Anda di halaman 1dari 29

Kelas PSBB (Pendidikan Sebagai Bekal Bermoral) dalam Upaya

Mengenalkan Budaya Mappattabe Siswa Sekolah Dasar

OLEH:
Dindah Nurul Zahra
1911042013
Pendidikan Matematika

PRA PELATIHAN METODOLOGI PENELITIAN XXIII


LEMBAGA PENELITIAN MAHASISWA PENALARAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
(LPM PENALARAN UNM)
MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis ini diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan peserta Pra
Pelatihan Metodologi Pelatihan (PMP) Angkatan XXIII yang dilaksanakan oleh
Lembaga Penelitian Mahasiswa Penalaran Universitas Negeri Makassar. Judul
KTI Non Penelitian “Kelas PSBB (Pendidikan Sebagai Bekal Bermoral) dalam
Upaya Mengenalkan Budaya Mappattabe Siswa Sekolah Dasar” disusun oleh:

Nama : Dindah Nurul Zahra

NIM : 1911042013

Jurusan : Pendidikan Matematika


Setelah diperiksa oleh Mentor dan Panitia Pengarah maka karya tulis ini
dinyatakan diterima dan berhak mengikuti Pelatihan Metodologi Penelitian
Angkatan XXIII yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian Mahasiswa
Penalaran Universitas Negeri Makassar.

Makassar, September
2020
Mengesahkan,
Panitia Pengarah Mentor

Selna Wahyuningsih Andi Ramdan Al Qadri


055/XX/PNL-UNM/2017 012/XXI/PNL–UNM/2018

Mengetahui,
Koordinator Panitia Pengarah

Sakina Amaliah Pratiwi


054/XX/PNL-UNM/2017

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada tuhan yang maha esa yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan KTI
Non-Penelitian ini.
KTI Non-Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan wajib bagi seluruh
peserta Pra PMP Angkatan XXIII. KTI Non-Penelitian ini disusun sebagai salah
satu tahap perekrutan yang bertujuan untuk mengintegrasikan kompetensi dan
wawasan menulis pada mahasiswa calon anggota baru LPM Penalaran UNM. Pra
PMP hadir sebagai rangkaian proses menuju Pelatihan Metodologi Penelitian.

Dengan selesainya KTI Non-Penelitian ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang telah memberikan masukan-masukan kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

 Panitia Pelaksana
 Pengurus Harian LPM Penalaran UNM Periode 2018/2019
 Mentor

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari KTI Non Penelitian
ini, baik dari materi maupun teknik penyajiannya, mengingat masih kurangnya
pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan.

Makassar, 5 September 2020

Dindah Nurul Zahra

3
RINGKASAN

KTI non penelitian ini disusun berdasarkan beberapa fakta yang terjadi di
masyarakat saat ini. Fakta menyebutkan bahwa akibat berkurangnya moral di
kalangan para generasi muda, bangsa Indonesia mengalami kemunduran dari
bangsa lainnya. Sehingga, KTI non penelitian ini, bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat Indonesia.
Peristiwa ini erat kaitannya dengan budaya mappattabe yang ada di
Sulawesi Selatan. Adapun pengertian dari budaya mappattabe itu sendiri adalah
budaya sopan, luhur yang sudah ada di Sulawesi Selatan dan menjadi peninggalan
turun temurun oleh para leluhur. Tetapi yang terjadi di zaman sekarang ini dengan
berkembangnya globalisasi, budaya mappattabe ini mulai ditinggalkan oleh para
generasi muda di Sulawesi Selatan.
Adapun konsep kelas PSBB (Pendidikan Sebagai Bekal Bermoral) yang
akan ditanamkan kepada para siswa Sekolah Dasar agar mereka mempunyai
pondasi yang kuat sehingga tertanam dalam diri mereka agar tetap
mempertahankan budaya sopan dan santun yang sudah ada di Indonesia sejak
lama sehingga krisis moralitas yang melanda bangsa Indonesia bisa teratasi.

4
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
RINGKASAN iv
DAFTAR ISI v
BAB I PENDAHULUAN 5
A. Latar belakang 5
B. Rumusan masalah 8
C. Tujuan penulisan 8
D. Manfaat penulisan 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA 10
A. Sopan Santun 10
B. Jati Diri Bangsa 12
C. Moral 15
D. Budaya Mappattabe…………………………………………………………. 16
BAB III METODE PENULISAN 18
A. Jenis penulisan 18
B. Objek penulisan 18
C. Teknik pengumpulan data 18
D. Prosedur penulisan 18
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 20
A. Analisis 20
B. Sintesis 21
BAB V PENUTUP 23
A. Kesimpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
CURRICULUM VITAE 26

