakan alat ukur dengan skala pengukuran


lebih kecil, misalnya pada pengukuran pergerakan suatu komponen
pengukuran kerataannya. Dial indikator ini merupakan alat yang tidak
dapat berdiri sendiri, alat ini harus dipasangkan pada suatu pegangan
dial indikator dan berfungsi mengatur posisi dari dial indikator
(ketinggian, kemiringan, dan kerendahnya) pada permukaan benda
yang akan diukur. Ada lima bagian bagian dari dial indikator
diantaranya sebagai berikut:

40
1. Jarum Panjang : Jarum panjang ini akan langsung bergerak apabila
bagian bidang sentuh terkena atau tertekan oleh benda kerja. Nilai
dari pergerakan jarum panjang tersebut tergantung dari nilai sekal
dial indikator itu.
2. Jarum Pendek : Jarum pendek akan bergerak satu ruas, jika jarum
panjang berputar dari angka nol sampai ke angka nol lagi artinya
satu putaran.
3. Batas Toleransi : Batas toleransi pada alat ukur dial indikatorini
terdiri dari dua batas toleransi dan dapat digeser kekiri dan kekanan
sesuai yang kita inginkan untuk melihat batas pergerakan jarum
panjang kekiri atau kekanan, ketika proses pengukuran benda kerja.
4. Bidang sentuh benda kerja : Bagian ini akan bergerak naik dan
turun jika bersentuhan dengan permukaan benda kerja saat benda
kerja bergerak terhadap bidang sentuh tersebut. Jarum panjang akan
bergerak kearah kanan apa bila bidang sentuh bergerak kearah atas.
Jarum panjang akan bergerak kekiri apabila bidang sentuh bergerak
ke bawah.

Cara penggunaan dial indikator, Agar memperoleh hasil yang


akurat, gunakanlah dial indicator/jam ukur sesui langkah-langkahnya
seperti berikut:

1. Pertama, pasanglah contact point pada dial indicator..


2. Setelah itu, dial indicator dipasangkan pada pegangannya atau dial
stand yang sudah tersedia.
3. Lalu, benda yang akan diukur ditempelkan pada contact point.
4. Kemuduan, kendorkan screw pengikat pada skala dan pastikan
jarum penunjuk berada pada angka 0. Setelah selesai, kencangkan
kembali screw pengikat.
5. Gerakanlah benda yang akan diukur sesui dengan kebutuhan.
6. Terakhir, bacalah nilai yang dihasilkan oleh jarum.

41
Cara membaca skala dan nilai hasil, Untuk membaca hasil, hal
yang perlu diperhatikan adalah jenis ukuran skala yang digunakan yaitu
dalam bentuk inchi atau millimeter.

1. Milimeter (mm)
Skala utama ditunjukkan melalui jarum panjang. Pada ukuran
millimeter, satu putaran jarum panjang bernilai 100 strip yang
artinya memiliki skala 1 milimeter dan satu putaran jarum pendek
bernilai 10 strip. Jadi, tingkat akurasinya adalah 1:100 = 0.01
milimeter.
2. Inchi
Pada ukuran inchi, satu putaran jarum panjang bernilai 100 strip
yang artinya memiliki skala 0.1 inchi dan satu putaran jarum pendek
bernilai 10 strip. Jadi, tingkat akurasinya adalah 0.1:100 = 0.001
inchi.

3.2.3. Referensi Pengukuran Kebulatan

Ada empat cara perhitungan penyimpangan terhadap kebulatn


lingkaran referensi yaitu :

1. Least Squeares Circles (LSC)

Adalah metoda yang paling umum digunakan. Luas daerah yang


tertutup oleh profil sama dengan luas daerah yang berada pada luar.

2. Minimum Circumsribed Circle (MCC)

Adalah metoda yang digunakan untuk menghitung lingkaran standar


dengan jari jari minimum yang menutupi profile data.

3. Minimum Inscribed Circle (MIC)

Metoda ini menghitung lingkaran standar dengan jari jari maksimum


yang ditutupi oleh profile data.

42
4. Minimum Zone Circle (MZC)

Metoda ini menghitung dua lingkaran konsentrik yang menutupi


profile data seperti pemisah arah minimum.

Gambar 3.1 Least Squeares Circles (LSC) Gambar 3.2 Minimum Circumsribed Circle
(MCC)

Gambar 3.3 Minimum Inscribed Circle (MIC) Gambar 3.4 Minimum Zone Circle (MZC)

43
3.3. Peralatan
3.3.1. Benda Ukur
 Ring Pejal A (normal)

Gambar 3.5 Benda Pejal A

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Ring Pejal B (rusak)

Gambar 3.6 Benda Pejal B

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

44
3.3.2. Alat Ukur
 Dial Indicator / Jam Ukur

Gambar 3.7 Dial Indicator

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Busur Derajat

Gambar 3.8 Busur Derajat

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

45
3.3.3. Alat Ukur Bantu
 V- Block

Gambar 3.9 V-Block

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Dial Stand

Gambar 3.10 Dial Stand

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

46
3.4. Langkah Percobaan
3.4.1. Persiapan pengukuran :
 Persiapkan tempat untuk proses pengukuran.
 Periksa keberadaan alat sesuai dengan yang tercantum pada kartu
alat. Bila sesuai dengan yang tercantum pada kartu alat tersebut, isi
kartu pemakaian alat yang sudah disediakan. Apabila belum
lengkap tanyakan kepada asisten.
 Bersihkan peralatan dengan menggunakan tissue yang dibasahi
dengan wash bensin.
 Tuliskan data alat ukur pada lembar kerja, table 2.
3.4.2. Pengukuran Kebulatan dengan Jam Ukur/Dial Indicator
 Persiapkan jam ukur, dail stand, dan v-block.
 Pasang jam ukur pada dial stand.
 Beri tanda garis pada benda ukur 1 (ring pejal A) dari nomor satu
sampai 12 searah jarum jam.
 Letakkan benda ukur 1 pada v-block, lihar gambar 3.4 1.
 Atur posisi sensor jam ukur hingga menyentuh permukaan benda
ukur pada posisi garis sebelah kanan nomor 1, lihar gambar 3.4 2.
 Pasang stopper di belakang benda ukur yang ditumpulkan pada
kolom dial stand agar pengukuran bias segaris.
 Atur ketinggian jam ukur ± setengah dari daerah maksimum jam
ukur, sehingga mencukupi untuk penyimpangan kekiri dan kekanan
dengan menaikkandan menurunkan lengan pemegang jam ukur,
kemudian set nol.
 Putar benda ukur searah jarum jam ke posisi garis kanan nomor 2.
 Tuliskan hasil pengukuran pada table 3.

47
 Lakukan proses pengukuran untuk posisi berikutnya hingga posisi
nomor 12.

Gambar 3.11 Pengukuran kebulatan dengan V-Block dan Jam Ukur.

 Putar benda ukur ke posisi garis sebelah kanan nomor 1, kemudian


putar balik sehingga menempati posisi garis sebelah kanan nomor
12.
 Tuliskan hasil pengukuran pada table 3.
 Lakukan proses pengukuran untuk pengukuran berlawanan arah
jarum jam hingga ke posisi garis sebelah kanan nomor 1.

Gambar 3.12 Petunjuk Posisi sensor Jam Ukur

 Dengan tidak mengubah setup, ulangi prosedur point 8 untuk garis


sebelah kiri nomor 1 (nomor 1’).
 Buat grafik kebulatan dari benda ukur pada grafik koordinat polar.
 Lakukan hal yang sama seperti point diatas untuk benda ukur 2
(ring pejal B).

Cari letat titik minimum zone center (MZC) dengan menggunakan


mistar lingkaran, kemudian hitung MRZ-nya

48
3.4.3. Perawatan Alat Ukur dan Peralatan
 Bersihkan alat ukur dan peralatan lainnya.
 Lapisi alat ukur, benda kerja dan peralatan lainnya yang cenderung
dapat berkarat dengan vaselin.
 Simpan peralatan praktikum pada tempatnya.
 Mintalah asisten untuk memeriksa kelengkapan alat dan
membubuhkan tandatangan pada kartu alat.
 Rapikan dan bersihkan ruangan/tempat praktikum sebelum
meniggalkan ruang praktikum.

49
3.5. Analisis
3.5 .1. Analisis Benda A (Normal)

Gambar 3.13 Analisis Benda Pejal A

Berdasarkan praktikum yang dilakukan tentang “pengukuran


kebulatan” maka diperoleh analisa sebagai berikut:
Setelah dilakukan pengukuran yang dilakukan pada 12 titik (mulai
dari titik 1 sampai dengan titik 12) maka diperoleh harga pengukuran
yang bervariasi ada yang sama dan ada juga yang beda, kemudian
dilakukan pengukuran kebulatan dengan membalik arah putaran
pengukuran (mulai dari titik 12 sampai dengan titik 1) harga yang
didapatkan juga ada yang sama dan ada juga yang beda. Dari kedua
metode pengukuran tersebut dirata-ratakan kemudian hasil nilai
kebulatan yang didapat ada beberapa titik yang berbeda dan ada
beberapa titik yang nilai kebulatannya sama.
Benda A adalah benda yang memiliki kebulatan yang normal,
seharusnya nilaidari 12 titik tersebut sama, hal tersebut dapat berbeda
mungkin karena ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti
kesalahan pada alat dan mungkin juga karena kesalahan pengamat
dalam membaca nilai-nilai dari setiap 12 titik tersebut.

