Anda di halaman 1dari 45

‘Hukum Islam Kontemporer’

Dosen pengampu : Fery Rahmawan Asma,lc.,M.A.

Kelompok : 3

Muhammad rizqy sobari(201743500966)

Muhammad wahyu (201743500972)

Yulia tika sari (201743500992)

Yunitra setiyawan(201743501024)

Ananda saputra(201743501029)

Syahrul afriansyah(201743501044)

PROGRAM STUDI INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan
judul “Hukum Islam Kontemporer”

Makalah ini terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun
materiil, oleh karenanya pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari, bahwa masih banyak kekurangan dan belum sempurnanya apa yang
kami sampaikan, sehingga apabila ada kekurangan dalam penulisan serta isi/materi, kami
mohon saran dan kritiknya secara langsung maupun tidak langsung, untuk kesempurnaan
penulisan makalah ini.

Jakarta, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Cover....................................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................


A. Latar Belakang ......................................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................................

BAB II ..................................................................................................................
A. Pengertian hukum islam kontemporer..................................................................
B. Bayi tabung ...........................................................................................................
C. Inseminasi buatan..................................................................................................
D. Kloning..................................................................................................................
E. Pernikahan beda agama..........................................................................................
F. Nikah mut’ah..........................................................................................................
G. Nikah sirri...............................................................................................................
H. Perkawinan wanita hamil.......................................................................................
J. Bank sperma...........................................................................................................
K. Operasi kelamin.......................................................................................................
L. Operasi plastik..........................................................................................................
M. Bunga bank...............................................................................................................

BAB III PENUTUP .............................................................................................


A. Kesimpulan............................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

http://diahmar.blogspot.com/2013/06/makalah-islam-kontemporer.html

http://etheses.uin-malang.ac.id/1448/4/08210036_Bab_1.pdf

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-menikah-saat-hamil
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Islam merupakan suatu hukum yang memiliki sifat statis dan sekaligus dinamis.
Statis berarti suatu hal yang tetap bersumberkan pada Al Qur'an dan hadits dalam setiap
aspek kehidupan.Dinamis berarti mampu menjawab segala permasalahan dan sesuai
dengan perkembangan zaman,tempat dan keadaan, serta cocok ditempatkan dalam segala
macam bentuk struktur sosial kehidupan, baik secara individu maupun secara kolektif
bermasyarakat

1.2 Tujuan Penulisan


 Mengetahui lebih dalam apa itu hukum islam kontemporer
 Memahami hukum islam kontemporer
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Islam Kontemporer

Istilah hukum ilsam adalah mencakup berbagai persoalan hidup manusia,baik yang
menyangkut urusan dunia maupun urusan akhirat. Sumber utama hukum islam adalah wahyu
ilahi dan akal manusia.Identitas ganda hukum islam ini terlihat dalam dua penunjukan bahasa
arabnya, syari’ah dan fiqh. Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan hukum Islam
kontemporer itu? Andaihukum Islam kontemporer merupakan padanan dari Masa’il
fiqhiyah,maka ada kecenderungan untuk mereduksi pengertian hukum Islam kontemporer
kepada wilayah kajian fikih atau isu-isu yang berkembang pada kurun waktu terakhir ini .
Misalnya, hal ini dapat dilihat dari berbagai buku secara khusus diberi judul Masa’il Fiqhiyah
atau problematika

Dalam buku ini memang tidak ada definisi eksplisit mengenai


hukum Islam kontemporer, tetapi dengan melihat tema-tema yang diangkat, maka dengan
mudah dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
“Hukum Islam Kontemporer”adalah perspektif hukum Islam terhadap masalah-masalah
kekinian dan kedisinian.Kecenderungan pemaknaan seperti ini dianut oleh banyak kalangan
muslim di berbagai belahan bumi, termasuk di Indonesia. Buku-buku yang ditulis dengan
judul Masa’il Fiqhiyah atau Problematika Hukum Islam Kontemporer memuat banyak sekali
kasus baru atau problematika kekinian yang belum pernah muncul sebelumnya. Karena itu,
sangat logis jika pengertian hukum Islam kontemporer seperti itu dikesankan bersifat
responsif. Artinya, fikih dewasa ini semata-mata merespon
persoalan-persoalan baru yang meminta penjelasan
dari aspek status hukum (halal-haram)nya. Jika kita mengacu kepada pengertian
“kontemporer” sebagai “dewasa ini” seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
, maka hukum Islam Kontemporer sesungguhnya bisa juga dimaknai dengan “perkembangan
pemikiran hukum Islam dewasa ini”. Pengertian
hukum Islam kontemporer yang kedua ini tidak serta merta merespons aspek hukum (halal-
haram) dan persoalan-persoalan baru, tetapi mencoba untuk melihat perubahan-perubahan
signifikan hukum Islam dari masa ke masa. Perubahan-perubahan signifikan itu muncul
sebagai akibat, antara lain yang paling menonjol, perkembangan zaman yang selalu meminta
etika dan paradigm baru. pengertian hukum Islam kontemporer yang kedua tersebut.
Baik pengertian pertama maupun kedua dapat dikatakan merupakan salah satu wujud
yang paling nyata dari munculnya kesadaran baru dalam wacana kebangkitan hukum Islam
belakangan ini.
2.2 Bayi Tabung

Program bayi tabung adalah suatu tehnik rekayasa reproduksi dengan


mempertemukan sel telur matang dan sperma diluar tubuh manusia ( In vitro fertilizition ).
Tehnik ini sekarang menjadi semakin diminati oleh pasangan yang sulit mempunyai
keturunan. Meskipun memerlukan pengorbanan dan biaya yang tidak sedikit. Sebelum
melakukan program bayi tabung disarankan bagi pasangan suami istri sebaiknya konsultasi
ke dokter untuk memahami prosedur, peluang dan resiko mengenai program ini. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah dan menambah kesiapan mental bagi pasangan suami istri.

Peluang Berhasil. Sedangkan peluang untuk hamil dalam program bayi tabung
ditentukan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah usia wanita, cadangan sel telur, lamanya
gangguan kesuburan yang di alami pasangan, riwayat ada atau tidaknya kehamilan
sebelumnya, derajat kelainan, sarana dan fasilitas tehnologi laboratorium serta ilmu dan
pengalaman dari tenaga medis dari rumah sakit yang akan melakukan program bayi tabung
itu sendiri. Tetapi dari semua itu faktor terpenting yang menentukan kehamilan adalah usia
wanita. Semakin tua usia wanita semakin sedikit pula peluang kehamilan atau keberhasilan
dari program itu.

Sejarahnya. Sejatinya, tekonologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG Edwards
pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba
menggunakan teknologi bayi tabung. Sejarah bayi tabung ini berawal dari upaya untuk
mendapatkan keturunan bagi pasangan suami isteri yang mengalami gangguan kesuburan.
Sebelum program bayi tabung ditemukan, inseminasi buatan dikenal sebagai metode untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Inseminasi buatan dilakukan dengan menyemprotkan
sejumlah cairan semen suami ke dalam rahim isteri dengan menggunakan bantuan alat suntik.
Dengan cara ini sperma diharapkan mudah bertemu dengan sel telur. Sayangnya, tingkat
keberhasilan metode inseminasi buatan hanya sebesar 15%. Kesuksesan perdana program
bayi tabung yang dilakukan secara konvensional/In Vitro Fertilization (IVF) dengan lahirnya
Louise Brown membuat program ini semakin diminati oleh negara-negara di dunia.

Dikenal di Indonesia. Di Indonesia, sejarah bayi tabung yang pertama dilakukan di


RSAB Harapan Kita, Jakarta, pada tahun 1987. Program bayi tabung tersebut akhirnya
melahirkan bayi tabung pertama di Indonesia, yakni Nugroho Karyanto pada tahun 1988.
Baru setelah itu mulai banyak bermunculan kelahiran bayi tabung di Indonesia. Bahkan
jumlahnya sudah mencapai 300 anak.

Perkembangan Metode. Kesuksesan program bayi tabung tidak begitu saja


memuaskan dunia kedokteran. Upaya untuk mengukir tinta emas sejarah bayi tabung terus
berlanjut. Jika selama ini masyarakat hanya mengenal satu teknik proses bayi tabung secara
IVF, maka sekarang telah muncul bermacam-macam bayi tabung dengan menggunakan
teknik baru yang semakin canggih daripada teknik sebelumnya. Di antaranya adalah Partial
Zone Dessection (PZD) dan Subzonal Sperm Intersection (SUZI). Teknik PZD dilakukan
dengan menyemprotkan sperma ke sel telur dengan membuat celah pada dinding sel telur
terlebih dulu agar memudahkan kontak antara sperma dengan sel telur. Sedangkan pada
teknik SUZI, sperma disuntikkan secara langsung ke dalam sel telur. Hanya saja dari sisi
keberhasilan, kedua teknik ini dianggap masih belum memuaskan. Metode selanjutnya adalah
dengan menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Teknik ini sangat
sesuai jika diterapkan pada kasus sperma yang mutu dan jumlahnya sangat minim. Jika pada
teknik IVF konvensional membutuhkan 50 ribu-100 ribu sperma untuk membuahi sel telur,
maka pada teknik ICSI hanya membutuhkan satu sperma dengan kualitas bagus. Dengan
bantuan pipet khusus, sperma kemudian disuntikkan ke dalam sel telur. Langkah selanjutnya
juga serupa dengan teknik IVF konvensional.

Hukum Bayi Tabung

Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi
tabung/inseminasi buatan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa :

1. 'Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya
mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.'
2. Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan
suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. ''Itu hukumnya haram,'' papar
MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu
akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan."
3. Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.''Sebab, hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan,'' papar fatwa itu.
4. Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal
dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan
hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin
antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas
Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981.Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama
NU terkait masalah bayi tabung:

1. Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu
didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW
bersabda, ''Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah
SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.''
2. Apabila mani yang ditabung tersebut mani suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya
tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. ''Mani muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara','' papar ulama NU
dalam fatwa itu.Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU
mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. ''Seandainya seorang lelaki
berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka
hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang
diperbolehkan untuk bersenang-senang.''
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk
muhtaram,serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung
menjadi mubah (boleh).

3. Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidaknya menitipkan sperma
suami-sitri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan:

1. berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia
Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah, hukum inseminasi
buatan seperti itu termasuk yang dilarang. ''Hal itu disebut dalam ketetapan yang
keempat dari sidang periode ketiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul
Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung),'' papar fatwa Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah. Rumusannya, ''Cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar
kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang
lain (dari suami itu) ... hal itu dilarang menurut hukum syarak.''Sebagai ajaran yang
sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia
modern, saat ini.

2.3 Inseminasi Buatan

Inseminasi Buatan. Kata inseminasi berasal dari bahasa inggris “insemination”, yang
artinya pembuahan atau penghamilan. Inseminasi buatan ini, dimasukkan oleh dokter Arab
dengan istilah ‫ التلقيح‬yang berasal dari fi’il (kata kerja) ‫ لقح – يلقح‬menjadi ‫ تلقيحا‬yang berarti
mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).

Kata ‫ التلقيح‬yang sama pengertiannya dengan perkataan inseminasi buatan, diambil oleh dokter
ahli kandungan bangsa Arab dalam upaya pembuahan terhadap wanita yang menginginkan
kehamilan. Padahal sebelumnya, istilah itu berasal dari petani kurma yang pekerjaannya
menaburkan serbuk bunga jantan kepada bunga betina, agar pohon kurmanya dapat berbuah.
Maka bangsa Arab sering mengatakan:

‫لقح الفالح نخله‬

Artinya :

Petani itu telah mengawinkan pohon kurmanya.

Jadi pengertian inseminasi buatan adalah perpaduan sperma pria dengan ovum wanita, untuk
maksud pembuahan atau penghamilan.

Sedangkan pengertian bayi tabung adalah peletakan sperma laki-laki dengan ovum
perempuan pada suatu cawan pembiakan, sebagai persiapan untuk diletakkannya ke dalam
rahim seorang ibu.

Proses Inseminasi Buatan

Sepasang suami-istri yang menginginkan kehamilan, diharapkan selalu berkonsultasi dengan


Dokter Ahli dan memeriksakan dirinya: apakah keduanya bisa membuahi atau dibuahi, untuk
mendapatkan anak atau tidak. Banyak orang yang sebenarnya memiliki sperma atau ovum
yang subur, tetapi justru tidak dapat membuahi atau dibuahi, karena ada kelainan pada alat
kelaminnya. Misalnya seorang wanita yang tersumbat saluran sel-sel telurnya dan proses
ovulasinya tidak normal, sehingga tidak dapat bertemu dengan sel-sel sperma suaminya
ketika mengadakan coitus (senggama).

Ketika terjadi kasus seperti tersebut di atas, maka Dokter Ahli dapat mengupayakannya
dengan mengambil telur (ovum) wanita, dengan cara fungsi aspirasi cairan folikel melalui
vagina, dengan menggunakan sebuah alat yang disebut “Transvaginal Transculer Ultra
Sound”, yang bentuknya pipih memanjang, sebesar dua jari telunjuk orang dewasa.

Perpaduan dua sel tersebut, lalu disimpan caan pembiakan selama beberapa hari. Kemudian
di pindahkan ke dalam rahim seoarang ibu bila sudah kelihatan ada tanda – tanda akan
menjadi bakal janin. Dan perlu diketahui bahwa inseminasi yang sering di lakukan di negara
non- islam, menjadi dua macam:

1. Inseminasi Heterolog , yang di sebut juga Artivicial Insemination Donor (AID): yaitu
Inseminasi buatan yang bukan berasal dari air mani suami – istri yang sah.
2. Insemilasi Homolog, yang disebut juga Artificial insemination Hunsbad (AIH):yaitu
inseminasi buatan yang berasal dari air mani suami-istri yang sah.

Sejak inseminasi buatan itu di masukkan ke dalam rahim seorang ibu, sejak itu pula
larangan – larangan dokter harus di patuhi oleh ibu, antara lain:

1. Tidak boleh bekerja keras.


2. Tidak boleh makan dan minum sesuatu yang mengandun alkohol.
3. Tidak boleh melakukan senggama dengan suami, selama 15 hari sejak insemilasi itu
diletakkan dalam rahimnya.

Selama ibu dinyatakan mengandung , perkembangan janin dalam rahimnya dapat di


pantau oleh dokter dan bidan, melalui sebuah alat yang disebut Ultra Sound, sehingga letak
dan gerak janin itu , dapat terlihat dengan jelas melalui layar alat canggih itu sampai ia lahir.

Hukum Inseminasi Buatan

Upaya inseminasi buatan dan bayi tabung, dibolehkan dalam ajaran islam, manakala
perpanduan sperma dengan ovum itu bersumbar dari suami-istri yang sah. Karena upaya
semacam itu sama sekali tidak melanggar larangan islam, kecuali hanya menempuh jalan
keluar dari kesulitan yang dialami oleh pasangan suami-istri yang menginginkan anak. Jadi
sifatnya hanya menghilangkan kesulitan, yang sebenarnya dibolehkan dalam ajaran islam,
sebagaimana maksud Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi :

‫اَلض ََّرر ي َزال‬

Artinya:

“mudharat (kesulitan) itu dapat dihindarkan (dalam agama).