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang bermajemuk dengan berbagai suku
bangsa di dalamnya, mulai dari berbagai macam ras, suku, agama, dan bahasa.
Handoyono dan Tijan (2010) mengemukakan bahwa bangsa Indonesia dikenal
sebagai bangsa yang heterogen dengan berbagai perbedaan di dalamnya. Bung
Karno selalu mengingatkan bangsa Indonesia akan pentingnya membangun
karakter bangsa, salah satu karakter bangsa yang sangat penting untuk dijaga dan
yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lainnya adalah karakter sopan
santun. Menurut KBBI sopan santun memiliki makna yaitu, sopan artinya hormat
dengan tak lazim tertib menurut adab yang baik atau bisa dikatakan sebagai
cerminan yang kognitif (pengetahuan). Sedangkan santun artinya halus dan baik
atau bisa dikatakan cerminan psikomotorik (penerepan pengetahuan sopan ke
dalam suatu tindakan). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sopan santun adalah
peraturan hidup yang muncul dari hasil pergaulan sekelompok manusia di dalam
masyarakat dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan sehari-hari masyarakat.
Dengan karakter yang terus dijaga seperti ini, bangsa Indonesia dapat berdiri
sejajar dengan bangsa lain bahkan bukan tidak mungkin dapat melampaui
kemajuan bangsa lain.

Ujiningsih dan Antoro (2010) mengemukakan bahwa sikap sopan santun yang
merupakan budaya leluhur kita telah dilupakan oleh sebagian masyarakat
Indonesia. Sikap sopan santun yang sangat menjunjung tinggi nilai hormat
menghormati sesama tidak lagi kelihatan dalam kehidupan yang serba modern ini.
Hilangnya sikap sopan santun sebagaian masyarakat Indonesia merupakan salah
satu dari sekian penyebab kurang terbentuknya karakter. Tidak terpeliharanya
sikap sopan dan santun ini dapat berdampak negatif terhadap budaya bangsa

6
Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi moral dan
kehidupan yang beradab.

Budaya Indonesia dikenal dengan adanya budaya sopan santun yang dimiliki
tiap individu atau lebih dekat oleh masyarakat setempat dengan sebutan
mappatabe tepatnya di Sulawesi selatan Erni, dkk (2020) mengemukakan bahwa
mappatabe merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat bugis
yang menggambarkan adat sopan santun atau tingkah laku yang berarti “permisi”.
Sebagai gambaran, tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa hormat terhadap
orang yang lebih tua, misalnya ketika berjalan di depan orang tua, maka
diucapkanlah kata tabe sebagai permintaan maaf dibarengi dengan sikap tunduk
dan menggerakkan tangan ke bawaah bahkan hingga badan membungkuk.
Perilaku seperti inilah yang dijadikan sebagai penilaian oleh masyarakat bugis
sehingga seorang anak dikatakan sopan dan santun. Perilaku dari budaya
mappattabe itu sendiri memiliki makna dan arti tertentu. Erni, dkk (2020)
mengemukakan bahwa makna yang terkandung dalam budaya mappatabe dilihat
dari segi maknanya merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati
terhadap sesama dan tidak boleh berbuat seenak hati dan merupakan perwujudan
dari sikap Taro Ada Taro Gau, yaitu keselarasan antara perkataan dan perbuatan.

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, budaya sopan santun di


Indonesia dan budaya mappattabe di Sulawesi Selatan seakan mulai sirna.
Adanya perkembangan globalisasi yang semakin pesat menyebabkan generasi
muda Indonesia sebagai penyambung generasi sebelumya seperti kehilangan jati
diri sebagai bangsa Indonesia. Handoyono dan Tijan (2010) mengemukakan
bahwa keadaan seperti ini dinamakan krisis jati diri bangsa, krisis karakter dan
krisis kepercayaan. Krisis jati diri bangsa itu sendiri adalah keadaan dimana
masyarakat Indonesia tidak lagi mampu mengenali dirinya sebagai bangsa. Krisis
karakter adalah keadaan dimana ucapan, sikap, dan perilaku masyarakat belum
mencerminkan karakter bangsa. Sedangkan krisis kepercayaan adalah Sikap

7
curiga dan meremehkan orang lain menunjukkan betapa manusia Indonesia telah
pudar kepercayaannya kepada yang lain. Sikap bandel, sulit diatur, dan
menginjak-injak norma yang ada menunjukkan ketidak percayaan masyarakat
kepada pemerintah.