50
3.5 .2. Analisis Benda B (Rusak)

Gambar 3.14 Analisis Benda Pejal B

Setelah dilakukan pengukuran yang dilakukan pada 12 titik (mulai


dari titik 1 sampai dengan titik 12) maka diperoleh harga pengukuran
yang berbeda-beda, kemudian dilakukan pengukuran kebulatan dengan
membalik arah putaran pengukuran (mulai dari titik 12 sampai dengan
titik 1) harga yang didapatkan juga berbeda-beda. Dari kedua metode
pengukuran tersebut dirata-ratakan kemudian hasil nilai kebulatan yang
didapat berbeda semua.
Benda B adalah benda yang kebulatannya rusak atau tidak bulat
sempurna, jadi dari data yang telah diamati sudah benar

51
3.6. Penutup
3.6.1. Kesimpulan
Dari peraktikum pengukuran kebulatan ini maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dial Indikator merupakan alat ukur yang digunakan untuk
pengukurankebulatan dengan ketilitian yang cukup cermat.
2. Pengukuran Dial Indikator merupakan pengukuran yang berupa alat
ukur pembanding, yang membandingkan selisih harga ukuran
dengan ukuran standar.
3. Kesalahan- kesalahan pengukuran disebabkan operator yang
melakukan pengukuran, kesalahan alat ukur yang sudah mengalami
keausan, serta kesalahan bentuk benda ukur yang disebabkan oleh
kesalahan pada proses pemesinan.

3.6.2 Saran

Adapun saran yang diberikan pada praktikum ini adalah :


5. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan menguasai
teori terlebihdahulu agar memudahkan dalam melakukan
praktikum.
6. Dalam praktikum hendaknya mengikuti perosedur yang baik.
7. Bersikap serius selama melakukan pengukuran.
8. Pengukuran harus dilakukan dengan cermat agar hasil pengukuran
akurat.

52
3.7. Referensi

Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas


Geometric I. Bandung : ITB.

http://faishal-mukhlish.blogspot.com/2014/06/alat-ukur-kebulatan.html

http://mesinnews.blogspot.com/2015/08/kebulatan-roundness.html

https://www.websitependidikan.com/2018/04/pengertian-fungsi-bagian-
dan-cara-menggunakan-dial-indicator.html

53
3.8. LAMPIRAN

54
55
Modul IV
(KEDATARAN DAN KELURUSAN)

4.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara/teknik mengukur kelurusan degan square level.
2. Mampu melakukan leveling.
3. Mampu melakukan pengukuran kelurusan suatu garis dengan square level.

4.2. Dasar Teori


4.2.1. Pengukuran Kedataran

Yang dimaksud dengan kedataran adalah “datar air” atau


horizontal, gaya gravitasi dianggap tegak lurus terhadap bidang yang
datar air. Bidang datar air ini juga merupakan referensi yang digunakan
dalam hampir semua pekerjaan teknik, misalnya dalam pembuatan
gedung pencakar langit, jembatan, rumah, sampai bidang pengukuran:
ilmu tanah dan metrology industri.

Alat ukur kedataran yang paling sering digunaka adalah


waterpas. Bagian utama dari alat ukur ini adalah tabung kaca yang
dibuat melengkung dengan radius lengkungnya yang relatifright besar.
Pada tabung gelas / kaca yang melengkung ini berisi cairan (spiritus /
ether) dan gelembung udara. Perpindahan gelembung udara inilah yang
dijadikan dasar prinsip pengukuran kedataran, karena gelembung udara
ini akan berpindah tempat bila posisinya menyimpang dari kedataran.
Oleh karena itu, bagian yang paling penting dari waterpas adalah
tabung kaca yang melengkung tersebut. Besar kecilnya radius dari
tabung kaca sangat mempengaruhi kepekaan dari waterpas. Makin
besar radiusnya maka makin peka waterpas tersebut. Tabung kaca yang
lengkung ini dipasangkan pada landasan dengan posisi sedemikian rupa

56
dan dilengkapi dengan baut pengunci. Baut ini fungsinya untuk
menyetel posisi nol (posisi datar) dari gelembung udara. Permukaan
dari landasan biasanya berbentuk V dan ada pula yang datar. Pada
posisi melintang dari landasan biasanya dilengkapi dengan tabung kaca
yang kecil juga melengkung dan berisi gelembung udara. Fungsi dari
tabung kaca adalah untuk menyetel osisi waterpas apabila terjadi
kemiringan. Adanya kemiringan dari landasan pada muka ukur adalah
akan mengakibatkan kekeliruan dalam pengukuran.

4.2.2. Pengkuran Kelurusan


Suatu permukaan benda dikatakan lurus bila bidang permukaan
tersebut berbentuk garis lurus seandainya digambarkan dalam bentuk
garis. Kelurusan dari permukaan suatu komponen sangat penting
perannya dalam permesinan, seperti meja-meja mesin bubut, mesin
skrap, mesin frais dan mesin gerinda, bekerjanya teliti. Dalam hal ini
diperlukan tingkat kelurusan yang sangat, termasuk di dalamnya cara
memeriksa kelurusan itu sendiri. Beberapa peralatan ukur yang bisa
digunakan antara lain:
1. Square Level
Pertama-tama letakkan square level pada posisi sejajar dengan
garis yang menghubungkan dua kaki penyangga meja (kaki
pertama dan kedua) dan tegak lurus dengan garis yang
menghubungkan garis ketiga. Berilah tanda posisi square level
tersebut. Lalu, aturlah posisi gelembung tabung horizontal sehingga
berada ditengah tabung dengan cara menaikkan penyangga meja
(kaki pertama dan kedua) dengan menggunakan kunci pas.
Kemudia aturlah posisi gelembung tabung vertical sehingga berada
ditengah tabung dengan cara menaikkan atau menurunkan kaki
ketiga penyangga meja.
2. Waterpass
Pertama-tama waterpas diletakkan pada selang pertama, yaitu
antara garis nol dan garis satu. Pada posisi ini bacalah kedudukan
gelembung dua kali, yaitu pada ujung gelembung kiri dan kanan.

57
Kemudian pada tempat yang sama baliklah posisi waterpas dan
pembacaan dilakukan dua kali lagi. Catatlah harga rata-rata dari
empat pengamatan, jangan lupa mencantumkan tanda positif
(gelembung sebelah kanan) atau negative (gelembung sebelah kiri).
Kemudian waterpas dipindahkan ke selang kedua, antara garis satu
dengan garis dua. Pencatatan harga rata-rata dari empat pengamatan
dilakukan lagi. Demikianlah seterusnya hingga waterpas pada
selang terakhir (selang ke-n). Untuk memastikan hasil pengukuran,
pengamatan di ulang, tapi dengan urutan terbalik, yaitu mulai dari
selang ke-n sampai kembali ke selang pertama. DEngan demikian
untuk setiap selang dapat dicari harga rat-rata 8 angka hasil
pengamatan.
4.2.3. Pengukuran Kerataan

Suatu bidang rata teoritik dapat dibuat dengan menggeserkan


suatu garis lurus diatas dua buah garis lain yang sejajar (dua garis tepi).
Garis lurus tersebut dinamakan sebagai “garis pembentuk” (generator
line). Jadi, pada suatu bidang rata dapat di imajinasikan garis-garis
pembentuk yang sejajar yang tidak terhingga banyaknya.

Apabila kedua garis tepi diatas dimana garis pembentuk itu


digeserkan, ternyata tidak sejajar (namun proyeksi salah satu pada
bidang garis lain membentuk dua garis yang sejajar), yang akan
terbentuk bukanlah bidang yang rata, melainkanbidang terpuntir
(twisted plane). Jika garis-garis pembentuk ini di letakakkan pada
bidang yang terpuntir, proyeksi garis-garis pada bidang rata ideal masih
tetap sejajar. Bila garis garis terbentuk pada posisi menyilang tegak
lurus terhadap garis-garis pembentuk semula, garis-garis pembentuk
semula dan yang baru akan saling berpotongan tegak lurus meskipun
bidang nya tidak merupakan bidang rata.

