Anda di halaman 1dari 28

PENGARUH PENDIDIKAN TERHADAP KEBUDAYAAN

UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER POSITIF PESERTA


DIDIK DI ERA MODERNISASI

Mata Kuliah : Teori, Proses, dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan

Dosen Pengampu :Dr. H.Syarif Hidayat, M.Pd

Disusun Oleh:
Nama: Rosita
NPM: 20217279069
Kelas: 1b MIPA non Reguler A

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2022
iii
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga akhirnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.

Makalah yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Terhadap Kebudayaan


Untuk Meningkatkan Karakter Positif Peserta Didik Di Era Modernisasi” ini
ditulis untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Teori,Proses dan
Konteks Sosial Budaya Pendidikan. Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah
penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terimakasih kepada semua pihak
yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis
dalam menyelesaikan makalah ini terutama kepada:

1. Dr.H. Syarif Hidayat M.Pd Selaku dosen mata kuliah Teori Proses dan
Konteks Budaya Pendidikan Fakultas Pascasarjana Universitas Indraprasta
PGRI yang dengan ikhlas dan sabar memberikan bimbingan serta saran bagi
kesempurnaan makalah ini.
2. Prof.Dr. H. Sumaryoto selaku Rektor Universitas Indraprasta PGRI.
3. Semua pihak, secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas bantuan dan perhatiannya selama penyusunan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, baik


bentuk,isi, maupun teknik penyajiannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari berbagai pihak akan penulis terima dengan tangan
terbuka serta sangat diharapkan. Semoga kehadiran makalah ini memenuhi
sasarannya.

Jakarta, 30 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
hal

Halaman Sampul………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Pengertian Pendidikan...................................................................................4

B. Pengertian Kebudayaan.................................................................................6

a. Karakteristik Kebudayaan.........................................................................7

b. Fungsi Kebudayaan Dalam Kehidupan Manusia......................................7

C. Hakikat Karakter...........................................................................................8

D. Karakter Yang Harus Dimiliki Peserta Didik...............................................9

E. Meningkatkan Karakter Positif Peserta Didik Di Era Modernisasi............11

F. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kebudayaan.............................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................17

A. Kesimpulan.................................................................................................17

B. Saran............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih menjadi persoalan serius
yang terbilang sulit untuk dituntaskan. Terbatasnya akses Pendidikan di daerah-
daerah yang tertinggal menjadi sebab banyak anak bangsa yang tidak bisa
mengenyam Pendidikan yang layak. Sejauh ini, saya melihat bahwa Indonesia
hanyalah sebatas pulau Jawa, pemerataan dan penyetaraan system Pendidikan di
daerah-daerah tertinggal Indonesia masih sangat kurang. Masyarakat di daerah
masih sulit memperoleh sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang
kegiatan Pendidikan tersebut.
Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Dengan Pendidikan
kebudayaan dapat diwariskan, dan dengan Pendidikan kebudayaan dapat
diperbaharui sesuai dengan kemajuan dan tuntutan masyarakat.
Kebudayaan sebagai dinamika kehidupan manusia akan terus berkembang
sejalan dengan perkembangan zaman, percepatan perkembangan ilmu dan
teknologi, serta perkembangan proses pemikiran manusia. Perkembangan–
perkembangan tersebut tidak dapat disangkal dipengaruhi oleh pendidikan.
Kecuali itu pendidikan adalah bagian dari kebudayaan itu sendiri dan mempunyai
pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga
bisaberubah dan bila pendidikan berubah akan dapat mengubah
kebudayaan.Tampak bahwa pendidikan berperan dalam mengembangkan
kebudayaan.Pendidikan adalah medan manusia dibina, ditumbuhkan, dan
dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan
semakin ia mampu menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab pelaku
(aktor) kebudayaan adalah manusia.
Tanpa proses Pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan
berkembang. Melalui Pendidikan, kepribadian seseorang itu dibentuk dan
dikembangkan. Individu yang dididik melalui Pendidikan merupakan kreator dan