Maka kebolehan untuk upaya inseminasi buatan dan bayi tabung, yang bersumber dari zat
suami-istri yang sah, berdasarkan sebuah hadits yang berbunyi:
َ ‫الَض ََر َر َوالَ ِض َر‬
‫ روه ابن ماجح عن أبى سعيد الخد رى‬.‫ار‬

Artinya:

“tidak boleh mempersulit diri dan menyulitkan orang lain.” H.R Ibnu Majjah, yang
bersumber dari Abi Sa’id Al-Khudry.

Dan untuk mencegah agar suami-istri tidak mengalami kesulitan akibat tidak dapat hamil
dengan cara senggama, maka perlu ditolong oleh Dokter Ahli, dengan cara inseminasi buatan
dan bayi tabung, yang diambil dari zat sperma dengan ovum suami-istri yang sah. Tetapi bila
zat itu bersumber dari orang lain (bukan suami istri), maka dilarang dalam agama, karena
digolongkan perbuatan zina, dan menyulitkan penegakan hukum Islam dalam masalah yang
lain, misalnya:

1. Mengacaukan hukum Islam untuk menentukan anak perempuan dari hasil inseminasi
dan bayi tabung bila ia dikawinkan.
2. Menyulitkan hukum Islam untuk menentukan hak-hak anak tersebut dalam urusan
perwarisan dan sebagainya.

Jadi jelas bahwa inseminasi buatan heterolog (artificial insemination donor) dilarang dalam
agama Islam, tetapi inseminasi buatan homolog (artificial insemination husband) dibolehkan,
karena benih yang diambilnya berasal dari sperma dan ovum suami-istri yang sah.

2.4 Kloning

Istilah kloning atau klonasi berasal dari kata clone (bahasa Greek) atau klona, yang
secara harfiah berarti potongan/pangkasan tanaman. Dalam hal ini tanam-tanaman baru yang
persis sama dengan tanaman induk dihasilkan lewat penanaman potongan tanaman yang
diambil dari suatu pertemuan tanaman jantan dan betina. Melihat asal bahasa yang
digunakan, dapat dimengerti bahwa praktek perbanyakan tanaman lewat penampangan
potongan/pangkasan tanaman telah lama dikenal manusia. Karena tidak adanya keterlibatan
jenis kelamin, maka yang dimaksud dengan klonasi adalah suatu metode atau cara
perbanyakan makhluk hidup (atau reproduksi) secara aseksual. Hasil perbanyakan lewat cara
semacam ini disebut klonus/klona, yang dapat diartikan sebagai individu atau organisme yang
dimiliki genotipus yang identik.

Dalam perkembangannya, klonasi tidak hanya dikerjakan dengan memanfaatkan


potongan tanaman yang umumnya berbentuk batang yang mengandung titik-titik tumbuh
calon ranting dan daun, tetapi juga memanfaatkan hampir semua jaringan tanaman untuk
menghasilkan tanaman sempurna. Dengan teknologi biakan jaringan, potongan daun atau
sekeping jaringan dari batang tanaman lengkap. Dari sini terlihat bahwa klonasi pada
dasarnya memanfaatkan sel-sel tanaman yang masih memiliki kemampuan untuk memilah-
milah diri menghasilkan berbagai jenis tanaman, seperti akar, batang dan daun dengan
fungsinya masing-masing. Kemampuan semacam ini ternyata semakin menurun seiring
dengan meningkatnya status organisme. Pada organisme tinggi, misalnya mamalia, sel-sel
jaringan telah kehilangan totipotensinya, sehingga apabila tanaman hanya mampu
menghasilkan sel sejenis, tetapi tidak mampu memilah diri lagi untuk menghasilkan organ
atau sel dengan fungsi yang lain. Berbeda dengan tanaman, klonasi mamalia tidak dapat
dikerjakan, misalnya dengan menanam sel atau jaringan dari bagian tubuh, seperti tangan,
kaki, jantung, hati untuk menghasilkan individu baru. Dengan demikian, klonasi pada
organisme tingkat tinggi hanya dapat dikerjakan lewat sel yang masih totipoten, yaitu sel
pada aras embrio atau mudghah.

Dari pemahaman tentang sifat sel organisme tadi, jika ditinjau secara umum sesuai
dengan aras kehidupan organisme, maka klonasi dapat dikerjakan pada berbagai aras, yaitu
klonasi pada aras sel, aras jaringan dan aras individu. Pada organisme sel tunggal atau unisel
seperti bakteri, perbanyakan diri untuk menghasilkan individu yang baru, berlangsung lewat
klonasi sel. Dalam hal ini klonasi sel sekaligus juga merupakan klonasi individu pada hewan
dan manusia dapat juga terjadi, misalnya pada kelahiran kembar satu telur. Masing-masing
anak di sini merupakan klonus yang memiliki susunan genetis identik.

Dalam perkembangan biologi molekuler, sekarang dimungkinkan klonasi pada aras


yang lebih kecil daripada sel, yaitu aras gena. Kemampuan manusia melakukan klonasi gena
memunculkan bidang ilmu baru, yang disebut rekayasa genetika. Untuk pertama kalinya
suatu gena berhasil diklonasi dengan teknik DNA rekombinan pada tahun 1973. Hanya dalam
selang waktu tiga tahun, teknologi ini sudah dikomersialkan oleh suatu perusahaan di
California USA, yaitu Genentech. Sebetulnya klonasi gena juga terjadi secara alami pada
beberapa mikroorganisme. Misalnya beberapa mikroorganisme yang semula rentan terhadap
antibiotika berubah menjadi klon mikroorganisme yang kebal antibiotika. Klona ini terjadi
akibat perbanyakan diri lebih lanjut mikroorganisme induk yang telah kemasukan gena kebal
tadi.

Kloning terhadap manusia adalah merupakan bentuk intervensi hasil rekayasa


manusia. Kloning adalah teknik memproduksi duplikat yang identik secara genetis dari suatu
organisme. Klon adalah keturunan aseksual dari individu tunggal. Setelah keberhasilan
kloning domba bernama Dolly pada tahun 1996, para ilmuwan berpendapat bahwa tidak lama
lagi kloning manusia akan menjadi kenyataan. Kloning manusia hanya membutuhkan
pengambilan sel somatis (sel tubuh), bukan sel reproduktif (seperti sel telur atau sperma) dari
seseorang, kemudian DNA dari sel itu diambil dan ditransfer ke dalam sel telur seseorang
wanita yang belum dibuahi, yang sudah dihapus semua karakteristik genetisnya dengan cara
membuang inti sel (yakni DNA) yang ada dalam sel telur itu. Kemudian, arus listrik dialirkan
pada sel telur itu untuk mengelabuinya agar merasa telah dibuahi, sehingga ia mulai
membelah. Sel yang sudah dibuahi ini kemudian ditanam ke dalam rahim seorang wanita
yang ditugaskan sebagai ibu pengandung. Bayi yang dilahirkan secara genetis akan sama
dengan genetika orang yang mendonorkan sel somatis tersebut.

Teknologi kloning diharapkan dapat memberi manfaat kepada manusia, khususnya di


bidang medis. Beberapa di antara keuntungan terapeutik dari teknologi kloning dapat
diringkas sebagai berikut:

– Kloning manusia memungkinkan banyak pasangan tidak subur untuk mendapatkan


anak.

– Organ manusia dapat dikloning secara selektif untuk dimanfaatkan sebagai organ
pengganti bagi pemilik sel organ itu sendiri, sehingga dapat meminimalisir risiko penolakan.

– Sel-sel dapat dikloning dan diregenerasi untuk menggantikan jaringan-jaringan tubuh


yang rusak, misalnya urat syaraf dan jaringan otot. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia
dapat mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio
hasil kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil
kloning. Di kemudian hari akan ada kemungkinan tumbuh pasar jual-beli embrio dan sel-sel
hasil kloning.

– Teknologi kloning memungkinkan para ilmuan medis untuk menghidupkan dan


mematikan sel-sel. Dengan demikian, teknologi ini dapat digunakan untuk mengatasi kanker.
Di samping itu, ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat menghambat proses penuaan
berkat apa yang kita pelajari dari kloning.

– Teknologi kloning memungkinkan dilakukan pengujian dan penyembuhan penyakit-


penyakit keturunan. Dengan teknologi kloning, kelak dapat membantu manusia dalam
menemukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak,
jaringan penyambung, atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah
penyembuhan dan bedah kecantikan.

KAJIAN KLONING DALAM HUKUM ISLAM

Permasalahan kloning adalah merupakan kejadian kontemporer (kekinian). Dalam kajian


literatur klasik belum pernah persoalan kloning dibahas oleh para ulama. Oleh karenanya,
rujukan yang penulis kemukakan berkenaan dengan masalah kloning ini adalah menurut
beberapa pandangan ulama kontemporer.

Para ulama mengkaji kloning dalam pandangan hukum Islam bermula dari ayat berikut:

… ‫ضغَ ٍة ُم َخلَّقَ ٍة َو َغي ِْر ُم َخلَّقَ ٍة ِلنُبَيِنَ لَ ُك ْم َونُ ِق ُّر فِي اْأل َ ْر َح ِام َما نَشَا ُء‬ ْ ُ‫ب ث ُ َّم ِم ْن ن‬
ْ ‫طفَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن َعلَقَ ٍة ث ُ َّم ِم ْن ُم‬ ٍ ‫فَإِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ت ُ َرا‬
… (5 :‫)الحج‬.

“… Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang
Kami kehendaki …” (QS. 22/al-Hajj: 5).

Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat dengan mengutip ayat di atas, bahwa ayat tersebut
menampakkan paradigma al-Qur’an tentang penciptan manusia mencegah tindakan-tindakan
yang mengarah pada kloning. Dari awal kehidupan hingga saat kematian, semuanya adalah
tindakan Tuhan. Segala bentuk peniruan atas tindakan-Nya dianggap sebagai perbuatan yang
melampaui batas.

Selanjutnya, ia mengutip ayat lain yang berkaitan dengan munculnya prestasi ilmiah atas
kloning manusia, apakah akan merusak keimanan kepada Allah SWT sebagai Pencipta? Abul
Fadl menyatakan “tidak”, berdasarkan pada pernyataan al-Qur’an bahwa Allah SWT telah
menciptakan Nabi Adam As. tanpa ayah dan ibu, dan Nabi ‘Isa As. tanpa ayah, sebagai
berikut:

(59 :‫ب ث ُ َّم قَا َل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكونُ )ال عمران‬


ٍ ‫سى ِع ْندَ هللاِ َك َمثَ ِل َءادَ َم َخلَقَهُ ِم ْن ت ُ َرا‬
َ ‫إِ َّن َمث َ َل ِعي‬.

“Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam.
Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah”
(seorang manusia), maka jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 59).
Pada surat yang sama juga dikemukakan:

. َ‫سى ا ْبنُ َم ْريَ َم َو ِجي ًها فِي الدُّ ْنيَا َو ْاْل ِخ َرةِ َو ِمنَ ْال ُمقَ َّر ِبين‬َ ‫ت ْال َمالَئِ َكةُ يَا َم ْريَ ُم ِإ َّن هللاَ يُ َبش ُِر ِك ِب َك ِل َم ٍة ِم ْنهُ ا ْس ُمهُ ْال َمسِي ُح ِعي‬ ِ َ‫ِإذْ قَال‬
ُ ُ ْ َ َ َ
‫س ْسنِي بَش ٌَر قا َل كذ ِل ِك هللاُ يَخلق َما َيشَا ُء‬ َ َ ُ‫ون‬ ُ
َ ‫ب أنى يَك ِلي َولدٌ َول ْم يَ ْم‬ َّ َ ْ َ َ
ِ ‫ قالت َر‬. َ‫صا ِل ِحين‬ ً َ ْ
َّ ‫اس فِي ال َم ْه ِد َوك ْهال َو ِمنَ ال‬ َّ
َ ‫َويُك َِل ُم الن‬
(47 -45 :‫ضى أ َ ْم ًرا فَإِنَّ َما يَقُو ُل لَهُ ُك ْن فَيَ ُكونُ )ال عمران‬ َ َ‫ ِإذَا ق‬.

“(Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan


kamu (dengan kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang)
daripada-Nya, namanya al-Masih `Isa putera Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di
akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara
dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-
orang yang saleh. Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak,
padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun”. Allah berfirman (dengan
perantaraan Jibril): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila
Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya:
“Jadilah”, lalu jadilah dia” (QS. 3/Ali ‘Imran: 45-47).

Hal yang sangat jelas dalam kutipan ayat-ayat di atas adalah bahwa segala sesuatu terjadi
menurut kehendak Allah. Namun, kendati Allah menciptakan sistem sebab-akibat di alam
semesta ini, kita tidak boleh lupa bahwa Dia juga telah menetapkan pengecualian-
pengecualian bagi sistem umum tersebut, seperti pada kasus penciptaan Adam As. dan ‘Isa
As. Jika kloning manusia benar-benar menjadi kenyataan, maka itu adalah atas kehendak
Allah SWT. Semua itu, jika manipulasi bioteknologi ini berhasil dilakukan, maka hal itu
sama sekali tidak mengurangi keimanan kita kepada Allah SWT sebagai Pencipta, karena
bahan-bahan utama yang digunakan, yakni sel somatis dan sel telur yang belum dibuahi
adalah benda ciptaan Allah SWT.

Islam mengakui hubungan suami isteri melalui perkawinan sebagai landasan bagi
pembentukan masyarakat yang diatur berdasarkan tuntunan Tuhan. Anak-anak yang lahir
dalam ikatan perkawinan membawa komponen-komponen genetis dari kedua orang tuanya,
dan kombinasi genetis inilah yang memberi mereka identitas. Karena itu, kegelisahan umat
Islam dalam hal ini adalah bahwa replikasi genetis semacam ini akan berakibat negatif pada
hubungan suami-isteri dan hubungan anak-orang tua, dan akan berujung pada kehancuran
institusi keluarga Islam. Lebih jauh, kloning manusia akan merenggut anak-anak dari akar
(nenek moyang) mereka serta merusak aturan hukum Islam tentang waris yang didasarkan
pada pertalian darah.

Berikutnya, KH. Ali Yafie dan Dr. Armahaedi Mahzar (Indonesia), Abdul Aziz Sachedina
dan Imam Mohamad Mardani (AS) juga mengharamkan, dengan alasan mengandung
ancaman bagi kemanusiaan, meruntuhkan institusi perkawinan atau mengakibatkan
hancurnya lembaga keluarga, merosotnya nilai manusia, menantang Tuhan, dengan bermain
tuhan-tuhanan, kehancuran moral, budaya dan hukum.