Berdasarkan ulasan di atas, untuk mengecek kerataan tiap


bidang dapat diletakkan dua garis lurus sebagai diagonal bidang persegi
empat yang bersangkutan. Apabila kedua garis diagonal tersebut

58
berpotongan berarti bidangnya rata. Bila diagonal tersebut tidak
berpotongan melainkan menyilang satu di atas yang lain menandakan
bahwa bidangnya terpuntir,

4.2.4. Meja Rata

Meja datar digunakan sebagai landasan untuk penggambaran


banda, meja datar adalah alat dengan permukaan rata dan keras sangat
baik untuk penandaan yang teliti dan memeriksa benda kerja. Meja
Perata ini berfungsi untuk menguji kerataan permukaan. Selain itu meja
datar di gunakan untuk meletakkan benda kerja serta alat-alat
menggambar. Biasanya meja perata (surface table) terbuat dari besi
tuang, keramik atau batu granit. Alat ini dipergunakan sebagai landasan
untuk memukul atau meratakan benda kerja yang bengkok. Harus
diusahakan agar permukaan meja datar ini tidak rusak atau cacat, dan
hasil lukisan atau pekerjaan yang dikerjakan tetap baik.

4.2.5. Square Level

Square level adalah sebuah alat yang dirancang untuk


menunjukkan apakah suatu permukaan horizontal atau vertical.
Berbagai jenis alat ini dapat digunakanoleh tukang kayu, tukang batu,
pekerja bangunan perdagangan lainnya, surveyor, millwrights, dan
metalworkers lainnya, dan dalambeberapa profesi videographic atau
fotografi.

Dalam praktikum ini square level berfungsi untuk mengukur


suatu benda yaitu meja rata, yang diukur adalah kedataran dan kerataan
meja rata tersebut.

4.2.6. Kalibrasi

Kalibrasi adalah kegiatan untuk menentukan kebenaran


konvensional nilai penunjukkan alat ukur dan bahan ukur dengan cara
membandingkan terhadap standar ukur yang mampu telusur (traceable)
ke standar nasional maupun internasional untuk satuan ukuran dan/atau
internasional dan bahan-bahan acuan tersertifikasi.

59
Tujuan kalibrasi :

1. Mencapai ketertelusuran pengukuran. Hasil pengukuran


dapat dikaitkan/ditelusur sampai ke standar yang lebih
tinggi/teliti (standar primer nasional dan / internasional),
melalui rangkaian perbandingan yang tak terputus.
2. Menentukan deviasi (penyimpangan) kebenaran nilai
konvensional penunjukan suatu instrument ukur.
3. Menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai dengan standar
Nasional maupun Internasional.

Manfaat Kalibrasi :

1. Menjaga kondisi instrumen ukur dan bahan ukur agar tetap


sesuai dengan spesefikasinya
2. Untuk mendukung sistem mutu yang diterapkan di berbagai
industri pada peralatan laboratorium dan produksi yang
dimiliki.
3. Bisa mengetahui perbedaan (penyimpangan) antara harga
benar dengan harga yang ditunjukkan oleh alat ukur.

60
4.3. Peralatan
4.3.1. Benda Ukur
 Meja Rata

Gambar 4.1 Meja Rata

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

4.3.2. Alat Ukur


 Square Level

Gambar 4.2 Square Level

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

61
4.3.3. Alat Ukur Bantu
 Mistar

Gambar 4.3 Mistar

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Kunci Pas

Gambar 4.4 Kunci Pas

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

62
4.4. Langkah Percobaan
4.4.1. Persiapan pengukuran :
 Persiapkan tempat untuk proses pengukuran.
 Periksa keberadaan alat sesuai dengan yang tercantum pada kartu
alat. Bila sesuai dengan yang tercantum pada kartu alat tersebut, isi
kartu pemakaian alat yang sudah disediakan. Apabila belum
lengkap tanyakan kepada asisten.
 Bersihkan peralatan dengan menggunakan tissue yang dibasahi
dengan wash bensin.
 Tuliskan data alat ukur pada lembar kerja, table 2.
4.4.2. Pelaksanaan Pengkuran
4.4.3. Penyetelan Kedataran Meja Rata
 Letakkan square level pada posisi sejajar dengan garis yang
menghubungkan dua kaki penyangga meja (kaki pertama dan
kedua) dan tegak lurus dengan garis yang menghubungkan garis
ketiga. Berilah tanda posisi square level tersebut.
 Aturlah posisi gelembung tabung horizontal sehingga berada
ditengah tabung dengan cara menaikkan penyangga meja (kaki
pertama dan kedua) dengan menggunakan kunci pas.
 Kemudia aturlah posisi gelembung tabung vertical sehingga berada
ditengah tabung dengan cara menaikkan atau menurunkan kaki
ketiga penyangga meja.
 Ulangi prosedur tersebut hingga posisi gelembung udara tidak
berubah pada saat posisi square level dibalik.
4.4.4. Pengukuran Kelurusan Garis Diagonal (garis AC)
 Pasang batang pembimbing pada garis diagonal (garis AC) meja
rata yang akan diperiksa kelurusannya, atau sedemikian rupa
sehingga skala pada batang pembimbing melingkupi daerah
pemeriksaan, dan jepit pada sekitar ujung horizaontal meja rata.
 Beri selang kedudukan ujung-ujung sqare level pada garis yang
akan digunakan selama pengukuran. Panjang selang adalah 30mm
dari kedudukan sebelumnya

63
 Untuk garis AC digunakan 15 selang
 Lakukan pembacaan posisi gelembung udara dengan urutan
pembacaan skala kiri yang dilanjutkan dengan pembacaan skala
kanan. Pembacaan positif dan negative dapat dirumuskan sendiri.
(penyimpangan ke kiri atau ke kanan)
 Ulangi pembacaan posisi gelembung untuk selang-selang
berikutnya pada aris yang sama (dua kali pembacaan pada masing-
masing selang: baca skala kiri, baca skala kanan)
 Setelah pembacaan pada selang terakhir, ulangi prosedur dengan
urutan selang terakhir ke selang pertama pada garis tersebut.
 Tuliskan hasil pengukuran tersebut pada table 2.
 Lakukan analisis kelurusan
 Tuliskan hasil perhitungan pada lembar keja, table 4.
 Berdasarkan perhitungan tersebut gambarkan kesalahan kelurusan
pada grafik 1 dan tentukan harga kesalahan tersebut.
 Berikan kesimpulan dari hasil pengukuran tersebut.
4.4.5. Pengukuran Kelurusan Garis Diagonal (garis BD)
 Pasang batang pembimbing pada garis diagonal (garis BD) meja
rata yang akan diperiksa kelurusannya, atau sedemikian rupa
sehingga skala pada batang pembimbing melingkupi daerah
pemeriksaan, dan jepit pada sekitar ujung horizaontal meja rata.
 Beri selang kedudukan ujung-ujung sqare level pada garis yang
akan digunakan selama pengukuran. Panjang selang adalah 30mm
dari kedudukan sebelumnya
 Untuk garis AC digunakan 15 selang
 Lakukan pembacaan posisi gelembung udara dengan urutan
pembacaan skala kiri yang dilanjutkan dengan pembacaan skala
kanan. Pembacaan positif dan negative dapat dirumuskan sendiri.
(penyimpangan ke kiri atau ke kanan)
 Ulangi pembacaan posisi gelembung untuk selang-selang
berikutnya pada aris yang sama (dua kali pembacaan pada masing-
masing selang: baca skala kiri, baca skala kanan)

64
 Setelah pembacaan pada selang terakhir, ulangi prosedur dengan
urutan selang terakhir ke selang pertama pada garis tersebut.
 Tuliskan hasil pengukuran tersebut pada table 3.
 Lakukan analisis kelurusan
 Tuliskan hasil perhitungan pada lembar keja, table 5.
 Berdasarkan perhitungan tersebut gambarkan kesalahan kelurusan
pada grafik 2 dan tentukan harga kesalahan tersebut.
 Berikan kesimpulan dari hasil pengukuran tersebut.
4.4.6. Analisis Hasil Pengukuran
 Dengan melihat hasil pembacaan pada arah maju dan mundur
(masing-masing garis), terangkanlah penyebab terjadinya
perbedaan harga (kalau ada) dari hasil pengukuran tersebut! (pada
selang-selang yang berhimpitan sewaktu pengukuran maju dan
mundur)
 Dari analisi kelurusan, tentukan penyimpangan maksimum
kelurusan masing-masing garis tersebut!
 Tuliskan arah pengukuran yang dilakukan (kekiri/kekanan) dari
posisi 1 pada tiap garis dan pembacaan skala (positif sebelah kiri
atau kanan) square level. Jika harga ketinggian (pada kolom V)
harus dikalikan dengan -1 berarti cara pengukuran terbalik. Agar
pengukuran tidak terbalik maka jelaskan prosedur pengukuran yang
terbaik (arah pengukuran dan pembacaan skala positif)
 Tuliskan analisa hasil pengukuran pada lembar kerja.

65
4.5. Analisis

Modul 4 yaitu tentang pengukuran kedataran dan kelurusan yang


menggunakan alat ukur square level. Pada alat ukur ini sangatlah teliti.
Pengukuran kedataran dan kelurusan ini mengukur diagonal AC dan BD. Pada
setiap diagonal, dilakukan pengukuran sebanyak dua kali yaitu dengan
pengukuran maju dan mundur. Saat pengukuran maju dan mundur ada
beberapa hasil pengukuran yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi adalah
saat cairan dalam square level belum stabil namun sudah dicatat datanya.