1
sekaligus manipulator dari kebudayaannya. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sejumlah dari kepribadain-

iii
2

kepribadian. Sebaliknya kebudayaan akan sangat diperlukan sebagai upaya


pembentukan kepribadian.
Memasuki abad informasi, kita menyaksikan bagaimana media memiliki
kekuatan dominan dalam memengaruhi setiap dimensi kehidupan manusia.
Dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, media di era maya
(cyber) seakan muncul kembali ke dalam sistem komunikasi purbakala dan
memosisikan penerima (komunikan) sebagai pihak aktif. “Massifikasi komunikasi
seakan akan bercampur baur dengan demassifikasi. Internet (website) atau media
Online adalah komunikasi interaktif sekaligus komunikasi massa”(Muis: 2001).
Era modern menjadikan para pendidik untuk bisa beradaptasi untuk
mengajarkan dan menghasilkan peserta didik indonesia yang bisa menempatkan
diri di tengah deru perubahan teknologi dan internet yang sangat cepat. Dengan
munculnya kasus-kasus dalam segi kebangsaan, seperti halnya tawuran antar
pelajar, kekerasan terhadap anak, begal dimana mana, korupsi, kasus bullying,
pelanggaran HAM dan lain sebagainya yang menunjukan bahwa karakter anak
bangsa ini sangatlah lemah. Salah satu penyebab terjadinya degradasi moral atau
lemahnya karakter anak bangsa tersebut adalah lemahnya pendidikan karakter
yang ada di indonesia, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat
sejak era orde baru hingga era pasca reformasi kini. Dan pada akhirnya
pembentukan karakter dari sejak dini akan menumbuhkan karakter anak bangsa
yang baik dan menjadi kunci utama dalam membangun persatuan bangsa.
Sehingga, kasus-kasus tersebut bisa di reduksi agar berkurangnya degradasi moral
anak bangsa yang hidup di era digital dan juga di masa yang akan mendatang.

B. Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak terlalu luas dan untuk
memudahkan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis akan membatasai
makalah ini yang akan dituangkan dalam perumusan masalah di bawah ini:
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan?
2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?
3. Apa karakter positif yang harus dikembangkan oleh peserta didik?
3

4. Apa pengaruh pendidikan terhadap kebudayaan untuk meningkatkan minat


belajar peserta didik?

C. Tujuan
Makalah yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Terhadap Kebudayaan Untuk
Meningkatkan Minat Belajar Peserta Didik” bertujuan:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Pendidikan.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan kebudayaan.
3. Mengetahui karakter positif apa yang harus dikembangkan oleh peserta
didik.
4. Mengetahui apa pengaruh pendidikan terhadap kebudayaan untuk
meningkatkan minat belajar peserta didik.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
Negara. Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata
‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai
arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan
adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia)
menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di
dalam hidup tumbuhnya anakanak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Sedangkan pengertian pendidikan menurut H. Horne, adalah proses yang
terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
yang telah berkembang secarafisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada
vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan
kemanusiaan dari manusia.
Jean Piaget (1896) menyatakan bahwa pendidikan berarti menghasilkan,
mencipta, sekalipun tidak banyak, sekalipun suatu peciptaan dibatasi oleh
pembandingan dengan penciptaan yang lain; pendidikan sebagai penghubung dua
sisi, di satu sisi individu yang sedang tumbuh dan di sisi lain nilai sosial,

4
5

intelektual, dan moral yang menjadi tanggung jawab pendidik untuk mendorong
individu tersebut.
Individu berkembang sejak lahir dan terus berkembang, perkembangan ini
bersifat kausal. Namun terdapat komponen normatif, juga karena pendidik
menuntut nilai. Nilai adalah norma yang berfungsi sebagai penunjuk dalam
mengidentifikasi apa yang diwajibkan, diperbolehkan dan dilarang. Jadi,
pendidikan adalah hubungan normatif antara individu dan nilai. Pandangan
tersebut memberi makna bahwa pendidikan adalah segala situasi hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang
berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup (long life education).
Dalam arti sempit pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan
umumnya di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sedangkan para ahli
psikologi memandang pendidikan adalah pengaruh orang dewasa terhadap anak
yang belum dewasa agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran
penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosialnya dalam
bermasyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Langeveld bahwa pendidikan atau
mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang
anak (yang belum dewasa) dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan
dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung-jawab susila atas segala
tindakannya menurut pilihannya sendiri.
Menurut John Dewey, pendidikan merupakan proses pembentukan
kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya pikir atau daya
intelektual, maupun daya emosional atau perasaan yang diarahkan kepada tabiat
manusia dan kepada sesamanya.
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan sebagai proses mengubah tingkahlaku
anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar di mana individu itu bearada.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi lebihdewasadalam konteks hidupnya sebagai
pribadi maupun hidup dalam masyarakat.
6

B. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan kata dasarnya adalah ‘budaya’. Budaya adalah segala hasil
pikiran, perasaaan, kemauan dan karya manusia secara individual atau kelompok
untuk meningkatkan hidup dan kehidupan manusia atau seara singkat adalah cara
hidup yang telah dikembangkan oleh masyarakat. Budaya dapat dalam bentuk
benda-benda konkret dan bisa juga bersifat abstrak. Benda-benda konkret
misalnya, bangunan rumah, mobil, televisi, barang-barang seni, tindakan tindakan
seni. Tindakan-tindakan seni seperti cara menerima tamu, cara duduk, cara
berpakaian dan sebagainya. Sedangkan contoh yang abstrak ialah cara berpikir
ilmiah, kemampuan menciptakan sesuatu, imajinasi, cita-cita, kemauan yang kuat
untuk mencapai sesuatu, keimanan dan sebagainya (Made Pidarta, 2000:2-3).
Dari kata ‘budaya’ terbentuk kata ‘kebudayaan’. Kebudayaan menurut
Taylor adalah totalitas yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
seni, hukum, moral, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
diperoleh orang sebagai anggota masyarakat (HAR Tilaar, 1999: 39). Sedangkan
Hassan (1983) mengemukakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan dari hidup
manusia dan bermasyarakat berisi aksi-aksi terhadap dan oleh sesama manusia
sebagai anggota masyarakat yang merupakan kepandaian, kepercayaan, kesenian,
moral, hokum, adat-istiadat dan lain-lain kepandaian. Sedangkan Kneller
mengatakan bahwa kebudayaan adalah cara hidup yang telah dikembangkan oleh
anggota-anggota masyarakat (Made Pidarta, 2000: 157).
Kebudayaan wujudnya beraneka-ragam menurut klasifikasi-klasifikasi
tertentu. Hassan (1983) mengatakan kebudayaan berisi: 1) norma-norma,2)
folkways yang mencakup kebiasaan, adat dan tradisi, dan 3) mores. Sementara itu
Imran Manan (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan, yakni gagasan,
ideologi, norma, teknologi dan benda. Koentjaraningrat mengemukakan mengenai
wujud-wujud kebudayaan sebagai:
1) Kompleks gagasan, konsep, pikiran manusia di dalam kehidupan Bersama
2) Kompleks aktivitas atau kegiatan manusia di dalam masyarakat
3) Benda-benda karya di dalam suatu kebudayaan (HAR Tilaar, 1999: 85-86).
7

Dari pandangan-pandangan di atas dapat disarikan beberapa hal yang


menjadi hakekat kebudayaan, yakni:
1. Hakekat dan inti dari kebudayaan adalah manusia. Dengan kata lain
kebudayaan adalah khas insani. Hanya manusia yang berbudaya dan
membudaya.
2. Kebudayaan merupakan suatu ‘pencapaian’ manusia yang bukan terutama
bersifat material. Bentuk-bentuk ‘pencapaian’ manusia tersebut seperti: ilmu
pengetahuan, kepercayaan, ekonomi, seni dan sebagainya.
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti
hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan.
4. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang objektif, yang dapat dilihat.
5. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang solider atau
terasing tetapi yang hidup di dalam suatu masyarakat.
6. Kebudayaan diwariskan melalui proses tranformasi dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Proses transformasi kebudayaan antara lain terjadi melalui
pendidikan, karena kebudayaan berkaitan erat dengan pendidikan. Karena
pendidikan itu sendiri adalah bagian dari kebudayaan dan perkembangan
kebudayaan juga dipengaruhi oleh pendidikan. Proses transformasi kebudayaan
antara lain terjadi melalui pendidikan, karena kebudayaan berkaitan erat
dengan pendidikan. Karena pendidikan itu sendiri adalah bagian dari
kebudayaan dan perkembangan kebudayaan juga dipengaruhi oleh pendidikan.
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam hal berbagai bentuk dan
menifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku,
melainkan selalu berkembang dan berubah dan membina manusia untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman
tradisional untuk memasuki zaman modern.
Manusia sebagai mahluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk
mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis
manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju,
ketika alamlah yang mengendalikan manusia dengan sifatnya yang tidak iddle
curiousity (rasa keinginantahuan yang terus berkembang) makin lama daya rasa,
8