M. Kuswandi, staf pengajar Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta juga berpendapat teknik
kloning diharamkan, dengan argumentasi: menghancurkan institusi pernikahan yang mulia
(misal: tumbuh suburnya lesbian, tidak perlu laki-laki untuk memproduksi anak), juga akan
menghancurkan manusia sendiri (dari sudut evolusi, makhluk yang sesuai dengan
environment-nya yang dapat hidup).
Dari sudut agama dapat dikaitkan dengan masalah nasab yang menyangkut masalah hak
waris dan pernikahan (muhrim atau bukan), bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai
DNA dari donor nukleus saja, sehingga walaupun nukleus berasal dari suami (ayah si anak),
maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya. Dia seperti bukan anak
ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai anak susuan) dan persis bapaknya (haram
menikah dengan saudara sepupunya, terlebih saudara sepupunya hasil kloning juga). Selain
itu, menyangkut masalah kejiwaan, bila melihat bahwa beberapa kelakuan abnormal seperti
kriminalitas, alkoholik dan homoseks disebabkan kelainan kromosan. Demikian pula masalah
kejiwaan bagi anak-anak yang diasuh oleh single parent, barangkali akan lebih kompleks
masalahnya bagi donor nukleus bukan dari suami dan yang mengandung bukan ibunya.

Sedangkan ulama yang membolehkan melakukan kloning mengemukakan alasan sebagai


berikut:

1. Dalam Islam, kita selalu diajarkan untuk menggunakan akal dalam memahami agama.
2. Islam menganjurkan agar kita menuntut ilmu (dalam hadits dinyatakan bahkan sampai
ke negri Cina sekalipun).
3. Islam menyampaikan bahwa Allah selalu mengajari dengan ilmu yang belum ia
ketahui (lihat QS. 96/al-‘Alaq).
4. Allah menyatakan, bahwa manusia tidak akan menguasai ilmu tanpa seizin Allah
(lihat ayat Kursi pada QS. 2/al-Baqarah: 255).

Dengan landasan yang demikian itu, seharusnya kita menyadari bahwa penemuan teknologi
bayi tabung, rekayasa genetika, dan kemudian kloning adalah juga bagian dari takdir
(kehendak) Ilahi, dan dikuasai manusia dengan seizin-Nya. Penolakan terhadap kemajuan
teknologi itu justru bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Islam.

Ada juga di kalangan umat Islam yang tidak terburu-buru mengharamkan ataupun
membolehkan, namun dilihat dahulu sisi-sisi kemanfaatan dan kemudharatan di dalamnya.
Argumentasi yang dikemukakan sebagai berikut:

Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan para ilmuan sebenarnya masih bersifat tentative,
bahwa argumen para ulama/ilmuan yang menolak aplikasi kloning pada manusia hanya
melihatnya dari satu sisi, yakni sisi implikasi praktis atau sisi applied science dari teknik
kloning. Wilayah applied science yang mempunyai implikasi sosial praktis sudah barang
tentu mempunyai logika tersendiri. Mereka kurang menyentuh sisi pure science (ilmu-ilmu
dasar) dari teknik kloning, yang bisa berjalan terus di laboratorium baik ada larangan maupun
tidak. Wilayah pure science juga punya dasar pemikiran dan logika tersendiri pula.

Dalam mencari batas “keseimbangan” antara kemajuan IPTEK dan Doktrin Agama,
pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejuh mana para ilmuan, budayawan dan agamawan
dapat berlaku adil dalam melihat kedua fenomena yang berbeda misi dan orientasi tersebut?
Menekankan satu sisi dengan melupakan atau menganggap tidak adanya sisi yang lain, cepat
atau lambat, akan membuat orang “tertipu” dan “kecewa”. Dari situ barangkali perlu
dipikirkan format kajian dan telaah yang lebih seimbang, arif, hati-hati untuk menyikapi dan
memahami kedua sisi tersebut sekaligus. Sudah tidak zamannya sekarang, jika seseorang
ingin menelaah persoalan kloning secara utuh, tetapi tidak memperhatikan kedua sisi tersebut
secara sekaligus.
Selanjutnya, ada pula agamawan sekaligus ilmuan menyatakan bahwa tujuan agama menurut
penuturan Imam al-Syatibi yang bersifat dharuri ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itulah maka kloning itu kita uji dari sesuai atau
tidaknya dengan tujuan agama. Bila sesuai, maka tidak ada keberatannya kloning itu kita
restui, tetapi bila bertentangan dengan tujuan-tujuan syara’ tentulah kita cegah agar tidak
menimbulkan bencana. Kesimpulan yang diberikan klonasi ovum manusia itu tidak sejalan
dengan tujuan agama, memelihara jiwa, akal, keturunan maupun harta, dan di beberapa aspek
terlihat pertentangannya.

Untuk menentukan apakah syari’at membenarkan pengambilan manfaat terapeutik dari


kloning manusia, kita harus mengevaluasi manfaat vis a vis mudharat dari praktek ini.
Dengan berpijak pada kerangka pemikiran ini, maka manfaat dan mudharat terapeutik dari
kloning manusia dapat diuraikan sebagai berikut:

– Mengobati penyakit. Teknologi kloning kelak dapat membantu manusia dalam


menentukan obat kanker, menghentikan serangan jantung, dan membuat tulang, lemak,
jaringan penyambung atau tulang rawan yang cocok dengan tubuh pasien untuk tujuan bedah
penyembuhan dan bedah kecantikan. Sekedar melakukan riset kloning manusia dalam rangka
menemukan obat atau menyingkap misteri-misteri penyakit yang hingga kini dianggap tidak
dapat disembuhkan adalah boleh, bahkan dapat dijustifikasikan pelaksanaan riset-riset seperti
ini karena ada sebuah hadits yang menyebutkan: “Untuk setiap penyakit ada obatnya”.
Namun, perlu ditegaskan bahwa pengujian tentang ada tidaknya penyakit keturunan pada
janin-janin hasil kloning guna menghancurkan janin yang terdeteksi mengandung penyakit
tesebut dapat melanggar hak hidup manusia.

– Infertilitas. Kloning manusia memang dapat memecahkan problem ketidaksuburan,


tetapi tidak boleh mengabaikan fakta bahwa Ian Wilmut, A.E. Schieneke, J. Mc. Whir, A.J.
Kind, dan K.H.S. Campbell harus melakukan 277 kali percobaan sebelum akhirnya berhasil
mengkloning “Dolly”. Kloning manusia tentu akan melewati prosedur yang jauh lebih rumit.
Pada eksperimen awal untuk menghasilkan sebuah klon yang mampu bertahan hidup akan
terjadi banyak sekali keguguran dan kematian. Lebih jauh, dari sekian banyak embrio yang
dihasilkan hanya satu embrio, yang akhirnya ditanam ke rahim wanita pengandung sehingga
embrio-embrio lainnya akan dibuang atau dihancurkan. Hal ini tentu akan menimbulkan
problem serius, karena nenurut syari’at pengancuran embrio adalah sebuah kejahatan. Selain
itu, teknologi kloning melanggar sunnatullah dalam proses normal penciptaan manusia, yaitu
bereproduksi tanpa pasangan seks, dan hal ini akan meruntuhkan institusi perkawinan.
Produksi manusia-manusia kloning juga sebagaimana dikemukakan di atas, akan berdampak
negatif pada hukum waris Islam (al-mirâts).

– Organ-organ untuk transplantasi. Ada kemungkinan bahwa kelak manusia dapat


mengganti jaringan tubuhnya yang terkena penyakit dengan jaringan tubuh embrio hasil
kloning, atau mengganti organ tubuhnya yang rusak dengan organ tubuh manusia hasil
kloning. Manipulasi teknologi untuk mengambil manfaat dari manusia hasil kloning ini
dipandang sebagai kejahatan oleh hukum Islam, karena hal itu merupakan pelanggaran
terhadap hidup manusia Namun, jika penumbuhan kembali organ tubuh manusia benar-benar
dapat dilakukan, maka syari’at tidak dapat menolak pelaksanaan prosedur ini dalam rangka
menumbuhkan kembali organ yang hilang dari tubuh seseorang, misalnya pada korban
kecelakaan kerja di pertambangan atau kecelakaan-kecelakaan lainnya. Tetapi, akan muncul
pertanyaan mengenai kebolehan menumbuhkan kembali organ tubuh seseorang yang
dipotong akibat kejahatan yang pernah dilakukan.
– Menghambat Proses Penuaan. Ada sebuah optimisme bahwa kelak kita dapat
menghambat proses penuaan berkat apa yang kita pelajari dari kloning. Namun hal ini
bertentangan dengan hadits yang menceritakan peristiwa berikut:

Orang-orang Baduy datang kepada Nabi SAW, dan berkata: “Hai Rasulallah, haruskah kita
mengobati diri kita sendiri? Nabi SAW menjawab: “Ya, wahai hamba-hamba Allah, kalian
harus mengobati (diri kalian sendiri) karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu
penyakit tanpa menyediakan obatnya, kecuali satu macam penyakit”. Mereka bertanya: “Apa
itu?” Nabi SAW menjawab: “Penuaan”.

– Jual beli embrio dan sel. Sebuah riset bisa saja mucul untuk memperjual-belikan
embrio dan sel-sel tubuh hasil kloning. Transaksi-transaksi semacam ini dianggap bâthil
(tidak sah) berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Seseorang tidak boleh memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya.

2. Sebuah hadits menyatakan: “Di antara orang-orang yang akan dimintai


pertanggungjawaban pada Hari Akhir adalah orang yang menjual manusia merdeka dan
memakan hasilnya”.

Dengan demikian, potensi keburukan yang terkandung dalam teknologi kloning manusia jauh
lebih besar daripada kebaikan yang bisa diperoleh darinya, dan karenanya umat Islam tidak
dibenarkan mengambil manfaat terapeutik dari kloning manusia.

2.5 Pernikahan Beda Agama

Pernikahan adalah sesuatu yang diajurkan dalam islam. Hukum menikah adalah
sunnah muakkad yakni sunnah yang diutamakan. Menikah adalah pelengkap agama dan
merupakan bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala. Menikah juga memiliki banyak keutamaan
dalam islam. Selain untuk menghasilkan keturunan, menikah juga menghindarkan diri dari
perbuatan maksiat serta membuat hati terasa lebih tentram.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-quran yang artinya:

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum: 21).

Karena menikah adalah sesuatu yang sakral maka tentu tidak boleh dilakukan secara
sembarangan. Terlebih lagi bagi umat muslim, pernikahan haruslah memenuhi kaidah dan
syariat agama. Secara umum terdapat 4 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mencari
jodoh. Diantaranya yaitu agama, nasab, harta dan paras wajah.

Nah, yang jadi pernyataan bagaimana dengan pernikahan beda agama? Kira-kira bolehkah
perempuan islam menikah dengan pria non muslim, ataupun sebaliknya? Berikut ulasan
lengkapnya!
Pandangan Islam tentang Nikah Beda Agama

Hukum pernikahan beda agama dalam islam termasuk masalah khilafiyah yang
diperdebatkan. Namun demikian, mayoritas ulama dan MUI memutuskan bahwa pernikahan
beda agama dalam islam adalah haram (tidak diperbolehkan).

1. Haram

Mayoritas ulama dari 4 mahzhab, MUI, NU, Muhammadiyah dan lainnya telah bersepakat
bahwa menikahi pria atau wanita non muslim hukumnya haram. Pernyataan ini didasari oleh
dalil-dalil Al-Quran surat Al-baqarah ayat 221 dan Al-Mumtahanah ayat 10 yang
menjelaskan bahwa orang-orang mukmin dilarang menikahi wanita musyrik. Menikah
dengan orang kafir tidak dihalalkan dalam islam.

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.


Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik [dengan wanita-
wanita mu’min] sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari
orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
[perintah-perintah-Nya] kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS Al-
Baqarah: 221)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-


perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami
mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang
kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar
yang Telah mereka bayar. dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (pernikahan)
dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang Telah kamu
bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang Telah mereka bayar. Demikianlah
hukum Allah yang ditetapkanNya di antara kamu.dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.” (QS. Al-Mumtahanah: 10)

A. Pendapat Nadhatul Ulama (NU)

Dalam Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada bulan November 1989, ulama Nahdhatul Ulama
(NU) menetapkan fatwa bahawa pernikahan beda agama di Indonesia hukumnya haram atau
tidak sah.

B. Pendapat Ulama Muhammadiyah

Dalam sidang Muktamar Tarjih ke-22 pada tahun 1989 di Malang, para ulama
Muhammadiyah telah menetapkan keputusan bahwa pernikahan beda agama hukumnya tidak
sah. Laki-laki muslim tidak boleh menikahi wanita musyrik (Hindu, Budha, Konghuchu atau
agama selain islam lainnya). Begitupun dengan pernikahan laki-laki muslim dengan wanita
ahlul kitab (Yahudi atau Nasrani) hukumnya juga haram.
Menurut ulama Muhammadiyah, wanita ahlul kitab di jaman sekarang berbeda dengan jaman
nabi dahulu. Selain itu menikahi wanita beda agama juga mempersulit membentuk keluarga
sakinah yang sesuai syariat islam.

Diperbolehkan (antara makruh dan mubah)

Pendapat dari ulama yang kedua tentang hukum pernikahan beda agama antara makruh dan
mubah. Pernyataan mereka didasari oleh surat Al-Maidah ayat 5 yang menjelaskan bahwa
menikahi wanita ahlul kitab dihalalkan untuk seorang mukmin. Namun dengan syarat,

 wanita ahlul kitab tersebut tidak pernah melakukan perbuatan maksiat, seperti zina
dan sejenisnya
 Hanya laki-laki muslim yang boleh menikahi wanita ahlul kitab, sedangkan wanita
muslim tidak boleh menikahi laki-laki beda agama.

Mengapa demikian? Sebab posisi wanita dalam keluarga adalah menjadi makmum. Belum
tentu bisa membimbing suaminya. Jadi jika suaminya non muslim maka bisa berisiko
merusak pondasi keimanan rumah tangga.

“Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang
diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan
Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud
menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka
hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi”. (QS. Al-Maidah:
5)

Diperbolehkannya laki-laki muslim menikah dengan wanita ahlul kitab dikarenakan adanya
pendapat yang mengatakan bahwa waniat ahlul kitab berbeda dari wanita musyrik. Namun
demikian dalam surat Al-bayyinah Allah Ta’ala menjelaskan bahwa ahli kitab dan orang-
orang musyrik termasuk orang kafir.

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik
(akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-
buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)

Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut MUI

Perkara tentang pernikahan beda agama sebenarnya telah dibahas oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sejak lama. Tepatnya pada Musyarawah Nasional (Munas) II tanggal 11-17
Rajab 1400 H atau 26 Mei -1 Juni 1980.

MUI mengeluarkan fatwa bahwa pernikahan beda agama tidak diperbolehkan. Pendapat
tersebut didasari oleh:

 Surat Al-baqarah ayat 221


 Surat Al-Mumtahanah ayat 10
 Surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperlihatkan- Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan.”
 Hadist Riwayat Tabrani: “Barangsiapa telah kawin, ia telah memelihara setengah
bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa kepada Allah dalam bahagian
yang lain.
 Sabda Nabi Muhammad Shalla Allahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan oleh
Aswad bin Sura’i: “Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan suci sehingga ia
menyatakan oleh lidahnya sendiri. Maka, ibu bapaknyalah yang menjadikannya
(beragama) Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
 Hadist Riwayat Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah: “Perempuan
dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena
agamanya. Maka menangkanlah wanita yang mempunyai agama, engkau akan
beruntung.”
 Qa’idah Fiqh: Mencegah kemafsadatan lebih didahulukan (diutamakan) dari pada
menarik kemaslahatan.