Menurut Handoyono dan Tijan (2010) sikap rukun dan hormat sebagai budaya
luhur bangsa makin luntur. Persoalan-persoalan bangsa tersebut terjadi pada
setiap lapisan masyarakat. Yang paling memprihatinkan, karena hal-hal tersebut
terjadi juga di kalangan perguruan tinggi yang notabene merupakan wadah
pembentuk dan pencetak calon pemimpin bangsa. Berkaitan dengan hal ini,
muncul pertanyaan, mengapa bangsa yang memiliki warisan nilai budaya
adiluhung masih mengalami krisis yang cukup mengkhawatirkan, apalagi krisis
yang mengemuka lebih disebabkan oleh persoalan. Sebagai salah satu contoh
kasus dikutip dari Newsokezone.com (2018) bahwa peristiwa yang terjadi di Jawa
Tengah seorang siswa SMK mengeroyok seorang guru yang sedang mengajar,
dari kasus tersebut dapat dilihat bahwa generasi muda Indonesia sudah kehilangan
jati diri sebagai bangsa. Dampak lain dari hilangnya jati diri bangsa Indonesia
adalah maraknya korupsi yang dilakukan oleh para petinggi bangsa, mereka telah
kehilangan identitas dan jati diri bangsa sebagai bangsa Indonesia. Dengan
terjadinya hal seperti ini, bukan tidak mungkin dapat menyebabkan bangsa
Indonesia tertinggal dari bangsa lain.

Memperhatikan permasalahan dan peluang yang dapat meningkatkan


kesadaran bangsa Indonesia hingga menjadi bangsa yang unggul dari bangsa lain,
karya tulis ini memberikan gagasan tentang “Kelas PSBB (Pendidikan Sebagai
Bekal Bermoral) dalam Upaya Mengenalkan Budaya Mappattabe Siswa Sekolah
Dasar”. Model gagasan yang digagas ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kesadaran para generasi muda agar tetap dapat melestarikan budaya sopan santun
bangsa Indonesia. Alasan mengapa program ini hanya diterapkan kepada siswa
Sekolah Dasar adalah untuk membangun pondasi yang kuat tentang pemahaman

8
budaya sopan santun sehingga dengan adanya pondasi yang kuat anak-anak atau
generasi muda dapat tetap mempertahankan budaya bangsa yaitu budaya tata
krama atau sopan santun di tengah krisis karakter yang melanda bangsa Indonesia
dan arus globalisasi yang sangat pesat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Mengapa program ini dapat digunakan untuk mengatasi masalah


hilangnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung
tinggi budaya sopan santun ?
2. Bagaimana penerapan program ini untuk meningkatkan kesadaran
generasi muda agar tidak berlanjut pada kehilangan jati diri sebagai
bangsa Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui program kelas PSBB dalam upaya mengenalkan budaya


mappattabe siswa Sekolah Dasar dapat mengatasi masalah hilangnya jati
diri bangsa Indonesia sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya
sopan santun.
2. Mengetahui penerapan program kelas PSBB dalam upaya mengenalkan
budaya mappattabe siswa Sekolah Dasar untuk meningkatkan kesadaran
generasi muda.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis

9
Secara teoritis program ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat
kesadaran masyarakat terkhusus para generasi muda agar tetap
mempertahankan budaya sopan santun yang menjadi jati diri bangsa
Indonesia.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa Sekolah Dasar
Memberi informasi bagi siswa Sekolah Dasar mengenai Budaya
mappattabe yang harus dilestarikan.

b. Bagi orang tua


Memberi pengajaran kepada orang tua dalam mendidik anak agar
tercipta generasi-generasi yang tetap menjaga budaya sopan santun
sebagai jati diri bangsa Indonesia.

c. Bagi guru
Memberi pengajaran kepada guru agar dapat menjadi pendidik yang
baik, karena karakter anak juga terbentuk melalui pendidikan di
sekolah.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sopan Santun
Damayanti dan Jatiningsih (2014: 914) mengemukakan bahwa sopan
santun dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi
nilai-nilai menghormati, menghargai, tidak sombong dan berakhlak mulia.
Perwujudan dari sikap sopan santun adalah menghormati orang lain
melalui komunikasi dengan menggunakan bahasa yang tidak meremehkan
atau merendahkan orang lain.

Suryani (2017: 116) mengemukakan bahwa perilaku sopan santun


adalah peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan sekelompok
manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntunan pergaulan
sehari-hari masyarakat itu. Sopan santun merupakan istilah bahasa Jawa
yang dapat diartikan sebagai perilaku seseorang yang menjunjung tinggi
nilai-nilai menghormati, menghargai dan berakhlak mulia. Sopan santun
bisa dianggap sebagai norma yang tidak tertulis yang mengatur bagaimana
seharusnya kita bersikap atau berperilaku.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sikap


sopan santun patutlah dilakukan dimana saja. Sesuai dengan kebutuhan
lingkungan, tempat, dan waktu karena sopan santun bersifat relatif dimana

11
yang dianggap sebagai norma sopan santun berbeda-beda disetiap
tempatnya, seperti sopan santun dalam lingkungan rumah, sekolah,
kampus, pergaulan dan lain sebagainya. Dengan demikian sopan santun
adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan oleh siapapun karena
dampak positif dari sopan santun sangatlah besar. Pernyataan ini
didukung dengan adanya pendapat Suryani (2017: 116) mengemukakan
bahwa Perilaku sopan santun merupakan unsur penting dalam kehidupan
bersosialisasi sehari-hari setiap orang, karena dengan menunjukkan sikap
sopan santunlah, seseorang dapat dihargai dan disenangi dengan
keberadaannya sebagai makhluk sosial dimana pun tempat ia berada.

