Anda di halaman 1dari 11

CRITICAL JURNAL REVIEW

PERSEPSI ANTAR BUDAYA MENGENAI MAHASISWA DI INDIA

RAFFIDILLA VEBRYNDA
https://journal.umy.ac.id/index.php/jkm/article/download/1757/1815

DIUSUN OLEH : KELOMPOK 1

RINI ANDRIANI SINAGA (7193510052)


NUR AMANAH (7193510033)
SITI MASITA (7191210015)
SYARINA NAIRA (7193510045)
RINALDI (7192510007)
MARTA SIMBOLON (7192510005)

PRODI MANAJEMEN B 2019


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang kami ucapkan
terima kasih karena atas Berkah dan Nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada Ibu APRINAWATI ,SE.M.Si
sebagai dosen pengajar yang telah memberikan dukungan dan bantuan berupa pemikiran,
bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan pengertian.
Kami menyadari bahwa hasil makalah yang kami susun ini masih banyak terdapat
kekurangan dalam penyajiannya, untuk itu kami mohon maaf. Demi penyempurnaan makalah ini,
Kami berharap dengan segala hormat, saran dan pendapat serta kritik dari pembaca sekalian.
Akhirnya walaupun tugas makalah ini sangat sederhana, Kami berharap dapat bermanfaat bagi
para pembaca dimasa yang akan datang

Medan, Agutus 2021

Kelompok 1

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
BAB 2 RINGKASAN JURNAL
2.1 IDENTITAS JURNAL
2.2 RINGKASAN JURNAL
BAB 3 PEMBAHASAN
BAB 4 PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Masyarakat di lingkungan baru khususnya pada negara berkembang seperti Filipina dan
Vietnam cenderung merupakan masyarakat yang heterogen dalam berbagai aspek seperti
keberagaman suku, agama, bahasa, adat istiadat, kebiasaan sehari-hari dan sebagainya. Sementara
itu, perkembangan dunia yang semakin pesat menuntut manusia harus berinteraksi dengan pihak
lain yang menuju kearah global, sehingga tidak memiliki lagi batas-batas, sebagai akibat dari
perkembangan teknologi. Menurut pendapat Miftachul Huda (2009:26) keberfungsian sosial
berarti seorang individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara normal dapat memenuhi
kebutuhannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya hal ini sangat penting untuk
dipahami beberapa mahasiswa yang memiliki peran aktif di lingkungan baru agar tidak terjadi
berbagai macam hambatan dalam hal berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

1.2 TUJUAN

1. Menyadari bias budaya sendiri


2. Lebih peka secara budaya.
3. Memperoleh kapasitas untuk benar-benar terlibat dengan anggota dari budaya lain untuk
menciptakan hubungan yang langgeng dan memuaskan dengan orang tersebut.
4. Memangsang pemahaman yang lebih besar atas budaya sendiri.
5. Memperluas dan memperdalam pengalaman seseorang.
6. Mempelajari keterampilan komunikasi yang membuat seseorang mampu menerima gaya dan
isi komunikasinya sendiri.
7. Membantu dalam memahami kontak antarbudaya sebagai hal yang menghasilkan dan
memelihara wacana dan makna bagi para anggotnya.
8. Membantu dalam memahami model-model, konsep-konsep dan aplikasi-aplikasi bidang
komunikasi antarbudaya.
9. Membantu menyadari bahwa sistem-sistem nilai yang berbeda dapat dipelajari secara
sistematis, dibandingkan dan
\
1.3 MANFAAT

1. Dengan memahami komunikasi antarbudaya akan mengatasi hambatan-hambatan budaya untuk


berhubungan dengan orang lain , sehingga kita akan mendapat penghargaan bagi kebutuhan,
aspirasi, perasaan dan masalah manusia.
2. pemahaman akan orang lain secara lintas budaya dan antarpribadi adalah suatu usaha yang
dilakukan yang sangat membutuhkan keberanian dan kepekaan.
3. pengalaman yang diperoleh dari komunikasi antar budaya dapat menyenangkan dan
menumbuhkan kepribadian.