Dengan itu, MUI menetapkan fatwa tentang perkawinan beda agama

1. Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.


2. Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah
haram dan tidak sah.

2.6 Nikah Mut’ah

Mut’ah secara bahasa diambil dari bahasa arab Al-Tamattu’ artinya bersenang-
senang. Sedangkan Nikah Mut’ah menurut istilah adalah perkawinan yang dilakukan untuk
waktu tertentu dengan memberikan sesuatu sesuai dengan kesepakatan dan berakhir sesuai
waktu yang telah ditentukan tanpa adanya talak. Dinamakan Nikah Mut’ah karena laki-lakinya
bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu saja.
Ada beberapa pendapat ulama mengenai defenisi nikah mut’ah ini, di antaranya yakni:
Ibnu Qudamah:
‫اْل َم ْرأَة َ ُمدَّة ً يَت َزَ َّو َج اَ ْن اْ ُمتْعَ ِة نِكَا ُح‬, ‫ش ْه ًرا ا ْب َنتِى زَ َّوجْ تُكَ يَقُ ْو َل ا َ ْن ِمثْ ُل‬
َ ً‫سنَة‬َ ‫اء اَ ْواِلى اَ ْو‬ ِ ‫ض‬ َ ‫س َوا ٌء َو ِش ْب ِه ِه اْل َحاجِ اَ ْوقُد ُْو ِم اْ ُم ْو ِس ِم ا ْن ِق‬ َ
‫ت‬ ِ َ‫ َمجْ ُه ْولَةً اَ ْو َم ْعلُ ْو َمةً اْل ُمدَّة ُ كَان‬.
Artinya: “nikah mut’ah adalah adanya seseorang mengawini wanita (dengan terikat) hanya
waktu yang tertentu saja; misalnya (seorang wali) mengatakan: saya mengawinkan putriku
dengan engkau selama sebulan, atau setahun, atau sampai habis musim ini, atau sampai
berakhir perjalan haji ini dan sebagainya. Sama halnya dengan waktu yang telah ditentukan
atau yang belum.
Sayyid Saabiq mengatakan:
‫اْل ُمتْ َع ِة نِكَا ُح‬: ‫الر ُج ُل َي ْع ِقدَ اَ ْن‬ َّ ‫علَى‬ َ ‫راْْا ُ ْسب ُْوعًااَ ْوشَه اَ ْو َي ْو ًم اْل َم ْرأ َ ِة‬.
ً ‫سمى‬ َ ُ‫ ِب ْال ُمتْ َع ِة َوي‬: ‫الر ُج َل ِِلَ َّن‬
َّ ‫الز َواجِ َيت َ َبلَّ ُغ َْو َي ْنتْ ِف ُع‬ َّ ‫َو َيت َ َمت َّ ُع ِب‬
َ
‫ِى اِلَجْ ِل اِلى‬ ْ َّ
ْ ‫وقتَهُ الذ‬. َّ َ
Artinya: “perkawinan mut’ah adalah adanya seseorang pria mengawini wanita selama sehari,
atau seminggu, atau sebulan. Dan dinamakan mut’ah karena laki-laki mengambil manfaat serta
merasa cukup dengan melangsungkan perkawinan dan bersenang-senang sampai kepada waktu
yang telah ditentukannya.
Nikah Mut’ah Menurut Hukum Islam
Untuk menentukan status hukum tentang nikah mut’ah maka dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam pendapat; yaitu:
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Al-Laits dan Imam al-Auzaa’iy
mengatakan; “Perkawinan mut’ah itu hukumnya haram”.

Pendapat ini didasarkan pada beberapa Hadits yang antara lain berbunyi:
‫س ْو َل اَ َّن‬
ُ ‫ص َّل هللاِ َر‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ُ‫عل ْي ِه هللا‬ ُ َّ‫اِل ْس ِت ْمت َاعِ فِى لَ ُك ْم اَذَّ ْنتُ ُك ْنتُ اِنِى الن‬,
َ ‫فَقَا َل اْل ُمتْ َعلةَ َح َّر َم َو‬: َ‫اس َيااَيُّه‬ ِ ْ ‫اِلَل قَدْ َح َّر َم َها هللاَ اَِلَ َوا َِّن‬
‫ام ِة ىَ ْو ِم‬ ْ
ِ َ‫ال ِقي‬. ‫ماجه ابن رواه‬.

Artinya: “bahwasanya Rasulullah SAW mengharamkan kawin mut’ah, maka ia berkata: hai
manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu sekalian kawin mut’ah. Maka sekarang
ketahuilah, bahwa Allah mengharamkannya sampai hari kiamat”. (H.R. Ibnu Majjah).

‫س ْو َل اَ َّن‬
ُ ‫ص َّل هللاِ َر‬ َ ‫سلَّ َم‬
َ ُ‫علَ ْي ِه هللا‬ َ ‫اء ُمتْ َع ِة َع ْن نَ َهى َو‬
ِ ‫س‬َ ‫اِْلَ ْه ِليَّ ِة اْل ُح ُر ْو ِم ل ُح ُو ِم َو َع ْن َخ ْي َب َر َي ْو َم ا ِلن‬. ‫النسائى رواه‬.

Artinya: “bahwasanya Rasulullah SAW telah melarang perkawinan mut’ah terhadap wanita
pada peperangan Khaibar dan (melarang pula) makan daging keledai peliharaan”. (H.R. An-
Nasaa’i).
Imam Zufar berkata:
perkawinan mutah hukumnya sah, meskipun syaratnya batal. Oleh karena itu, dibolehkan
dalam ajaran Islam. Dikatakan sah karena keterangan hadits yang dikemukakan oleh pengikut
kaum Syi’ah (“bahwasanya ‘Umar berkata: dua macam perkawinan mut’ah (yang pernah
terjadi) di masa Rasulullah SAW. Maka dapatkah aku melarangnya dan memberikan sangsi
hukum terhadap pelakunya? (keduanya itu) adalah perkawinan mut’ah terhadap wanita
(diwaktu tidak bepergian) dan kawin mut’ah (pada waktu bepergian) menunaikan ibadah hajji.
Karena hal itu, merupakan perkawinan yang berguna (pada saat tertentu), maka perlu
menentukan waktu berlakunya seperti halnya sewa-menyewa.), tetapi syaratnya batal karena
tidak disertai dengan niat kawin untuk selama-lamanya, kecuali hanya waktu sementara saja.
Bertolak dari beberapa pendapat di atas, maka penulis mengikuti pendapat Imam Abu hanifah
beserta Imam Madzhab yang sependapat dengannya, karena memandang bahwa kebolehan
kawin mut’ah telah dihapus oleh larangan melakukannya, sebagaimana keterangan hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dan An-Nasaa’i di atas.

2.7 Nikah Sirri

Nikah secara bahasa adalah berkumpul atau bercampur, sedangkan menurut syariat secara
hakekat adalah akad (nikah) dan secara majaz adalah al-wath’u (hubungan seksual) menurut
pendapat yang shahih, karena tidak diketahui sesuatupun tentang penyebutan kata nikah
dalam kitab Allah -Subhanahu wa ta’ala- kecuali untuk makna at-tazwiij (perkawinan).
Kata “siri” berasal dari bahasa Arab “sirrun” yang berarti rahasia, atau sesuatu yang
disembunyikan. Melalui akar kata ini Nikah siri diartikan sebagai Nikah yang dirahasiakan,
berbeda dengan Nikah pada umumnya yang dilakukan secara terang-terangan.
Nikah siri yang tidak dicatatkan secara resmi dalam lembaga pencatatan negara sering pula
diistilahkan dengan Nikah di bawah tangan. Nikah di bawah tangan adalah Nikah yang
dilakukan tidak menurut hokum negara. Nikah yang dilakukan tidak menurut hukum
dianggap Nikah liar, sehingga tidak mempunyai akibat hukum, berupa pengakuan dan
perlindungan hukum.
Nikah Siri Menurut Hukum Negara
Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 2 [2] disebutkan, “Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sedang dalam PP
No 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU Perkawinan, pasal 3 disebutkan:
Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya kepada
Pegawai Pencatat di tempat perkawinannya dilangsungkan.
Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum
perkawinan dilangsungkan.
Pengecualian dalam jangka tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting
diberikan oleh Camat (atas nama) Bupati Kepala Daerah.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa negara dengan tegas melarang adanya nikah siri
dan setiap upacara pernikahan harus memberitahukan kepada pegawai negara yang
berwenang. Bahkan negara akan memberikan sanksi pidana kepada para pelaku nikah siri
dengan alasan pernikahan siri telah menimbulkan banyak korban, yang mana anak yang lahir
dari pernikahan siri akan sulit mendapatkan surat lahir, kartu tanda penduduk, hak-hak
hukum seperti hak waris, dan sebagainya.
Hanya dengan alasan itu pemerintah melarang sesuatu yang sah menurut syariat Islam,
sementara disisi lain pemerintah seakan lupa berapa persen dari anak Indonesia yang lahir
dari hubungan zina dalam setiap tahunnya. Dengan kata lain, perutaran pemerintah yang
melarang nikah siri ini secara tidak langsung ikut berperan menyuburkan praktek zina di
Indonesia.

Nikah Siri Menurut Islam


Hukum nikah siri dalam Islam adalah sah sepanjang hal-hal yang menjadi dan rukun nikah
terpenuhi, dimana rukun nikah dalam agama Islam adalah sebagai berikut :
Adanya calon mempelai pria dan wanita
Adanya wali dari calon mempelai wanita
Adanya dua orang saksi dari kedua belah pihak
Adanya ijab ; yaitu ucapan penyerahan mempelai wanita oleh wali kepada mempelai pria
untuk dinikahi
Qabul; yaitu ucapan penerimaan pernikahan oleh mempelai pria (jawaban dari ijab)
Jika dalam pelaksanaan nikah siri rukun nikah yang tertera di atas terpenuhi, maka
pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat agama Islam, hanya saja tidak tercatat
dalam buku catatan sipil. Dan proses nikah siri lainnya yang tidak memenuhi rukun-rukun
diatas maka pernikahan tersebut tidak dianggap sah menurut syariat Islam, dalam hadits
disebutkan : “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil” (HR. Al-
Khamsah kecuali An-Nasa`i, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Al-Irwa’
no. 1839, 1858, 1860 dan Shahihul Jami’ no. 7556, 7557)

Polemik yang muncul dari pernikahan sirri akan berujung pada penjelasan akibat dari
pernikahan itu sendiri dimana secara tegas dan jelas menyatakan tidak adanya kepastian
hukum atas status serta hak si isteri. Ini karena perkawinan tersebut tidak diakui oleh hukum
Negara, meskipun secara Agama dianggap sah.
Terdapat implikasi yang menjamn hak-hak anak diluar nikah baik dari segi hukum positif
Indonesia maupun hkum Islamda hukum progresif.
Putusan Mahkamah Konsitusi ini berdampak pada administrasi kependudukan anak diluar
nikah tersebut. Di Indonesia kependuduakan diatur dalam undang-undang Nomor 23 Tahun
2006 tentng administrasi kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 124 Dan Tambahan Lembaran Republik Indonesia). Dengan adanya putusan
Mahkamah Konsitusi ini maka ayah anak diluar nikah selama si anaka dapat membuktikan
dengan ilmu pengetahuan dan secara biologis maka akan masuk ke dalam administrasi
kependudukan yang berarti ayah si anak di luer nikah akan tercatat dalam akta kelahiran dan
identitas dari anak luar nikah tersebut.
Adanya pencatatan sipil ini dapat menjamin kepastian hukum bagi si anak sehingga bagi
keadialan si anak untuk mendapat hak-hak sebagai anka dapat diakui.

2.8 Perkawinan Wanita Hamil

Islam adalah agama yang mulia dan senantiasa mengajak umatnya untuk berbuat baik
dan menjalankan perintah Allah SWT. Salah satu hal yang dianjurkan dalam islam adalah
menikah karena seperti yang kita ketahui, menikah adalah cara yang paling benar untuk
menyalurkan kebutuhan jasmani maupun rohani seseorang. Pernikahan juga merupakan
komitmen atara pria dan wanita untuk membangun rumah tangga dalam islam dan jalan
untuk mendapatkan keturunan yang akan melanjutkan generasi selanjutnya. Tujuan
pernikahan dalam islam adalah untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan
warahmah dan sesuai dengan hadits Rasulullah SAW bahwa menikah adalah separuh agama

‫ف ال َبا ِقي‬
ِ ‫ص‬
ْ ‫الن‬ ِ َّ‫ فَ ْل َيت‬، ‫الدي ِْن‬
ِ ‫ق هللاَ ِفي‬ ِ ‫ف‬ ْ َ‫ِإذَا ت َزَ َّو َج ال َع ْبد ُ فَقَدْ َك َّم َل ن‬
َ ‫ص‬

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya,


bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi)

Meskipun demikian, maraknya budaya pergaulan bebas dalam hal ini pacaran (baca pacaran
dalam islam) menyebabkan hilangnya norma dalam masyarakat dan pudarnya nilai islami
terutama pernikahan. Pria dan wanita saat ini banyak menjalin hubungan sebelum menikah
dan bahkan sampai melakukan hal-hal yang dilarang dalam agama yaitu zina terutama setelah
bertunangan (baca tunangan dalam islam) . Pergaulan bebas dan orang yang tidak malu
melakukan perbuatan zina adalah salah satu ciri-ciri akhir zaman. Hukum zina dalam islam
adalah haram dan pelaku zina wajib diberi hukuman sesuai syariat islam. Namun karena
pudarnya nilai islami dan masyarakat dewasa ini lebih menggunakan hukum negara maka
pelaku zina kebanyakan tidak mendapat hukuman.