cipta dan karsanya telah dadpat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna,
maka alamlah yang dikendalikan oleh manusia.
Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat,
kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.

a. Karakteristik Kebudayaan
Karakteristik kebudayaan yang bersifat universal menurut Murdock, antara
lain:
a) Kebudayaan dipelajari dan bukan bersifat instingtif, karena itu kebudayaan
tidak dapat dicari asal usulnyadari gen atau kromosom.
b) Kebudayaan ditanamkan.
c) Kebudayaan bersifat sosial dan dimiliki Bersama oleh manusia dalam
berbagai masyarakat yang terorganisir.
d) Kebudayaan bersifat gagasan
e) Kebudayaan sampai pada satu tingkat memuaskan individu-individu,
memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis
f) Kebudayaan bersifat integrative

b. Fungsi Kebudayaan Dalam Kehidupan Manusia


a) Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak, penjamin kelangsungan hidup
biologis dari kelompok sosial
b) Pengembangan kehidupan ekonomi, menghasilkan dan memakai benda-
benda ekonomi.
c) Transmisi budaya, cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru
menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya
d) Keagamaan
e) Pengendalian Sosial
f) Rekreasi
Dalam kehidupan nyata fungsi-fungsi ini dikerjakan oleh berbagai institusi
budaya dan institusi sosial atau pranata adalah system aktivitas manusia yang
9

terorganisasi. Menurut Malinowski, institusi sebagai kelompok orang yang


Bersatu untuk melakukan suatu aktifitas yang sederhana atau komplek.
Pendidikan membudidayakan atau memasyarakatkan institusi-institusi guna
kestabilan dan kesinambungan masyarakat. Tetapi karena Pendidikan juga dapat
mengasah kemampuan kritis generasi muda, maka Pendidikan dapat pula
menghasilkan orang-orang yang berkemampuan untuk merubah dan menciptakan
institusi baru yang lebih cocok dengan tuntutan zaman. Jadi Pendidikan dapat
berfungsi melestarikan institusi sosial atau Pendidikan dapat dijadikan wahana
untuk mendorong pembangunan institusi baru.

C. Hakikat Karakter
Karakter berasal dari bahasa yunani ‘charassein’, yang berarti mengukir.
Sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menghilangkan
ukiran sama saja dengan menghilangkan benda yang diukir itu, karena ukiran
melekat dan menyatu dengan bendanya.
Wardani (2008) menyatakan bahwa karakter itu merupakan ciri khas
seseorang, dan karakter tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya karena
karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya tertentu.
Hamid, M (2008) bahwa karakter merupakan sikap mendasar, khas, dan
unik yang mencerminkan hubungan timbal balik dengan suatu kecakapan terbaik
seseorang dalam pekerjaan atau keadaan.
Abdullah Munir (2010) menyatakan bahwa sebuah pola, baik itu pikiran,
sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan
sulit dihilangkan disebut sebagai karakter.
Tapi pada kenyataannya kita sering mendapati seorang anak yang di usia
kecilnya rajin beribadah, hidup teratur, disiplin dan selalu berprestasi di
sekolahnya, serta patuh terhadap orang tuanya. Namun setelah sekian lama kita
bertemu kembali dengannya di usia dewasa, kita tidak melihat lagi sifat-sifat yang
telah melekat yang pernah melekat di usia kecilnya.
Sebaliknya, kita melihat bahwa sifatnya berubah seratus delapan puluh
derajat. Dia sudah tidak memiliki sifat seperti dulu di usia kecilnya, tidak pernah
10