Dalam kehidupan bersosialisasi antar sesama manusia sudah tentu


memiliki norma dalam melakukan hubungan dengan orang lain, dalam hal
ini sopan santun dapat memberikan manfaat atau pengaruh yang baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain. Wahyudi dan Arsana (2014: 295)
mengemukakan bahwa manfaat dari sikap sontun adalah :

1. Damai. Sopan santun memberikan kehidupan yang damai dan jauh


dari permusuhan, karena dengan selalu bersikap sopan santun, selain
tak menambah musuh baru, secara perlahan juga dapat mengubah
musuh lama menjadi sahabat baru. Itulah maksud dari sopan santun
dapat memberikan kehidupan yang damai dan jauh dari permusuhan.
2. Bahagia. Sopan santun dapat memberikan kebagiaan bagi orang-orang
di sekitarnya. Karena dengan selalu bersikap sopan santunbaik sedang
melakukan suatu tindakan maupun sedang bertutur kata, maka dapat
menghadirkan suasana bahagia bagi orang-orang yang melihat
tindaka-tindakan dan juga yang mendengarkan penuturan-
penuturannya. Dan orang-orang yang ada disekitar berbahagia maka
tentunya semua juga akan turut berbahagia.

12
3. Dihargai dan dihormati. Sopan santun dapat memperkuat rasa hormat
terhadap orang lain, karena selalu bersikap sopan santun maka akan
menjadi orang yang selalu dihargai dan dihormati oleh orang lain
seperti bagaimana biasanya cara menghargai dan menghormati mereka
dengan selalu bersikap sopan santun.
4. Suasana komunikasi yang baik. Sopan santun dapat menciptakan
suasana komunikasi yang baik, apabila sedang berhadapan dengan
suatu masalah yang membutuhkan cara penyelesaian melalui
musyawarah. Karena dengan selalu bersikap sopan santun dalam
bertutur kata, maka tidak akan membuat lawan komunikasi merasa
marah, kesal atau tak senang mendengar penuturannya. Sebaliknya
apabila bersikap tak sopan dan tidak santun dalam bertutur kata, maka
lawan komunikasipun akan merasa marah, kesal dan tak senang, dan
akibatnya masalah akan sulit terselesaikan.
5. Meluluhkan kemarahan. Sopan santun dapat meluluhkan kemarahan.
Bila sewaktu-waktu tanpa sengaja bersalah kepada orang lain dan
hendak memohon agar diberi maaf, maka bersikap sopan santun dan
tulus hatilah untuk memohon maaf. Niscaya, pasti akan dimaafkan
oleh orang tersebut.

B. Jati Diri Bangsa


Susilo dan Widodo (2018: 123) mengemukakan bahwa Jati diri atau
disebut juga identitas merupakan ciri khas yang menandai seseorang,
sekelompok orang, atau suatu bangsa. Jati diri bangsa adalah pandangan
hidup yang berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan
bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi
dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai
landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi

13
segala permasalahan menuju cita-citanya. Tidak ada suatu bangsa yang
hidup terpisah dari akar budayanya dan tidak ada suatu bangsa yang hidup
tanpa pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup
dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang
dianggap baik dan dapat memperkaya nilai-nilai lokal yang dimiliki.
Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar akan menempatkan
bangsa tersebut ke dalam kekeringan atau kekerdilan identitas. Pada
akhirnya terobsesi dengan budaya luar dan pada saat yang sama
mencampakkan tradisi dan nilai baik lokal sehingga menjadikan bangsa
tersebut kehilangan identitas. Akibatnya bangsa tersebut tidak pernah
menjadi dirinya sendiri. Bangsa Indonesia menjadikan Pancasila menjadi
sebagai jati diri bangsa yang mengandung arti bahwa Pancasila menjadi
ciri khas bangsa Indonesia yang tidak akan ditemukan pada bangsa lain
berikut dengan semboyan bhineka tunggal ika.