Hukum Pernikahan Wanita Hamil

Pergaulan bebas dan perilaku zina (baca zina dalam islam) dapat menyebabkan seorang
wanita hamil diluar nikah. Wanita yang hamil diluar nikah dianggap membawa aib bagi
keluarganya dan ia biasanya kan segera dinikahkan untuk menutupi aib tersebut oleh
keluarganya dan menghindari konflik dalam keluarga. Berdasarkan beberapa dasar hukum
islam, hukum menikah saat hamil dianggap sah dan wanita yang melakukan zina baik dalam
keadaan hamil maupun tidak, bisa menikah dengan pria yang menzinainya ataupun pria lain
yang tidak menzinainya. Untuk lebih jelasnya perhatikan dasar pertimbangan wanita yang
menikah disaat hamil

1. Al qur’an

Ayat tersebut menyatakan bahwa seorang wanita penzina bisa menikah dengan laki-laki yang
menzinainya maupun yang tidak menzinainya
‫صنِينَ َغي َْر‬ ِ ْ‫َّللاِ َع َل ْي ُك ْم َوأ ُ ِح َّل َل ُك ْم َما َو َرا َء ذَ ِل ُك ْم أَ ْن تَ ْبتَغُوا ِبأ َ ْم َوا ِل ُك ْم ُمح‬
َّ ‫َاب‬ َ ‫َت أ َ ْي َمانُ ُك ْم ِكت‬
ْ ‫اء ِإِل َما َم َلك‬
ِ ‫س‬ َ ِ‫صنَاتُ ِمنَ الن‬ َ ْ‫َو ْال ُمح‬
َّ ‫ض ِة إِ َّن‬
َ‫َّللاَ َكان‬ ْ ْ
َ ‫ض ْيت ْم بِ ِه ِمن بَ ْع ِد الفَ ِري‬ ُ ُ َ
َ ‫ضة َوِل ُجنَا َح َعل ْيك ْم فِي َما ت ََرا‬ ً َ
َ ‫وره َُّن ف ِري‬ ُ ُ َ ْ ُ َ
َ ‫سافِ ِحينَ ف َما ا ْست َ ْمتَ ْعت ْم بِ ِه ِمن ُه َّن فآتوه َُّن أ ُج‬َ ‫ُم‬
‫َع ِلي ًما َح ِكي ًما‬

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali budak-budak
perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan
dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha
dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang
telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka, sebagai suatu
kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya,
setelah ditetapkan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” (An Nisa
ayat 24)

2. Hadits rasulullah SAW

Berdasarkan hadits rasul, wanita yang hamil boleh menikah dengan laki-laki yang
menzinahinya maupun yang tidak menzinahinya sebagaimana hadits berikut ini :

“Seorang laki-laki yang dihukum jilid (cambuk) tidak akan menikah kecuali dengan yang
serupa (wanita pelaku zina)”. (HR Abu Dawud)

Hadist yang lain juga menyebutkan bahwa hukum wanita yang menikah saat hamil adalah
sah karena perbuatan zina yang haram hukumnya tidak menghalangi perbuatan yang halal
yakni menikah.

Perbuatan yang haram (zina) itu tidak menyebabkan haramnya perbuatan yang halal (HR
Ibn Majah)

3. Menurut pendapat ulama

Selain disebutkan dalam Al qur’an dan hadits, hukum menikah di saat hamil juga diutarakan
oleh beberpa ulama. Para ulama memiliki pendapat yang berbeda sesuai dengan mahzab yang
dianut. Berikut ini adalah pendapat ulama mengenai hukum menikah di saat hamil:

a. Ulama syafi’iah

Ulama Syafi’iah berpendapat, bahwa hukum wanita yang disaat hamil adalah sah selama
tidak ada dalil yang melarangnya. Imam syafiiah juga menjelaskan bahwa wanita yang hamil
boleh menikah dengan laki-laki yang menghamilinya maupun yang tidak menghamilinya.
Pernikahan yang dilakukan wanita meskipun dalam keadaan hamil diperbolehkan menurut
mahzab syafiiyah selama pernikahan tersebut memenuhi syarat nikah dan adanya ijab kabul.
Ulama syafiiah juga berpendapat bahwa wanita hamil tidak memiliki masa iddah.

b. Ulama Hanabilah

Berbeda dengan ulama Syafiiah, ulama Hanabilah tidak sependapat. Ulama Hanabiyah
menyebutkan bahwa tidaklah sah pernikahan wanita dalam keadaan hamil dan sang wanita
baru boleh menikah setelah lewat masa iddahnya yakni setelah melahirkan bayi dalam
kandungannya. Jika wanita tetap menikah dalam keadaan hamil maka pernikahan itu tidak
sah menurut ulama Hanabilah.
c. Ulama malikiyah

Ulama malikiyah juga sependapat dengan ulama hanabilah bahwa wanita yang hamil
memiliki masa iddha atau masa tunggu yang dikenal dengan sebutan istibra. Masa istibra
seorang wanita hamil adalah sampai melahirkan sementara wanita pezina yang tidak hamil
masa istibranya hingga tiga kali masa haidnya lewat. Pernikahan wanita hamil dengan laki-
laki yang menghamili ataupun bukan, tidaklah sah sampai wanita tersebut melahirkan.

d. Ulama Hanafiyah

Ulama hanafiyah berpendapat bahwa pernikahan wanita saat hamil hukumnya sah apabila ia
menikah dengan laki-laki yang menghamilinya dan memenuhi syarat maupun akad nikah.
Ulama Hanafiyah berpendapat demikian karena mengacu pada ayat Al qur’an bahwa wanita
yang hamil bukanlah salah satu wanita yang haram untuk dinikahi. Hal ini disebutkan dalam
Al qur’an surat An Nisa ayat 23

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yangperempuan; saudara-


audaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmuperempuan dari saudara-saudaramu
yang laki-laki; anak-anak perempuan darisaudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu
yang menyusui kamu;saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri,tetapi jika kamu
belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamuceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu)isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalamperkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah
terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
MahaPenyayang,”(Q.S An-Nisa 23 )

4. Menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)

Pernikahan wanita saat hamil juga disebutkan dalam kompilasi hukum islam dan hukumnya
diperbolehkan dengan menimbang segala manfaat dan mudharatnya. Berikut adalah bunyi
pasal 53 yang mengatur pernikahan wanita yang hamil akibat zina

1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil,tidak diperlukan
perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Demikianlah hukum menikah saat hamil berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan dalam
Alqur’an, hadits, pendapat ulama dan kompilasi hukum islam. Dapat disimpulkan bahwa
hukum menikah saat hamil dibolehkan sebagaimana hukum menikahi wanita hamil demi
menjaga kemaslahatan bersama dan melindungi kehormatan seseorang namun sebaiknya
hindari nikah siri. Setelah melakukan kesalahan maka baik wanita maupun pria harus
bertobat dan memohon ampun atas apa yang telah dilakukan. Memohon ampun dan jangan
berputus asa (baca bahaya putus asa) akan rahmat Allah akan menghindarkan kita dari
penyebab hati gelisah.
2.9 Pernikahan Dibawah Umur

Namun, dalam Al-Quran disyari’atkan untuk seseorang yang ingin melangsungkan


pernikahan diharuskan orang yang telah mampu dan siap. Allah berfirman dalam surat An-
Nur ayat 32 yang artinya:

“ Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS An-Nur : 32)

Maksud dari yang layak kawin di sini yaitu seseorang yang sudah mampu baik secara mental
maupun spiritual untuk membangun bahtera rumah tangga. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam juga bersabda yang isinya memberikan anjuran kepada ummatnya untuk
melaksanakan pernikahan dengan kemampuan sebagai syaratnya.

“ Kami telah ceritakan dari Umar bin Hafs bin Ghiyats, telah menceritakan kepada kami
dari ayahku (Hafs bin Ghiyats), telah menceritakan kepada kami dari al A’masy dia berkata:
‘ Telah menceritakan kepadaku dari ‘Umarah dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkata: ‘
Aku masuk bersama ‘Alqamah dan al Aswad ke (rumah) Abdullah, dia berkata: ‘ Ketika aku
bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para pemuda dan kami tidak menemukan
yang lain, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada kami: ‘ Wahai para
pemuda, barang siapa di antara kamu telah mampu berumah tangga, maka kawinlah, karena
kawin dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Dan barang siapa belum
mampu, maka hendaklah berpuasa, maka sesungguhnya yang demikian itu dapat
mengendalikan hawa nafsu.” (HR Bukhari)

Dari keterangan di atas, maka dapat disimpulkan secara tidak langsung kedewasaan begitu
penting dalam suatu pernikahan, dan itu diakui Al-Quran dan Hadits. Sementara itu, dalam
ilmu fiqih tanda-tanda usia dewasa seseorang itu ditentukan secara sifat jasmani dengan
adanya tanda-tanda baligh diantaranya: untuk laki-laki yaitu berusia sempurna 15 (lima belas)
tahun dan ihtilam, sedangkan bagi perempuan yaitu mengalami haid pada batas usia minimal
9 (sembilan) tahun. Baca juga mengenai alasan menikah muda menurut islam.

Batas baligh

Apabila seseorang sudah memenuhi usia baligh, maka seseorang tersebut memungkinkan
untuk melangsungkan pernikahan. Karena dalam Islam usia baligh itu identik dengan
kedewasaan seseorang.

Beberapa ulama memiliki pendapat yang berbeda dalam menentukan kebalighan atau batasan
umur seseorang yang bisa dianggap baligh.

 Pendapat ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah

“ Anak laki-laki dan anak perempuan dianggap baligh apabila telah menginjak usia 15
tahun.” (Muhammad Jawad Mughniyyah, al Ahwal al Syakhsiyyah, Beirut: Dar al “Ilmi lil
Malayain, tt. Hal: 16)

 Pendapat ulama Hanafiyyah


“ Anak laki-laki dianggap baligh bila berusia 18 tahun dan 17 tahun bagi anak perempuan.”
(Ibid)

 Pendapat ulama golongan Imamiyyah

“ Anak laki-laki dianggap baligh bila berusia 15 tahun dan 9 tahun bagi perempuan.” (Ibid)

Mayoritas dari para ulama berpendapat, bahwa hukum menikahi anak di bawah umur adalah
boleh. Bahkan telah disepakati oleh semua ulama yang dkatakan oleh seorang ulama bahwa
dibolehkannya menikahi anak di bawah umur. Adapun dalil-dalil yang memperkuat hal ini
yaitu:

1. Dalam Surat At-Thalaq

Firman Allah yang berisi penjelasan tentang rincian masa iddah perempuan yang telah di
talaq.

“ Para wanita yang sudah tidak lagi haid (manapaus) di antara istri kalian, jika kalian ragu
(tentang masa iddahnya) maka masa iddahnya adalah tiga bulan. Demikian pula para
wanita yang belum mengalami haid.” (QS At-Thariq : 4)

Dari ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah telah menjelaskan mengenai masa iddah
seorang perempuan yang belum mengalami masa haid, adalah dalam waktu tiga bulan.
Sedangkan diketahui, tidaklah mungkin seorang perempuan yang belum menikah menjalani
masa iddah. Dari sini dapat diartikan, bahwa ini merupakan dalil yang tegas dan
menunjukkan bahwa menikahi perempuan yang belum baligh hukumnya boleh. Baca juga
mengenai manfaat menikah dalam islam.

Bahkan tafsir Al-Baghawi juga mengatakan:

“ Para wanita yang belum mengalami haid ‘maknyanya adalah gadis kecil yang belum
mengalami haid (belum baligh). Masa iddahnya (jika dia dicerai) juga tiga bulan.” (Tafsir
al-Baghawi, 8:152)

2. Hadist Riwayat Muslim

Hadits riwayat muslim yang menegaskan tentang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang
menikahi Aisyah radhiallahu ‘anha.

“ Telah menceritakab kepadaku Yahya bin Yahya, Ishaq bin Ibrahim, Abu Bakar bin Abi
Syaibah dan Abu Karib. Yahya dan Ishaq telah berkata: Telah menceritakan kepada kami
dan berkata al Akhrani: Telah menceritakan kepadaku Abu Mu’awiyah dari al A’masyi dari
ak Aswad daru ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
mengawiniku pada saat usiaku 6 tahun dan hidup bersama saya pada usiaku 9 tahun dan
beliau wafat saat usiaku 18 tahun.” (HR Muslim)

3. Keterangan dan Kesepakatan Ulama (Ijma)


Dalam hal ini beberapa ulama berpendapat dan menegaskan bahwa hukum menikahi anak di
bawah umur adalah boleh. Sebagaimana keterangan dari Ibnu Hajar :

“ Gadis kecil, dinikahkan oleh bapaknya dengan sepakat ulama. Tidak ada yang menyelisihi,
kecuali pendapat yang asing.” (Fathul Bari, 9:239)

Namun demikian, ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa seorang ayah tidak
diperbolehkan untuk menikahkan putrinya yang masih belia, kecuali jika putrinya telah
baligh dan bersedia untuk dinikahkan. Ibnu Syubrumah adalah salah satu ulama yang
berpendapat seperti itu. Dan melalui Ibnu Hazm, Ibnu Syubrumah mengatakan :

“Tidak boleh seorang ayah menikahkan putrinya yang masih kecil, sampai dia baligh dan
dia bersedia.” (al-Muhalla, 9:459)

Namun ada pendapat lain, bahwa pernikahan di bawah umur harus ada hak ijbar yakni hak
ayah atau kakek (wali) yang akan menikahkan anak gadisnya tanpa harus meminta ijin atau
persetujuan lebih dulu kepada anak tersebut, yang penting dia statusnya bukan janda. Baca
juga mengenai hukum menikah siri tanpa wali.

Seorang wali (ayah) dapat menikahkan anak gadisnya yang masih belia dan masih perawan
yang belum baligh tanpa meminta ijin dan apabila anak gadis tersebut sudah baligh maka
tidak ada hak khiyar.

Namun kebalikannya, anak laki-laki yang masih kecil tidak boleh dinikahkan. Kendati
demikian, apabila anak gadis menikah di bawah umur maka suaminya tidak boleh langsung
menyenggamainya hingga dia mencapai usia baligh dan dewasa sehingga mampu melakukan
hubungan badan sebagaimana yang dilakukan suami istri.

Seperti yang kita ketahui, bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu telah menikahkan ‘Aisyah
radhiallahu ‘anhu dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika ‘Aisyah masih
berumur 6 tahun tanpa meminta ijin terlebih dahulu darinya. Karena persetujuan anak pada
umur sekian di anggap tidak sempurna.

Dan mengenai perihal pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha menurut para ulama merupakan pengecualian dan merupakan kekhususan
untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam karena memang Allah telah memperbolehkan
Beliau untuk beristri melebihi dari empat orang dan hal itu dilarang untuk diikuti ummatnya.
Baca juga mengenai hukum menikah dengan pasangan zina.

Adapun beberapa syarat anak perempuan yang boleh menikah di bawah umur yaitu:

 Antara wali (ayah atau kakek) dengan anak gadisnya tidak terdapat permusuhan yang
real atau nyata.
 Di antara anak gadis yang akan dinikahkan dengan calon suaminya tidak ada
kebencian ataupun permusuhan.
 Calon suami yang akan dinikahkan harus sesuai dan setara (kufu).
 Calon suami harus mampu memenuhi dan memberikan mas kawin yang pantas dan
layak.
Sedangkan masing-masing negara mempunyai standar sendiri untuk usia pernikahan dan
setiap negara berbeda-beda. Namun dalam hal ini, pada dasarnya prinsip dari setiap negara
sama yaitu memperhatikan kedewasaan dan kematangan.

Di Indonesia sendiri, Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa bahwa usia yang
layak melakukan pernikahan yaitu pada usia ketika sudah mampu menerima hak dan
kecakapan dalam berbuat (ahliyatul ada’ dan ahliyatul wujub).

Ahliyatul ‘ada merupakan sifat kecakapan yang dipunyai oleh seseorang untuk
melaksanakan suatu perbuatan dalam pandangan yang syah menurut syara’ baik bersifat
positif ataupun negatif. Akal merupakan dasar dari ahliyatul ada’.

Sedangkan ahliyatul wujub merupakan sifat kecakapan yang dimiliki manusia untuk
menanggung semua hak dan kewajiban.

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum menikahi anak di bawwah
umur menurut pandangan Islam yaitu diperbolehkan. Karena dalam islam tidak ada batas
minimal dan maksimal dalam usia pernikahan.