mengerjakan solat, dia seorang pemabuk, dan hidupnya tidak teratur. Hal ini
terjadi nampaknya perjalanan hidup telah mengubah semua sifat baiknya itu.
Sebaliknya, banyak juga kita temui orang yang di usia mudanya memiliki sifat-
sifat yang buruk, tapi dengan adanya nasihat yang terus menerus orang tersebut
dapat berubah, tapi hanya sesaat saja. Pada suatu saat orang tersebut kembali
dengan sifat-sifat buruknya. Inilah karakter, melekat kuat dan sulit untuk diubah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter
seseorang itu tidak dapat dirubah. Namun demikian, kondisi lingkungan atau
perjalanan hidup seseorang dapat membentuk karakter untuk menjadi lebih baik
atau menjadi lebih buruk.

D. Karakter Yang Harus Dimiliki Peserta Didik


Kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan
semakin memperkuat eksistensi suatu negara. Sekolah sebagai lingkungan kedua
setelah keluarga berperan penting untuk membangun sebuah karakter yang harus
diwujudkan dalam perilaku serta kegiatan belajar di sekolah agar dapat
terinternalisasi dalam setiap jiwa peserta didik, untuk menerapkan Pendidikan
karakter seluruh sekolah harus memiliki kesepakatan tentang nilai-nilai karakter
yang akan dikembangkan disekolahnya. Unsur-unsur pengembangan karakter itu
pun harus diintegrasikan di semua mata pelajaran.
Secara Bahasa karakter dapat diterjemahkan sebagai watak, tabiat, akhlak
dan kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebijakan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk
cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Dengan demikian definisi di atas dapat diartikan secara teknis sebagai
proses internalisasi serta penghayatan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
dilakukan peserta didik secara aktid dibawah bimbingan guru, kepala sekolah dan
tenaga kependidikan serta diwujudkan dalam kehidupannya di kelas, sekolah dan
masyarakat.
Adapun 18 karakter yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai berikut:
11

1. Religius: Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur: Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi: Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin: Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketertiban dan peraturan.
5. Kerja Keras: Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
sebaik-baiknya.
6. Kreatif: Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
yang baru dari sesuatu yang sudah dimiliki.
7. Mandiri: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis: Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin Tahu: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10. Semangat Kebangsaan: Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air: Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap Bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai Prestasi: Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
12

13. Bersahabat/Komunikatif: Tindakan yang memperlihatkan rasa senang


berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai: Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15. Gemar Membaca: Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli Lingkungan: Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. Peduli Sosial: Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberikan bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung Jawab: Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.

E. Meningkatkan Karakter Positif Peserta Didik Di Era Modernisasi


Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di
kalangan remaja. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda begitu kuat. Pengaruh
globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian
diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya dalam cara berpakaian, selera makan. Yang lebih memprihatinkan
adalah pergaulan bebas antar remaja. Terlebih di era digital saat ini, dimana segala
sesuatu bisa dengan sangat mudah didapatkan secara instan dan perkembangan 
teknologipun semakin canggih dari zaman ke zaman. Sehingga hal tersebut lebih
cenderung berdampak negatif bagi pertumbuhan generasi muda yang
mengakibatkan generasi muda tumbuh menjadi individu yang tak berkarakter dan
menjadi penjajah bagi bangsanya sendiri.
Pada Era globalisasi dewasa ini dekadensi moral tidak hanya terjadi di
kalangan remaja saja, namun banyak terjadi pula dikalangan orang dewasa. Hal
13