BAB II
RINKASAN JURNAL

2.1 IDENTITAS JURNAL

1. Judul : Persepsi Antarbudaya Mengenai Mahasiswa Indonesia di


India
2. Nama jurnal : Jurnal komunikator
3. Penulis : Raffidilla Vebrynda
4. Volume : vol.7
5. Nomor : No.2
6. Halaman : 132-141
7. Tahun terbit 2015

2.2 RINGKASAN JURNAL


A. Pendahuluan
Masyarakat di lingkungan baru khususnya pada negara berkembang seperti Filipina dan
Vietnam cenderung merupakan masyarakat yang heterogen dalam berbagai aspek seperti
keberagaman suku, agama, bahasa, adat istiadat, kebiasaan sehari-hari dan sebagainya. Sementara
itu, perkembangan dunia yang semakin pesat menuntut manusia harus berinteraksi dengan pihak
lain yang menuju kearah global, sehingga tidak memiliki lagi batas-batas, sebagai akibat dari
perkembangan teknologi. Menurut pendapat Miftachul Huda (2009:26) keberfungsian sosial
berarti seorang individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara normal dapat memenuhi
kebutuhannya dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Tentunya hal ini sangat penting untuk
dipahami beberapa mahasiswa yang memiliki peran aktif di lingkungan baru agar tidak terjadi
berbagai macam hambatan dalam hal berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Ada tiga indikator keberfungsian sosial menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia
yaitu : 1) Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar,
2) Kemampuan memecahkan masalah, dan
3) Kemampuan menjalankan peran-peran sosial.

B. Kajian Teori
Membahas tentang bagaimana pandangan mahasiswa indonesia tentang India serta
bagaimana persepsi dari diri mereka untuk kemudian menjalankan komunikasi lintasbudaya
sebagai mahasiswa Indonesia di India.

C. Metodologi Penelitian
Artikel ini ditulis berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan studi kasus dengan
teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen.

D. Pembahaan
Agoes sebagai mahasiswa S2 Indonesia, sebelum melakukan perjalanan ke India,
mengobservasi tentang tempat tinggalnya nanti. Dalam hal ini, Agoes selain sudah memiliki latar
belakang sebagai mahasiswa Indonesia juga harus mengetahui banyak tentang India. “Karakter
orang India adalah sedikit kasar (menurut norma mereka itu wajar), suka berbicara (berdebat),
namun baik hati. Sebenarnya tergantung individunya dan penilaian kita. Perbedaannya sedikit saja
dengan orang Indonesia.” (wawancara dengan Agoes Aufiya, 16 Oktober 2014).
Dalam hal ini, kepercayaan Agoes yang mengatakan bahwa di India keadaannya berbeda dan
sedikit berada di bahwa Indonesia, merupakan abstraksi dari fikiran yang didasarkan pada
pengalaman. Pengalaman yang didapatkannya selama tinggal dan berinteraksi di Indonesia.
Sebagai muslim, Agoes juga memiliki satu sistem kepercayaan, yakni agama islam yang
dianutnya, dimana India mayoritas agamanya adalah hindu. Dalam interaksinya nilai-nilai islam
yang dibawa oleh Agoes di Indonesia bahkan akan sangat berbeda dengan yang ada di India.
Sebagai salah satu pengalamannya saat ia berbincang dengan temannya tentang sholat lima waktu.
Sebagai seseorang lulusan pesantren dan terbiasa dengan sholat lima waktu tepat pada waktunya,
Agoes menemui teman Indianya yang masih belum bisa menjalankan sholat lima waktu. Karena
kebiasaannya itu, Agoes mendapat pujian atas sesuatu yang dianggap biasa olehnya (sholat tepat
waktu lima kali sehari).
Menurut Muhammad Rusyid seorang mahasiswa S2 di India juga menegaskan bahwa cara
sholat juga sangat berbeda di sana, ada yang menggunakan pakaian minim (singlet) dan lebih
memilih sholat sendiri-sendiri, berbeda dengan Indonesia yang umumnya jika pria sholat bersama
akan memilih berjamaah. Hal ini memang lumrah karena islam terbagi menjadi banyak golongan
dan India yang memang negara pluralism.
Orang Indonesia umumnya, akan memberikan pelayanan terbaik dengan menjunjung tinggi
kesopanan terhadap tamu, apalagi orang asing. Takaran kewajaran India dan Indonesia meskipun
dalam model lewis cultural communication (sudah dijelaskan di atas) berada dalam posisi yang
dekat, namun ternyata berbeda jauh. Masyarakat India terkenal lebih kotor dibanding Indonesia,
meskipun menurut mereka itu wajar, namun dengan kebiasaan Indonesianya Agoes menjadi heran
dengan kejadian yang dia alami. Suatu hari Agoes makan di kantin dan meminta ikan goreng
kepada pelayan, dan dengan cepat pelayan memberikan ikan itu langsung dengan tangannya, tanpa
perantara (sendok/penjepit makanan) dan langsung menaruh di piring makan Agoes. Hal-hal yang
berbeda, jika tidak disikapi dengan wajar, akan menimbulkan kesalahpahaman, untungnya Agoes
sudah memaklumi dan meskipun setengah hati karena jijik, tetap memakan ikan tersebut. Di
Indonesia menggunakan tangan yang kotor percaya akan menyebabkan sakit perut dan selain itu
dinilai tidak sopan karena itu akan dimakan oleh orang lain.
India juga terkenal dengan kekumuhan dan kesederhanaannya yang lebih mengarah kepada
kekurangan jika dibandingkan dengan Indonesia. Menurut Rusyid dan Agoes dalam memandang
India berdasar latar belakang ke-Indonesiaannya, India memang terkenal kumuh dan sangat padat.
“Siapa yang bisa hidup di India, maka bisa hidup di mana saja. Anekdot itu
ada benarnya, karena tidak kita pungkiri, saya sering mendengar ada beberapa mahasiswa baru
kita di India yang baru sepekan, dua pekan, sebulan, dan tiga bulan akhirnya ‘tereleminiasi’
karena beberapa sebab, biasanya karena tidak cocok dengan makanan, ada yang tidak cocok
lingkungannya karena agak kotor/ jorok (kebersihan lebih berada di bawah Indonesia), sering
dibohongi, birokrasi yang ribet dan lain-lainnya.”