Totok (2017: 1) mengemukakan bahwa di era kemajuan zaman yang


menghasilkan arus globalisasi dengan hasil produk-produk yang baru dari
bingkai teknologi yang canggih tentunya memberikan suatu tantangan
tersendiri bagi negara yang kaya akan budaya termasuk diantaranya adalah
Indonesia. Derasnya arus globalisasi menimbulkan problematika moral
dan nasionalisme bangsa, kini nilai-nilai kebangsaan mulai terkikis. Hal
demikian dibuktikan dengan rasa bangga pada diri anak bila mana
menggunakan produk-produk luar negri dibanding menggunakan hasil
karya atau produk bangsa sendiri. Lebih dari pada itu kini bahasa
keseharian, pola berpakaian dan cara berinteraksi sudah mulai tidak
mencerminkan identitas keindonesiaan. Akibatnya, muncul tawuran antar
pelajar, kekerasan, penyalahgunaan narkoba, dan yang paling dominan
dan sering terjadi adalah free sex (seks bebas) dikalangan pelajar, tidak
hanya dalam lingkup remaja atau pelajar yang mengalami dekadensi moral

14
lebih-lebih saat ini sudah menderus kekanca perpolitikan Indonesia yang
mulai kehilangan keteladanan, tanggung jawab, dan kenegarawanan
dengan salah satu bukti nyata yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
menjatuhkan lawan dengan cara fitnah, hal tersebut merupakan gambaran
kongkrit bahwasanya moralitas dan sikap nasionalime bangsa saat ini
sudah mulai terkikis dari kalangan pelajar hingga pemimpin negara.

Pendapat lain yang menegaskan bahwa bangsa Indonesia mengalami


kemerosotan moral di pertegas oleh Agustian (2008: 8-9) bahwa terdapat
tujuh krisis moral di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yaitu:

1) Krisis kejujuran

2) Krisis tanggung jawab

3) Tidak berpikir jauh ke depan

4) Krisis disiplin

5) Krisis kebersamaan

6) Krisis keadilan

7) Krisis kepedulian.

Berbagai krisis moral tersebut diatas tidak hanya dirasakan oleh


bangsa Indonesia negara-negara lain pun seperti amerika, inggris
ditengarai sudah dalam kondisi yang kurang baik dalam hal moralitas
bangsanya. Tanda-tanda krisis moral bangsa dikalangan pelajar dan
tatanan masyarakat lebih banyak dirasakan oleh bangsa Indonesia karena
faktor gagalnya pendidikan nasional dalam membentuk karakter dan
moral bangsa. Terkikisnya nilai-nilai moral dari bangsa berdampak pada
lemahnya jati diri bangsa sehingga identitas budaya dan nilai-nilai

15
kearifan lokal bukan lagi sebagai suatu kekhasan yang perlu di
pertahankan, ditambah lagi dengan sekolah-sekolah internasional yang
setiap harinya menggunakan bahasa inggris sebagai pengantar tidak dapat
dipungkiri jika hal demikian akan

Pengaruh negatif budaya luar harus diantisipasi dengan penanaman


nilai budaya yang sangat penting dalam pembangunan jati diri bangsa,
dengan pemahaman dan mengamalkan nilai luhur budaya, seseorang
mampu memfilter pengaruh globalisasi yang bersifat negatif.
Pembangunan jati diri dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab
pendidikan, melalui pendidikan jati diri bangsa dikenalkan dan karakter
bangsa secara langsung dikembangkan. Wahyuni (2013: 114)
mengemukakan bahwa dengan menggali nilai-nilai budaya serta sebisa
mungkin untuk diterapkan dalam pembelajaran diharapkan dapat
membangun karakter bangsa bagi setiap peserta didik.

C. Moral
Ardini (2012: 51) mengemukakan bahwa Moral adalah perubahan
penalaran, perasaan, dan perilaku tentang standar mengenai benar salah.
Standar benar dan salah yang mengatur perubahan penalaran, perasaan
dan perilaku ini tumbuh berdasarkan perkembangan lingkungan sekitar
tempat individu tinggal. Sehingga moral dapat juga dikatakan sebagai adat
atau kebiasaan. Selain itu moral juga dikatakan sebagai peraturan-
peraturan. Moral yang seharusnya menjadi pengendali dalam bertingkah
laku kian hari kian terkikis oleh kemajuan IPTEK abad 21.

Sementara itu Wila Huky, sebagaimana yang dikutip oleh jahroh dan
Sutarna (2016: 399) merumuskan pengertian moral secara kompeherensif

16
sebagai perangkat ide-ide tentang tingkah laku hidup, dengan warna dasar
tertentu yang dipegang oleh sekelompok manusia di dalam lingkungan
tertentu, ajaran tentang tingkah laku hidup yang baik berdasarkan
pandangan hidup atau agama tertentu, sebagai tingkah laku hidup
manusia, yang mendasarkan pada kesadaran bahwa ia terikat oleh
keharusan untuk mencapai yang baik, sesuai dengan nilai dan norma yang
berlaku dalam lingkungannya.

Berdasarkan beberapa pengertian moral dapat disimpulkan bahwa


Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia
yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk. Sedangkan Jahro dan
Sutarna (2016: 399) mengungkapkan pengertian moralitas yang berarti
kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau
prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu, seperti:

1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban


dan keamanan, memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain.

2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras


dan berjudi.

Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang


tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung tinggi oleh
masyarakat. Sehingga tugas penting yang harus dikuasai adalah
mempelajari apa yang diharapkan oleh masyarakat dan kemudian mau
membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus
dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami
waktu anak-anak.