ini tidak bisa kita pungkiri lagi, ternyata di negeri tercinta yang berdasarkan
Pancasila ini telah menodai nilai-nilai luhur dari Pancasila itu sendiri. Hal ini
terbukti semakin maraknya korupsi hampir di setiap departemen yang ada di
negeri kita ini. Berbicra tentang pendidikan, di negara Indonesia sendiri telah
mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum kita selama ini dirasa
terlalu kompleks yang pada akhirnya membebani siswa karena terlalu terfokus
pada kecerdasan intelektual. Hal ini mengakibatkan tidak sedikit siswa yang tidak
mampu mengikuti beban belajar dan merasa tidak betah di sekolah sehingga
mengalihkan kegiatan mereka dengan hal-hal yang menyimpang. Untuk merespon
fenomena tersebut, maka reformasi pendidikan sangat penting, yaitu dengan
membuat kurikulum pendidikan yang memiliki nilai budaya dan karakter bangsa.
Dalam dunia pendidikan, para guru dan perancang pembelajaran dalam
mengembangkan strategi pembelajaran moral perlu mengupayakan peningkatan
kemampuan siswa yang berkaitan dengan moral, misalnya melalui pemberian
tugas, diskusi kelompok, atau bermain peran tentang seorang pahlawan atau
sebaliknya, serta mencari contoh-contoh seorang pahlawan yang sesuai dengan
idola mereka. Guru hendaknya menanggapi dengan serius segala persoalan moral
dalam bentuk apapun, agar merangsang proses pemikiran mereka tentang
pentingnya moral.
Berdasarkan uraian di atas bahwa karakter tidak dapat dilepaskan dari
konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial budaya
tertentu. Dalam hal ini para guru di sekolah dan orang tua harus saling mengisi
untuk menumbuhkan karakter positip pada anak melalui pembelajaran yang
berkaitan dengan pendidikan agama sehingga generasi mendatang bangsa kita
menjadi bangsa yang beriman berbudi pekerti luhur, berakhlak mulia.

F. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kebudayaan


Pembentukan dan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi
berikutnya merupakan suatu proses transformasi. Dalam proses transformasi
itulah pendidikan berperan. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi
14

kebudayaan. Salah satu peran yang mendasar dari pendidikan adalah untuk
pengembangan kebudayaan.
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Seperti bayi lahir
sudah berada di dalam suatu lingkungan budaya tertentu. Di dalam lingkungan
masyarakat dimana seorang bayi dilahirkan telah terdapat kebiasaan-kebiasaan
tertentu, larangan-larangan dan anjuran, serta ajakan tertentu yang dikehendaki
oleh masayarakat. Hal-hal tersebut mengenai banyak hal seperti bahasa, cara
menerima tamu, makanan, istirahat, bekerja, perkawinan, bercocok tanam, dan
seterusnya.
Nilai-nilai kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi
tua ke generasi muda. Ada tiga bentuk transformasi, yaitu nilai-nilai yang masih
cocok diteruskan, yang kurang cocok diperbaiki, dan yang tidak cocok diganti. Di
sini tampak bahwa proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan
budaya secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas menyiapkan peserta
didik untuk hari esok. Suatu masa dengan pendidikan yang menuntut banyak
persyaratan baru yang tidak pernah diduga sebelumnya, dan malah sebagian besar
masih berupa teka-teki.
Fortes sebagaimana dikutip oleh HAR Tilaar (1999:54) mengemukakan tiga
variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu: 1) Unsur-unsur yang
ditransformasikan, 2) Proses tranformasi, dan 3) Cara transformasi. Unsur-unsur
transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat,
pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di
dalam masyarakat; berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau
pergaulan para anggota masyarakat tersebut; berbagai sikap dan peranan yang
diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya
termasuk proses fisiologi, reflex dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan
penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.
Unsur-unsur itulah yang merupakan ikhtiar kebudayaan yang
memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka
pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan
13

(transfer of knowledge and skliss), tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai


budaya dan norma-norma
15

sosial (transmission of cultural values and social norms). Kiranya dapat dikatakan
bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban budaya (culture bearer)
berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara berbagai upaya pendidikan
dengan usaha pengembangan kebudayaan. Kesinambungan hidup bermasyarakat
turut dipengaruhi oleh berlangsungnya pengalihan nilai budaya dan norma sosial
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh
orientasi pada nilai budaya yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan
sosial yang berlaku.
Demikianlah pendidikan berpengaruh terhadap kebudayaan dan seiring
bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum
kebudayaan: sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari
satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka
pendidikan sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan
keterampilan serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu
sekaligus menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku
manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh
mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan
tangguh-rapuhnya ketahanan budaya (cultural resilience) masyarakat yang
bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai
pertemuan antar budaya (cultural encounters). Hal ini nyata melalui sejarah
timbul tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang
zaman. Maka dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan
ketahanan budaya.
Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses
reliogiositas (keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai
budaya haruslah dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara
hati) dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Bukan hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan
juga tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan
16