Sebagai contoh saja Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menikahi ‘Aisyah radhiallahu ‘anha
ketika ‘Aisyah berusia 6 tahun. Namun, seperti yang sudah dijelaskan di atas itu adalah suatu
pengecualian untuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

2.10 Bank Sperma

Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu di bekukan dan
disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam
bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan
sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh
manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat
bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah. Teknik yang paling sering
digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan
menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas
membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap sperma
manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor semen, terutama untuk pasangan-
pasangan infertil. Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu menjalani
serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor seperti
adanya kelainan-kelainan genetik.
Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan dalam jangka waktu lama,
bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap HIV dan penyakit menular seksual
lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga
sama dengan sperma yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.
Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat
dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu.
Hal ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak
ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi
spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi
atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank
sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan
fertilitas sperma.
Bank sperma sebenarnya talah berdiri beberapa tahun yang lalu, pada tahun 1980 di
Escondido California yang didirikan oleh Robert Graham, si kakek berumur 73 tahun, juga di
Eropah, Dan di Guangdong Selatan China, yang merupakan satu di antara lima bank sperma
besar di China, Sementara itu, Bank pusat sel embrio di Shanghai, bank besar lain dari lima
bank besar di China, meluncurkan layanan baru yang mendorong kaum lelaki untuk
menabung spermanya, demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut menawarkan
layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang tidak berencana untuk punya
keturunan, namun mereka takut kalau nanti mereka tidak akan menghasilkan semen yang
cukup secara jumlah dan kualitas, ketika mereka berencana untuk memiliki keluarga.
Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah sebagai berikut :
1. Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang
pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak.
2. Memperoleh generasi jenius atau orang super
3. Menghindarkan kepunahan manusia
4. Memilih suatu jenis kelamin
5. Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran.
Menurut Werner (2008), Beberapa alasan seseorang akhirnya memutuskan untuk menyimpan
spermanya pada cryobanking, antara lain:
1. Seseorang akan menjalani beberapa pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi
produksi dan kualitas sperma. Beberapa contoh obat tersebut adalah sulfasalazine,
methotrexate.
2. Seseorang memiliki kondisi medis yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut
untuk ejakulasi (misal: sklerosis multipel, diabetes).
3. Seseorang akan menjalani perawatan penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau
merusak produksi dan kualitas sperma (misal: kemoterapi, radiasi).
4. Seseorang akan memasuki daerah kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang
tersebut terpapar racun reproduktif.
5. Seseorang akan menjalani beberapa prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis,
prostat, atau kemampuan ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha,
operasi prostat).
6. Seseorang akan menjalani vasektomi.
Adapun beberapa salah satu Tujuan diadakan bank sperma adalah semata-mata untuk
membantu pasangan suami isteri yang sulit memperoleh keturunan dan menghindarkan dari
kepunahan sama halnya dengan latarbelakang munculnya bank sperma seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Tentang proses pelaksanaan sperma yang akan di ambil atau di beli dari bank sperma untuk
dimasukkan ke dalam alat kelamin perempun (ovum) agar bisa hamil disebut dengan
inseminasi buatan yaitu suatu cara atau teknik memperoleh kehamilan tanpa melalui
persetubuhan. Pertama setelah sel telur dan sperma di dapat atau telah di beli dari bank
sperma yang telah dilakukan pencucian sperma dengan tujuan memisahkan sperma yang
motil dengan sperma yang tidak motil/mati. Sesudah itu antara sel telur dan sperma
dipertemukan. Jika dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan dalam
cawan petri, tetapi teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan kedalam rahim. Untuk
menghindari kemungkinan kegagalan, penenaman bibit biasanya lebih dari satu. Embrio yang
tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang.

Hubungan Bank Sperma Dan Perkawinan


Perkahwinan di dalam Islam merupakan suatu institusi yang mulia. Ia adalah ikatan yang
menghubungkan seorang lelaki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri. Hasil dari
akad yang berlaku, kedua-dua suami dan isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan
keduanya adalah halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkahwinan ini dikatakan
sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita,
yang sebelumnya diharamkan. Q.S. Al Hujuraat : 13

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Q.S Al Qiyaamah : 39:

Lalu allah menjadikan dari padanya sepasang : laki-laki dan perempuan.


Namun, hubungan perkawinan yang wujud ini bukanlah semata-mata untuk mendapatkan
kepuasan seks, tetapi merupakan satu kedudukan untuk melestarikan keturunan manusia
secara sah.
Agar terciptanya rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, Allah SWT dan Rasul-Nya
memberikan pentunjuk agar sebelum perkawinan memilih calon yang baik. Diantara
kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga adalah hadirnya anak seperti yang didambakan
sebagai generasi penerus dari keluarganya.
Oleh sebab itu, mana-mana anak yang dilahirkan hasil dari perkahwinan yang sah adalah
anak sah baik menurut syara` atau hukum positif di indonesia. Anak tersebut dikatakan
mempunyai nasab yang sah dari segi hukum syara’, berbeda dengan anak zina yang tidak
boleh dihubungkan dengan mana-mana nasab. Islam memandang penting akan hubungan
perkawinan atau persetubuhan sah ini kerana ia melibatkan banyak lagi hukum lain yang
muncul darinya seperti nasab, waris, harta pusaka dan sebagainya.
Kehadiran bank sperma menjadikan pengaruh yang sangat bersar terhadap seorang suami
isteri atau juga pada seorang gadis yang tidak mau kawin tapi pingin punya anak hal itu tidak
asing lagi itu bisa terjadi dengan kemajuan tegnologi sekarang ini seperti adanya bank sperma
tinggal beli aja lalu di suntikkan kedalam alat kelaimin perempaun di dalam rahimnya yang
akan bergabung dengan ovum baru bisa hamil.
Seperti yang di lakukan oleh Nona Afton Blake. IQ-nya 130+ belum kawin yang melahirkan
anak bernama Doron Blake, disebut bayi ajaib sebelum berumur dua tahun, ia sudah lancar
berbicara. Ketika pas berusia dua tahun, majalah Newsweek memuat gambarnya sedang
bermain piano. Bahkan dia juga sudah menguasai satu alat musik modern kegemarannya,
Electronic Music Synthesizer. Dia lahir berkat jasa "Bank Sperma Nobel" -nama populer
sebuah badan yang sebenarnya bernama Repository for Germinal Choise. Ayahnya adalah
sperma dengan kode nomor 28, berasal dari seorang jenius di bidang komputer dan musik
klasik.
Tapi tidak semudah itu untuk malakukannya islam sendiri telah memberi peraturan dan
penjelasan yang tegas seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa antara kaum laki-laki dan
perempaun dijadikan berbeda-beda untuk saling berpasang-pasangan, oleh karena itu maka
adanya anjuran untuk kawin sekaligus hubungannya dengan perkawinan.
Dalam sebuah perkawinan seseorang yang telah lama berumah tangga bahkan berpuluh-puluh
tahun lamanya tetapi tidak mempunyai buah hati rasanya perkawinan tidak ada artinya dan
hampa rasanya sekaligus tidak punya generasi penerus dan keturunanya, karena perkawinan
tersebut selain untuk memenuhi kepuasan sex dan kehalalan untuk behubungan badan antara
seorang laki-laki dan wanita juga untuk berkembang biak yakni mempunyai keturunan. oleh
karenya banyak alternatif yang akan di pilih seperti : 1. menyerah kepada nasib, 2. adopsi, 3.
cerai, 4. poligami, 5. inseminasi buatan dengan membeli spema di bank sperma. Alternatif
yang terakhir ini merupakan permasalahan yang sangat besar bagi penentuan hukum islam
terutama dalam hal perkawinan dan harus di tanggapi serius mengingat pesatnya kemajuan
teknologi dalam bidang kedokteran.
Selanjutnya ditegaskan bahwa perkembangan teknologi biologi dewasa ini pelaksanaannya
tak terkendali dan teknik-teknik semacam ini dapat menuju ke konsekuensi merusak yang tak
terbayangkan bagi masyarakat. Lebih jauh lagi dikatakan, "Apa yang secara teknik mungkin,
bukan berarti secara moral dibolehkan". Seperti halnya inseminasi buatan dengan donor yang
dibeli dari bank sperma pada hakikatnya merendahkan hakikat manusia sejajar dengan hewan
yang diinseminasi, padahal manusia itu tidak sama dengan makhluk alinnya seperti yang
dijelaskan dalam Q.S. At-Tin Ayat 4 :
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .

Jadi kita telah diciptakan berbeda dengan makhluk lainnya tidak seperti binatang dan lain
sebagainya, oleh karena itu untuk memperoleh keturunan juga telah di wajibkan dengan jalan
perkawinan yang menghalalkan persetubuhan tidak sama halnya dengan binatang yang selalu
melalakukan persetubuhan dimana saja dan kapanpun tanpa adanya ikatan perkawinan yang
mengikat.

C. Hukum Bank Sperma Dan Pendapat Para Ulama


Berdasarkan pengalaman yang kita tahu yang namanya bank adalah mengumpulkan dan di
tabung apabila berupa uang tetapi dalam hal ini berbeda yang di kumpulakan bukan lagi uang
tetapi sperma dari pe-donor sebanyak mungkin, yang perlu dinyatakan untuk menentukan
hukum ini pertama pada tahap pertama yaitu cara pengamabilan atau mengeluarkan sperma
dari dari si pe-donor dengan cara masturbasi (onani). Program fertilisasi in vitro (FIV)
fakultas kedokteran UI juga menyaratkan agar sperma untuk keperluan inseminasi buatan
diambil atau dikeluarkan di rumah sakit. Jadi sama halnya cara mengeluarkan sperma di bank
sperma.

Persoalan dalam hukum islam adalah bagaimana hukum onani tersebut dalam kaitan dengan
pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan inseminasi buatan.? Secara umum
islam memandang melakukan onani merupakan tergolong perbuatan yang tidak etis.
Mengenai masalah hukum onani fuqaha berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara
mutlak dan ada yang mengharamkan pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga
pada hal-hal tertentu, dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan
bahwa Malikiyah, Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan
adalah bahwa Allah SWT memerintah kan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali
kepada isteri dan budak yang dimilikinya. Hanabilah berpendapat bahwa onani memang
haram, tetapi kalau karena takut zina, maka hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :

‫ارتكاب اخف الضررين واجب‬

Mengambil yang lebih ringan dari suatu kemudharatan adalah wajib

Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu hazim
berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis. Diantara yang
memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang dengan pendapat Ibnu
Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah. Al-Hasan justru mengatakan
bahwa orang-orang islam dahulu melakukan onani pada masa peperangan. Mujahid juga
mengatakan bahwa orang islam dahulu memberikan toleransi kepada para pemudanya
melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik buat laki-laki maupun perempuan. Ali
Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah menjelaskan
kemadharatan onani mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan
tidak sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan
Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad Al-Husainy
juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau ammahnya karena itu
memang tempat kesenangannya:

‫لواستمني الرجل بيد امرأمته جاز ألنهامحل استمتاعه‬

Seorang laki-laki dibolehkan mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya
karena di sanalah (salah satu) dari tempat kesenangannya.

Tahapan yang kedua setelah bank sperma mengumpulkan sperma dari bebera pe-donor maka
bank sperma akan menjualnya kepada pembeli dengan harga tergantung kwalitas spermanya
setelah itu agar pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang
dinamakan enseminasi buatan yang telah dijelaskan diatas. Hukum dan penadapat inseminasi
buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari istri
sendiri kemudian disuntukkan kedalam vagina atau uterus istri, asal keadaan kondisi suami
isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh
anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami isteri tidak berhasil memperoleh anak. Hal
ini sesuai dengan kaidh hukum fiqh islam :

‫الحاجة تنزل منزلة الضرورة والضرورة تبيح المحظورات‬


Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan seperti dalam keadaan terpaksa
(emergency). Padahal keadaan darurat/terpaksa itu membolehkan melakukkan hal-hal yang
terlarang.

Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi buatan yang bibitnya


berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut, Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-
Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry. Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi
buatan jenis ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI,
Mejelis Ulama` DKI jakarta, dan lembaga islam oki yang berpusat di jeddah.
Untuk dari suami-isteri dan ditanamkan pada orang lain atau lain sebagainya selain hal yang
diatas demi kehati-hatiannya maka ulama dalam kasus ini mengharamkannya. Diantaranya
adalah Lembaga fiqih islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-
Qardhawy, al-Ribashy dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan
adanya percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan
keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau enseminasi buatan :
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
MEMUTUSKAN
Memfatwakan :
1. Bayi tabung dengan sperma clan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya
mubah (boleh), sebab hak ini termasuk ikhiar berdasarkan kaidahkaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram beraasarkan kaidah Sadd az-
zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan
masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum
dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari'ah, sebab hal ini akan menimbulkan
masala~ yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya
dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangna suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di
luar pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari'ah, yaitu untuk
menghindarkan terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.

DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA

Dalam malah munculnya bank sperma ada juga yang berpendapat hal ini, Terdapat dua
hukum yang perlu difahami di sini, pertama, hukum kewujudan bank sperma itu sendiri dan
kedua, hukum menggunakan khidmat bank tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk
disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan dengan cara
enseminasi buatan. Pertama dari segi hukum kewujudan bank sperma itu sendiri, maka hal ini
tidaklah dengan sendirinya menjadi satu keharaman, selama mana bank tersebut mematuhi
Hukum Syara’ dari segi operasinya.
Ini kerana dari segi hukum, boleh saja mana-mana suami menyimpan air mani mereka di
dalam bank sperma hanya untuk isterinya apabila keadaan memerlukan, Namun begitu,
sperma itu mestilah dihapuskan apabila si suami telah meninggal. Sperma tersebut juga mesti
dihapuskan jika telah berlaku perceraian (talaq ba’in) di antara suami isteri. Di dalam kedua-
dua kes ini (kematian suami dan talaq ba’in), jika (bekas) isteri tetap melakukan proses
memasukkan sel yang telah disimpan itu ke dalam rahimnya, maka dia (termasuk doktor yang
mengetahui dan membantu) telah melakukan keharaman dan wajib dikenakan ta’zir. kedua
menggunakan khidmat bank sperma tersebut yakni mendapatkan sperma lelaki untuk
disenyawakan dengan sel telur perempuan bagi mewujudkan satu kehamilan dengan cara
enseminasi buatan hal ini juga sama seperti pendapat yang tela dijelaskan diatas yang
dibolehkan hanya percampuran antara sperma suaminya sendiri dengan ovum isterinya
sendiri.

2.11 Operasi Kelamin

Operasi ganti kelamin adalah perlakuan pembedahan medis yang bertujuan untuk
mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi seorang perempuan dan sebagainya. Dalam fase
pertama saat mengubah jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan, dokter akan mengangkat
zakar (penis) dengan kedua buah pelirnya. Selanjutnya tim dokter akan membuat vagina dan
membesarkan payudara pasien tersebut.

ads

Sedangkan ketika merubah perempuan menjadi laki-laki, dokter akan mengangkat payudara,
mendisfungsikan alat reproduksi wanita dan membuat zakar (penis). Selanjutnya pasien harus
menjalani terapi mental dan hormonal. Akhir-akhir ini operasi seperti ini terjadi di negara-
negara barat. Hal ini dipicu oleh beberapa faktor seperti pasien yang sudah tidak betah
dengan jenis kelamin atau kesalahan didik sejak kecil seperti yang pernah diungkapkan oleh
sejumlah dokter.
Orang yang sengaja melakukan operasi ganti kelamin dengan faktor-faktor tersebut
sesungguhnya memiliki jenis kelamin jelas, mereka bukanlah manusia-manusia berkelamin
ganda.