Pada dasarnya, meja yang telah di leveling sudah menunjukkan


kalibrasi datar dan lurus. Tetapi pada saat pengukuran tidak menunjukkan
angka nol (0). Itu bias disebabkan karena adanya banyak getaran yang
menyebabkan baut bergerak sehingga kedatarannya pun berubah-ubah.

Saat perhitungan maju dan mundur pada diagonal AC terdapat


perbedaan pada beberapa titik, hal tersebut dapat terjadi karena tidak telitinya
praktikan dalam mengukur dan membaca hasil dari alat pengukuran kelurusan
dan kedataran atau square level. Begitu juga pada diagonal BD ada beberapa
titik yang berbeda saat pengukuran maju dan pengukuran mundur.

Pada diagonal AC dengan besar simpangan maksimalnya adalah 0,04


dan simpangan terkecilnya adalah 0. Simpangan rata-rata pada diagonal AC
adalah 0,016. Lalu pada diagonal BD nilai simpangan maksimalnya adalah
0,04 dan simpangan terkecilnya adalah 0. Simpangan rata-rata pada diagonal
BD adalah 0,0153. Hasil tersebut hamper sama dengan diagonal AC.

66
4.6. Penutup
4.6.1. Kesimpulan
Dari peraktikum pengukuran kebulatan ini maka diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam pengukuran kelurusan dan kedataran ini menggunakan alat
square level dimana cara menggunakannya pertama kali dengan
cara mengkalibrasi meja datar dulu sampai pada indictor pada
square level menunjukkan di titik 0 atau sudah seimbang antara
kedua sisinya, lalu setiap strip pada indikatornya nilainya adalah
0,02. Kekanan itu positif sedangkan kekiri itu negatif.
2. Leveling pada meja datar denga cara mengencangkan atau
mengendorkan baut yang menjadi kaki meja datar tersebut, ketika
terlalu tinggi dikendorkan dan ketika terlalu rendah maka
dikencangkan.
3. Pengukuran setiap garis atau diagonal dengan cara menggeser
square level maju sebanyak 15 titik dan mundur sebanyak 15 titik.

4.6.2 Saran

Adapun saran yang diberikan pada praktikum ini adalah :


1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan menguasai
teori terlebih dahulu agar memudahkan dalam melakukan
praktikum.
2. Dalam praktikum hendaknya mengikuti perosedur yang baik.
3. Bersikap serius selama melakukan pengukuran.
4. Pengukuran harus dilakukan dengan cermat agar hasil pengukuran
akurat.

67
4.7. Referensi

Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas Geometric


I. Bandung : ITB.

http://infopemesinan.blogspot.com/2014/05/meja-datar-surface-table-meja-
datar.html (diakses pada 23 November 2018)

https://id.wikipedia.org/wiki/Kalibrasi (diakses pada 23 November 2018)

http://nopri13.blogspot.com/2010/12/alat-ukur-kedataran-kelurusan-
serta.html (diakses pada 23 November 2018)

http://ekasetiawahyudi.blogspot.com/2012/11/alat-ukur-kelurusan-kedataran-
dan.html (diakses pada 23 November 2018)

68
4.8. LAMPIRAN

69
70
71
72
73
74
Modul V

(PENGUKURAN DIMENSI PRODUK)

5.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Tahu dan paham cara mengukur dimensi suatu produk sesuai dengan
spesifikasi gambar teknik
2. Tahu dan paham mana saja alat ukur yang paling cocok untuk digunakan

5.2. Dasar Teori


Pengukuran merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting
dalam kehidupan kita. Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu
besaran dengan besaran lain sejenis yang dipergunakan sebagai satuannya.
Misalnya, Anda mengukur panjang buku dengan mistar, artinya Anda
membandingkan panjang buku tersebut dengan satuan-satuan panjang yang
ada di mistar, yaitu milimeter atau centimeter, sehingga diperoleh hasil
pengukuran, panjang buku adalah 210 mm atau 21 cm.
5.2.1. Alat Ukur
Macam-macam alat ukur berguna untuk menentukan nilai dari
satuan besaran, entah itu besaran pokok atau besaran turunan.
Pengukuran dengan perasaan itu jelas tidak valid. Untuk menentukan
nilai dari satuan besaran dengan presisi diperlukan alat ukur yang
sesuai dengan jenis besarannya.
5.2.2. Jenis – Jenis Alat Ukur
Berdasarkan sifat aslinya, dapat dibedakan atas:
1. Alat Ukur Langsung

75
Yaitu alat ukur yang dilengkapi dengan skala ukur yang
lengkap, sehingga hasil pengukuran dapat langsung diperoleh.
Contohnya : jangka sorong, mikrometer.

2. Alat Ukur Pembanding

Yaitu alat ukur yang berfungsi untuk mengukur beda ukuran


suatu produk dengan ukuran dasar produk yang telah diperkirakan
terlebih dahulu dengan blok ukur. Contohnya : dial indicator.

3. Alat Ukur Standar

Yaitu alat ukur yang hanya dilengkapi dengan satu skala


nominal, tidak dapat memberikan hasil pengukuran secara
langsung, dan digunakan untuk alat kalibrasi dari alat ukur lainnya.
Contohnya : blok ukur.

4. Alat Ukur Kaliber Batas

Yaitu alat ukur yang berfungsi untuk menunjukkan apakah


dimensi suatu produk berada di dalam atau diluar dari daerah
toleransi produk tersebut. Contohnya : kaliber lubang dan kaliber
poros.

5. Alat Ukur Bantu

Yaitu alat ukur yang berfungsi untuk membantu dalam


proses pengukuran. Sebenarnya alat ini tidak bisa mengukur objek,
namun karena peranannya yang sangat penting dalam pengukuran
maka alat ini dinamakan juga dengan alat ukur. Contohnya : meja
rata, stand magnetic, batang lurus.

Berdasarkan sifat turunannya, dapat dibedakan atas:

1. Alat Ukur Khas

Yaitu alat ukur yang dibuat khusus untuk mengukur


geometri yang khas, misalnya kekasaran permukaan, kebulatan,
profil gigi pada roda gigi. Alat ukur jenis ini dapat dilengkapi skala

76
dan dilengkapi alat pencatat atau penganalisis data. Contohnya alat
ukur roda gigi.

2. Alat Ukur Koordinat

Yaitu alat ukur ysang memiliki sensor yang dapat


digerakkan dalam ruang, digunakan untuk menentukan posisi
Contohnya alat ukur posisi.

Berdasarkan prinsip kerjanya, dibedakan atas:

1. Alat ukur mekanik


2. Alat ukur elektrik
3. Alat ukur optic
4. Alat ukur pneumatic
5. Alat ukur hidrolik dan aerodinamik

5.2.3. Metode – Metode Pengukuran


Dalam metrologi industri pengukuran memiliki beberapa
macam metode, yaitu:
1. Pengukuran Langsung
Yaitu pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat
ukur langsung dimana hasil pengukuran dapat diperoleh secara
langsung.
2. Pengukuran Tak Langsung
Yaitu pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan alat
ukur pembanding dan alat ukur standar, dimana hasil pengukuran
tidak dapat diperoleh secara langsung.
3. Pengukuran dengan Kaliber Batas
Yaitu pengukuran yang dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah dimensi suatu produk berada di dalam atau
diluar daerah toleransi produk tersebut.

77
4. Membandingkan dengan Bentuk Standar
Yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara membandingkan
bentuk produk dengan bentuk standar dari produk tersebut.
Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan profil proyektor.
5.2.4. Mikrometer
Bagian dari micrometer :

Gambar 5.1 Mikrometer Sekrup

Mikrometer dirancang dengan bentuk yang bermacam-macam,


di sesuaikan dengan fungsinya. Mikrometer luar mempunyai bentuk
rangka menyerupai huruf C dengan rahang ukur yang dapat di geser
atau di setel dan di lengkapi dengan skala ukuran, skala nonius tabung
putar, dan ratset seperti terlihat pada gambar diatas.
Mikrometer berfungsi untuk mengukur panjang/ketebalan/diameter
dari benda-benda yang cukup kecil seperti lempeng baja, aluminium,
diameter kabel, kawat, lebar kertas, dan masih banyak lagi. Penggunaan
mikrometer sekrup sangat luas, intinya adalah mengukur besaran
panjang dengan lebih presisi.
5.2.5. Mikrometer Tiga Kaki (Triobor)
Mikrometer dalam tiga kaki untuk mengukur diameter dalam
cermat, karena kedudukan micrometer selalu tetap ditengah lingkaran.
Ketelitiannya mencapai 0,005 mm

Gambar 5.2 Triobor

78
5.2.6. Jangka Sorong
Jangka sorong adalah alat ukur yang mampu mengukur jarak,
kedalaman, maupun ‘diameter dalam’ suatu objek dengan tingkat
akurasi dan presisi yang sangat baik (±0,05 mm). Hasil pengukuran dari
ketiga fungsi alat tersebut dibaca dengan cara yang sama.
Jangka sorong memiliki dua macam skala :
 Skala Utama (dalam satuan cm)
 Skala Nonius (dalam satuan mm)

Gambar 5.3 Skala Nonius & Utama pada Jangka Sorong

Fungsi Jangka Sorong :


 Mengukur Diameter Luar Benda.
Cara mengukur diameter, lebar atau ketebala benda :

Gambar 5.4 Mengukur Diameter Luar Benda

Putarlah pengunci kekiri, buka rahang, masukkan benda ke rahang


bawah jangka sorong, geser rahang agar rahang tepat pada benda,
putar pengunci ke kanan.