D. Budaya Mappattabe

17
Erni, dkk (2020) mengemukakan bahwa Adat mappatabe merupakan
suatu adat yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi-selatan, khususnya
masyarakat suku bugis. Adat ini mengajarkan perilaku sopan santun dan
sikap hormat kepada orang yang lebih tua. Makna yang terkandung dalam
budaya mappatabe memiliki makna yang cukup mendalam. Pertama kata
tabe merupakan simbol dari upaya menghargai dan menghormati terhadap
sesama dan tidak boleh berbuat seenak hati. Kedua, adat mappatabe
merupakan perwujudan dari sikap Taro Ada Taro Gau , yaitu keselarasan
antara perkataan dan perbuatan.

Erni, dkk (2020) mengemukakan bahwa budaya mappattabe adalah


suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat bugis yang
menggambarkan adat sopan santun atau tingkah laku yang berarti
“permisi”. Sebagai gambaran, tradisi ini dilakukan untuk memberikan rasa
hormat terhadap orang yang lebih tua, misalnya ketika berjalan di depan
orang tua, maka diucapkanlah kata tabe sebagai permintaan maaf
dibarengi dengan sikap tunduk dan menggerakkan tangan ke bawaah
bahkan hingga badan membungkuk. Perilaku seperti itulah yang dijadikan
sebagai salah satu indikator oleh masyarakat bugis sehingga seorang anak
dikatakan sopan dan santun.

Erni, dkk (2020) mengemukakan bahwa adat ini juga mengandung


nilai-nilai luhur yang diharapkan dapat menghasilkan insan-insan yang
berbudaya dan bermoral. Nilai-nilai tersebut dikenal dengan istilah
falsafah 3 S yaitu:

1. Sipakatau : mengakui segala hak tanpa memandang status sosial atau


rasa kepedulian terhadap sesama.

2. Sipakalabbiri : sikap hormat terhadap sesama dan senantiasa


memperlakukan orang dengan baik.

18
3. Sipakainga : tuntunan bagi masyarakat bugis untuk saling
mengingatkan.

Tabe (permisi) merupakan budaya yang indah yang ditinggalkan oleh


leluhur, yang mewariskan sopan santun yang tidak hanya melalui ucapan
tetapi juga dengan tindakan. Realita saat ini adalah budaya tabe perlahan-
lahan telah luntur dalam masyarakat, khususnya pada kalangan anak-anak
dan remaja. Mereka tidak lagi memiliki sikap tabe dalam dirinya. Entah
karena orang tua yang tidak mengajarkannya dari kecil atau karena
terkontaminasi oleh budaya luar atau budaya barat yang mampu
menghilangkan budaya tabe tersebut. Itulah kearifan lokal yang dimiliki
oleh masyarakat bugis, sangat sederana namun memiliki makna yang
sangat mendalam yaitu sikap saling menghormati antar sesama manusia.

BAB III
METODE PENULISAN

A. Jenis Penulisan
Mirzaqon dan Purwoko (2017) mengemukakan bahwa studi kepustakaan
merupakan suatu studi yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan
data dengan bantuan berbagai macam material yang ada di perpustakaan
seperti dokumen, buku, majalah, kisah-kisah sejarah, dsb. Sehingga,
berdasarkan pengertian tersebut maka jenis penulisan dalam karya tulis ini
adalah studi kepustakaan dengan memperoleh teori-teori dan pendapat para
ahli serta beberapa refrensi literatur yang sesuai dengan pembahasan budaya
mappattabe untuk meningkatkan kesadaran generasi muda akan jati diri
bangsa Indonesia.

19
B. Objek Penulisan
Objek tulisan dalam karya tulis ini adalah pentingnya penanaman budaya
mappattabe terhadap generasi muda untuk meningkatkan jati diri bangsa
Indonesia. Penulis mengkaji mengenai budaya mappattabe sebagai tolak ukur
dalam meningkatkan jati diri bangsa Indonesia.

C. Teknik Pengumpulan Data


Data dan informasi dalam karya tulis ini diperoleh melalui berbagai sumber
data sebagai literatur yang relevan dengan masalah yang dikaji seperti, buku-
buku, artikel dan jurnal.

D. Prosedur Penulisan
Setelah dilakukan pengambilan data dan informasi, semua hasil diseleksi
untuk mengambil data dan informasi yang relevan dengan masalah yang akan
dikaji. Kegiatan dalam prosedur penulisan ini adalah :

1. Mencari materi yang sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji dari
buku dan internet.
2. Mengidentifikasi atau memilah sumber data dan informasi yang telah
dikumpulkan.
3. Mempelajari sumber data dan informasi yang telah ditemukan yang sesuai
dengan masalah yang akan dikaji.
4. Menganalisis atau membahas sumber data dan iformasi dengan melakukan
pendekatan yang sesuai dengan masalah yang dibahas.
5. Menyimpulkan atau merangkai gagasan-gagasan pokok dari uraian
informasi yang panjang menjadi ringkasan yang runtut dan mudah untuk
dipahami.