Sudah sangat jelas bahwa operasi ganti kelamin sangat diharamkan oleh Islam sebab
termasuk dosa besar karena menghianati Tujuan Penciptaan Manusia, Proses Penciptaan
Manusia , Hakikat Penciptaan Manusia , Konsep Manusia dalam Islam, dan Hakikat Manusia
Menurut Islam. Berikut adalah dalil-dalil yang mengatur hukum operasi ganti kelamin dalam
Islam :

Dalil Al-Quran

1. QS An-Nisa’ 4:119-120

Aku (iblis) akan berusaha menyesatkan manusia, membuai mereka dengan angan kososng
dan menyuruh manusia untuk memotong telinga hewan ternak dan menyuruh mereka
merubah ciptaan Allah. Dan barangsiapa yang menjadikan syaitan sebagai pelindung selain
daripada Allah, maka ia akan merugi. Syaitan memberi janji dan angan padahal hanya
sebuah tipuan belaka. Apabila perbuatan dinisbatkan oleh syaitan berarti hukumnya haram
termasuk merubah apa yang sudah diciptakan oleh Allah SWT yakni operasi ganti kelamin.

2. QS AL-Baqarah 2:216

Boleh jadi kalian sangat membenci sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagi kalian; dan boleh
jadi sesuatu yang sangat kalian cintai adalah hal yang buruk bagi kalian. Allah yang tahu,
sedang kalian tidak tahu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa alasan utama
seorang yang berganti jenis kelamin adalah mereka yang tidak suka dengan ketentuan yang
sudah ditetapkan oleh Allah dan mengganggap bahwa mereka lebih cocok menjadi lawan
jenisnya. Perasaan ini adalah perasaan batil yang manusia sendiri tidak mengetahui apa
yang cocok bagi dirinya. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya meriwayatkan bahwa
ada beberapa wanita mengatakan “Andai saja kami laki-laki, kami akan ikut berjihad dan
mencapai apa yang dicapai kaum lelaki!”

3. QS An-Nisa’ 4:32

Janganlah kalin iri pada kelebihan yang Allah berikan kepada ornag lain. Bagi lelaki ada
bagian yang diusahakan, dan bagi perempuan ada bagian pula yang diusahakan. Mohon
karunia kepada Allah, sebab Allah adalah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Dalil Sunnah

1. Hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma

Rasulullah Shallallahu ‘alaihai wa sallam melaknat lelaki yang menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai lelaki. Dalam hadist ini sudah sangat jelas bahwa mnyerupai lawan
jenis adalah haram bahkan pelakunya dilaknat.

Sebab operasi ganti kelamin bertujuan untuk menyerupai lawan jenis, maka menjadi haram
juga. Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, terlaknatnya orang yang menyerupai lawan jenis
disebabkan karena akan mengeluarkan sesuatu dari yang sudah ditetapkan oleh Allah SWT.

2. Hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu

Rasulullah bersabda, Allah melaknat wanita bertato, minta ditato, mencabut alis dah
merenggangkan giginya agar lebih cantik. Allah melaknt manusia yang merubah ciptaan-
Nya. Dalam hadist ini jelas mengharamkan apapun ciptaan Allah yang dirubah hanya untuk
sekedar tampil menarik. Tak hanya berlaku untuk wanita, namun juga berlaku untuk laki-laki
disebabkan oleh dua hal :

 Kesamaan ‘illah (alasan) mengubah ciptaa Allag SWR


 Nabi Muhammad menjelaskan perbuatan yang dilakukan wnaita pada masa beliau
seperti menato, mencukur alis dan meregangkan gigi. Namun, tidak disebutkannya
laki-laki pada haduts ini buka berarti mereka tidak dilarang, namun hal ini jarang
dilakuakn oleh laki-laki. Bila ada mereka juga dilaknat.

Konsekuensi Hukum Bagi yang Melakukan Operasi Ganti Kelamin

1. Jika penggantian kelamin bertujuan untuk mengobati kelainan, maka hal ini tidak
dilarang. Sebab Allah mencipatkan jenis kelamin laki-laki atau wanita, tak ada selain
itu. Jika ada seseorang yang memiliki organ lelaki sekaligus perempuan, maka ia
hanya lelaki atau perempuan saja. Jika suatu diagnosis menunjukkan sifat yang
dominan, maka itulah jenis kelamin yang sebenarnya.
2. Jika operasi ganti kelamin tersebut hanya untuk menyerupai jenis kelamin, tidak
memiliki masalah pada alat kelamin, maka perbuatannya haram. Meskipun orang
tersebut nekat melakukannya, maka statusnya tetap pada jenis kelamin sebelumnya
atau statusnya di mata Islam tidak berubah. Atau yang lebih jelasnya, apabila sebelum
operasi ganti kelamin adalah seorang wanita maka setelah operasi dilaksanakan, ia
tetap adalah wanita dimana aturan-aturan wanita masih berlaku baginya. Ia akan jelas
dilarang menikah kecuali dengan laki-laki, tidak boleh berduaan kecuali dengan
mahram, tidak menjadi imam laki-laki baligh, bukan wali dalam pernikahan,
kesaksiannya separuh kesaksian laki-laki dan jatah warisannya adalah sebagai
perempuan. Demikian pula laki-laki, maka kewajiban-kewajibannya pun sama dengan
laki-laki. Bahkan tim medis yang membantu operasi ganti kelamin akan menanggung
dosa besar atau artunya biaya operasi tersebut adalah haram.

Operasi ganti kelamin yang diperbolehkan adalah operasi kelamin akibat dari mereka yang
memiliki organ kelamin ganda yakni penis dan vagina, maka untuk menegaskan jenis
kelamin, ia boleh melakukan operasi ganti kelamin dengan cara menghidupkan organ
kelamin dan mematikan organ kelamin yang lain.

Jika seseorang memiliki penis dan vagina, rahim dan ovarium, maka disarankan untuk
mengganti jenis kelaminnya yakni mengangkat penis dan tidak mematikan vaginanya sebab
hal ini sesuai dengan organ bagian dalam kelamin yakni rahim dan ovarium. Apabila
seseorang memiliki ketidaksempurnaan pada bentuk organ kelamin, misalnya vagina yang
tidka berlubang, namun ia memiliki rahim dan ovarium, maka dalam islam, ia boleh
melakuan pemberian lubang pada vagina tersebut begitu juga sebaliknya.
Sebab operasi kelamin untuk perbaikan dan penyempurnaan buka pergantian jenisnya adalah
syariat. Bahkan kelainan seperti ini adalah kelainan yang harusnya memang harus diobati.
Namun, seperti yang juga sudah disebutkna di atas, apabila pergantian jenis kelamin dengan
tujuan merubah ciptaan Allah,maka statusnya dalam Islam dan dari segi hukum adalah sama.

Mahmud Syaltut mengatakan bahwa seorang wanita yang melakukan operasi gati kelmain
menjadi laki-laki, maka ia tidka akan menerima warisan sama ukurannya dengan wanita
begitu juga sebaliknya. Sedangkan menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhubahwa menyatakan apabilanhukum waris orang dengan kelamin ganda
berdasarkan kecenderungan sifat dan tingkah laku, maka setelah melakukan operasi ganti
kelamin, hak-hak tersebut menjadi lebih tegas.

Perbaikan dan penyempurnaan tersebut sangat dibutuhkan untuk kejelasan dan ketegasan
status hukumnya di mata syraiat Islam.

2.12 Operasi Plastik

Operasi plastik (plastic surgery) ialah tindakan kedokteran yang dilakukan untuk
memperbaiki atau memperindah bagian tubuh manusia dengan cara merubah jaringan kulit.
Operasi plastik dalam bahasa arab dikenal dengan istilah jirahah at tajmil yang berarti
operasi bedah untuk memperbaiki penampilan satu anggota tubuh yang nampak atau untuk
memperbaiki fungsinya ketika anggota tubuh tersebut hilang, lepas, atau rusak (Al Mausu’ah
At Thbbiyh Al Haditsah 3/454).

Operasi plastik ada dua macam yaitu :

1. Operasi yang Bersifat Darurat atau Mendesak

Yaitu operasi plastik untuk memperbaiki bagian tubuh tertentu yang memiliki kerusakan atau
kegagalan fungsi. Operasi ini bertujuan untuk menyembuhkan atau mengembalikan
penampilan atau fungsi menjadi lebih baik atau setidaknya mendekati kondisi normal seperti
manusia pada umumnya misalnya operasi karena bibir sumbing sehingga susah untuk makan,
membuka penyumbatan pada bagian anus karena sakit, melakukan implant payudara karena
terkena kanker, memperbaiki hidung karena cacat, menyambungkan jari tangan atau kaki
karena kecelakaan, memperbaiki kulit akibat luka bakar, memperbaiki tulang akibat patah
tulang, dan lain lain.

2. Operasi yang Bersifat Opsional

Yaitu operasi yang bertujuan untuk mempercantik atau memperindah bentuk rupa dan tubuh
agar terlihat lebih menarik dengan cara ditambah, dikurangi, atau dibuang, operasi ini
merupakan tindakan kesengajaan atau berasal dari keinginan pasien sendiri, contohnya
memperbesar payudara, melangsingkan pinggang atau memperbesar pinggul, mengubah
mulut menjadi lebih kecil atau lebih merah dengan sulam bibir, membuat hidung lebih
mancung, melentikkan bulu mata, menaikkan atau menyulam alis, facelift atau
mengencangkan kulit, dan lain lain.

Dalam islam, terdapat hukum yang mengatur halal atau haram nya operasi tersebut dilakukan
berikut penjelasannya
 Mubah

Operasi yang mubah atau boleh dilakukan adalah operasi yang bertujuan untuk memperbaiki
anggota tubuh yang cacat atau rusak, ada dua jenis yaitu :

 Operasi karena cacat sejak lahir (al uyub al khalqiyyah) misalnya operasi bibir
sumbing agar bentuk dan fungsi lebih mendekati normal, memperbaiki susunan gigi
yang maju ke depan dan tidak normal struktur nya hingga menyulitkan untuk makan
dan berbicara.
 Operasi karena cacat yang datang kemudian (al uyub al thari’ah) misalnya cacat
tangan atau kaki karena kecelakaan, memperbaiki jaringan kulit yang rusak akibat
kebakaran, operasi mata karena katarak atau luka hingga fungsi penglihatan
terganggu, operasi suntik payudara wanita karena penyakit atrofi (pengecilan atau
penyusutan jaringan otot dan jaringan syaraf sehingga bentuk menjadi tidak normal.

Operasi plastik yang demikian boleh dilakukan karena bertujuan untuk mengobati seperti
dalam dalil berikut : “wahai hamba hamba Allah berobatlah kalian, karena
sesungguhnyaAllah tidak menurunkan suatu penyakit, kecuali menurunkan pula obatnya”.
(HR Tirmidzi no 1961).

Dari hadist tersebut dijelaskan hendaknya seseorang yang tertimpa sakit berusaha berobat
agar bisa sehat seperti sedia kala dan tidak terganggu dalam melakukan berbagai aktivitas.

Bahkan dalam kondisi tertentu diperbolehkan memindahkan atau menghilangkan bagian


tubuhnya jika kondisi tersebut membawa kepada penyakit yang lebih membahayakan atau
membahayakan nyawa, misalnya luka karena suatu penyakit misalnya kanker payudara yang
jika tidak diangkat akan menyebar ke anggota tubuh yang lain.

Operasi yang dilakukan tentunya harus dijalankan oleh pihak yang berkompeten dan diiringi
dengan doa kepada Allah agar diberi jalan kesembuhan atas penyakit nya.

 Haram

Adapun operasi yang haram hukumnya ialah yang hanya bertujuan untuk mempercantik atau
memperindah bentuk tubuh semata karena nafsu duniawi tanpa ada niat mengobati atau
memperbaiki suatu kecacatan. Allah berfirman :

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya.” (QS
At Tin : 4)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah sebaik baik mkhluk yang diciptakan
Allah, manusia memiliki kecantikan atau ketampanan yang relatif dan berbeda satu dengan
lainnya, meskipun begitu, manusia sering merasa kurang bersyukur dengan pemberian Allah
sehingga senantiasa berusaha untuk memperindah fisik nya hingga mengubah ciptaan Allah
dengan melakukan operasi plastik.

Operasi plastik dengan tujuan dasar kecantikan sering disebut dengan istilah bedah kosmetik,
sebagian besar dilakukan oleh wanita dimana hasrat dasar mereka adalah suka berhias dan
ingin senantiasa tampil cantik dan menarik, sesungguhnya kecantikan bukan hanya dari fisik
saja, wanita yang memiliki inner beauty, kecerdasan, kesederhanaan, dan kecantikan alami
lebih menarik di mata laki laki, wanita sholehah yang memiliki akhlak baik dan lemah lembut
juga lebih indah di mata Allah.

Operasi bedah kosmetik ini haram hukumnya sesuai firman Allah berikut : “dan akan aku
(syetan) suruh mereka mengubah ciptaan Allah lalu benar benar mereka mengubahnya”.
(QS An Nisa 119). Ayat tersebut menjelaskan kecaman atas perbuatan syetan yang senantiasa
mengajak manusia untuk melakukan berbagai perbuatan maksiat diantaranya mengubah
ciptaan Allah (taghyir khalqillah).

Salah satu cara mensyukuri nikmat allah ialah dengan menerima kondisi yang sudah Allah
berikan dan tidak berupaya untuk mengubahnya dengan jalan operasi kecuali dalam keadaa
darurat.

Beberapa contoh tindakan operasi plastik yang diharamkan yaitu :

 Menyambung Rambut atau Membuat Tatto

Dilakukan dengan cara menyambung rambut agar terlihat lebih panjang dan indah, mengubah
bentuk rambut dari keriting menjadi lurus sehingga menipu orang lain. Membuat tatto
dilakukan dengan melukis atau membuat tanda secara kekal pada anggota tubuh dengan
menusuk nusuk jarum menggunakan warna warna tertentu untuk tujuan kecantikan dan
dipamerkan. Padahal hukum bertato dalam islam sudah jelas bukan?

Perbuatan ini haram dan dilaknat Allah, Rasulullah bersabda dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Ibn Umar “Allah melaknat orang yang melakukan penyambungan rambut dan membuat
tatto, baik pelaku atau orang yang disuruh membuat tatto”.