ajaran agama perlu dibina. Untuk mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya
dan norma sosial dilakukan melalui perkenalan dengan pelbagai sumber belajar
yang relevan (Fuad Hasan, 2004, dalam Tonny Widiastono, 2000: 54-56). Dalam
konteks inilah mulai dibicarakan mengenai proses-proses transformasi
kebudayaan.
Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan
sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya
imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap
masyarakat lokal. Yang diimitasi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di
atas. Transmisi unsure-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia
adalah aktor dalam memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur
tersebut harus diidentifikasi. Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat
sesuai dengan tingkat kemampuan,manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai
unsur-unsur itu disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata
di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang
dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya.
Ketiga proses transformasi tersebut berkaitan erat dengan cara
mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu ‘peran serta’ dan
bimbingan. Cara ‘peran serta’ antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa
instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman.
Dalam proses transformasi kebudayaan tersebut di atas pendidikan
berfungsi untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih
nilai-nilai budaya dari pelbagai lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan
inti sari dari kebudayaan adalah manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah
kepribadian. Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata
di dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak
ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari
kepribadiankepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan
kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui
kepribadian-kepribadian tersebut. Hal ini menunjukkan kepada bahwa pendidikan
17

bukan semata-mata transmisi kebudayan secara pasif tetapi pelu mengembangkan


kepribadian yang kreatif.
Kepribadian berhubungan erat dengan tingkah-laku manusia. Maka Ruth
Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis
untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah-laku manusia
bukanlah diditurunkan seperti tingkahlaku binatang tetapi harus dipelajari kembali
berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu genersi. Di sini dapat terlihat
dengan jelas pentingnya peranan dan fungsi pendidikan dalam pembentukan
kepribadian manusia.
Jadi proses pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined.
Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui
kemampuankemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan
penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya.
tetapi melalui proses interaktif antara pendidik. Di samping itu juga peranan
lembaga-lembaga pendidikan haruslah mengkondisikan pengenalan, pemeliharaan
dan pengembangan keseluruhan budya. Dalam hal ini peranan dan fungsi
lembaga-lembaga pendidikan. Di dalam lembaga-lembaga pendidikan (formal,
non-formal, informal) terjadi interaksi budaya sekaligus proses pemeliharaan dan
pengembangan kebudayaan.
Di samping itu juga di dalam lembaga-lembaga pendidikan mesti
mengembangkan sikap penghargaan terhadap budaya nasional dan daerah
sekaligus juga daya kristis dan analitis terhadap budaya luar. Terutama dalam
lembaga-lembaga formal (sekolah-sekolah dan perguruan tinggi) perlu
dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian makalah di atas dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Pendidikan sebagai proses perubahan tingkah laku dari seorang manusia
menuju pada kedewasaan.
2. Pendidikan berperan penting untuk membentuk manusia yang dewasa dan
berbudaya.
3. Pendidikan berperan sebagai agen pengajaran nilai-nilai budaya dalam proses
pembentukan kualitas manusia, sesuai dengan kodrat yang dimilikinya. Dan
kebudayaan diturunkan kepada generasi penerusnya melalui Pendidikan.
4. Kebudayaan merupakan hasil proses manusia selama menjalin interaksi
kehidupan baik lingkungan fisik maupun non fisik yang melahirkan system
gagasan, Tindakan, dan hasil karya manusia sebagai hasil karya manusia
sebagai hasil pembelajaran dengan alam untuk mengelola keadaan menjadi
sesuatu yang berguna bagi kehidupannya.
5. Kemajuan kebudayaan tersebut sangat bergantung pada kualitas pendidikan.
Jadi memang pendidikan berpengaruh terhadap kebudaayan manusia.
6. Dalam pengembangan karakter, perlu diperhatikan bentuk-bentuk budaya
bangsa (pemahaman tentang pengenalan diri, tujuan hidup, interaksi dengan
orang-orang di sekitar, dan proses pengambilan putusan)
7. Dalam membentuk karakter positif, peserta didik perlu mengetahui alasan
mengapa berbuat baik, merasakan hal yang baik, dan melakukan hal yang baik.
Perlunya lingkungan belajar yang positif dan peduli yang ditandai dengan
penuh kasih sayang, penuh dengan kepedulian, kompetensi guru dan staf
sekolah yang memberikan inspirasi dan bebas dari berbagai bentuk tindak
kekerasan, serta pendidikan yang inklusif.