79
 Mengukur Diameter Dalam Benda.
Cara mengukur bagian dalam sebua pipa atau tabung.

Gambar 5.5 Mengukur Diameter Dalam Benda


Putarlah pengunci ke kiri, masukkan rahang atas ke dalam benda,
geser rahang tepat pada benda, putar pengunci ke kanan.
 Mengukur Kedalaman Benda.
Cara mengukur kedalaman benda

Gambar 5.6 Mengukur Kedalaman Benda


Putarlah pengunci ke kiri, buka rahang, dorong hingga ujung lancip
menyentuh dasar tabung, putar pengunci ke kanan.

80
Jenis – jenis jangka sorong
Jenis – jenis jangka sorong dapat dibedakan berdasarkan media
pembacaan ukurannya. Ada tiga jenis jangka sorong yaitu sebagai
berikut:
 Jangka Sorong Biasa, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
menyerupai meteran roll
 Jangka Sorong Analog, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
melalui jarum ukuran analog yang ditempelkan di bagian muka.
Jangka sorong analog dikenal dengan jangka sorong manual.
 Jangka Sorong Digital, yaitu jangka sorong yang pembacaannya
berdasarkan angka-angka yang tertera pada layar digital.
Pengukuran dgital brjalan dengan otomatis, yaitu ketika benda
diukur, maka hasil pengukuran akan tertera pada layar digital.
5.3. High Master

Gambar 5.7 Height Master

Height master adalah sebuah alat pengukuran yang berfungsi


mengukur tinggi benda terhadap suatu bidang acuan atau bisa juga
untuk memberikan tanda goresan secara berulang terhadap benda kerja
sebagai acuan dalam proses permesinan. Jenis yang pertama sering
digunakan pada dokter operasi untuk menemukan tinggi seseorang.
Height master memiliki dua buah kolom berulir dimana kepala
pengukur bergerak naik turun akibat putaran ulir kasar dan halus yang

81
digerakkan oleh pengukur. Alat pengukur ini digunakan pada pekerjaan
logam atau metrologi untuk menetapkan maupun mengukur jarak
tegak. Untuk meningkatkan keakuratan pengukuran dengan
mengurangi defleksi pada benda kerja, height master sering
dipasangkan dengan dual probe dial indicator. Selain itu dengan
penambahan probe dua arah, height gauge mampu mengukur diameter
luar dan dalam dari sebuah lubang dalam posisi horisontal.
5.2.7. Mikrometer Kedalaman

Gambar 5.8 Mikrometer Kedalaman

Mikrometer kedalaman digunakan untuk mengukur kedalaman


dan ketinggian suatu objek, misalnya untuk mengukur kedalaman suatu
lobang atau celah benda kerja. Ketelitian alat ukur ini adalah 0,01 mm.
Mikrometer ini mempunyai batas ukur 0 – 25 mm, tetapi ia dilengkapi
dengan batang ukur pengganti yang terdiri dari satu set, berisi 6 (enam)
batang, sehingga ia dapat digunakan untuk mengukur kedalaman suatu
ukuran yang lebih dari 25 mm. masing-masing batang ukur mempunyai
ukuran yang berbeda, yaitu: 0 – 25 mm, 25– 50 mm, 59 – 75 mm, 75 –
100 mm, 100 – 125 mm dan 125 – 150 mm.

Batang-batang pengukur ini dapat dimasukkan dalam rangka


ukur, dengan jalan menggerakkan bidal. Jadi penggantian batang ukur,
sangat tergantung dari kedalaman pengukuran yang diinginkan.
Pembacaan skala alat ukur ini sama dengan pembacaan pada skala ukur
mikrometer luar, hanya arah pemutaran bidalnya berlawanan.

82
5.3. Peralatan
5.3.1. Benda Ukur
 Flens

Gambar 5.9 Flens

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Roda Gigi

Gambar 5.10 Roda Gigi Sudut

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

83
5.3.2. Alat Ukur
 Mistar

Gambar 5.11 Mistar

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Jangka Sorong (Vernier Caliber)

Gambar 5.12 Jangka Sorong 0,05

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

84
 Jangka Sorong Kedalaman

Gambar 5.13 Jangka Sorong Kedalaman

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Mikrometer

Gambar 5.14 Mikrometer

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

85
 Mikrometer Kedalaman

Gambar 5.15 Mikrometer Kedalaman

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 Mikrometer Tiga Kaki (Triobor)

Gambar 5.16 Mikrometer Kaki Tiga (Triobor)

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

86
 Height Master

Gambar 5.17 Height Master

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

87
5.4. Langkah-langkah Percobaan
5.4.1. Persiapan Pengukuran
 Persiapkan tempat untuk pengukuran
 Periksa keberadaan alat sesuai dengan yang tercantum pada kartu
alat. Bila sesuai dengan yang tercantum pada kartu alat tersebut, isi
kartu pemakaian alat yang sudah disediakan. Apabila belum
lengkap tanyakan kepada asisten
 Bersihkan peralatan dengan menggunakan wash bensin
 Tuliskan data alat ukur pada lembar kerja, tabel 2
5.4.2. Mengamati ketinggian
a. Pengukuran dengan mistar.
 Pelajari cara pengukuran mistar
 Pelajari fungsi mistar
 Pelajari gambar benda ukur A dan B
 Periksa kedudukan nol dari mistar
 Ukur jarak t1, t2, t3, dan t4
 Tuliskan hasil pembacaan pengujuran pada lembar kerja tabel 3
b. Pengukuran dengan Jangka Sorong
 Pelajari cara pengukuran jangka sorong
 Pelajari fungsi jangka sorong
 Pelajari gambar benda ukur A Gambar 1 dan B Gambar 2
 Periksa kedudukan nol dari jangka sorong
 Ukur jarak t1, t2, t3, dan t4
 Tuliskan hasil pembacaan pengujuran pada lembar kerja tabel 3
c. Pengukuran dengan High Master
 Pelajari cara pengukuran High Master
 Pelajari fungsi High Master
 Pelajari gambar benda ukur A Gambar 1 dan B Gambar 2
 Periksa kedudukan nol dari High Master
 Ukur jarak t1, t2, t3, dan t4
 Tuliskan hasil pembacaan pengujuran pada lembar kerja tabel 3

88
d. Pengukuran dengan Vernier Depth
 Pelajari cara pengukuran Vernier Depth
 Pelajari fungsi Vernier Depth
 Pelajari gambar benda ukur A Gambar 1 dan B Gambar 2
 Periksa kedudukan nol dari Vernier Depth
 Ukur jarak t1, t2, t3, dan t4
 Tuliskan hasil pembacaan pengujuran pada lembar kerja tabel 3
e. Pengukuran dengan Mikrometer
 Pelajari cara pengukuran Mikrometer
 Pelajari fungsi Mikrometer
 Pelajari gambar benda ukur A Gambar 1 dan B Gambar 2
 Periksa kedudukan nol dari Mikrometer
 Ukur jarak t1, t2, t3, dan t4
 Tuliskan hasil pembacaan pengujuran pada lembar kerja tabel 3

Gambar 5.18. Pengukuran Flens

Gambar 5.19 Pengukuran Roda Gigi

89
5.4.3. Pengukuran Diameter Lubang
a. Jangka Sorong
 Pelajari cara penggunaan jangka sorong
 Pelajari fungsi jangka sorong
 Pelajari gambar benda ukur A gambar 3 dan B gambar 4
 Periksa kedudukan nol dari jangka sorong
 Ukur diameter lubangnya
 Tuliskan hasil pengukuran pada lembar kerja, tabel 4
b. Triobor
 Pelajari cara penggunaan Triobor
 Pelajari fungsi Triobor
 Pelajari gambar benda ukur A gambar 3 dan B gambar 4
 Periksa kedudukan nol dari Triobor
 Lakukan pengukuran diameter lubangnya
 Tuliskan hasil pengukuran pada lembar kerja, tabel 4

Gambar 5.20 Flens (Tampak Atas)

Gambar 5.21 Roda Gigi (Tampak Bawah)

90
5.4.4. Pengukuran Kedalaman Lubang
a. Jangka Sorong
 Pelajari cara penggunaan Jangka Sorong
 Pelajari fungsi jangka sorong
 Pelajari gambar benda ukur A gambar 3
 Periksa kedudukan nol jangka sorong
 Ukur kedalaman lubangnya
 Tuliskan hasil pembacaan pengukuran pada lembar kerja tabel 5
b. Mikrometer Kedalaman
 Pelajari cara penggunaan micrometer kedalaman
 Pelajari fungsi micrometer kedalaman
 Pelajari gambar benda ukur A gambar 3
 Periksa kedudukan nol dari micrometer kedalaman
 Ukur kedalaman lubangnya
 Tuliskan hasil pembacaan pengukuran pada lembar kerja tabel 5
5.4.5. Analisis Hasil Pengukuran
 Sebutkan kelebihan dan kekurangan masing masing alat ukur
 Apakah t1 + t2 + t3 = t4 ?

