Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

LANGKAH PENGEMBANGAN DESAIN PENDIDIKAN


KARAKTER

DISUSUN GUNA MEMENUHI TUGAS PADA MATA KULIAH


DESAIN PENDIDIKAN KARAKTER

DISUSUN OLEH:
Harry Susanto
Laksa Ari Dinata
M. Hafis

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Hadi Candra, S.Ag., M.Pd


NIP. 19730605 199903 1 004

PROGRAM STUDI PENDIDKAN AGAMA ISLAM (PAI)


PROGRAM PASCASARJANA ISNTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) KERINCI
TAHUN 1442 H/ 2021 M

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Robbil `Alamin segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam,
atas karunia dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang
berjudul “Paradigma Penelitian” ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam tidak
lupa pula kita curahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, dengan ucapan
Allahumma Sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala Ali Muhammad, semoga di hari akhir kita
menjadi golongan orang yang beruntung yang mendapat naungan syafaat dari beliau.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
dosen pada mata kuliah Desain Pendidikan Karakter. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang Langkah Pengembangan Desain
Pendidikan Karakter bagi pembaca dan juga bagi kami penulis (kelompok 3).
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Hadi Candra, S.Ag, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Desain Pendidikan Karakter yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sungai Penuh, Maret 2021

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 2
D. Metode Penulisan 2
E. Sistematika Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Mengidentifikasi kebutuhan nilai-nilai karakter disektor sekolah sebagai
leading sector, keluarga dan masyarakat 3
B. Mengidentifikasi karakteristik dan entry behavior peserta didik 7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 11
B. Saran 12
Daftar Pustaka 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perilaku dan karakteristik setiap siswa bersifat heterogen. Tidak semua
siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan mudah, ada beberapa kelompok
siswa yang harus mendapatkan pengajaran ekstra agar dapat memahami suatu
pembelajaran. Bila pengajar mengikuti kelompok siswa yang pertama, kelompok
yang kedua merasa ketinggalan kereta, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran
yang diberikan. Sebaliknya, bila pengajar mengikuti kelompok yang kedua, yaitu
mulai dari bawah, kelompok pertama akan merasa tidak belajar apa-apa dan
bosan. (Suparman, 2012: 178).
Untuk mengatasi hal ini, menurut Suparman ada dua pendekatan yang
dapat dipilih. Pendekatan pertama, siswa menyesuaikan dengan materi pelajaran,
dapat dilakukan sebagai berikut: 1) Seleksi Pene-rimaan Siswa, 2) Tes dan
Pengelompokan Siswa, 3) Lulus Mata Pelajaran Prasyarat. Pendekatan kedua,
materi pelajaran disesuaikan dengan siswa. Pendekatan ini hampir tidak
memerlukan seleksi penerimaan siswa. Pada dasarnya, siapa saja boleh masuk dan
mengikuti pelajaran tersebut. (Suparman, 2012: 178-179).
Dari uraian singkat di atas, diperoleh gambaran bahwa perilaku dan
karakteristik awal siswa penting, karena mempunyai implikasi terhadap
penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional. Oleh karena itu, maka
pembahasan kali ini tentang mengidentifikasi kebutuhan nilai-nilai karakter
disektor sekolah sebagai leading sector, keluarga dan masyarakat dan
Mengidentifikasi karakteristik dan entry behavior peserta didik.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengkaji dan mengulas tentang “langkah pengembangan desain
PK”, maka diperlukan sub pokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga
penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan nilai-nilai karakter
disektor sekolah sebagai leading sector, keluarga dan masyarakat ?

1
2. Bagaimana cara Mengidentifikasi karakteristik dan entry behavior
peserta didik?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan


Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah “Desain pendidikan karakter”. Dan menjawab pertanyaan yang ada pada
rumusan masalah. Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi kebutuhan nilai-
nilai karakter disektor sekolah sebagai leading sector, keluarga dan
masyarakat
2. Unutk mengetahui bagaimana cara mengidentifikasi karakteristik dan
entry behavior peserta didik.

D. Metode Penulisan
Pada Penulisan makalah ini, penulis memakai metode studi literatur dan
kepustakaan. Referensi makalah ini bersumber tidak hanya dari buku, tetapi juga
dari media media lain seperti artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang di cari melalui
sumber internet.

E. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan, bab
pembahasan, dan bab penutup. Adapun bab pendahuluan terbagi atas : latar
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Sedangkan bab pembahasan dibagi berdasarkan subbab
yang berkaitan tentang “langkah pengembangan desain PK”. Terakhir, bab
penutup terdiri atas kesimpulan dan saran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengidentifikasi kebutuhan nilai-nilai karakter disektor sekolah sebagai


leading sector, keluarga dan masyarakat
Setiap manusia memiliki karakter yang berbeda-beda dan menjadi ciri
khas seseorang dalam berperilaku. Nilai adalah norma yang dianggap baik oleh
setiap individu. Nilai merupakan suatu sifat atau norma yang diyakini penting dan
berguna dalam kehidupan manusia serta berkaitan dengan kognitif dan afektif
(Najib, 2015: 47). Di dalam nilai terdapat standar tentang sesuatu yang dinilai
baik dan buruk serta pengaturan perilaku (Majid & Dian 2015:23).
Nilai karakter merupakan sifat yang dianggap penting dalam kehidupan
manusia. Nilai karakter merupakan suatu ide atau konsep yang dapat dijadikan
sebagai pedoman dalam berperilaku bagi seseorang (Solichin, dkk., 2015: 47).
Nilai pendidikan karakter merupakan nilai-nilai yang termuat dalam kurikulum
sekolah. Khan (2010:3) mengemukakan bahwa nilai-nilai karakter adalah nilai
religius, nasionalis, cerdas, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, arif, hormat,
santun, dermawan, suka menolong, gotong royong, percaya diri, kerja keras,
tangguh, kreatif, kepemimpinan, demokratis, rendah hati, toleransi, solidaritas,
dan peduli.
Nilai-nilai karakter yang bersumber dalam adat dan budaya bangsa
Indonesia terlah dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, Kementerian
Pendidikan Nasional telah mengidentifikasikan dan merumuskan nilai-nilai
karakter yang dapat dinternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui
pendidikan karakter. Adapun nilai-nilai karakter tersebut adalah: religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan tanggung jawab (Kemdikbud Dirjen Pendidikan Dasar, 2011: 26-27).
Nilai-nilai karakter yang harus dikembangkan adalah nilai-nilai karakter dalam
kompetensi inti sikap spritual dan kompetensi inti sosial sebagaimana sudah

3
ditetapkan di dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24
Tahun 2016.
Pembentukan nilai-nilai karakter didasari oleh pengetahuan untuk
melakukannya. Nilai-nilai karakter dapat membantu seseorang dalam berinteraksi
dengan orang lain secara lebih baik (learning to live together). Nilai karakter
mencakup berbagai bidang kehidupan, seperti hubungan dengan sesama, diri
sendiri (larning to be), hidup bernegara, lingkungan dan Tuhan (Muslih, 2011:
67). Pendapat Muslih menekankan bahwa penanaman nilai-nilai karakter
membutuhkan tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pentingnya penanaman nilai-nilai karakter adalah untuk membangun
kehidupan kebangsaan yang multikultural, membangun peradaban bangsa yang
cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan
kehidupan manusia, mengembangkan potensi dasar agar berbudi pekerti luhur,
berpikir positif, memiliki keteladanan yang baik, membangun sikap nasionalisme
dan mencintai damai, kreatif, mandiri dan mampu hidup secara berdampingan
dengan bangsa lain (Taufiq, 2018).
Lingkungan sekolah perlu dikondisikan agar lingkungan fisik dan sosial
kultural sekolah memungkinkan para peserta didik bersama seluruh warga sekolah
terbiasa membangun kegiatan keseharaian di sekolah dapat mencerminkan
perwujudan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter dilakukan secara
berkelanjutan oleh seluruh warga sekolah sehingga menjadi kebiasaan dan pada
akhirnya menjadi budaya sekolah.
Budaya sekolah merupakan karakteristik sekolah yang membedakan
dengan sekolah lainnya. Seluruh warga sekolah berperan dan melaksanakan
tugasnya seseuia dengan nilai dan norma yang menjadi bagian dari sekolah
tersebut (Suharsaputra, 2010:105). Budaya sekolah yang efektif merupakan nilai-
nilai, kepercayaan dan perilaku yang diterapkan sebagaikesepakatan bersama
sehingga melahirkan komitmen seliruh personel sekolah untuk melaksanakannya
secara konsisten. Budaya sekolah memiliki khas yang dapat diidentifikasi dari
nilai-nilai yang dianut, sikap dan kebiasaan-kebiasaan yang ditampilkan melalui
tindakan-tindakan oleh seluruh personel sekolah sehingga membentuk suatu
kesatuan dari setiap kegiatan dan sistem sekolah (Komariah & Cepi, 2010: 102).

