Anda di halaman 1dari 13

KARYA TULIS ILMIAH BAHASA INDONESIA

PENGARUH BUDAYA ASING TERHADAP POLA PIKIR ALUMNI


PROGRAM PERTUKARAN PELAJAR

DISUSUN OLEH:

ANNISA APRILIANI (E061181346)

DEARTEMEN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga Karya Tulis
Ilmiah berjudul “Pengaruh Budaya Asing Terhadap Pola Pikir Alumni Program
Pertukaran Pelajar” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar karya
tulis ini bisa bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari pembaca.

Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan karya tulis ini.

Makassar, 24 November 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 4

PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 5

C. Tujuan Penelitian 5

D. Manfaat Penelitian 6

E. Metodologi 6

BAB II 7

PEMBAHASAN 7

A. Perbedaan Pola Pikir Barat dan Timur 7

B. Perbedaan Moralitas Barat dan Timur 8

C. Dampak Program Pertukaran Pelajar Terhadap Pola Pikir 9

BAB III 11

PENUTUP 11

A. Simpulan 11

B. 8

DAFTAR PUSTAKA 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola Pikir atau mindset adalah sekumpulan kepercayaan (belief) atau cara
berpikir yang mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang, yang akhirnya akan
menentukan level keberhasilan hidupnya. (Adi W. Gunawan dalam Yoga, 2008).
Adi meyakini bahwa belief menentukan cara berpikir, berkomunikasi dan
bertindak seseorang. Dengan demikian jika ingin mengubah pola pikir, yang harus
diubah adalah belief atau kumpulan belief. Dalam arti sempit, pola pikir dapat
didefinisikan sebagai “Pandangan yang orang adopsi untuk dirinya sangat
mempengaruhi cara orang tersebut mengarahkan kehidupan” (Dweck, 2008). Artinya,
kepercayaan atau keyakinan seseorang memiliki kekuatan yang dapat mengubah
pikiran, kesadaran, perasaan, sikap, dan lain-lain, yang pada akhirnya membentuk
kehidupannya saat ini.
Kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Lebih dari 300 siswa-siswi Indonesia dikirim setiap tahunnya sebagai delegasi
program pertukaran pelajar yang diwadahi oleh begitu banyak organisasi. Beberapa
ada yang menjalani program selama tiga bulan, enam bulan, bahkan hingga satu
tahun lamanya. Siswa-siswi yang sebagian besar masih duduk di bangku SMA ini

1
baru berusia sekitar 16-18 tahun saat menjalani program. Pada tahap ini, tentu pola
pikir mereka sebagai individu sebenarnya belum matang dengan sempurna. Pengaruh
sebuah budaya asing ketika dihadapkan dengan pola pikir remaja Indonesia yang
notabenenya berbudaya timur akan menghasilkan sebuah gegar budaya. Perbedaan
budaya yang signifikan antar budaya timur dan barat tidak dapat dihindarkan pula
dari adanya konflik dalam pola pikir remaja. Proses penyerapan budaya dan
kepercayaan (belief) dalam rentang waktu yang lama tentu akan menghasilkan adanya
pergeseran persepsi dalam nilai-nilai yang siswa pegang. Pada penelitian ini, para
alumni program pertukaran pelajar khususnya yang berasal dari Kota Makassar dan
telah menjalani program dengan rentang waktu satu tahun pada usia 16-18 tahun akan
diteliti untuk melihat pengaruh budaya asing terhadap perubahan pola pikir mereka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak positif yang dirasakan oleh alumni dari pengalamannya saat
menjalankan program?
2. Apa saja tantangan dan dampak negatif dari budaya asing yang harus
dihindari oleh alumni selama menjalankan program?
3. Bagaimana perbedaan pola pikir alumni saat baru menjalani dan akhirnya
mengakhiri program?