Agoes menjabarkan bagaimana pandangan tentang dunia yang layak sebagai hunian bagi
mahasiswa Indonesia ternyata sangat jauh berbeda dengan kenyataan di India. Jika seseorang
tidak mampu menyesuaikan pandangan dunia dan kepercayaan yang dianutnya terhadap hal
lain yang ternyata berbeda, maka hasilnya komunikasi lintasbudaya tak dapat terlaksana dengan
baik.

Rusyid juga mengungkapkan hal yang sama tentang kesederhanaan India. Dalam muslim.
or.id ia menulis saat pertama kali mendengar hotel, ia membayangkan tempat yang nyaman dan
dapat beristirahat setelah perjalanan panjang, namun kenyataannya, hotel di India yang ia
kunjungi jauh dari kesan layak menururtnya dan lebih seperti barak yang tidak nyaman
menururtnya. Orang-orang India masih sangat kental terhadap budaya tradisionalnya, itu yang
mungkin menjadi satu alasan mengapa kesederhanaan yang sejak dulu menjadi kebiasaan susah
hilang. Bahkan dalam sistem pendidikanpun, kesederhanaan menjadi hal yang sering dijumpai.
Misalnya masih menggunakan tulis tangan di beberapa sekolah bahkan universitas untuk tugas
dan masih menggunakan kapur tulis. Masih banyak yang menggunakan sepeda juga termasuk
professor-professor yang mengajar di sana