4
Pembiasaan nilai-nilai karakter tercermin pada kegiatan-kegiatan di
sekolah, baik kegiatan pembelajaran, kokurikuler dan ekstrakurikuler. Berbagai
kegiatan yang dilakukan diorientasikan pada penanaman dan pembentukan sikap,
perilaku dan kepribadian peserta didik. Penerapan nilai-nilai karakter melalui
budaya sekolah dapat dilakukan secara totalitas melalui pelestarian, pembiasaan,
pengarahan, dan pemantapan nilai-nilai karakter dalam setiap kegiatan sekolah.
Semua kegiatan yang menjadi budaya sekolah memiliki pengaruh yang
kuat dalam pembentukan karakter peserta didik. Misalnya dalam kegiatan
kepramukaan, nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan adalah
kesederhanaan, kemandirian, kesetiakawanan, kebersamaan, kecintaan pada
lingkungan dan kepemimpinan. Dalam kegiatan olah raga dapat dikembangkan
nilai-nilai sportifitas, kerja sama, disiplin dan berusaha. Kegiatan budaya sekolah
dalam menginternalisasikan nilai-nilai karakter juga dapat dilakukan seperti;
membuang sampah pada tempatnya, membersihkan toilet, peduli terhadap
tanaman di lingkungan sekolah, menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan
air secukupnya, mematikan keran air setelah menggunakannhya (Mukminin,
2014).
Penanaman nilai-nilai karakter juga dapat dillakukan dengan
membudayakan kegiatan salam, sapa, senyum, sopan dan santun (5S), Patroli
Keamanan Sekolah (PKS), sarapan, tadarus, senam, upacara, peringatan hari
besar, masuk perpustakaan, pramuka, Taman Pendidkan Al-Quran, Information
and Communication Technologies (ICT), tari, batik, musik, olahraga, karate dan
qiraah (Anggraini & Zulfiati, 2017).
Penanaman nilai-nilai karakter di sekolah sebaiknya disesuaikan dengan
karakter dan budaya lokal tempat keberadaan sekolah. Oleh karena itu,
penanaman nilai-nilai karakter menjadi budaya sekolah perlu dikembangkan
berdasarkan kearifan lokal (Suyitno, 2012). Kearifan lokal dibangun dan
terbentuk berdasarkan nilai-nilai sosial yang dijunjung tinggi dan dijadikan
sebagai pedoman dalam berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Kearifan
lokal merupakan modal utama bagi sekolah dalam membangun dan
mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik tanpa merusak tatanan sosial
yang adaptif dengan lingkungan sekirat peserta didik (Asriati, 2012). Hal ini

5
sesuai dengan pendapat Wibowo (2013: 14) yang mengemukakan bahwa dalam
menerapkan pendidikan karakter, maka nilai-nilai luhur yang berasal dari adat dan
budaya lokal hendaknya lebih diutamakan untuk menginternalisasikan kepada
peserta didik.
Menciptakan suasana atau iklim sekolah yang kondusif menjadi langkah
penting dalam membantu seluruh personel sekolah dalam menjadikan warga
sekolah yang berkarakter yang diaplikasikan dalam perilaku sehingga menjadi
budaya sekolah. Semoga kegiatan, keteladaan dan proses penanaman nilai-nilai
karakter adakan saling berpengaruh terhadap budaya sekolah. Langkah-langkah
penerapan nilai-nilai karakter mencakup aspek efisiensi input, efektivitas proses,
produktivitas output, dan relevansi outcome (Hidayat, 2012). Salah satu strategi
yang dapat diterapkan dalam penerapan nilai-nilai karakter dapat dilakukan
dengan menerapkan strategi multiple intelligence atau multiple talent approach.
Strategi ini diyakini dapat mengembangkan seluruh potensi peserta didik dalam
membangun dan mengembangkan self concept yang dapat menunjang kesehatan
mental peserta didik (Omeri, 2015).
Seluruh warga sekolah harus konsisten, berkelanjutan, sistematis dan
holistik dalam menjadi teladan bagi seluruh peserta didik. Pembentukan nilai-nilai
karakter secara holistik akan mampu membimbing peserta didik pada berbagai
indikator karakter, seperti karakter religius, berpikir kritis, keratif, bekerja keras,
jujur, inovatif, menyelesaikan masalah, cinta lingkungan, bekerja dalam tim,
disiplin, percaya diri, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai perbedaan
pendapat (Sudarsana, 2016).
Setiap tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah harus menjadi
keteladanan dan panutan bagi seluruh peserta didik. Memberikan contoh
keteladanan merupakan langkah awal pembiasaan bagi peserta didik dalam
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter. Keteladanan dapat
diintegrasikan dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, baik dalam kegiatan rutinitas
maupun kegiatan insidental. Contoh keteladanan dapat dipraktekkan pada
berpakaian rapi, datang tepat waktu, bekerja keras, berbicara sopan, kasih sayang,
perhatian kepada peserta didik, jujur, menjaga kebersihan, dan lain sebaginnya.

6
Sebagai langkah yang dilakukan oleh sekolah untuk mendukung penerapan nilai-
nilai karakter di sekolah, maka sekolah perlu melakukan bebarapa hal, diantranya:
1. Menjalin hubungan dan kerja sama dengan orang tua
2. Menjalin hubungan pemangku kepentingan dalam mensosialisasikan
penerapan nilai-nilai karakter di sekolah dan sebagai langkah dalam
mewujudkan visi, misi dan tujuan sekolah
3. Memperkuat karakter peserta didik
4. Mempersiapkan dan membekali guru dalam menerapkan pendidikan
karakter di sekolah
5. Menciptakan kondisi yang aman, nyaman dan kondusif,
6. Merawat dan menjaga lingkungan dan fasilitas sekolah serta
7. Meningkatkan kinerja dan haromisasi dalam interaksi sosial (Wulandari
& Kristiawan, 2017).
Strategi sekolah dalam menerapkan nilai-nilai karakter melalui budaya
sekolah berbeda satu sama lainnya. Budaya sekolah tergambar dari suasana dan
dan interaksi yang terjadi lingkungan sekolah. Budaya-budaya sekolah yang
mengandung nilai-nilai karakter misalnya saling menyapa, mengucapkan salam
ketika bertemu dengan teman dan guru, disiplin, melakukan ibadah rutin secara
bersama-sama di sekolah, jujur, dan lain sebagainya. Semua kegiatan di sekolah
tersebut menjadi bagian dari budaya sekolah yang tergambar dari interaksi seluruh
warga sekolah agar kebutuhan nilai-nilai karakter disektor sekolah bisa menjadi
sebagai leading sector, keluarga dan masyarakat.

B. Mengidentifikasi karakteristik dan entry behavior peserta didik


Entery behavior adalah pengetahuan dan keterampilan yang telah diiliki
siswa sebelum ia melanjutkan ke jenjang berikutnya. Menurut De Cecco dalam H.
Nashir, perilaku awal mempunyai karakteristik yaitu merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mengikuti pelajaran berikutnya, mempunyai hubungan yang
relevan dengan tujuan hasil yang dicapai. Disisi laian Abdul Ghafur dalam Nopita
Windasari mendefinisikan perilakau awal adalah pengetauan dan keterampilan
yang relvan yang telah dimiliki siswa saat memulai kegiatan belajarnya telah
memiliki berbagai pengalaman, pengetahuan sikap, dan keterampilan serta potensi

7
yang diiliki dapat dijadikan tolak ukur intruksional dan perencanaan kegiatan
belajar lebih lanjut.
Perilaku awal merupakan modal bagi dalam aktivitas pembelajaran, karena
aktivitas pembelajran adalah wahana terjadinya negosiasi makna anatara guru dan
siswa berkenaan dengan materi pembelajaran. Siapa kelompok sasaran, populasi
asaran, atau sasaran didik kegiatan intruksional itu? Istilah itu digunakan untuk
menannyakan dua hal tentang perilaku siswa : pertama, menannyakan siswa yang
mana atau siswa sekolah apa. Kedua, menannyakan sejauh mana pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka miliki sehingga dapat mengikuti pelajaran
tersebut.
Pertanyaan diatas sangat penting dijawab oleh pengembang intruksional
sehingga sejak pemulaan kegiatan intruksional telah dapat disesuaikan dengan
siswa yang akan mengikutinya. Jawaban itu merupakan pula suatu batasan bagi
siswa yang bermaksud mengikuti pembelajaran tersebut, sehingga bila
mempunyai perilaku awal tersebut, siswa sebaiknya tidak mengikuti pelajaran
tersebut.
Perilaku-perilaku khusus itu terssusun secara hierakikal, prosedural,
pengelompokkan, atau kombinasi kegiatannya atau dua diantaranya tingkat
kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-perilaku khusus itu perlu
diidentifikasi agar pengembang instruksional dapat menentukan mana perilaku
khusus yang sudah dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian,
pengembang instruksional dapat pula menentukan titik berangkat yang sesuai bagi
siswa.
Menurut Suparman teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi
kebutuhaninstruksional yaitu kuesioner, interviu dan observasi, serta tes. Teknik
tersebut dapat pula digunakan untuk mengidentivikasi perilaku awal siswa. Subjek
yang memberikan informasi diminta untuk mengidentivikasi seberapa jauh tingkat
penguasaan siswa atau calon siswa dalam setiap perilaku khusus melalui skala
penilaian (rating scales).
Perilaku awal siswa dpat diukur melalui tes awal, interviu atau cara-cara
lain yang cukup sederhana seperti melontarkan pertanyaan – pertanyaan secara
acak dengan distribusi perwakilan siswa representatif. Selanjutnya Gardner

8
mengemukakan bahwa indentifikasi peilaku siswa dilakukan dengan memberi
pree-testing yakni tes awal yang dilakukan sebelum dimulaipembelajaran yang
dimaksudkan untuk menguji entry-behavior (kemampuan awal) peserta didik
berkenaan dengan tujuan pembelajaran tertentu yang harus dikuasai peserta didik.
Mengidentifikasi perilaku awal dan karakteristik siswa dalam
pengembangan program pembelajaran sangat perlu dilakukan, yaitu untuk
mengetahui kualitas perseorangan sehingga dapat dijadikan petunjuk dalam
mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap
dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan
berfikir, minat, atau kemampuan awal. Hasil kegiatan mengidentifikasi perilaku
dan karakteristik awal siswa merupakan salah satu dasar dalam mengembangkan
sistem instruksional yang sesuai untuk siswa. Dengan melaksanakan kegiatan
tersebut, masalah heterogen siswa dalam kelas dapat diatasi, setidak-tidaknya
banyak dikurangi. Dick dan Carey (2005: 73) mengemukakan bahwa manfaat
mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik diantaranya yaitu
membantu perancang pembelajaran (guru) mengidentifikasi dengan tepat apa
yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui peserta didik sebelum mereka
memulai kegiatan instruksional.
Maka dapat di simpulkan ada enam manfaat dari mengidentifikasi perilaku
dan karakteristik awal peserta didik, yaitu:
1. Untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat berkenaan dengan
kemampuan serta karakteristik awal siswa sebelum mengikuti program
pembelajaran tertentu.
2. Menyeleksi tuntutan, bakat, minat, kemampuan, serta kecenderungan
peserta didik berkaitan dengan pemilihan program-program pembelajaran
tertentu yang akan diikuti mereka.
3. Menentukan desain program pembelajaran dan atau pelatihan tertentu
yang perlu dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal peserta didik.
4. Mengetahui tentang luas dan jenis pengalaman belajar siswa, hal ini
berpengaruh terhadap daya serap siswa terhadap materi baru yang akan
disampaikan.

9
5. Mengetahui latar belakang siswa dan keluarga siswa. Meliputi tingkat
pendidikan orang tua, sosial ekonomi, emosional dan mental sehingga
guru dapat menyajikan bahan serta metode belajar yang lebih variatif,
serasi, efektif dan efisien.
6. Mengetahui tingkat pertumbuhan, perkembangan, aspirasi dan kebutuhan
siswa serta mengetahui tingkat penguasaan yang telah diperoleh siswa
sebelum mengikuti proses instruksional.

10
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Sekolah dapat mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai karakter
melalui program sekolah masing-masing. Salah satu strategi dalam pembentukan
dan pengembangan nilai-nilai karakter di sekolah adalah melalui budaya sekolah.
Nilai-nilai karakter yang dapat dikembangkan pada sekolah adalah nilai religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,
semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta
damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Strategi sekolah dalam menerapkan nilai-nilai karakter melalui budaya
sekolah berbeda satu sama lainnya. Budaya sekolah tergambar dari suasana dan
dan interaksi yang terjadi lingkungan sekolah. Budaya-budaya sekolah yang
mengandung nilai-nilai karakter misalnya saling menyapa, mengucapkan salam
ketika bertemu dengan teman dan guru, disiplin, melakukan ibadah rutin secara
bersama-sama di sekolah, jujur, dan lain sebagainya. Semua kegiatan di sekolah
tersebut menjadi bagian dari budaya sekolah yang tergambar dari interaksi seluruh
warga sekolah agar kebutuhan nilai-nilai karakter disektor sekolah bisa menjadi
sebagai leading sector, keluarga dan masyarakat.
Mengidentifikasi karakteristik dan entry behaviour peserta didik
merupakan pendekatan yang menerima peserta didik apa adanya dan menyusun
sistem pembelajaran atas dasar keadaan peserta didik tersebut. Mengidentifikasi
perilaku dan karakteristik awal peserta didik merupakan proses untuk mengetahui
kompetensi yang dikuasai peserta didik sebelum mengikuti mata kuliah atau mata
pelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi
peserta didik sebelum mengikuti pelajaran.
Rumusan tujuan instruksional khusus yang ideal mengandung empat
komponen, yaitu: A (Audience), B (Behavior), C (Condition), dan D (Degree).
Audience adalah peserta didik yang akan belajar, Behavior adalah perilaku yang
spesifik yang akan dimunculkan oleh peserta didik setelah selesai proses
belajarnya dalam pelajaran tersebut, Condition yang berarti batasan yang

11
dikenakan kepada peserta didik atau alat yang digunakan peserta didik pada saat
ia dites, dan Degree adalah tingkat keberhasilan peserta didik dalam mencapai
perilaku tersebut.

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis. Terbatasnya
ide, referensi dan waktu, saya selaku penyusun makalah ini merasa masih banyak
sekali kekurangan dan kebutuhan dalam makalah ini, maka dari pada itu kami
mengharapkan saran dan ide yang bersifat membangun, untuk  melengkapi
makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Atmowijoyo, S. Perencanaan Sistem Instruksional. (Jakarta: Universitas Islam


Jakarta,2008)
Magdalena, I., & Sunaryo. Bahan Ajar Desain Pembelajaran SD.( Tangerang:
FKIP UMT PRESS,2017)
Majid, Abdul & Dian Andayani. 2015. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Maunah, B. 2015. Implementasi pendidikan karakter dalam pembentukan
kepribadian holistik siswa. Jurnal Pendidikan Karakter, (1), 90-101.
Mukminin, A. 2014. Strategi Pembentukan Karakter Peduli Lingkungan di
Sekolah Adiwiyata Mandiri. Ta’dib: Journal of Islamic Education (Jurnal
Pendidikan Islam), 19(02), 227-252.
Nashir, H. Peranan Motivasi dan kemampuan Awal. (Jakarta: Delia Press,2004)
Solichin, dkk. Manajemen Masjid Sekolah sebagai Laboratorium Pendidikan
Karakter Konsep dan Implementasinya. (Yogyakarta: Gava Media. 2015)
Suastra, I. W. Peran Guru Dalam Pengembangan Karakter Siswa Untuk Menjaga
Keutuhan Dan Kemajuan Bangsa Indonesia. Jurnal Maha Widya
Bhuwana, 1(1),71-80.
Sudarsana, I. K. Membentuk Karakter Siswa Sekolah Dasar melalui Pendidikan
Alam Terbuka. Prosiding Nasional.
Suparman, M. A. Desain Instruksional Modern. (Jakarta: Penerbit Erlangga,2014)
Suyitno, I. . Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa
Berwawasan Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Karakter, (1), 1-13.
Wibowo, Agus. Managemen Pendidikan Karakter di Sekolah. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2013)
Wulandari, Y., & Kristiawan, M. Strategi Sekolah dalam Penguatan Pendidikan
Karakter Bagi Siswa dengan Memaksimalkan Peran Orang Tua. JMKSP
(Jurnal Manajemen, Kepemimpinan, dan Supervisi Pendidikan), 2(2), 290-
303)

13

Anda mungkin juga menyukai