C. Tujuan Penelitian
1. Menilai pengaruh budaya asing terhadap pola pikir remaja.
2. Melihat aspek-aspek apa saja yang dapat ditingkatkan dalam pola pikir
masyarakat Indonesia ketika dibandingkan dengan pola pikir budaya asing.
3. Menjauhkan dampak negatif budaya asing dalam kehidupan bermasyarakat di
Indonesia.

2
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi pendidikan
Karya tulis ini diharapkan dapat berguna sebagai salah satu bahan penelitian
yang dapat dikembangkan kedepannya oleh institusi-institusi pendidikan
seperti SMA dan Universitas.
2. Bagi pembaca
Karya tulis ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia
guna melihat perbedaan pola pikir masyarakat Indonesia dibandingkan dengan
pola pikir masyarakat negara lain, sekaligus sebagai salah satu bahan acuan
dalam menyaring budaya yang baik.

E. Metodologi
1. Jenis dan Rancangan Penelitian
a. Jenis: Kualitatif.
b. Rancangan: Pengambilan survey dan pengolahan data.
2. Waktu dan Tempat Penelitian
a. Waktu: November – Desember 2018
b. Tempat: Makassar, Indonesia
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi non-partisipan.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi: Alumni program pertukaran pelajar Indonesia.
b. Sampel: Alumni program pertukaran pelajar Indonesia yang berasal
dari Kota Makassar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbedaan Pola Pikir Barat dan Timur


Sudah tidak dapat dipingkuri bahwa ada begitu banyak perbedaan dalam
kebudayaan barat dan timur. Dalam aspek gaya hidup misalnya, masyarakat
Indonesia identik dengan budaya gotong-royong, kolektivisme dipercaya sangat
efektif dalam mewujudkan masyarakat yang ideal. Beberapa suku di Indonesia
bahkan memiliki tradisi untuk mengangkat sebuah rumah bersama-sama ketika
pemilik rumah tersebut harus pindah dari lokasinya. Sementara, masyarakat dari
bangsa-bangsa barat acapkali disebut sebagai orang-orang yang individualistis. Media
seringkali menggambarkan masyarakat barat sebagai orang-orang yang acuh tak acuh
terhadap sekitarnya. Mereka digambarkan sebagai ambisius dan tidak memikirkan
perasaan orang lain yang tidak menyangkut kepentingannya.
Berangkat dari gagasan tersebut, bahkan dalam aspek penyampaian opini pun
kedua budaya sangat berbeda dalam melakukannya. Masyarakat barat dikenal sebagai
orang-orang yang tegas dan lugas dalam menyampaikan pendapatnya di muka umum.
Ketika mereka menginginkan A, maka mereka akan menyebutkan A, bukan B, C, D,
apalagi E. Pada sisi yang lain, masyarakat timur cenderung tidak jelas saat
menyampaikan kemauannya. Ketika mereka menginginkan A misalnya, maka mereka
akan mengatakan E dulu, lalu C, baru B, dan akhirnya berakhir pada A. Hal ini
dipengaruhi oleh budaya masyarakat timur yang sangat menjaga perasaan orang lain,
menyebabkan mereka untuk seringkali merasa ‘tidak enakan’ saat terdengar terlalu
tegas dalam menyampaikan keinginannya.
Belum lagi perbedaan-perbedaan yang meliputi hal esensial dalam kehidupan
sehari-hari seperti cara makan, jenis makanan yang dikonsumsi, cara berpakaian, cara
memakai toilet, jalur bertransportasi dan tentunya sistem pendidikan. Perbedaan-
perbedaan kebudayaan seperti itulah yang menjadi santapan sehari-hari yang dihadapi