91
5.5. Analisis

Pada praktikum pengukuran dimensi produk menggunakan 6 alat ukur


yakni, mistar, jangka sorong, triobor, high master, mikrometer sekrup, dan
mikrometer kedalaman. Tidak semua alat dapat digunakan untuk mengukur
dimensi yang kita inginkan pada produk. Hal tersebut disebabkan keterbatasan
kemampuan ukur yang dimiliki oleh masing-masing alat ukur. Masing-masing
alat ukur juga memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

1. Mistar
Kelebihan yang dimiliki mistar yakni mistar merupakan alat ukur yang
paling sederhana dibanding dengan alat ukur lainnya yang digunakan
pada praktikum ini, sehingga alat ukur ini sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Kekurangan dari mistar yakni ketelitiannya,
dimana ketelitiannya pada mistar merupakan yang paling rendah
apabila dibandingkan dengan alat ukur yang digunakan lainnya. Yaitu
sebesar yaitu 0.5 mm.
2. Jangka Sorong
Kelebihan dari jangka sorong yakni dapat digunakan hampir pada
semua dimensi produk, baik untuk mengukur dimesi luar, dimensi
dalam, maupun kedalaman benda kerja. Akan tetapi, dalam
penggunaannya jangka sorong kurang cocok jika digunakan untuk
mengukur diameter dalam pada suatu prodak
3. Triobor
Kelebihan dari triobor adalah alat ukur ini memiliki ketelitian yang
tinggi yaitu 0.01 dan sangat cocok digunakan untuk mengukur diameter
dalam karena alat ukur ini memang di design untuk mengukur diameter
dalam suatu benda sehingga dapat mengukur diameter dalam suatu
produk dengan akurat. Akan tetapi, triobor memiliki keterbatasan ukur
karena kemampuan ukur alat yang terbatas.
4. Height Master
Kelebihan height master adalah kapasitas ukur yang besar dan keteltian
yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan alat ukur lain yang

92
memiliki kapasitas ukur yang hampir sama. Kelemahan dari alat ukur
ini yaitu alat ukur ini hanya bisa digunakan untuk mengukur ketinggian
suatu benda saja.
5. Mikrometer Kedalaman
Kelebihan mikrometer kedalaman adalah dapat mengukur kedalaman
lubang dengan akurat karena memiliki ketelitian yang tinggi, yaitu
0,01mm. Kelemahan dari micrometer kedalaman adalah hanya bisa
digunakan untuk mengukur kedalaman yang bagian atasnya datar saja
dan kurang akurat hasil pengukurannya jika permukaan atas produk
tidak rata. Mikrometer kedalaman juga memiliki kelemahan yakni
keterbatasan kemampuan ukur yang hanya 0-100 mm saja.
6. Analisis Hasil Pengukuran
Dari hasil pengukuran yang dilakukan pada benda ukur A dan
B hampir keseluruhan pengukuran t1 + t2 + t3 tidak sama dengan t4.
Akan tetapi ada beberapa yang hasilnya sama. Namun karena
keterbatasan kemampuan alat, dan terdapat beberapa faktor yang
mendasari hasil dari pembacaan alat ukur jadi hasil tidak sama dan
tidak semua alat dapat digunakan untuk mengukur dimensi t1, t2, t3,
dan t4.
Perbedaan tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor,
diantaranya adalah kesalahan yang terjadi selama proses pengukuran,
baik posisi alat ukur yang salah ataupun kesalahan praktikan dalam
membaca hasil pengukuran sehingga hasil pengukuran tidak akurat.
Untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara melakukan
proses pengukuran dengan cara yang benar dan lebih teliti serta hati-
hati. Selain karena kesalahan saat proses pengukuran perbedaan
tersebut juga bisa disebabkan oleh alat ukur yang digunakan dalam
poses pengukuran tersebut memerlukan kalibrasi ulang. Untuk
mengatasi masalah ini adalah dengan cara mengkalibrasi ulang alat-alat
ukur yang digunakan.

93
5.6. Penutup
5.6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah :
1. Dalam pengukuran dengan menggunakan alat ukur Mistar, Jangka
Sorong, Micrometer, dan Triobor hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
 Pada saat akan melakukan pengukuran dilihat dulu benda kerja
yang akan diukur, apakah memungkinka atau tidak jika benda
tersebut diukur menggunakan alat tersebut.
 Saat melakukan pengukuran sebaiknya menggunakan alat yang
memiliki ketelitian tinggi agar didapatkan hasil yang tepat.
 Mengetahui tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan :
- Mistar : 0,5 mm
- Jangka Sorong (0,05 mm) : 0,05 mm
- Jangka Sorong (0,02 mm) : 0,02 mm
- Mikrometer : 0,01 mm
- Triobor : 0,005 mm
2. Pengukuran langsung adalah proses pengukuran dengan memakai
alat ukur langsung dimana hasil pengukuran langsung terbaca pada
alat ukur tersebut.

Berdasarkan hasil dari pengukuran yang dilakukan bisa


disimpulkan:

 Diameter Luar : Mikrometer luar (Outside Micrometer)


 Diameter Dalam : Triobor (Micrometer Kaki 3)
 Panjang : Mikrometer luar (Outside Micrometer)
 Lebar/tebal : Mikrometer luar (Outside Micrometer)
5.6.2 Saran
Adapun saran yang diberikan pada praktikum ini adalah :
4.4.1. Sebelum melakukan praktikum sebaiknya praktikan menguasai
teori terlebih dahulu agar memudahkan dalam melakukan
praktikum.

94
4.4.2. Dalam praktikum hendaknya mengikuti prosedur yang baik.
4.4.3. Bersikap serius selama melakukan pengukuran.
4.4.4. Pengukuran harus dilakukan dengan cermat agar hasil
pengukuran akurat.

5.7. Referensi

Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas


Geometric I. Bandung : ITB.

https://id.wikipedia.org/wiki/Height_gauge (diakses pada 2 Desember 2018)

https://fisikahappy.wordpress.com/2011/12/30/pengukuran/ (diakses pada 2


Desember 2018)

https://id.wikipedia.org/wiki/Height_gauge (diakses pada 2 Desember 2018)

http://masahyat32.blogspot.com/2012/10/membaca-alat-ukur-jangka-
sorong-dan_4461.html (diakses pada 4 Desember 2018)

https://www.studiobelajar.com/jangka-sorong/ (diakses pada 4 Desember


2018)

95
5.8. LAMPIRAN

96
97
98
Modul VI

(PENGENDALIAN KUALITAS SECARA STATISTIK)

6.1. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui dan mampu menerapkan teknik pengendalian kualitas secara
statistic dengan menggunakan Control Chart.
2. Mampu menganalisis kemampuan proses terhadap spesifikasi geometri
yang diinginkan.

6.2. Dasar Teori


6.2.1. Pengertian Kualitas
Pengertian atau definisi kualitas mempunyai cakupan yang
sangat luas, relatif,berbeda-beda dan berubah-ubah, sehingga definisi
dari kualitas memiliki banyakkriteria dan sangat bergantung pada
konteksnya terutama jika dilihat dari sisi penilaianakhir konsumen dan
definisi yang diberikan oleh berbagai ahli serta dari sudut
pandangprodusen sebagai pihak yang menciptakan kualitas. Konsumen
dan produsen ituberbeda dan akan merasakan kualitas secara berbeda
pula sesuai dengan standarkualitas yang dimiliki masing-masing.
Begitu pula para ahli dalam memberikan definisidari kualitas juga akan
berbeda satu sama lain karena mereka membentuknya dalamdimensi
yang berbeda. Oleh karena itu definisi kualitas dapat diartikan dari
duaperspektif, yaitu dari sisi konsumen dan sisi produsen.Namun pada
dasarnya konsep dari kualitas sering dianggap sebagai

99
kesesuaian,keseluruhan ciri-ciri atau karakteristik suatu produk yang
diharapkan oleh konsumen.

Adapun pengertian kualitas menurut :


1. American Society For Quality
kualitas/mutu adalah keseluruhan corak dan karakteristik
dari produkatau jasa yang berkemampuan untuk memenuhi
kebutuhan yang tampak jelasmaupun yang tersembunyi.Para
ahli yang lainnya yang bisa disebut sebagai para pencetus
kualitas jugamempunyai pendapat yang berbeda tentang
pengertian kualitas, diantaranya adalah:
2. Joseph Juran mempunyai suatu pendapat bahwa ” quality is
fitness for use ”yang bila diterjemahkan secara bebas berarti
“kesesuaian spesifikasi untukpenggunaan”.
3. Menurut Crosby dalam buku pertamanya “Quality is Free”
yang mendapatkanperhatian sangat besar pada waktu itu
(1979) menyatakan, bahwa kualitasadalah “conformance to
requirement”, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau
distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai
dengan standarkualitas yang telah ditentukan.
4. W. Edwards Deming (1982) menyatakan, bahwa kualitas
adalah kesesuaiandengan kebutuhan pasar.
Kualitas yang baik menurut produsen adalah apabila produk
yang dihasilkanoleh perusahaan telah sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan oleh perusahaan. Sedangkan kualitas yang jelek adalah
apabila produk yang dihasilkantidak sesuai dengan spesifikasi standar
yang telah ditentukan serta menghasilkanproduk rusak. Namun
demikian perusahaan dalam menentukan spesifikasi produk jugaharus
memperhatikan keinginan dari konsumen, sebab tanpa memperhatikan
ituproduk yang dihasilkan oleh perusahaan tidak akan dapat bersaing
dengan perusahaanlain yang lebih memperhatikan kebutuhan
konsumen. Kualitas yang baik menurutsudut pandang konsumen

100
adalah jika produk yang dibeli tersebut sesuai dengandengan keinginan,
memiliki manfaat yang sesuai dengan kebutuhan dan setara
denganpengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen. Apabila kualitas
produk tersebut tidakdapat memenuhi keinginan dan kebutuhan
konsumen, maka mereka akanmenganggapnya sebagai produk yang
berkualitas jelek.

6.2.2. Dimensi Kualitas Produk


Sifat khas mutu/ kualitas suatu produk yang andal harus
multidimensi karenaharus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang
besar bagi konsumen dengan melaluiberbagai cara. Oleh karena itu,
sebaiknya setiap produk harus mempunyai ukuran yangmudah dihitung
(misalnya, berat, isi, luas) agar mudah dicari konsumen sesuai
dengankebutuhannya. Di samping itu harus ada ukuran yang bersifat
kualitatif, seperti warnayang unik dan bentuk yang menarik. Jadi,
terdapat spesifikasi barang untuk setiapproduk, walaupun satu sama
lain sangat bervariasi tingkat spesifikasinya. Secara umum, dimensi
kualitas menurut Garvin dan Douglas C. Montgomery(2001) dalam
bukunya, mengidentifikasikan delapan dimensi kualitas yang
dapatdigunakan untuk menganalisis karakteristik kualitas barang, yaitu
sebagai berikut:
1. Performa (performance)Berkaitan dengan aspek fungsional dari
produk dan merupakan karakteristikutama yang dipertimbangkan
pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
2. Keistimewaan (features)
Merupakan aspek kedua dari performansi yang menambah fungsi
dasar,berkaitan dengan pilihan-pilihan dan pengembangannya.
3. Keandalan (reliability)
Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk melaksanakan
fungsinya secaraberhasil dalam periode waktu tertentu di bawah
kondisi tertentu.

101
4. Konformasi (conformance)Berkaitan dengan tingkat kesesuaian
produk terhadap spesifikasi yang telahditetapkan sebelumnya
berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Daya tahan (durability)
Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik ini
berkaitan dengandaya tahan dari produk itu.
6. Kemampuan Pelayanan (serviceability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
keramahan/kesopanan, kompetensi, kemudahan serta akurasi
dalam perbaikan.
7. Estetika (esthetics)
Merupakan karakteristik yang bersifat subjektif sehingga berkaitan
denganpertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi atau
pilihan individual.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)
Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam
mengkonsumsiproduk tersebut.
6.2.3. Penendalian Kualitas Statistik
Pengertian pengendalian kualitas menurut Sofjan Assauri
(1998) adalah :Pengawasan mutu merupakan usaha untuk
mempertahankan mutu/ kualitas daribarang yang dihasilkan, agar
sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkanberdasarkan
kebijaksanaan pimpinan perusahaan.
Menurut Vincent Gasperz (2005), pengendalian kualitas
adalah:“Quality control is the operational techniques and activities used
to fulfill requirementsfor quality”.Berdasarkan pengertian di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendaliankualitas adalah suatu
teknik dan aktivitas/ tindakan yang terencana yang dilakukanuntuk
mencapai, mempertahankan dan meingkatkan kualitas suatu produk
dan jasaagar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat
memenuhi kepuasankonsumen. Tujuan dari pengendalian kualitas
adalah:

102
1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang
telah ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan
menggunakankualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil
mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah
mungkin.

Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk


mendapatkan jaminanbahwakualitas produk atau jasa yang
dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang telahditetapkan
dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah
mungkin.

6.2.4. Control Chart/Peta Kendali


Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan
untuk memonitordan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/ proses
berada dalam pengendaliankualitas secara statistika atau tidak sehingga
dapat memecahkan masalah danmenghasilkan perbaikan kualitas. Peta
kendali menunjukkan adanya perubahandata dari waktu ke waktu,
tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpanganmeskipun
penyimpangan itu akan terlihat pada peta kendali.
Manfaat dari peta kendali adalah untuk:
1. Memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada
di dalambatas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali.
2. Memantau proses produksi secara terus- menerus agar tetap stabil.
3. Menentukan kemampuan proses (capability process).
4. Mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan
pelaksanaanproses produksi.
5. Membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk
sebelum dipasarkan
Peta kendali digunakan untuk membantu mendeteksi adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali:

103
1. Upper control limit / batas kendali atas (UCL)Merupakan garis
batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan.
2. Central line / garis pusat atau tengah (CL)Merupakan garis yang
melambangkan tidak adanya penyimpangan darikarakteristik
sampel.
3. Lower control limit / batas kendali bawah (LCL)Merupakan garis
batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel.

6.2.5. Indeks Kapabilitas Proses


Indeks Kapabilitas Proses atau disebut capability Process Index
(Cp) adalah indeks yang menunjukkan kemampuan proses dalam
menghasilkan produk/ output yang sesuai dengan spesifikasi. Berikut
rumus matematik untuk menghitung Cp.

Gambar 6.1 Rumus CP

Kriteria penilaian Cp

 Jika Cp > 1,33 , maka kapabilitas proses sangat baik

 Jika 1,00 ≤ Cp ≤ 1,33, maka kapabilitas proses baik

 Jika Cp < 1,00, maka kapabilitas proses rendah

6.2.6. Menghitung Indeks Cp :


Rumus matematik untuk menghitung Indeks Kapabilitas proses adalah
sbb:

Cpk = Minimum { CPU ; CPL }

Dimana,

104
Gambar 6.2 Rumus CPU & CPL

Keterangan:

1. CPU : Capability Process Upper

2. CPL : Capability Process Lower

Kriteria penilaian Cpk

 Jika Cpk = Cp, maka proses terjadi ditengah

 Jika Cpk = 1, maka proses menghasilan produk yang sesuai


dengan spesifikasi

 Jika Cpk < 1, maka proses menghasilkan produk yang tidak


sesuai dengan spesifikasi

 Kondisi Ideal : Cp > 1,33 dan Cp = Cpk

Berdasarkan kriteria tersebut di atas, dapat diketahu sejauh mana


kemampuan proses menghasilkan output yang sesuai dengan
spesifikasi.

105
6.3. Peralatan
6.3.1. Benda Ukur
 6 Buah tabung pejal mesin bubut A.

Gambar 6.3 Benda Kerja Tabung Pejal A

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

 6 Buah tabung pejal mesin bubut B.

Gambar 6.4 Benda Kerja Tabung Pejal B

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

106
6.3.2. Alat Ukur
 Jangka Sorong.