 Mengubah Jenis Kelamin dengan Mengubah Jenis Kelamin Laki Laki Menjadi
Perempuan atau Sebaliknya

Hal ini jelas tidak sesuai syariat islam karena mengubah takdir yang telah ditentukan Allah
seperti sabda Rasulullah berikut “Allah melaknat orang orang yang berusaha menyerupai
laki laki menjadi perempuan atau dari perempuan menjadi laki laki”. (HR Ibn Abbas)

 Memakai Kawat Gigi

Termasuk perbuatan yang dilarang karena memiliki unsur penipuan dan menghias diri secara
berlebihan, umumnya dilakukan karena ingin tampil lebih menarik atau mengikuti trend
belaka. tanam gigi menurut islam juga tidak diperbolehkan jika bertujuan secara berlebihan.
Rasulullah bersabda “yang merenggangkan gigi untuk kecantikan, mereka itu yang
mengubah ubah ciptaan Allah”. (Imam Al Qurthubi Rahimahullah dalam tafsirnya)

 Sulam Bibir dan Sulam Alis

Hal ini tidak dibenarkan dalam syariat islam karena termasuk merubah ciptaan Allah dan
menyakiti diri sendiri sebagaimana diketahui proses nya dilakukan dengan digambar
menggunakan jarum yang dimasukkan ke dalam kulit hingga lapisan kulit kedua yang tentu
akan menyaktkan diri sendiri. Perbuatan tersebut dilarang seperti pada hadist berikut
“larangan tersebut adalah untuk alis dan ujung ujung wajah” (Sharh Shahih Muslim 14/106)
 Membesarkan Payudara dengan Implan

Tidak diperkenankan jika hanya bertujuan untuk berbangga dan mempertontonkan


kecantikan diri. Hal tersebut merupakan kebiasaan wanita jaman jahiliyah dulu kala yang
tidak mengenal ilmu agama dan hanya diamanfaatkan sebagi budak lelaki. Allah berfirman
dalam QS Al Ahzab : 33

“dan hendaklah amu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang orang jahiliyah dahulu”.

Wanita barangkali memang merasa lebih percaya diri dengan bentuk tubuh yang indah,
apalagi jika berhubungan dengan suami, mereka akan merasa bangga jika tubuhnya disukai
oleh suami, boleh saja memperindah bentuk tubuh dengan cara alami yang tidak merusak
ciptaan Allah misalnya dengan olahraga rutin, makan makanan yang bergizi, dan memakai
masker kacang panjang yang dihaluskan untuk mengencangkan payudara. Tetapi jika sampai
memaksakan keadaan seperti operasi implan payudara maka hal itu tidak dibenarkan dalam
islam.

 Melakukan Operasi Pada Selaput Dara (mengembalikan keperawanan)

yang dilakukan untuk menutup aib dan penipuan karena pernah berbuat zina atau maksiat
dimana hal tersebut hanya mementingkan nafsu duniawi semata. Selain itu, aurat wanita
tersebut akan terlihat oleh orang lain sehingga hal ini tidak diperbolehkan dalam syariat islam
karena tidak dalam keadaan yang darurat. Hal ini haram karena lebih banyak mudharat
(bahaya) nya daripada manfaat nya, seperti firman Allah berikut “tidak boleh melakukan
perbuatan yang membuat mudharat baik permulaan ataupun balasan”. (HR Ibnu Majah)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa operasi plastik yang dilakukan karena
bertujuan untuk memperbaiki cacat atau kekurangan pada tubuh yang termasuk kategori
darurat sehingga menyulitkan diri untuk melakukan aktivitas sehari hari halal hukumnya atau
boleh dilakukan.

Sedangkan operasi yang bertujuan karena ingin mempermanis diri, mengubah penampilan,
memperkuat citra dan lain sebagainyahanyakarena kehendak nafsu duniawi dengan
mengubah ciptaan Allah maka hal tersebut haram, tidak boleh dilakukan.Salah satu cara
mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menerima segala yang diberikan Nya. Islam
memiliki berbagai syariat yang terbaik, jika dilarang berarti mengarah pada keburukan, jika
diwajibkan atau dianjurkan berarti mengarah pada kebaikan. Semoga kita senantiasa
bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Sekian dan terima kasih.

2.13 Bunga Bank

Tidak bisa dipungkiri, sejak dunia memasuki era globalisasi, kehidupan kaum
muslimin menjadi semakin carut marut. Khususnya di bidang perekonomian. Masyarakat tak
lagi memperdulikan antara halal dan haram. Berlakunya sistem ekonomi berbasis
kapitalisme saat ini hanya berorientasi pada kepentingan pribadi, dimana kegiatan produksi,
konsumsi, dan distribusi dilakukan semata-mata untuk meraup profit sebesar-besarnya tanpa
mengindahkan syariat agama, sebut saja praktik bunga dalam bank.
ads

Bunga bank memang sudah lama menjadi kontroversi yang selalu diperdebatkan di tengah-
tengah masyarakat. Sebagian orang memandang kredit dengan sistem bunga merupakan cara
untuk membantu perekonomian rakyat. Namun di sisi lain praktik ini justru merugikan
kalangan miskin yang terpaksa melakukan pinjaman di bank.

Pada tahun 2003, Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengeluarkan fatwa keharaman
bunga bank, dengan dalih bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi utang-piutang
memasuki kriteria riba yang diharamkan Allah SWT. Meski demikian, masih banyak ulama
yang menghalalkannya dengan alasan bunga bank konvensional tidak mengandung unsur
eksploitasi, sebab orang-orang yang meminjam uang dianggap dari golongan perekonomian
keatas dan mampu mengembalikan pinjaman tersebut (beserta bunganya).

Nah, sebagai umat islam sudah kewajiban kita untuk mencari rezeki yang halalan thoyiban.
Lalu sebenarnya bagaimana hukum bunga bank dalam islam? Berikut ini pengkajiannya
secara mendalam.

Definisi Bunga Bank

Bunga merupakan terjemahan dari kata “interest” yang berarti tanggungan pinjaman uang
atau persentase dari uang yang dipinjamkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bunga
adalah imbalan jasa penggunaan uang atau modal yang dibayar pada waktu tertentu
berdasarkan ketentuan atau kesepakatan, umumnya dinyatakan sebagai persentase dari modal
pokok.

Bunga bank juga dapat didefinisikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank dengan
prinsip konvensional kepada nasabah yang melakukan transaksi simpan atau pinjam kepada
bank. Ada berbagai macam jenis bunga bank, misalnya bunga deposito, bunga tabungan,
giro, dan lain-lain.

Berdasarkan metodenya, bunga bank dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Bunga Simpanan

Bunga simpanan merupakan bunga yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang
menyimpan uangnya di bank. Pemberian bunga ini didasarkan pada porsentase dari simpanan
pokok, dimana sumber bunganya berasal dari keuntungan utang-piutang yang dilakukan
pihak bank.

2. Bunga Pinjaman

Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada nasabah yang melakukan peminjaman
uang di bank, dimana nantinya nasabah harus membayar melebihi jumlah pinjaman pokok
dengan batasan waktu tertentu.
Definisi dan Hukum Riba

Menurut etimologi, riba berarti tambahan (ziyadah), bisa juga diartikan berkembang (nama’).
Sedangkan secara istilah, riba didefinisikan sebagai pengembalian tambahan dari modal
pokok secara bathil dan bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam. (Baca juga:
Macam-Macam Riba dalam Ekonomi Islam dan Bahaya Riba di Dunia dan Akhirat )

Qadi Abu Bakar Ibnu Al-arabi dalam bukunya “Ahkamul Quran” berpendapat bahwa riba
adalah setiap kelebihan nilai barang yang diberikan dengan nilai barang yang diterima.
Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan jika riba ialah penambahan dana (dalam
bentuk bunga pinjaman) yang dibayarkan oleh seseorang yang memiliki utang dengan
penambahan waktu tertentu, karena ia tidak mampu melunasi hutang-hutangnya.

Dalam ajaran islam, seorang muslim diharamkan memakan harta riba’. Atau dengan kata
lain, hukum riba adalah haram! Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab
menyatakan bahwa riba merupakan perkara yang diharamkan. Pendapat ini didasari firman
Allah Swt dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

ِ ‫طانُ ِمنَ ْال َم ِس ذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِمثْ ُل‬
‫الربَا‬ َ ‫ش ْي‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِ َ‫الَّذِينَ يَأ ْ ُكلُون‬
ُ َّ‫الربَا ِل يَقُو ُمونَ ِإِل َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba..” (Q.S Al-Baqarah: 275)

Selain itu, ditegaskan dalam surah An-Nisa ayat 161:

ِ َ‫اس بِ ْالب‬
‫اط ِل َوأ‬ ِ ‫ْعتَدْنَا ِل ْلكَافِ ِرينَ ِم ْن ُه ْم َعذَابًا أَ ِلي ًما َْ َوأ َ ْخ ِذ ِه ُم‬
ِ َّ‫الربَا َوقَدْ نُ ُهوا َع ْنهُ َوأ َ ْك ِل ِه ْم أ َ ْم َوا َل الن‬

“Dan disebabkan karena mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah
dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
(Q.S. An-Nisa: 161)

Keharaman riba dijelaskan pula dalam kitab Al Musaqqah, Rasulullah bersabda :

ِ ‫سلَّ َم آ ِك َل‬
‫الربَا و‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫س َوا ٌء َْ َع ْن َجابِ ٍر قَا َل لَعَنَ َر‬
َّ ‫سو ُل‬
َ ِ‫َّللا‬ َ ‫ُمؤْ ِكلَهُ َوكَاتِبَهُ َوشَا ِهدَ ْي ِه َوقَا َل ُه ْم‬

“Jabir berkata bahwa Rasulullah mengutuk orang yang menerima riba, orang yang
membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua orang saksinya, kemudian beliau
bersabda, “Mereka itu semuanya sama.”(H.R Muslim)

Hukum Bunga Bank Dalam Pandangan Islam

Dalam Al-Quran, hukum melakukan riba sudah jelas dilarang Allah SWT. Begitupun dengan
bunga bank, dalam praktiknya sistem pemberian bunga di perbankan konvensional cenderung
menyerupai riba, yaitu melipatgandakan pembayaran. Padahal dalam islam hukum hutang-
piutang haruslah sama antara uang dipinjamkan dengan dibayarkan. (Baca juga: Pinjaman
Dalam Islam- Hukum dan Ketentuannya dan Hutang Dalam Pandangan Islam)

Pandangan ini sesuai dengan penjelasan Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan. Beliau
menjelaskan dalam kitab fiqihnya yang berjudul “Taysir Al Fiqh”, seorang Mufti Saudi
Arabia bernama Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah mengemukakan bahwa
pinjaman yang diberikan oleh bank dengan tambahan (bunga) tertentu sama-sama disebut
riba.

“Secara hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun
senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong dan
berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah meminjamkan uang dan
akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu sendiri adalah keuntungan dari
transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang namanya bunga bank yang diambil dari
pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam
utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut
riba.” (Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H).

Dalil yang Menjelaskan Kesamaan Bunga Bank dengan Riba

ِ َّ‫َّللاِ فَأُولَئِكَ ه َْ َو َما آتَ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربًا ِل َي ْرب َُو ِفي أَ ْم َوا ِل الن‬
َّ َ‫اس فَ َال َي ْربُو ِع ْند‬
‫َّللاِ و‬ ْ ‫ُم ْال ُم‬
َّ َ‫ض ِعفُونَ ُْ َما آت َ ْيت ُ ْم ِم ْن زَ كَا ٍة ت ُ ِريد ُونَ َوجْ ه‬

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat
yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (Q.S Ar-Rum : 39)

Jika kita renungi secara mendalam, sebenarnya ayat diatas telah menjelaskan definisi riba
secara gamblang, dimana riba dinilai sebagai harga yang ditambahkan kepada harta atau uang
yang dipinjamkan kepada orang lain. Apabila mengacu pada ayat ini, jelas bahwa bunga bank
menurut islam merupakan riba. Sebagaimana Tafsir Jalalayn yang berbunyi:

“(Dan sesuatu riba atau tambahan yang kalian berikan) umpamanya sesuatu yang diberikan
atau dihadiahkan kepada orang lain supaya orang lain memberi kepadanya balasan yang
lebih banyak dari apa yang telah ia berikan; pengertian “sesuatu” dalam ayat ini dinamakan
tambahan yang dimaksud dalam masalah muamalah” (Tafsir Jalalayn, Surat Ar-Rum:39)

Surat Ar-Rum ayat 39 juga menjelaskan bahwa Allah SWT membenci orang-orang yang
melakukan riba (memberikan harta dengan maksud agar diberikan ganti yang lebih banyak).
Mereka tidak akan memperoleh pahala di sisi Allah SWT, sebab perbuatannya itu dilakukan
demi memperoleh keuntungan duniawi tanpa ada keikhlasan.

“Harta yang kalian berikan kepada orang-orang yang memakan riba dengan tujuan untuk
menambah harta mereka, tidak suci di sisi Allah dan tidak akan diberkahi” (Tafsir Quraiys
Shibab, Surat Ar-Rum: 39)

Hukum Bunga Bank Menurut Beberapa Ulama


Meskipun praktek bunga bank sudah jelas mernyerupai riba, namun keberadaanya di
Indonesia sendiri masih menjadi dilematis dan sulit dihindari. Sehingga tidak heran banyak
ulama yang bertentangan perihal hukum bunga bank menurut islam.

Sebut saja Ijtima’Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia, pada tahun 2003 mereka telah
menfatwakan bahwa pemberian bunga hukumnya haram, baik di lakukan oleh Bank,
Asuransi,Pengadilan, dan Lembaga Keuangan lainnya maupun individu. Selain itu,
pertemuan 150 Ulama terkemuka pada tahun 1965 di konferensi Penelitian Islam, Kairo,
Mesir juga menyepakati bahwa keuntungan yang diperoleh dari berbagai macam jenis
pinjaman (termasuk bunga bank) merupakan praktek riba dan diharamkan.

Ulama lain seperti Yusuf Qardhawi, Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi
dan Yusuf Qardhawi sepakat jika bunga bank termasuk riba nasiah yang diharamkan oleh
Islam. Maka dari itu, umat Islam tidak dibolehkan bermuamalah dengan bank yang menganut
sistem bunga kecuali dalam kondisi darurat. Keharaman praktik bunga bank juga
diungkapkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dalam Musyawarah Nasional
(Munas) ke-27 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Di sisi lain, musyawarah para ulama NU pada tahun 1992 di Lampung memandang hukum
bunga bank tidak sepenuhnya haram atau masih khilafiyah. Sebagian memperbolehkan
dengan alasan darurat dan sebagian mengharamkan. Sedangkan pemimpin Pesantren “Persis”
Bangil, A. Hasan berpendapat bahwa bunga bank yang berlaku di Indonesia halal, sebab
bunga bank tidak menganut sistem berlipat ganda sebagaimana sifat riba yang dijelaskan
dalam surat Ali Imran ayat 130.

َ‫َّللاَ لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْف ِلحُون‬


َّ ‫ضا َعفَةً َواتَّقُوا‬ ِ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا َِل ت َأ ْ ُكلُوا‬
ْ َ‫الربَا أ‬
َ ‫ضعَافًا ُم‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (Q.S Ali Imran:
130)

Kesimpulannya, mayoritas ulama menetapkan bahwa bunga bank hukumnya sama dengan
riba yang berarti dilarang Allah SWT. Keputusan ini berlandaskan pada Al Quran, Al Hadist,
serta hasil penafsiran dari fuqaha’ (ulama yang ahli dalam bidang fiqh).

Wallahu a’lam bishawab.


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai