Anda di halaman 1dari 16

Hakikat Sekolah Unggul

Sekolah unggul merupakan lembaga pendidikan yang lahir dari sebuah keinginan
untuk memiliki sekolah yang mampu berprestasi di tingkat nasional dan dunia
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh ditunjang oleh akhlakul
karimah.

Sekolah unggul dikembangkan untuk mencapai keistimewaan dalam keluaran


pendidikannya. Untuk mencapai keistimewaan tersebut, maka masukan, proses
pendidikan, guru dan tenaga kependidikan, manajemen, layanan pendidikan, serta
sarana penunjangnya harus diarahkan untuk menunjang tercapainya tujuan
tersebut.
Gambar 1. Sekolah Unggul

Dari gambar di atas, dapat penulis jelaskan bahwa adanya sekolah unggul perlu
ditunjang dengan berbagai aspek, di antaranya adanya input yang unggul, guru
yang profesional, sarana yang memadai, kurikulum yang inovatif, ruang kelas atau
pembelajaran yang representatif, sehingga dapat mendorong terciptanya
pembelajaran yang efektif dan efisien akhirnya dapat menghasilkan out put yang
unggul dan berkualitas.

Hal senada diungkapkan oleh Bafadal (2003) bahwa untuk mencapai kriteria
sekolah unggul dituntut adanya tenaga, fasilitas, dan dana yang memadai, dan
tidak semua sekolah dapat memenuhinya. Secara teknis, pengembangan sekolah
unggul menuntut adanya tenaga yang profesional dan fasilitas yang memadai.
Konsekuensinya dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk pengembangannya,
sehingga uang gedung, SPP juga menjadi mahal yang hanya mampu dipenuhi oleh
orang-orang kaya, dan kecil sekali kemungkinan bagi orang yang tidak mampu
untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah unggul.

Masih menurut Bafadal, dalam mewujudkan sekolah unggul, dikembangkan pula


kelas unggul, yaitu sejumlah siswa, yang karena prestasinya menonjol,
dikelompokkan ke kelas tertentu. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membina
siswa dalam mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan
potensinya seoptimal mungkin, sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang terbaik.

Ciri-ciri sekolah unggul adalah sekolah yang memiliki indikator sebagai berikut: (1)
prestasi akademik dan non-akademik di atas rata-rata sekolah yang ada di
daerahnya; (2) sarana dan prasarana dan layanan yang lebih lengkap; (3) sistem
pembelajaran lebih baik dan waktu belajar lebih panjang; (4) melakukan seleksi
yang cukup ketat terhadap pendaftar; (5) mendapat animo yang besar dari
masyarakat, yang dibuktikan banyaknya jumlah pendaftar dibanding dengan
kepasitas kelas; (6) biaya sekolah lebih tinggi dari sekolah disekitarnya.

Departemen Agama sebagai salah satu pelaksana program pendidikan sekolah telah
mengembangkan beberapa jenis madrasah unggulan, yaitu: Madrasah Aliyah
Keagamaan, Madrasah Tsanawiyah Terbuka, Madrasah Model, Madrasah Aliyah
Unggulan dan Madrasah Aliyah Ketrampilan. Pengembangan kelembagaan di
lingkungan madrasah dan sekolah Islam tidak hanya berhenti pada beberapa jenis
sekolah di atas, tetapi terus berkembang hingga saat ini. Wacana pengembangan
sekolah terpadu dan bertaraf internasional yang saat ini banyak diminati merupkan
bagian dari pengembangan lebih lanjut dari beberapa jenis lembaga pendidikan di
atas.

Rujukan:
1. Departemen Agama RI, Desain Pengembangan Madrasah (Jakarta: Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2004), 41.
2. Ibrahim Bafadal, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar: dari Sentralisai
Menuju Desentralisasi (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), 28.
3. Madyo Ekosusilo, Sekolah Unggul Berbasis Nilai: Studi Multikasus di SMA Negeri 1,
SMA Regina Pacis, dan SMA Al Islam 1 Surakarta (Sukoharjo: Bantara Press, 2003),
41.
4. Direktorat Pendidikan Madrasah, Grand Design Pengembangan Madrasah,
http://pendis. depag.go.id/madrasah/Insidex.php (diakses pada 3 Januari 2009),
Bab 3.
Paradigma Pengembangan Sekolah Unggulan

Vera Septi Andrini

Abstrak : Menjamurnya sekolah unggulan saat ini merupakan reaksi pemerintah atas
semakin krisisnya kualitas pendidikan nasional. Hal inilah yang memicu pemerintah di
beberapa daerah melahirkan sekolah unggulan di setiap kota. Sekolah unggulan tersebut
nantinya mengajarkan kehidupan ramah lingkungan dengan fasilitas pendidikan lengkap.
Dengan pengembangan sekolah unggulan yang fokus pada kualitas penanaman akhlak, etos
belajar, kedisiplinan, dan rasa kebangsaan. Selain itu,kegiatan penelitian, karya ilmiah, dan
seni mendapatkan porsi tinggi. Sekolah unggulan yang lahir belakangan, tentu berdasar pada
inovasi kekinian dan sengaja dipersiapkan terhadap kebutuhan modernitas yang berkembang
sangat pesat. Sebagai salah satu alternatif pendidikan kontemporer, sekolah unggulan
berusaha menampilkan visi orientasi pendidikannya pada dataran realitas. Sistem
pendidikannya dikelola secara profesional dan dilengkapi dengan fasilitas yang memadahi.
Alat-alat penunjang belajar tercukupi yang disediakan untuk anak didik.

Kata kunci : Sekolah Unggulan

A. Pendahuluan

Eksistensi pendidikan secara berlahan-lahan telah menunjukkan titik pencerahan. Meskipun


kondisi bangsa belum mengalami peningkatan good goverment seperti sekarang ini tetapi
pendidikan dapat berjalan sabagaimana mestinya. Anak-anak bangsa memiliki semangat
untuk belajar mandiri dan diharapkan kelak nanti menjadi tokoh dan penerus pemimpin
bangsa ini. Tidak hanya itu, tingkat kesadaran masyarakat mulai tergugah menyekolahkan
anaknya demi masa depan mereka sendiri. Wacana menarik yang sempat menjadi bahan
perbincangan oleh pakar pendidikan adalah munculnya sekolah unggulan. Sebagaimana kita
lihat bahwa di beberapa kota besar telah menjamur sekolah unggulan belakangan ini.

Sekolah unggulan yang lahir belakangan, tentu berdasar pada inovasi kekinian dan sengaja
dipersiapkan terhadap kebutuhan modernitas yang berkembang sangat pesat. Sebagai salah
sat alternatif pendidikan kontemporer, sekolah unggulan berusaha menampilkan visi orientasi
pendidikannya pada dataran realitas. Berbagai kemungkinan masa depan yang bakal terjadi,
pendidikan unggulan mencoba menawarkan “nilai jual”, daripada “jual nilai” yang
kehilangan realitasnya. Sekolah unggulan tentu saja mengadopsi dari beberapa sistem
pendidikan.

Sampai sekarang, sekolah unggulan masih tergolong langka dan tidak semua orang dapat
‘menyentuh’ model sekolah itu. Sekolah unggulan mencoba tampil beda dari yang lain.
Sistem pendidikannya dikelola secara profesional dan dilengkapi dengan fasilitas yang
memadahi. Dari gedung sekolah sampai tempat pemondokan disediakan dengan sarana
mewah. Alat-alat penunjang belajar tercukupi yang disediakan untuk anak didik.

Seperti yang banyak dikemukakan oleh pakar pendidikan bahwa model sekolah unggulan
merupakan terobosan baru untuk menjembatani antara dua sisi yakni kualitas ilmu-ilmu
umum dan kualitas ilmu-ilmu agama. Di tengah era global yang sedang berjalan ini, dua nilai
keilmuan tersebut harus dipadukan menjadi entitas yang utuh. Keilmuan umum (modern)
tanpa dilandasi oleh nilai agama akan menyeret manusia kepada jurang kehancuran atau
paling tidak bisa diklaim sebagai manusia sekuler. Sebaliknya nilai agama tanpa ditopang
dengan nilai keilmuan umum akan tergilas oleh orang yang memiliki iptek yang canggih.
Model semacam inilah yang seharusnya diterapkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang
ada.

Pendidikan sudah seharusnya dijadikan sarana untuk melakukan mobilitas vertikal secara
cepat. Karena itulah, upaya-upaya yang mengarah pada peningkatan akses pendidikan bagi
anak-anak miskin, terbelakang dan ''bodoh'' harus dilakukan oleh semua pihak, khususnya
pemerintah.

Keberadaan sekolah unggulan di Tanah Air itu awalnya merupakan sebuah upaya untuk
mengejar ketertinggalan bangsa ini dari negara-negara lainnya. Sekolah unggulan dianggap
mampu menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang berujung
pada peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Kualitas manusia Indonesia rendah telah menjadi berita rutin. Setiap keluar laporan Human
Development Index, posisi kualitas SDM kita selalu berada di bawah. Salah satu penyebab
dan sekaligus kunci utama rendahnya kualitas manusia Indonesia adalah kualitas pendidikan
yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan kualitas gizi-kesehatan yang tinggi tidak akan
dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.

Negeri ini sedang berjuang keras untuk meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya
belum memuaskan. Kini upaya meningkatkan kualitas pendidikan ditempuh dengan
membuka sekolah-sekolah unggulan. Sekolah unggulan dipandang sebagai salah satu
alternatif yang efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus kualitas SDM.
Sekolah unggulan diharapkan melahirkan manusia-manusia unggul yang amat berguna untuk
membangun negeri ini. Tak dapat dipungkiri setiap orang tua menginginkan anaknya menjadi
manusia unggul. Hal ini dapat dilihat dari animo masyarakat untuk mendaftarkan anaknya ke
sekolah-sekolah unggulan. Setiap tahun ajaran baru sekolah-sekolah unggulan dibanjiri calon
siswa, karena adanya keyakinan bisa melahirkan manusia-masnusia unggul. Benarkan
sekolah-sekolah unggulan kita mampu melahirkan manusia-manusia unggul?

Untuk mencermati krisis pendidikan yang banyak disorot masyarakat sekarang ini, kita perlu
melihat kembali pembangunan sekolah unggulan dan tantangannya ke depan. Dari awal,
sekolah unggulan diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dan melahirkan anak
didik yang unggul.

Namun, sekolah unggulan ini perlu dicermati kembali, karena ada yang kurang. Kata unggul
menyiratkan superioritas atas sekolah lain, sekaligus menunjukkan kesombongan intelektual
yang sengaja ditanamkan lingkungan sekolah atas sekolah lain yang kurang bermutu. Di
negara maju seperti di Amerika Serikat pun, untuk menunjukkan sekolah yang bermutu, tidak
digunakan istilah unggulan (excellent) melainkan effective, develop, accelerate, dan
essential.

Dari sisi ukuran muatan unggulan, sekolah unggulan di Indonesia banyak yang tidak
memenuhi persyaratan dan salah kaprah. Karena sekolah unggulan hanya diukur dari
kemampuan akademis anak didik semata. Dalam konsep yang benar, sekolah unggulan dapat
dimaknai sebagai sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kualitas kepandaian dan
kreativitas anak didik sekaligus menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk mendorong
prestasi anak didik secara optimal. Dengan demikian, bukan hanya prestasi akademis yang
ditonjolkan, melainkan sekaligus potensi psikis, etik, moral, religi, emosi, spirit, kreativitas,
dan intelegensianya.

Secara definitif, sekolah unggulan merupakan sekolah yang memiliki keistimewaan atau nilai
plus dibandingkan dengan sekolah lain (non-unggulan). Bila dilihat dari segi penerimaan
siswanya, sekolah unggulan biasanya hanya menerima siswa dengan NEM tinggi.

Selain itu, predikat sekolah unggulan itu diukur dari segi mutu dan kualitas pendidikan,
seperti prestasi para siswa ketika memperoleh hasil ujian nasional (unas). Artinya, kalau rata-
rata siswa memperoleh nilai unas baik dan memuaskan, sekolah tersebut bisa "diunggulkan"
atau "diandalkan", baik bagi siswa maupun masyarakat pada umumnya. Sebab, hal itu
menjadi bukti bahwa kualitas dan mutu pendidikan terjamin dan bisa mengantarkan siswa
pada prestasi gemilang.

B. Pembahasan

1. Sekolah Unggulan

Apa yang anda pikirkan tentang ‘sekolah unggulan’? apakah sekolah unggulan adalah yang
mencetak alumni yang berprestasi secara akademik? Sekolah dengan fasilitas mewah dan
biaya yang mahal?.

Banyak persepsi yang berkembang di masyarakat kita tentang konsep sekolah unggulan.
Paradigma pada umumnya adalah bahwa sekolah unggulan biasanya memerlukan uang
masuk yang cukup besar, setiap tahun selalu banyak peminatnya, tingkat kelulusan yang
sesuai standar nasional atau bahkan lebih, banyaknya kegiatan –kegiatan sekolah yang
diselenggarakan,mulai dari ekstrakurikuler, cara belajar dan lain sebagainya.
Sebutan sekolah unggulan itu sendiri kurang tepat. Kata “unggul” menyiratkan adanya
superioritas dibanding dengan yang lain. Kata ini menunjukkan adanya “kesombongan”
intelektual yang sengaja ditanamkan di lingkungan sekolah. Di negara-negara maju, untuk
menunjukkan sekolah yang baik tidak menggunakan kata unggul (excellent) melainkan
effective, develop, accelerate, dan essential (Susan Albers Mohrman, et.al., School Based
Management: Organizing for High Performance, San Francisco, 1994, h. 81).

Dari sisi ukuran muatan keunggulan, sekolah unggulan di Indonesia juga tidak memenuhi
syarat. Sekolah unggulan di Indonesia hanya mengukur sebagian kemampuan akademis.
Dalam konsep yang sesungguhnya, sekolah unggul adalah sekolah yang secara terus menerus
meningkatkan kinerjanya dan menggunakan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal
untuk menumbuh-kembangkan prestasi siswa secara menyeluruh. Berarti bukan hanya
prestasi akademis saja yang ditumbuh-kembangkan, melainkan potensi psikis, fisik, etik,
moral, religi, emosi, spirit, adversity dan intelegensi.

Setiap tahun kita menyaksikan para orang tua sibuk mengantarkan putra-putrinya memasuki
sekolah, terutama sekolah yang berstatus negeri dan favorit, mulai dari taman kanak-kanak
hingga perguruan tinggi. Meski dengan biaya yang amat mahal tak jadi soal. Para orang tua
mendambakan kelak putra-putrinya menjadi orang yang terpelajar dan berpendidikan.
Bahkan setiap tahunnya terjadi peningkatan arus masuk sekolah. Besarnya arus masuk
sekolah tersebut mengindikasikan adanya persaingan berebut bangku, jatah dan daya
tampung, yang pada akhirnya sekolah dan perguruan tinggi kemudian menjadi sebuah
institusi pendidikan yang kian elitis. Hal ini juga menjadi kekhawatiran kita tentang mutu,
sebab hasil temuan penelitian C.E. Beeby (1981).
Ada dua pemandangan yang kontras pada kondisi pendidikan kita. Di satu sisi masyarakat
ingin berlomba mencari pendidikan yang bermutu, pada sisi lain mereka frustrasi karena soal
mahalnya biaya pendidikan. Pertanyaannya kemudian, sudah meratakah pendidikan kita?
Bagaimana dengan anak-anak miskin dan terlantar? Bagaimana dengan biaya sekolah yang
semakin membumbung tinggi, sehingga tidak memberikan peluang bagi keluarga miskin,
sementara anak-anak mereka memiliki kemauan keras dan mampu secara kualitas untuk
bersaing, bahkan lebih cemerlang dari anak-anak orang kaya. Lantas masih perlukah
pendidikan seperti sekolah?
Ada kesan kuat dalam masyarakat, bahwa sekolah unggulan dan bermutu adalah sekolah
orang kaya karena mahalnya biaya. Kondisi demikian ini mengancam eksistensi pendidikan
kita. Oleh karenanya, sejak berkembangnya sistem sekolah sebagai lembaga yang dipercaya
untuk mempersiapkan generasi yang lebih berkualitas, fungsi pokok sekolah mulai bergeser
arah. Semula sekolah didirikan sebagai lembaga yang membantu orang tua dalam
mentransfer ilmu pengetahuan dan mendidik anak sesuai dengan harapan bersama. Namun
seiring dengan perkembangan sistem sekolah tersebut kemudian ada jarak antara sekolah
dengan orang tua (masyarakat).

Di pihak sekolah juga semakin sibuk dengan upaya memenuhi tuntutan sistem pendidikan
yang semakin kompleks, yang menguras tenaga dan pikiran para pendidik untuk
melaksanakan tuntutan kurikulum yang berlaku. Di lain pihak, orang tua, karena semakin
kompleksnya tuntutan hidup yang dihadapi, lantas mereka cenderung mempercayakan
pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah. Dari sini kemudian berdampak pada hubungan
orang tua dengan sekolah yang semula bersifat fungsional berubah menjadi formal, pragmatis
bahkan transaksional.
Di sini pula perlunya pengembangan pendidikan dalam upaya mendekatkan sekolah sebagai
pusat pengembangan masyarakat (center for community development). Karena pendidikan
dan nasib generasi bangsa ini tanggung jawab kita bersama (pemerintah, masyarakat dan
keluarga), maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan: Pertama, pemerintah hendaknya
memiliki good will dan komitmen yang tinggi terhadap pemberdayaan kaum miskin melalui
prioritas program pendidikan. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menambah
subsidi bagi penyelenggaraan pendidikan; Kedua, masyarakat melalui para pengusaha dan
LSM hendaknya turut serta menyediakan sarana pendidikan yang bermutu dan lapangan kerja
bagi kaum miskin; Ketiga, orientasi mata pelajaran dan kurikulum hendaknya ditekankan
pada pendidikan yang berwawasan kemanusiaan (humanistik), penciptaan demokratisasi,
egalitarianisme dan pluralisme. Sudah saatnya semua komponen (pemerintah, orang tua dan
masyarakat dari berbagai lapisan) melibatkan diri untuk mewujudkan pendidikan yang
terbaik bagi generasi bangsa ini.

http://www.sragen-bbs.com/

Sekolah Unggulan dapat diartikan sebagai sekolah bermutu, namun dalam penerapan semua
kalangan bahwa dalam kategori unggulan tersirat harapan-harapan terhadap apa yang dapat
diharapkan dimiliki oleh siswa setelah keluar dari sekolah unggulan. Harapan itu tak lain
adalah sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh orang tua siswa, pemerintah, masyarakat
bahkan oleh siswa itu sendiri yaitu sejauh mana keluaran (output) sekolah itu memiliki
kemampuan intelektual, moral dan keterampilan yang dapat berguna bagi masyarakat.

Untuk menyikapi semua itu, kita harus mengubah system pembelajaran yang selama ini
berlaku di semua tingkat pendidikan yaitu adanya keterkungkungan siswa dana guru dalam
melaksanakan PBM. Sistem yang di maksud adalah system dimana Siswa dan Guru dikejar
dengan pencapaian target kurikulum dalam artian guru dituntut menyelesaikan semua materi
yang ada dalam kurikulum "tanpa memperhatikan ketuntasan belajar siswa", di samping itu
adanya anggapan bahwa belajar adalah berupa transformasi pengetahuan. (Transfer of
knowlwdge).

Pada sisi unggulan semua system itu seharusnya tidak diterapkan agar apa yang menjadi
harapan siswa, orang tua siswa, pemerintah, masyarakat bahkan kita selaku pengajar dan
pendidik dapat tercapai. Mari kita sama-sama merubah semua itu dengan mengembangkan
Learning How to Learn (Murphi,1992) atau belajar bagaimana belajar, artinya belajar itu
tidak hanya berupa transformasi pengetahuan tetapi jauh lebih penting adalah mempersiapkan
siswa belajar lebih jauh dari sumber-sumber yang mereka temukan dari pengalaman sendiri,
pengalaman orang lain maupun dari lingkungan dimana dia tumbuh guna mengembangkan
potensi dan perkembangan dirinya atau dengan kata lain belajar pada hakekatnya bagaimana
mengartikulasikan pengetahu an - pengetahuan siswa kedalam kenyataan hidup yang sedang
dan yang akan dihadapi oleh siswa.
Sekolah unggulan yang sebenarnya dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga
sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas pendidikan. Dalam konsep sekolah unggulan
yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi siswa yang tinggi maka harus dirancang
kurikulum yang baik yang diajarkan oleh guru-guru yang berkualitas tinggi. Padahal sekolah
unggulan yang sebenarnya, keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya
sekolah dimanfaatkan secara optimal. Berarti tenaga administrasi, pengembang kurikulum di
sekolah, kepala sekolah, dan penjaga sekolah pun harus dilibatkan secara aktif. Karena semua
sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mampu membentuk keunggulan
sekolah.

Keunggulan sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang-bangun sekolah


sebagai organisasi. Maksudnya adalah bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu
disusun, bagaimana warga sekolah berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan
tanggung jawab yang sesuai dan bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian
wewenang yang disertai tangung jawab. Semua itu bermuara kepada kunci utama sekolah
unggul adalah keunggulan dalam pelayanan kepada siswa dengan memberikan kesempatan
untuk mengembangkan potensinya.

Dalam hal mengembangkan sekolah kearah sekolah unggulan (sekolah bermutu) di samping
perubahan-perubahan tersebut masih banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya : (a)
Sarana dan prasarana, (b) Manajemen persekolahan, (c) Visi dan Misi sekolah, dan (d)
Profesionalisme Guru dan lain-lain.

Untuk Profesionalisme bukan berarti menguasai sebagian besar pengetahuan tetapi lebih
penting adalah bagaimana membuat siswa dapat belajar, guru dan siswa disederhanakan agar
tidak tercipta gep, adanya perilaku guru yang membuat siswa tersisih atau terpisah dari
gurunya, guru dan siswa harus terjalin komunikasi agar dalam proses pembelajaran ada
keterbukaan siswa mengeritik dan mengeluarkan pendapat. Sebab bukan tidak mungkin
dengan pengaruh perkembangan teknologi siswa lebih pintar dari gurunya.

Namun dalam pelaksanaannya, sebenarnya sekolah-sekolah tersebut hanya menerima input


siswa yang sudah berprestasi (baca: memiliki NEM yang tinggi). Jadi sesungguhnya hanyalah
sekolah dengan kumpulan anak-anak cerdas sehingga dengan memilih input yang baik
otomatis hasil outputnya pun akan baik.

Sehingga beberapa pakar pendidikan mempertanyakan definisi dari Sekolah Unggulan


sehingga memunculkan konsep pengertian sekolah unggulan.

Tipe Sekolah Unggulan

1. Tipe 1
Tipe ini seperti yang diuraikan di atas, dimana sekolah menerima dan menyeleksi secara ketat
siswa yang masuk dengan kriteria memiliki prestasi akademik yang tinggi. Meskipun proses
belajar-mengajar sekolah tersebut tidak luar biasa bahkan cenderung ortodok, namun
dipastikan karena memilih input yang unggul, output yang dihasilkan juga unggul.

2. Tipe 2
Sekolah dengan menawarkan fasilitas yang serba mewah, yang ditebus dengan SPP yang
sangat tinggi. Konon, untuk sekolah dasar unggulan di Parung, Bogor uang pangkalnya saja
bisa sekitar lebih dari 7 juta. Mahal? Tidak juga …. buktinya banyak orang-orang Indonesia
yang sekolah di sana. Tidak mahal menurut mereka dibandingkan biaya sekolah di luar
negeri, dan memang sekolah ini dibangun untuk membendung arus warga negara Indonesia
yang berbondong-bondong sekolah ke luar negeri. Otomatis prestasi akademik yang tinggi
bukan menjadi acuan input untuk diterima di sekolah ini, namun sekolah ini biasanya
mengandalkan beberapa “jurus” pola belajar dengan membawa pendekatan teori tertentu
sebagai daya tariknya. Sehingga output yang dihasilkan dapat sesuai dengan apa yang
dijanjikannya.

3. Tipe 3
Sekolah unggul ini menekan pada iklim belajar yang positif di lingkungan sekolah. Menerima
dan mampu memproses siswa yang masuk sekolah tersebut (input ) dengan prestasi rendah
menjadi lulusan (output) yang bermutu tinggi.

Ada baiknya kita lihat definisi dari sekolah unggulan yang berkembang saat ini. Sekolah
Unggulan adalah Terjemahan bebas dari “Effective School”

An Effective School is a school that can, in measured student achievement terms,


demonstrate the joint presence of quality and equity. Said another way, an Effective School is
a school that can, in measured student achievement terms and reflective of its “learning for
all” mission, demonstrate high overall levels of achievement and no gaps in the distribution
of that achievement across major subsets of the student population.

Jadi dengan kata lain sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa
mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu ditunjukkan prestasinya tersebut.

Ada beberapa faktor yang harus dicapai bila sekolah tersebut bisa dikategorikan sekolah
unggul:

1. Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Profesional

Kepala Sekolah seharusnya memiliki kemampuan pemahaman dan pemahaman yang


menonjol. Dari beberapa penelitian, tidak didapati sekolah yang maju namun dengan kepala
sekolah yang bermutu rendah.

2. Guru-guru yang tangguh dan profesional

Guru merupakan ujung tombak kegiatan sekolah karena berhadapan langsung dengan siswa.
Guru yang profesional mampu mewujudkan harapan-harapan orang tua dan kepala sekolah
dalam kegiatan sehari-hari di dalam kelas.

3. Memiliki tujuan pencapaian filosofis yang jelas

Tujuan filosofis diwujudkan dalam bentuk Visi dan Misi seluruh kegiatan sekolah. Tidak
hanya itu, visi dan misi dapat di cerna dan dilaksanakan secara bersama oleh setiap elemen
sekolah.

4. Lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran


Lingkungan yang kondusif bukanlah hanya ruang kelas dengan berbagai fasilitas mewah,
lingkungan tersebut bisa berada di tengah sawah, yang jelas lingkungan yang kondusif adalah
yang lingkungan yang dapat memberikan dimensi pemahaman secara menyeluruh bagi siswa

5. Jaringan organisasi yang baik

Organisasi yang baik dan solid baik itu organisasi guru, orang tua akan menambah wawasan
dan kemampuan tiap anggotanya untuk belajar dan terus berkembang. Serta perlu pula dialog
antar organisasi tersebut, misalnya forum Orang Tua Murid dengan forum guru dalam
menjelaskan harapan dari guru dan kenyataan yang dialami guru di kelas.

6. Kurikulum yang jelas

Permasalahan di Indonesia adalah kurikulum yang sentralistik dimana Diknas membuat


kurikulum dan dilaksanakan secara nasional. Dengan hanya memuat 20% muatan lokal
menjadikan potensi daerah dan kemampuan mengajar guru dan belajar siswa terpasung.
Selain itu pola evaluasi yang juga sentralistik menjadikan daerah semakin tenggelam dalam
kekayaan potensi dan budayanya. Diharapkan akan muncul sekolah unggulan dari tiap daerah
karena memiliki corak dan pencapaian sesuai dengan potensinya.

7. Evaluasi belajar yang baik berdasarkan acuan patokan untuk mengetahui apakah tujuan
pembelajaran dari kurikulum sudah tercapai

Bila kurikulum sudah tertata rapi dan jelas, akan dapat teridentivikasi dan dapat terukur targer
pencapaian pembelajaran sehingga evaluasi belajar yang diadakan mampu mempetakan
kemampuan siswa.

8. Partisipasi orang tua murid yang aktif dalam kegiatan sekolah.

Di sekolah unggulan dimanapun, selalu melibatkan orang tua dalam kegiatannya. Kontribusi
yang paling minimal sekali adalah memberikan pengawasan secara sukarela kepada siswa
pada saat istirahat. Pada proses yang intensif, orang tua dilibatkan dalam proses penyusunan
kurikulum sekolah sehingga orang tua memiliki tanggung jawab yang sama di rumah dalam
mendidik anak sesuai pada tujuan yang telah dirumuskan. Sehingga terjalin sinkronisasi
antara pola pendidikan di sekolah dengan pola pendidikan di rumah

Apa bedanya ”Unggul” dengan ”Unggulan”? Ada beberapa argumentasi berkaitan dengan
penggunaan kedua kata ini. Pertama, seperti yang telah dijelaskan di atas, kata unggul dapat
dimiliki oleh siapa saja. Ia bukan sebuah istilah yang diberikan, tetapi ia adalah sebuah
implikasi dari kerja keras dan prestasi yang diraih. Sekolah pinggiran atau sekolah di tengah
kota, semua memiliki hak. Kedua, istilah sekolah unggulan sekarang lebih sering dimaknai
sebagai sekolah ”mahal”. Buktinya ada di sekolah saya yang sering dikatakan (lebih tepatnya
”menyatakan diri”) sebagai sekolah unggulan. Apakah dengan adanya predikat unggulan
sekolah berhak memungut dana kepada siswa dengan nominal yang besar? Ironisnya, sekolah
yang memungut dana besar ternyata tidak memiliki akuntabilitas dan transparansi yang
tinggi. Ketiga, sekolah unggulan seringkali mendapatkan perhatian yang berlebih dari
pemerintah. Seakan-akan sekolah unggulan adalah sebuah proyek yang akan menghasilkan
keuntungan besar. Seharusnya, pemerintah lebih memprioritaskan program pada pemerataan.
Ingat, masih banyak sekolah yang memerlukan sarana dan prasarana memadai, sementara
standard Ujian Nasional terus meningkat setiap tahun. Belum lagi dengan tuntutan dunia
kerja yang mengisyaratkan sekolah untuk membekali siswa tentang life skill dan specialty
yang sangat berguna ketika siswa berkarier atau kuliah, yang berarti harus ada kurikulum
yang adaptif dan responsif terhadap gejala perubahan sosial. Sekolah unggul mengisyaratkan
pemerintah untuk melakukan pemerataan tersebut. Keempat, sekolah unggul juga berarti ada
upaya untuk meminimalisasi biaya tinggi dalam pendidikan. Bahkan, sekolah unggul harus
menyediakan akses seluas-luasnya bagi para siswa untuk mengetahui keperluan sekolah.
Selain itu, birokratisasi pendidikan juga harus dihentikan. Siswa memiliki kewajiban yang
harus dilakukan selama digembleng dalam institusi pendidikan, tetapi siswa juga punya hak
untuk tahu. Apalagi, UU No 20 tahun 2003 sebagai basis legitimasi dari pelaksanaan
pendidikan sekarang mengisyaratkan hal yang demikian.

4. Kelemahan Sekolah Unggulan

Pelaksanaan sekolah unggulan di Indonesia memiliki banyak kelemahan selain yang


dikemukakan oleh Nurkolis dalam tulisan nya.

Pertama, sekolah unggulan di sini membutuhkan legitimasi dari pemerintah bukan atas
inisiatif masyarakat atau pengakuan masyarakat. Sehingga penetapan sekolah unggulan
cenderung bermuatan politis dari pada muatan edukatifnya. Apabila sekolah unggulan
didasari atas pengakuan masyarakat maka pemerintah tidak perlu mengucurkan dana lebih
kepada sekolah unggulan, karena masyarakat akan menanggung semua biaya atas keunggulan
sekolah itu.

Kedua, sekolah unggulan hanya melayani golongan kaya, sementara itu golongan miskin
tidak mungkin mampu mengikuti sekolah unggulan walaupun secara akademis memenuhi
syarat. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain harus memiliki kemampuan akademis tinggi
juga harus menyediakan uang jutaan rupiah. Artinya penyelenggaraan sekolah unggulan
bertentangan dengan prinsip equity yaitu terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi
setiap orang untuk menikmati pendidikan yang baik. Keadilan dalam penyelenggaraan
pendidikan ini amat penting agar kelak melahirkan manusia-manusia unggul yang memiliki
hati nurani yang berkeadilan.

Ketiga, profil sekolah unggulan kita hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang tinggi
berupa NEM, input siswa yang memiliki NEM tinggi, ketenagaan berkualitas, sarana
prasarana yang lengkap, dana sekolah yang besar, kegiatan belajar mengajar dan pengelolaan
sekolah yang kesemuanya sudah unggul. Wajar saja bila bahan masukannya bagus, diproses
di tempat yang baik dan dengan cara yang baik pula maka keluarannya otomatis bagus. Yang
seharusnya disebut unggul adalah apabila masukan biasa-biasa saja atau kurang baik tetapi
diproses ditempat yang baik dengan cara yang baik pula sehingga keluarannya bagus.

Kesenjangan itu semakin dipertajam oleh terciptanya sekolah unggulan dan kelas khusus
tersebut. Akibat negatif yang ditimbulkan oleh eksklu(sifi)sasi/pengistimewaan anak cerdas
tersebut adalah sebagai berikut;

Pertama; terbunuhnya semangat kompetisi di kalangan siswa yang berkapasitas otak ‘rata-
rata’ ke bawah. Ini menyangkut faktor psikologis, kepercayaan diri, motifasi. Memang,
maksud diciptakaannya kelas dan sekolah eksklusif seperti itu agar para siswa termotifasi
untuk masuk ke dalamnya. Tetapi apa yang terjadi, justru lebih banyak siswa yang semakin
minder dan bersikap pasrah saja melihat kemajuan kawan-kawannya. Tengoklah. Di setiap
jenis perlombaan yang digelar, hampir bisa dipastikan bahwa sekolah unggulan dan atau
kelas khusus senantiasa mendominasi. Dalam meeting class internal sekolah, misalnya, kelas
khusus selalu menjadi yang terbaik; dari lomba cerdas-cermat per mata pelajaran, lomba
pidato, lomba majalah dinding, bahkan mungkin sampai lomba kreatifitas masak-memasak.
Harapan satu-satunya bagi kelas-kelas reguler mungkin hanya dalam lomba olah raga—itu
pun gelar juaranya berpeluang ‘disikat’ pula oleh murid dari kelas khusus. Pada akhirnya
siswa-siswa yang tak duduk di kelas khusus putus asa. Mereka tak lagi pernah menargetkan
diri menjadi yang terbaik. Target termuluk bagi mereka adalah menjadi nomor dua di bawah
kelas khusus. Kasihan. Padahal berputus asa untuk menjadi yang terbaik hukumnya adalah
haram. Sayang sekali pengalaman para siswa itu selalu menunjukkan bahwa predikat terbaik
itu ‘wajib’ merupakan milik kelas khusus. Kesimpulan yang pertama, pembentukan kelas-
kelas khusus dan sekolah unggulan secara tak disadari telah membunuh spirit kompetisi bagi
mayoritas siswa. Entah sampai kapan ketidakpercayaan-diri itu tumbuh dan berkembang
dalam sanubari sebagian besar calon-calon SDM pembangun daerah ini.

Kedua; tidak terjadi transfer of knowledge dari siswa cerdas kepada siswa tak cerdas. Ini
menyangkut metode komunikasi untuk memasukkan mata pelajaran ke dalam otak siswa.
Bahasa yang digunakan oleh buku dan para guru umumnya mendapat perhatian dan
dimengerti hanya oleh murid-murid cerdas. Murid-murid lain baru dapat memberi perhatian
lalu mengerti pelajaran-pelajaran tersebut jika dijelaskan oleh kawannya sendiri dengan
bahasa mereka sendiri. Bukankah itu tujuan utama dari belajar kelompok? Namun ketika
anak-anak cerdas itu ‘dikarantina’ di sekolah unggulan dan kelas khusus, kelompok-
kelompok belajar yang dibentuk oleh siswa lainnya justru menjadi tidak efektif. Bagaimana
bisa efektif jika anggota kelompoknya sama-sama tak mengerti dengan pelajarannya?
Sementara kelompok belajar di kelas-kelas khusus juga tidak efektif. Toh mereka sudah
sama-sama mengerti pelajarannya lalu untuk apa lagi belajar kelompok? Siswa kelas khusus
atau sekolah unggulan cenderung menjadi individual learner. Dia memang bertambah pintar
dengan cara itu. Tetapi bukankah dia menjadi jauh lebih cerdas bila mengajarkan ilmu yang
dimilikinya kepada kawan-kawan yang belum mengerti? Dan dengan begitu dia menjadi
lebih berguna daripada sekadar anak pintar?!

Ketiga; tidak terasahnya kepekaan sosial dari siswa-siswa yang cerdas. Siapa saja tentu
menjadi lebih dekat secara personal tatkala sering bersua. Menjadi umum pula seorang murid
menjadi lebih dekat dengan teman sekelasnya daripada kawannya di kelas lain. Ketika anak-
anak cerdas disatukan dalam sebuah kelas atau sekolah saja, maka mereka terbiasa bergaul
sesama anak cerdas saja dengan menggunakan bahasa dan perilaku yang lebih cerdas
daripada kelas atau sekolah lainnya. Pendek kata, kelas khusus seakan lebih berperadaban
daripada kelas lain. Sedangkan kelas biasa—yang jumlahnya lebih banyak itu—terkesan
relatif lebih norak dalam bergaul dibanding kelas khusus.Coba tanyakan kepada polisi yang
sering menangkap anak-anak pembolos yang nongkrong di Pasar adakah di antara murid
yang tertangkap itu masuk dalam khusus atau dari sekolah unggulan? Tentu tidak pernah ada.
Kenapa bisa jadi begitu? Sebab kondisi di sekolah tidak memberi peluang bagi bersatunya
anak-anak cerdas dengan anak-anak yang tidak cerdas. Dan itu menjadi salah satu pemantik
rasa minder di hati anak tak cerdas dan berujung pada pembolosan.Sementara itu para siswa
kelas khusus dan sekolah unggulan kian menghampiri keadaan ‘buta sosial’. Mereka tidak
terbiasa hidup dan bergaul dengan kawan sebayanya yang kurang cerdas. Padahal manusia-
manusia yang kurang cerdas itulah yang akan menjadi konstituen terbesar mereka kelak di
kemudian hari mereka menjadi pemimpin. Kepekaan sosialnya minim.

Keempat; sekolah unggulan dan kelas khusus hanya menambah kesenjangan sosial yang
memang sudah tajam sekarang ini. Lihat saja murid-murid kelas khusus, hampir tiada yang
berasal dari kelas ekonomi lemah. Mayoritas memiliki orang tua berduit—yaitu pejabat
eksekutif daerah, anggota dewan, kontraktor atau pengusaha non kontraktor. (Mungkin hanya
satu-dua murid kelas khusus yang rumahnya berdinding bambu). Jelas, segala fasilitas pribadi
untuk mereka belajar juga dapat diadakan orang tua mereka; entah buku pedoman belajar,
internet, sampai penggaris canggih. Sementara di sekolah-sekolah negeri kebanyakan murid
tidak memiliki itu semua. Bahkan ada kelas yang semua isinya adalah anak-anak orang
miskin. Tak ada kawan untuk berbagi membaca buku. Kalau pun ada anak-anak cerdas dan
memiliki fasilitas, mereka sudah eksklusif di kelas khusus. Tak salah kiranya bahwa kualitas
guru-guru kelas khusus, sistem belajar dan segala fasilitas mereka belum tentu mampu
membuat murid-muridnya berprestasi luar biasa jika sebelumnya yang masuk ke
sekolah/kelas itu bukanlah anak-anak cerdas. Pendek kata, murid-murid kelas khusus bisa
berprestasi baik karena memang dasarnya mereka sudah cerdas.

5. Restrukturisasi Sekolah Unggulan

Sekolah unggulan pada umumnya hanya menerima siswa-siswa yang unggulan juga.
Fasilitasnya pun pada umumnya lengkap. Dengan input yang bagus dan sarana-prasamna
yang menunjang, maka pada akhir tahun pun tak mengherankan kalau prestasinya mentereng.
Nilai-nilai siswa sekolah unggulan akan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa umumnya.

Hal ini biasanya juga akan berimbas pada jenjang pendidikan berikutnya. Siswa-siswa dari
sekolah unggulan akan lebih mudah diterima di jenjang pendidikan berikutnya.Nah, sekolah
yang biasa-biasa saja biasanya mla menerima murid dari tingkat kecerdasan mana pun,
bahkan mungkin ada sekolah yang kebanyakan siswanya adalah limpahan siswa yang tidak
diterima di tempat lain.

Biasanya pula, sekolah-sekolah yang nonunggulan ini relatif lebih minim fasilitasnya
daripada sekolah yang unggulan. Dengan input yang pas-pasan serta sarana dan prasarana
yang kadang minim, jangankan siswa dapat berprestasi tinggi, bisa lulus ujian nasional pun
sudah bersyukur.

Dari kenyataan di atas, maka perlu dipikirkan ulang apakah sekolah-sekolah unggulan
tersebut pantas untuk dijuluki sekolah unggulan. Padahal, sekolah yang dikatakan unggalan
hanya mau menerima siswa yang nilainya tinggi, yang tinggal dipoles sedikit dan jadilah
siswa-siswa unggulan yang membawa nama hanim sekolah tersebut.

Sebaliknya, kerja ekstrakeras harus dilakukan oleh sekolah nonunggulan. Sekolah yang
dikatakan nonunggulan harus meng-upgrade kemampuan siswa yang pas-pasan dalam waktu
yang sama dengan sekolah unggulan. Sekolah nonunggul- j an juga masih dihantui dengan j
sarana-prasarana yang minim. Tak mengherankan kalau para guru hams jungkir balik agar
para murid memahami satu bab mata pelajaran saja.

Dari itu semua, selayaknya paradigma sekolah unggulan diubah. Gelar sekolah unggulan
seharusnya diberikan kepada sekolah-sekolah yang mampu mendidik murid-murid yang biasa
menjadi murid-murid yang luar biasa, from zero to hero. Itulah yang layak disebut sebagai
sekolah unggulan.

Jadi bukan sekolah yang input-nya bagus kemudian output-nya juga bagus karena itu
merupakan hal yang wajar. Pemerintah sendiri diharapkan benar-benar memperhatikan peme-
mtaan pendidikan. Selayaknya setiap sekolah memiliki fasilitas yang sama baiknya. Kualitas
para guru juga harus diperhatikan. Dengan adanya standardisasi ini, tata tinggal melihat
bagaimana sekolah berlomba-lomba menghasilkan output yang berkualitas.

Jika sekolah-sekolah memiliki fasilitas dan gum yang sama kualitasnya, kemudian ada
sekolah yang menonjol output-nya, maka bolehlah disebut sekolah unggulan.

Maka konsep sekolah unggulan yang tidak unggul ini harus segera direstrukturisasi.
Restrukrutisasi sekolah unggulan yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

Pertama, program sekolah unggulan tidak perlu memisahkan antara anak yang memiliki
bakat keunggulan dengan anak yang tidak memiliki bakat keunggulan. Kelas harus dibuat
heterogen sehingga anak yang memiliki bakat keunggulan bisa bergaul dan bersosialisasi
dengan semua orang dari tingkatan dan latar berlakang yang beraneka ragam. Pelaksanaan
pembelajaran harus menyatu dengan kelas biasa, hanya saja siswa yang memiliki bakat
keunggulan tertentu disalurkan dan dikembangkan bersama-sama dengan anak yang memiliki
bakat keunggulan serupa. Misalnya anak yang memiliki bakat keunggulan seni tetap masuk
dalam kelas reguler, namun diberi pengayaan pelajaran seni.

Kedua, dasar pemilihan keunggulan tidak hanya didasarkan pada kemampuan intelegensi
dalam lingkup sempit yang berupa kemampuan logika-matematika seperti yang diwujudkan
dalam test IQ. Keunggulan seseorang dapat dijaring melalui berbagai keberbakatan seperti
yanag hingga kini dikenal adanya 8 macan.

Ketiga, sekolah unggulan jangan hanya menjaring anak yang kaya saja tetapi menjaring
semua anak yang memiliki bakat keunggulan dari semua kalangan. Berbagai sekolah
unggulan yang dikembangkan di Amerika justru untuk membela kalangan miskin. Misalnya
Effectif School yang dikembangkan awal 1980-an oleh Ronald Edmonds di Harvard
University adalah untuk membela anak dari kalangan miskin karena prestasinya tak kalah
dengan anak kaya. Demikian pula dengan School Development Program yang dikembangkan
oleh James Comer ditujukan untuk meningkatkan pendidikan bagi siswa yang berasal dari
keluarga miskin. Accellerated School yang diciptakan oleh Henry Levin dari Standford
University juga memfokuskan untuk memacu prestasi yang tinggi pada siswa kurang
beruntung atau siswa beresiko. Essential school yang diciptakan oleh Theodore Sizer dari
Brown University, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan siswa kurang mampu.

Keempat, sekolah unggulan harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul yaitu
yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat,
memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan pada siswa, menghargasi
prestasi setiap siswa berdasar kondisinya masing-masing, terpenuhinya harapan siswa dan
berbagai pihak terkait dengan memuaskan.

Itu semua akan tercapai apabila pengelolaan sekolah telah mandiri di atas pundak sekolah
sendiri bukan ditentukan oleh birokrasi yang lebih tinggi. Saat ini amat tepat untuk
mengembangkan sekolah unggulan karena terdapat dua suprastruktur yang mendukung.

Pertama, UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dimana pendidikan termasuk
salah satu bidang yang didesentralisasikan. Dengan adanya kedekatan birokrasi antara
sekolah dengan Kabupaten/Kota diharapkan perhatian pemerintah daerah terhadap
pengembangan sekolah unggulan semakin serius.
Kedua, adanya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang
didalamnya memuat bahwa salah satu program pendidikan pra-sekolah, pendidikan dasar dan
pendidikan menengah adalah terwujudnya pendidikan berbasis masyarakat/sekolah. Melalui
pendidikan berbasis masyarakat/sekolah inilah warga sekolah akan memiliki kekuasaan
penuh dalam mengelola sekolah. Setiap sekolah akan menjadi sekolah unggulan apabila
diberi wewenang untuk mengelola dirinya sendiri dan diberi tanggung jawab penuh. Selama
sekolah-sekolah hanya dijadikan alat oleh birokrasi di atasnya (baca: dinas pendidikan) maka
sekolah tidak akan pernah menjadi sekolah unggulan. Bisa saja semua sekolah menjadi
sekolah unggulan yang berbeda-beda berdasarkan pontensi dan kebutuhan warganya. Apabila
semua sekolah telah menjadi sekolah unggulan maka tidak sulit bagi negeri ini untuk bangkit
dari keterpurukannya

Setelah melihat uraian di atas, tak ada cara lain selain kita perlu langkah tepat. Mengingat
pendidikan kita sedang menghadapi krisis, sehingga butuh pemecahan edukatif agar anak
didik menemukan kembali kegembiraan dan sukses dalam belajarnya. Bagaimana agar proses
pendidikan di sekolah, bisa membuat anak didik belajar dengan gembira, bermain, menjadi
dirinya sendiri, mengembangkan kreativitas demi masa depan, serta hidup secara baik dan
benar. Kalau itu bisa ditanamkan pada anak didik, dijamin kesenjangan akan dapat ditekan
sekecil mungkin.

Apalagi sekolah kini tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi mereka. Dunia pendidikan
benar-benar sedang krisis, tercermin dari guru menjadi pengawas, penindas, dan
merendahkan martabat siswa. Sekolah jadi lembaga yang mematikan bakat, kreativitas dan
gairah siswa untuk belajar. Sekolah sangat komersial dan membunuh kesempatan serta
diskriminasi terhadap siswa miskin. Sekolah tidak lagi menjadikan anak didik merasakan
kegembiraan dan kebahagiaan, tapi mengakibatkan kegelisahan dan ketakutan. Mereka
mudah stres, suka tawuran, penyalahgunaan narkoba dan malas belajar. Menemukan identitas
dan jati diri, menjadi kunci bagi sukses pendidikan mereka.

Sekolah yang seharusnya menyediakan lingkungan belajar yang kondusif, sudah berubah
menjadi tak lebih dari bimbingan belajar. Di mana guru yang seharusnya menjadi fasilitator
mendampingi, mengamati, menilai kegiatan dan interaksi anak didik, terjebak menjadi mesin
distribusi soal latihan ujian dan koreksi jawaban. Ditambah nasib guru yang tak kunjung
selesai.

C. Penutup

Dalam hal mengembangkan sekolah kearah sekolah unggulan (sekolah bermutu) disamping
perubahan-perubahan tersebut masih banyak hal yang perlu diperhatikan diantaranya : Sarana
dan prasarana, Manajmen sekolah,Visi dan Misi sekolah, Profesionalisme Guru dan lain-lain.
Untuk Profesionalisme bukan berarti menguasai sebagian besar pengetahuan tatapi lebih
penting adalah bagaimana membuat siswa dapat belajar, guru dan siswa disederhanakan agat
tidat tercipta gep, adanya perilaku guru yang membuat siswa tersisih atau terpisah dari
gurunya, guru dan siswa harus terjalin komunikasi agar dalam proses pembelajaran ada
keterbukaan siswa mengeritik dan mengeluarkan pendapat. Sebab bukan tidak mungkin
dengan pengaruh perkembangan teknologi siswa lebih pintar dari gurunya.

Demikianlah, seyogianya pemerintah mengganti istilah ”sekolah unggulan” menjadi ”sekolah


unggul” yang disertai pemerataan, aksesibilitas, dan interkoneksi yang memungkinkan semua
warga negara Indonesia menikmati pendidikan secara wajar.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hadis, Paradigma Pengembangan Sekolah Unggulan, http://artikel.total.or.id

M. Gorky Sembiring, 2008, Menjadi Guru Sejati, Penerbit: Galangpress Group

Mujtahid, Pendidikan Unggulan Berbasis Pesantren, http://uin-malang.ac.id

P. Suparno, SJ., dkk., 2002, Reformasi pendidikan: sebuah rekomendasi, Penerbit Kanisius.

Reni Akbar H,Sihadi, Akselerasi (A-Z Informasi Progrom Percepatan Belajar)

Siti Nurhasanah, Ada Apa Dengan Sekolah Unggulan

Sumber: http://www.vilila.com/2010/09/paradigma-pengembangan-sekolah-
unggulan.html#ixzz310AHJroI

Anda mungkin juga menyukai