20
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A. Analisis
Kelas PSBB (Pendidikan Sebagai Bekal Bermoral) dalam upaya
mengenalkan budaya mappattabe siswa Sekolah Dasar merupakan suatu
upaya untuk mengatasi krisis moralitas bangsa Indonesia yang diakibatkan
oleh arus globalisasi yang sangat pesat. Sehingga menyebabkan generasi
muda Indonesia mengalami krisis moralitas atau krisis karakter. PSBB
merupakan suatu metode yang dilakukan dengan cara memberikan pendidikan
moral atau pendidikan perilaku kepada para siswa Sekolah Dasar yang akan
menjadi tongkat estafet para pemimpin bangsa. Hal ini sejalan dengan kutipan
dari Omeri (2015) yang mengemukakan bahwa Pendidikan karakter berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa

21
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan merupakan bagian penting
dari kehidupan manusia yang tak pernah bisa ditinggalkan.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kristiawan, dkk (2017) yang


berjudul “Desain Pembelajaran SMA Plus Negeri 2 Banyuasin III Berbasis
Karakter di Era Masyarakat Ekonomi Asean” tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengembangkan karakter siswa sehingga dapat bersaing dengan bangsa
luar di era masyarakat ekonomi Asean. Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa SMA Plus Negeri 2 Banyuasin. Teknik pengambilan data menggunakan
metode wawancara, observasi, studi dokumen, dan triangulasi. Adapun hasil
yang diperoleh pada penelitian ini adalah SMA Plus Negeri 2 Banyumasin
menerapkan pegajaran agama dan sopan. Sekolah melakukan dispilin dalam
semua kegiatan yang menciptakan guru dan administrator sebagai model.
Mereka membudidayakan rasa hormat dalam hubungan harmoni sekolah serta
mengoptimalkan instruksi secara efektif dan mencegah waktu luang instruksi.
Mereka menerapkan evaluasi formatif dann sumatif secara konsisten dan
berkesinambungan. Mereka memotivasi dan membantu siswa dalam
memahami kompetensi melalui unit konseling.

Generasi muda yang tidak mendapatkan pendidikan yang bermutu


sejak ia kecil akan menjadi sosok yang tidak memiliki karakter. Dengan
begitu Indonesia akan terus menerus mengoleksi bangsa-bangsa yang kurang
akan pendidikan karakter. Pendidikan karakter sangatlah penting untuk
kemajuan bangsa Indonesia dengan karakter yang tidak terdidik bangsa
Indonesia akan kalah dari bangsa lainnya. Maka, diharapkan dari metode ini

22
mampu melahirkan generasi-generasi muda yang memiliki karakter da jati diri
sebagai bangsa Indonesia.

B. Sintesis
Pendidikan sebagai bekal bermoral merupakan metode atau cara yang
digunakan untuk mengembalikan jati diri atau karakter bangsa Indonesia
dikalangan para generasi muda. Adapun alas an mengapa pendidikan karakter
ini diimplementasikan hanya kepada para generasi muda karena diharapkan
generasi muda memiliki pondasi yang kuat akan pentingnya karakter. Adapun
sistematika dalam pelaksanaan program Pendidikan sebagai bekal bermoral
adalah sebagai berikut :

1. Sesi satu : siswa Sekolah Dasar memulai pelajaran dengan pendidikan


karakter dimana guru akan menampilkan video tentang karakter baik yang
dapat ditiru oleh siswa. Program ini dilaksanakan 2 kali dalam sepekan.
2. Sesi dua : guru menjelaskan atau memberikan materi tentang pentingnya
karakter yang baik dalam diri individu sehingga siswa menanamkan hal
tersebut di dalam dirinya.
3. Sesi tiga : sesi tanya jawab antara guru dan siswa.
4. Sesi empat : guru memberikan buku yang berisi kelakuan anak didik
dirumah sehingga orang tua peserta didik dan guru saling bekerja sama.
Jika peserta didik berkelakuan baik akan diberikan poin sehingga tertanam
dalam pikiran mereka jika berbuat baik maka akan selalu ada hal-hal baik
sebagai balasannya.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penulisan karya tulis ilmiah non penelitian ini didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :

1. Kelas pendidikan karakter sangat bermanfaat untuk membangun moral


generasi muda bangsa Indonesia.

24
2. Dengan karakter yang baik, bangsa Indonesia mampu bersaing dengan
bangsa lainnya.
3. Dengan kelas pendidikan karakter yang dapat dilaksanakan secara efektif
dan adanya kerja sama antara para pengajar dan orang tua maka akan
dapat memberikan hasil yang lebih maksimal.