4
oleh para siswa pertukaran pelajar saat berada di negara asing. Hal-hal yang mungkin
dirasa sepele ternyata menghasilkan adanya konflik batin pada diri mereka saat
menentukan harus melakukan apa dengan norma sosial yang mana.
Salah satu alumni program pertukaran pelajar di Amerika misalnya, ia
mengungkapkan pengalamannya ketika baru saja sampai di rumah keluarga
angkatnya. Ia langsung ditawari untuk menyantap makan malam, namun karena
masih dalam kondisi jet-lag dan masih sungkan untuk menerima, ia pun menggeleng-
gelengkan kepala saja. Keluarga angkatnya pun tidak terus memaksa ia untuk
makan—sebuah budaya yang berbeda dengan masyarakat Indonesia yang seringkali
memaksa tamunya untuk makan bagaimanapun keadaannya. Akhirnya, ia dibiarkan
untuk masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Saat bangun pada siang harinya,
kepalanya terasa sangat berat karena menahan lapar selama berbelas-belas jam.
Semenjak itu, ia belajar bahwa kata ‘tidak’ tidak bisa lagi ia lontarkan hanya karena
rasa ‘tidak enakan’, karena persepsi kata ‘tidak’ yang ia miliki dan yang masyarakat
Amerika miliki sangat berbeda. Pola pikir masyarakat Indonesia yang cenderung
perlu dibujuk sebelum melakukan sesuatu demi dirinya sangat berbeda dengan pola
pikir tegas masyarakat Indonesia.

B. Perbedaan Moralitas Barat dan Timur


Moralitas adalah salah satu hal yang paling kontras diantara dua kebudayaan
barat dan timur. Apa yang dianggap baik dan benar di masyarakat timur belum pasti
baik dan benar pula bagi masyarakat barat. Salah satu hal yang mendasari hal ini
adalah karena adanya perbedaan pandangan dalam hal-hal seperti penunjukan rasa
hormat, kasih sayang, dan etika yang berlaku di masyarakat.
Bagi masyarakat di Prancis, saat kita bertemu siapapun itu—baik teman,
keluarga, bahkan orang yang baru dikenal—maka norma yang berlaku adalah untuk
menyapa mereka dengan ciuman di pipinya selama beberapa kali. Masyarakat Prancis
mengutamakan penunjukan rasa kasih sayang kepada sesama. Hal ini tentu berbeda

5
dengan budaya masyarakat Jepang yang merunduk kepada kita saat menyapa, hal ini
merupakan sebuah bentuk penjunjungan rasa hormat kepada orang lain. Kedua hal
tersebut apabila dilakukan di Indonesia maka akan menimbulkan kontroversi.
Menyapa teman kelas dengan cara a la Prancis akan menimbulkan cibiran bahkan
persekusi, sementara apabila kita merunduk secara 90° untuk menyapa penjaga toko,
maka itu juga akan menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat Indonesia.
Kedua contoh perbedaan moralitas diatas adalah salah satu tantangan yang
dihadapi oleh alumni program pertukaran pelajar. Untuk bisa beradaptasi dengan
norma sosial saat ia baru sampai di negara tujuannya tentu memerlukan waktu dan
penyesuaian dalam pola pikirnya. Begitu pula sebaliknya, saat mereka kembali ke
Tanah Ibu Pertiwi, maka proses penyesuaian harus dilakukan kembali agar mereka
bisa kembali diterima oleh norma masyarakat Indonesia.
Proses adaptasi yang terus dilakukan oleh para alumni program pertukaran
pelajar adalah salah satu media yang menempa pola pikir mereka. Hasilnya, mereka
dapat lebih cakap dalam aspek interpersonal. Mereka dapat lebih menghargai
perbedaan, dan lebih bijak dalam menilai mana yang baik dan buruk. Mereka dapat
menanamkan konsep dalam pola pikirnya masing-masing bahwa tidak ada yang lebih
baik ataupun lebih buruk, yang ada hanyalah perbedaan.