Gambar 6.5 Jangka Sorong

Sumber : Lab. Metrologi Industri FTI UII

107
6.4. Langkah-langkah Percobaan
6.4.1. Persiapan Pengukuran
 Mempersiapkan tempat untuk proses pengukuran
 Memperiksa keberadaan alat sesuai dengan alat yang tercantum
pada kartu alat
 Membersihkan peralatan dengan menggunakan wash bensin
 Menuliskan data alat ukur lembar kerja
6.4.2. Pelaksanaan pengukuran
 Mempelajari cara pengukuran dengan menggunakan Control
Chart
 Membersihkan sisi-sisi tabung pejal
 Mengukur diameter tabung pejal 1,2,3,4,5 dan 6 yang dibuat
pada mesin bubut A dengan empat kali pengukuran pada tempat
yang berbeda untuk masing-masing tabung pejal
 Menuliskan hasil hasil pengukuran
 Melakukan hal yang sama seperti point diatas pada semua tabung
pejal yang dibuat pada mesin bubut B dan mesin bubut C
 Menuliskan hasil pengukuran 4 dan 5 masing-masing untuk
tabung pejal yang dibuat pada mesin bubut B dan mesin bubut C
6.4.3. Perhitungan Hasil Pengukuran
 Menghitung rata-rata diameter setiap pejal yang dibuat di mesin
bubut A
 Menuliskan hasil perhitungan pada kolom x̄ pada tabel
 Menguadratkan hasil perhitungan rata-rata diameter pada kolom

 Menuliskan hasil penguadratan pada kolom x̄ ^2 ditabel yang
sama
 Menghitung kembali rata rata diameter x̄ tabung pejal yang
dibuat di mesin bubut A
 Menuliskan hasil perhitungan di bagian perhitungan pada tabel
nomor 3

108
 Menghitung standar deviasinya
 Menuliskan hasil perhitungan standar deviasi di bagian
perhitungan tabel 3
 Menghitung UPCL (Upper Process Capability Limit,batas
kemampuan proses atas dan LPCL (Lower Process Capability
Limit,batas kemampuan proses bawah
 Membuat Control Chart pada tabel 1 dan memplotkan hasil rata-
rata x̄ di setiap tabung pejal
 Menuliskan kesimpulan apa yang didapat dari hasil Control
Chart yang telah dibuat
 Melakukan hal yang sama seperti point diatas untuk table nomor
4 dan 5.

6.5. Analisis
Data hasil pengukuran yang telah dilakukan pada Benda Pejal Mesin
Bubut A dan Benda Pejal Mesin Bubut B:
1. Tabel Data
Hasil pengukuran tabung pejal pada mesin bubut A

Tabung Pengukuran (mm)


X X2
Pejal I II III IV
1 15,50 13,42 11,16 13,20 13,32 177,42
2 16,20 13,80 12,18 11,36 13,24 175,03
3 12,18 11,36 11,14 13,40 12,02 154,48
4 17,50 11,50 12,30 14,16 13,87 192,38
5 14,30 11,42 12,54 12,42 12,42 154,26
6 16,16 12,60 11,46 13,16 13,24 175,29
Σ 78,1 1017,36

109
Hasil Pengukuran tabung pejal pada mesin bubut B

Tabung Pengukuran (mm)


X X2
Pejal I II III IV
1 13,42 13,96 12,20 12,96 13,13 172,40
2 14,40 15,10 13,14 13,90 14,01 192,28
3 14,60 14,60 13,10 14,20 14,12 199,37
4 15,20 13,20 13,22 13,20 13,70 187,69
5 14,68 11,68 10,98 12,20 12,38 153,26
6 12,24 12,40 12,62 12,20 12,37 153,02
Σ 79,71 1062,02

2
(∑𝑛 ̅
𝑖=1 𝑋)
∑𝑛 ̅2
𝑖=1 𝑋 −[ ]
√ 𝑛
𝑆= ket n=jumlah data
𝑛−1

Hasil perhitungan standar deviasi (S) pada tabung pejal mesin bubut A

(∑𝑛𝑖=1 𝑋̅)2
𝑛 ̅2
√∑𝑖=1 𝑋 − [ 𝑛 ]
𝑆=
𝑛−1

(78,1)2
1017,36 − [
√ 6 ]
𝑆=
6−1

𝑆 = √0,15987
S = 0,391
Hasil perhitungan standar deviasi (S) pada tabung pejal mesin bubut B

(∑𝑛𝑖=1 𝑋̅)2
𝑛 ̅2
√∑𝑖=1 𝑋 − [ 𝑛 ]
𝑆=
𝑛−1

(79,71)2
1062,02 − [ ]
√ 6
𝑆=
6−1

1062,02 − 1058,95
𝑆=√
5

110
𝑆 = √0,61507
S = 0,784

2. Control Chart
UPCL = 𝑋̿ + 𝑛 × 𝑆
LPCL = 𝑋̿ − 𝑛 × 𝑆
∑𝑛𝑖=1 𝑋̅
𝑋̿ =
𝑛

Perhitungan data control chart pada mesin bubut A


∑𝑛 ̅
𝑖=1 𝑋 78,1
𝑋̿ = =
𝑛 6

𝑋̿ = 13,0167
UPCL = 𝑋̿ + 𝑛 × 𝑆
UPCL = 13,0167 + 6 × 0,391
UPCL = 15,3627
LPCL = 𝑋̿ − 𝑛 × 𝑆
LPCL = 13,0167 − 6 × 0,391
LPCL = 10,6707

Gambar 6.6 Grafik Control Chart Mesin Bubut A

Perhitungan data control chart pada mesin bubut B


∑𝑛 ̅
𝑖=1 𝑋 79,71
𝑋̿ = =
𝑛 6

𝑋̿ = 13,285

111
UPCL = 𝑋̿ + 𝑛 × 𝑆
UPCL = 13,285 + 6 × 0,784
UPCL = 17,989
LPCL = 𝑋̿ − 𝑛 × 𝑆
LPCL = 13,285 − 6 × 0,784
LPCL = 8,581

Gambar 6.7 Grafik Control Chart Mesin Bubut B

3. Data Grafik Perbadningan Data Proses Pada Mesin Bubut Dengan


Spesifikasi Yang Diinginkan
USL = SL + TOLERANSI (PCL)
LSL = SL − TOLERANSI (PCL)
SL = Nilai yang sering muncul pada (𝑋̅)
PCL = 0,02 mm
Perhitungan data grafik perbandingan data proses pada mesin bubut A
dengan spesifikasi yang diinginkan
USL = (13,87 + 0,02) mm USL = 13,89 mm
LSL = (12,02 − 0,02) mm LSL = 12,00 mm

Perhitungan data grafik perbandingan data proses pada mesin bubut B


dengan spesifikasi yang diinginkan
USL = (14,12 + 0,02) mm USL = 14,14 mm
LSL = (12,37 − 0,02) mm LSL = 12,35 mm

112
4. Analisa Kemampuan Proses
USL − LSL
CP =
12 × S
𝑈𝑆𝐿 − 𝑋̿ 𝑋̿ − 𝐿𝑆𝐿
CPK = Min [( );( )]
6 ×𝑆 6 ×𝑆
Perhitungan kemampuan proses pada mesin bubut A
13,89−12,00
CP = CP = 0,403
12 ×0,391

13,89 − 12,00 13,0167 − 12,00


CPK = Min [( );( )]
12 × 0,391 12 × 0,391
CPK = Min [0,2444 ; 0,4334]
Perhitungan kemampuan proses pada mesin bubut B
14,14−12,35
CP = CP = 2,816
12 ×0,784

14,14 − 12,35 13,28 − 12,35


CPK = Min [( );( )]
12 × 0,784 12 × 0,784
CPK = Min [0,181 ; 0,199]
- Nilai CPK
CPK > 1 : cukup mampu ; CPK = 1 : terpusat ; CPK < 1 : kurang
mampu
Ket: ambil nilai CPK yang terbesar dari kedua nilai
Nilai CPK pada mesin bubut A
CPK= 0,4334 : kurang mampu
Nilai CPK pada mesin bubut B
CPK = 0,199 : kurang mampu
5. Data Grafik Perbadningan Data Proses Pada Mesin Bubut Dengan
Spesifikasi Yang Diinginkan

Gambar 6.8 Grafik Perbandingan Distribusi Mesin Bubut A

113
Gambar 6.7 Grafik Grafik Perbandingan Distribusi Mesin Bubut B

6.6. Penutup
6.6.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum ini adalah…
1. Praktikan dapat mengetahui dan mampu menerapkan Teknik
pengendalian kualitas secara statistic dengan menggunakan control
chart.
2. Praktikan dapat menganalisis kemampuan proses terhadap spesifikasi
geometri yan diinginkan
6.6.2 Saran
Saran pada praktikum ini adalah…
1. Sempat terjadi kesalahan pengukuran dengan jangka sorong,
diharapkan praktikan lebih teliti lagi dalam melakukan pengukuran,
dan membaca teori tentang cara mengukur menggunakan jangka
sorong setiap ketelitiannya masing-masing.

114
6.7. Referensi
Rochim Taufik. 2001.Spesifikasi,Metrology Dan Control Kualitas Geometric I.
Bandung : ITB.

http://pengendalian-kualitas.blogspot.co.id/2013/09/pengertian-pengendalian-
kualitas.html. (diakses pada 16 November 2018)

http://www.kopi-ireng.com/2015/11/pengertian-jangka-sorong-dan-
fungsinya.html (diakses pada 16 November 2018)

https://www.scribd.com/doc/76991331/PENGENDALIAN-KUALITAS-
STATISTIK (diakses pada 18 November 2018)

115
6.8. LAMPIRAN

116
117
118
119
120

Anda mungkin juga menyukai