B. Saran
1. Untuk Pemerintah khususnya mentri Pendidikan agar lebuh menekankan
pendidikan kepada pendidikan karakter shingga tercipta para generasi
muda yang menjujung tinggi karakter bangsa.
2. Untuk para tenaga pengajar dan orang tua agar dapat memberikan contoh
yang baik keoada peserta didik agar mereka mendapatkan contoh yang
baik dari lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. G. (2008). Rahasia sukses membangun kecerdasan


emosional dan spiritual. Jakarta: Penerbit Arga.

25
Ardini, P.P. (2012). Pengaruh Dongeng dan Komunikasi terhadap
Perkembangan Moral Anak Usia 7-8 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak.
1(1): 44-58.

Damayanti, R., & Jatiningsih, O. (2014). Sikap Sopan santun Remaja


Pedesaan dan Perkotaan di Madiun. Kajian Moral dan
Kewarganegaraan. 3(2): 912-926.

Erni., Siti, N.M., Musdalifa., Silvi., Fitriana., Fahriani., Wanda P.,


Rahmawati., Sitti, B., Nurul, K.S.W., Rusni., Nur, A., Muhammad, F.A.,
Feby, A., Siti, N., Windha, A.M., Sharifa., Liyana., Sri, R., Ali, I., Nurul,
M.B., Hestiana., Faikhatul, H., Ashar., Andi, R.S., & Zulfikar, A.H.
(2020). Riset Budaya: Mempertahankan Tradisi di Tengah Krisis
Moralitas. Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press.

Handoyono, E., dan Tijan. (2010). Model Pendidikan Karakter Berbasis


Konservasi: Pengalaman Universitas Negeri Semarang. Semarang:
Widya Karya. Dikutip dari
https://www.academia.edu/9858552/Eko_Handoyono_Pendidikan_Karak
ter_Book_Fi_org

Jahro, W.S., & Sutarna, N. (2016). Pendidikan Karakter sebagai Usaha


Mengatasi Degradasi Moral. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Pendidikan.
Kristiawan, dkk (2017). Desain Pembelajaran SMA Plus Negeri 2 Banyuasin
III Berbasis Karakter di Era Masyarakat Ekonomi Asean. Jurnal
Kajian Ilmu Pendidikan. 2(2) : 403-432.
Mirzaqon, A. & Purwoko, B. (2017). Studi Kepustakaan Mengenai Landasan
Tero dan Praktik Konseling Expressive Writing. Jurnal BK Unesa. 8 (1) :
1-8.
news.okezone.com (2018). Hilangnya Sopan Santun Siswa. Diakses pada Juli
2020, dari

26
https://news.okezone.com/read/2018/12/05/65/1987099/hilangnya-sopan-
santun-siswa

Omeri, N. (2015). Pentingnya Dunia Karakter dalam Dunia Pendidikan.


Manajer Pendidikan. 9(3) : 464-468.

Suryani, L. (2017). Upaya Meningkatkan Sopan Santun Berbicara dengan


Teman sebaya melalui Bimbingan Kelompok. Jurnal Pendidikan. 1(1):
112-124.

Susilo, B.E., & Widodo, S.A. (2018). Kajian Etnomatematika dan Jati Diri
Bangsa. Indonesia Mathematics Education.1(2): 121-128.

Totok, T. (2017). Pembelajaran Pendidikan pancasila dan Kewarganegaraan


Berbasis Kearifan Lokal untuk Penguatan Karkater dan Jati Diri Bangsa.
Prosiding Konverensi Nasional Kewarganegaraan III.

Ujiningsih, dan Antoro, S. D. (2010). Pembudayaan Sikap Sopan Santun di


Rumah dan di Sekolah Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Karakter
Siswa.

Wahyudi, D., & Arsana, I.M. (2014). Peran Keluarga dalam Membina Sopan
Santun Anak di Desa Galis Kecamatan Galis Kabupaten Pamekasan.
Kajian Moral dan Kewarganegaraan. 2(1): 290-304.

Wahyuni, A., Tias, A.A.W., & Sani, B. (2013). Peran Etnomatematika dalam
Membangun Karakter Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Matematika
dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta. 9(49): 114-118.

CURRICULUM VITAE

27
Identitas Diri
1. Nama Lengkap Dindah Nurul Zahra
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Program Studi Pendidikan Matematika
4. NIM 1911042013
5. Tempat/tanggal Lahir Makassar, 24 Maret 2001
6. Email Dinda.mks2001@gmail.com
7. No.Telfon/HP 08085246532373
Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA Perguruan
Tinggi
1. Nama Institusi SD Islam SMP Islam SMA Universitas
Terpadu Wahdah Negeri 12 Negeri
Wihdatul Islamiyah Makassar Makassar
Ummah
2. Jurusan - - IPA Pendidikan
Matematika
3. Tahun Masuk- 2007-2012 2012-2016 2016-2019 2019
Lulus

28
29

Anda mungkin juga menyukai