Dalam komunikasi lintasbudaya, kita selalu melekatkan nilai dan konsep diri, baik secara
sadar maupun tidak dalam berinteraksi dengan orang lain. Sesuai dengan teori pengurahan
ketidakpastian saat pertama kali orang asing bertemu. Dalam tahapan komunikasinya,
seseorang akan membawa nilai dan konsep dirinya pada awal percakapan atau interaksi, itupun
yang umumnya terjadi termasuk pada mahasiswa Indonesia yang belajar di India. Toleransi dan
tolong menolong, masih menjadi nilai-nilai yang dianut kental warga Indonesia pada umumnya
yang berbanding terbalik dengan India. New Delhi yang menyalakan sirine namun semua
pengguna jalan tidak ada yang menghiraukannya. Tingkat pendidikan yang masih rendah di
beberapa tempat di India dan juga tidak adanya ajaran tentang saling menghormati menjadi
salah satu faktor pemicu individualitas masyarakat India
E. Kesimpula dan Saran
Dalam komunikasi lintasbudaya dikenal berbagai istilah untuk menjelaskan berbagai
fenomena yang terjadi di dalamnya. Model the lewis cross cultural communication, persepsi,
konsep diri, nilai, prasangka dan etnosentrisme adalah beberapa diantaranya. Dalam prakteknya,
sangat penting menjadikan persepsi lintasbudaya yang kita miliki menjadi inti atau tolak ukur
untuk kita dalam berkomunikasi lintasbudaya. Pemahaman mengenai semua aspek dalam
persepsi lintasbudaya seperti worldview atau pandangan dunia, kepercayaan, nilai, konsep diri,
prasangka dan etnosentrisme, haruslah benar-benar menjadi akar untuk melakukan komunikasi
lintasbudaya. Pemahaman tersebut tidak hanya mencakup pemahaman terhadap diri sendiri,
melainkan juga pemahaman terhadap hal yang umum dan personal di lingkungan tempat tinggal
kita di negara asing. Apalagi sebagai mahasiswa yang sedang ‘bertamu’ di negara orang dalam
penelitian ini adalah India, menyesuaikan serta memilah-milah kebiasaan haruslah terus
dilakukan agar dapat berbaur dengan kebiasaan dan masyarakat sekitar.
India, sebagai salah satu negara yang memiliki kebiasaan yang berdekatan dengan Indonesia
menurut model Lewis, memang ternyata memiliki beberapa kesamaan dengan Indonesia. Namun
perbedaan lain juga sangatlah banyak seperti kepercayaan, budaya, gaya hidup, cara berbicara
dan kebiasaan yang jika dibandingkan dengan Indonesia bisa dikatakan berada di bawah standar
Indonesia.
BAB III
PEMBAHAAN

3.1 Relevansi antara Topik Jurnal dengan Kaya dan Bidang Keahlian Penulis
Jurnal yang diriview yaitu Persepsi Antarbudaya Mengenai Mahasiswa Indonesia di India
Topik jurnal yang ditulis oleh penulis menurut saya sudah sangat relevan dengan bidang penulis,
dimana penulis jurnal ini yaitu Raffidilla Vebrynda yang mana membahas tentang bagaimana
pandangan mahasiswa indonesia tentang India serta bagaimana persepsi dari diri mereka untuk
kemudian menjalankan komunikasi lintasbudaya sebagai mahasiswa Indonesia di India.

3.2 Pokok – Pokok Argumentasi dalam Pendahuluan


Di dalam jurnal tersebut pada bagian pendahuluan terdapat Ada tiga indikator
keberfungsian sosial menurut Kementerian Sosial Republik Indonesia yaitu :
1) Kemampuan memenuhi kebutuhan dasar,
2) Kemampuan memecahkan masalah, dan
3) Kemampuan menjalankan peran-peran sosial.

3.3 Pemilihan serta Cakupan Kajian Teori


Di dalam jurnal tidak dipaparkan mengenai kajian teori secara lengkap, namun dalam
jurnal lebih dibahas mengenai landasan dan penulisan penelitian yang tepat. penelitian yang
digunakan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi dan studi
dokumen.

3.4 Metodologi Penelitian dan Relevansi


Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu : (1) Rencana (planning), (2)
tindakan (action), (3) pengamatan (observation), dan (4) Refleksi (reflection).
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit – unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan.

3.5 Kerangka Berfikir Penulis pada Bagian Pembahasan


Jurnal yang dibahas yaitu Persepsi Antarbudaya Mengenai Mahasiswa Indonesia di India.
Jadi kerangka berfikir yang penulis gunakan yaitu bahwa di India keadaannya berbeda dan
sedikit berada di bahwa Indonesia, merupakan abstraksi dari fikiran yang didasarkan pada
pengalaman. Pengalaman yang didapatkannya selama tinggal dan berinteraksi di Indonesia.
Sebagai muslim, Agoes juga memiliki satu sistem kepercayaan, yakni agama islam yang
dianutnya, dimana India mayoritas agamanya adalah hindu. Dalam interaksinya nilai-nilai islam
yang dibawa oleh Agoes di Indonesia bahkan akan sangat berbeda dengan yang ada di India.
Sebagai salah satu pengalamannya saat ia berbincang dengan temannya tentang sholat lima
waktu. Sebagai seseorang lulusan pesantren dan terbiasa dengan sholat lima waktu tepat pada
waktunya, Agoes menemui teman Indianya yang masih belum bisa menjalankan sholat lima
waktu. Karena kebiasaannya itu, Agoes mendapat pujian atas sesuatu yang dianggap biasa
olehnya (sholat tepat waktu lima kali sehari).

3.6 Kesimpulan dan Saran yang Diajukan Penulis Serta Impilkasinya pada Penelitian
Berikutnya
India, sebagai salah satu negara yang memiliki kebiasaan yang berdekatan dengan
Indonesia menurut model Lewis, memang ternyata memiliki beberapa kesamaan dengan
Indonesia. Namun perbedaan lain juga sangatlah banyak seperti kepercayaan, budaya, gaya
hidup, cara berbicara dan kebiasaan yang jika dibandingkan dengan Indonesia bisa dikatakan
berada di bawah standar Indonesia.

3.7 Persetujuan, Kritik, Sanggahan, Uraian, Penjelasan serta Posisi Penulis Journal
Review Terhadap Jurnal
Kelebihan dari jurnal : Isi jurnal menggunakan Bahasa baku yang mudah dipahami dan mengerti
dan Disertakan percakapan yang terjadi saat wawancara
Kekurangan : Tidak terdapat adanya ISSBN
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Dunia yang luas terdiri dari berbagai negara tentu saja memiliki beraneka ragam corak
budaya. Indonesia termasuk di dalamnya yang memberikan corak budya tersendiri. Faktor
geografis merupakan salah satu faktor mengapa Indonesia memiliki beranekaragam budaya.
Luas Indonesia yang sebagian besar adalah luas lautan menjadikan wilayah Indonesia secara
topografi terpisah menjadikan ciri khas atau perbedaan budaya dari masing- masing daerah.
Budaya antar wilayah Indonesia berbeda melainkan tetap dalam satuan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tidak ada batasan antara budaya dan komunikasi, seperti yang dinyatakan Hall, “Budaya
adalah komunikasi,dan komunikasi adalah budaya”. Dengan kata lain ketika membahas budaya
dan komunikasi sulit untuk memutuskan mana yang menjadi suara dan mana yang menjadi
gemanya. Alasannya adalah karena anda “mempelajari” budaya anda melalui komunikasi dan
pada saat yang sama komunikasi merupakan refleksi budaya anda. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang  berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaannya, membuktikan  bahwa budaya itu dipelajari.

4.2 SARAN
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah : 1.
Fungsi mahasiswa pertukaran pelajar ditugaskan untuk memberikan pengetahuan tentang
kebudayaan yang mereka bawa dari Negara asal, serta ikut mempelajari kebudayaan baru di
daerah mereka akan menetap. 2. Seorang mahasiswa pertukaran pelajar diharuskan menyalurkan
sedikit pemahaman dengan cara berdiskusi atau berkomunikasi dengan percaya diri dan
berwawasan luas serta tidak malu jika harus bertanya mengenai hal-hal yang baru untuk mereka
ketahui. Dan seorang mahasiswa pertukaran pelajar harus berperan aktif di lingkungan luar
kampus serta berbaur dalam setiap kegiatan sosial 3. Seorang mahasisiwa pertukaran pelajar
yang akan menjalankan tugas ke luar negeri hendaknya menguasai bahasa asing yang baik dan
benar untuk menunjang terjalinnya komunikasi.

Anda mungkin juga menyukai