18
19

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan makalah di atas, penulis sebagai penyaji materi
memiliki beberapa saran agar pembahasan ini menjadi refleksi bersama, antara
lain sebagai berikut:
Kebudayaan dengan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat sekali.
Keduanya saling berkesinambungan dan tidak dapat dipisahkan karena saling
membutuhkan antara satu sama lainnya. Namun di era modernisasi saat ini,
banyak peserta didik memiliki Pendidikan tinggi tapi tidak memiliki karakter yang
positif dan berbudi pekerti karena hilangnya unsur-unsur atau nilai-nilai
kebudayaan dalam diri peserta didik. Oleh karena itu, saya sebagai penulis
menyarankan kita sebagai pendidik untuk bersama-sama menanamkan nilai-nilai
kebudayaan dalam Pendidikan agar tidak tergerus dengan derasnya teknologi di
era modernisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2004). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Ariifin, M. (2003). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fauzan. (2009). Landasan Sosial Budaya Pendidikan. Diakses dari


http://defauzan. wordpress. com

Hidayat, S. (2019). Teori, Proses,dan Konteks Sosial Budaya Pendidikan.


Tangerang: Pustaka Mandiri.

Manan, I. (1989). Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikti


Depdikbud.

Setiadi, E. M. (2006). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana.

Sulo, L., & Tirtarahaja, U. (2005). Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. RINEKA
CIPTA.

20
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rosita
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 05 Oktober 1990
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Gotong Royong no. 30 RT 06
RW 01 Kelurahan Baru,Kecamatan
Pasar Rebo, Jakarta Timur 13780.

Nomor. Hp : 085846591627
Status : Belum Menikah
Riwayat Pendidikan
a. 1997 – 2003 : SDN Baru 04 Pagi Jakarta
b. 2003 – 2006 : SMPN 217 Jakarta
c. 2006 – 2009 : SMAN 88 Jakarta
d. 2010 – 2014 : STKIP Kusumanegara Jakarta
e. 2022 – sekarang : S-2 FMIPA Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
Pengalaman : Anggota Forum Dakwah dan Studi Islam (FORDASI)
Organisasi STKIP Kusumanegara Jakarta (2010-2012)

Pelatihan yang diikuti:


10 November 2012 Seminar Matematika “How to Teach Effectively and
Successfully” Universitas Indonesia
22 November 2012 Seminar Legislatif Mahasiswa “Menumbuhkan Legislatif
Mahasiswa Sebagai Kekuatan Berorganisasi dan
Berpolitik”
2 Februari 2013 Pelatihan Kompetensi Dasar Mengajar (PKDM) Bimbel
Salemba Group
16 Januari 2014 Seminar Kesehatan Reproduksi Remaja “Peran Dunia
Pendidikan Dalam Mensosialisasikan Kesehatan
Reproduksi Remaja” Universitas Indonesia
04-07 April 2014 Pelatihan Komputer
18-19 Oktober 2014 Workshop “Implementasi Kurikulum 2013”
25 Oktober 2014 Training Motivasi dan Lomba Menulis Artikel
31 Oktober 2014 Seminar Nasional Pendidikan
Riwayat Pekerjaan:
2012 – sekarang : Guru Matematika Bimbel Salemba Group
Alamat Pekerjaan : Jl. Kalisari Raya No. 21 RT 02 RW 03 Kelurahan Baru,

21
19

Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur

Anda mungkin juga menyukai