C. Dampak Program Pertukaran Pelajar Terhadap Pola Pikir


Bagi alumni program pertukaran pelajar, pengalaman mereka selama setahun
di negara orang adalah pengalaman sekali seumur hidup. Di usia yang baru berkisaran
16-18 tahun, mereka telah berani meninggalkan segala kenyamanan di Tanah Air.
Mereka meninggalkan rumah, keluarga, teman, dan segala konstruksi sosial yang
telah membina mereka sejak kecil. Sesampainya di negara baru, tentu bukanlah
sebuah perkara mudah untuk bisa beradaptasi dengan kebudayaan yang nyaris
berbeda 180° dengan kebudayaan Indonesia. Namun, tidak ada satupun dari mereka
yang menyesali keputusannya tersebut. Bahkan, sebagian dari mereka sekarang

6
sedang mengusahakan jalannya untuk bisa kembali mengunjungi keluarga angkat
yang sudah terasa seperti keluarga kandung.
Pengalaman setahun tersebut menjadi sebuah titik balik di kehidupan mereka.
Sebuah titik balik yang berdampak secara signifikan dalam cara mereka memandang
dunia, mempengaruhi pola pikir mereka yang semakin kaya akan wawasan. Sebagian
besar dari mereka mengakui bahwa mereka mengalami proses pendewasaan dan
pencarian jati diri saat menjalani program. Budaya-budaya yang diterapkan di negara
tujuannya masing-masing memainkan peran penting dalam pembentukan pola pikir
mereka.
Contoh yang mungkin terdengar sederhana adalah mengenai waktu dan
antrean. Seorang alumni yang mengikuti program pertukaran pelajar di Jepang
berangkat sebagai remaja yang memenuhi stereotipikal orang Indonesia; memiliki
‘jam karet’ alias sering tidak tepat waktu, dan sering lalai dalam mengantre.
Sekembalinya dari Jepang, ia telah bertransformasi menjadi pribadi yang datang
setidaknya 10 menit lebih awal dari waktu yang ditentukan. Ia bahkan berani
menegur ketika ia melihat ibunya sendiri berusaha memotong antrean.
Tentu, apabila dilihat dari segi normatif masyarakat Indonesia, maka
seharusnya ia tidak menegur ibunya sendiri. Namun, apabila berangkat dari norma
sosial yang ideal, maka sudah sepantasnya ia untuk menegur seseorang yang
melakukan kesalahan. Maka dari itu, pembentukan pola pikir yang bijak sangat
penting untuk dilakukan oleh masyarakat Indonesia sejak dini.

7
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Sangat penting untuk adanya pembentukan pola pikir bagi remaja
Indonesia sejak dini. Pengaruh kebudayaan negara asing yang lebih maju
adalah salah satu keuntungan yang didapatkan oleh para alumni program
pertukaran. Ada begitu banyak konflik antar perbedaan budaya yang dialami
oleh para alumni, baik itu hal kecil seperti kata ‘tidak’ hingga hal-hal normatif
seperti cara menyapa. Pengaruhnya sangat berperan besar dalam pembentukan
pola pikir alumni, bahkan hingga mereka pulang kembali ke Indonesia. Proses
adaptasi mereka lalui secara terus menerus sehingga dibutuhkan kemampuan
untuk mengasah pola pikir agar menjadi bijak dalam menempatkan penilaian.
Tidak ada yang lebih baik maupun lebih buruk, yang ada hanyalah perbedaan.

B. Saran
Untuk memajukan masyarakat Indonesia, diperlukan generasi muda
yang memiliki pola pikir yang hebat. Maka dari itu, disarankan kepada
pembaca agar senantiasa membuka fikiran dan wawasannya guna menghargai
perbedaan di tengah masyarakat yang kian hari makin multikultural ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dweck, Carol S. Change Your Mindset: Cara Baru Melihat Dunia Dan Hidup Sukses
Tak Terhingga. Serambi Ilmu Semesta, 2007.
Gunawan, Adi W. The Secret of Mindset. Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Anda mungkin juga menyukai