Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


- Memahami prinsip analisa dengan menggunakan GC
- Mampu mengoperasikan alat GC
- Mengetahui pengaruh laju alir sampel terhadap Retention Time
1.2 Dasar Teori

1.2.1 Kromatografi
Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas
perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase,yaitu fase
diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam dapat berupa zat cair atau
zat padat, sedangkan fase bergerak dapat berupa zat cair atau zat gas. Alat yang
digunakan terdiri atas kolom yang didalamnya diisikan fase stasioner (padatan atau
cairan). Campuran ditambahkan ke kolom dari ujung satu dan campuran akan
bergerak dengan bantuan pengemban yang cocok (fasa mobile). Pemisahan dicapai
oleh perbedaan laju turun masing-masing komponen dalam kolom, yang ditentukan
oleh kekuatan adsorpsi atau koefisien partisi antara fase mobile dan dan fase diam
(stasioner).
1.2.2 Kromatografi Gas
Gas Chromatography (GC) adalah teknik pemisahan suatu zat atau senyawa
yang bersifat volatil. Senyawa volatil merupakan senyawa yang mudah menguap
pada suhu kamar. Sampel yang dapat digunakan dalam GC ini ada dua wujud yaitu
cair dan gas. Prinsip kerja dari Gas Chromatography yaitu sampel yang
diinjeksikan ke dalam aliran fase gerak, kemudian akan dibawa oleh fase gerak
yang berupa gas inert ke dalam kolom untuk dilakukan pemisahan komponen
sampel berdasarkan kemampuannya interaksi diantara fase gerak dan fase diam.
Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam
berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada
zat dan penunjangnya (Khopkar, 2007).
Injektor Detektor
Detektor
amplifier
Gas inlet

Pengatur Kolom
laju dan
tekanan
Oven

Terminal pengolah data

Gambar 1.2.2.1 Diagram Alat Kromatografi Gas

Aspek – aspek penting dalam operasi Gas Chromatografi adalah sebagai


berikut :
a. Fase Diam
Menurut sifat – sifat dari fase diamnya, GC dibagi menjadi dua bagian yaitu
Gas Solid Chromatography (GSC) dan Gas Liquid Chromatography (GLC). GSC
sangat terbatas penggunaanya, karena adanya tailing pada peak yang disebabakan
oleh adsorbsi isoterm non linear, karena adanya penutupan permukaan padatan oleh
gas-gas yang mudah bereaksi, sehingga permukaan padatan berkurang. GSC jarang
digunakan dalam industri, GSC diproduksi untuk digunakan sendiri.
Pada GLC fase diamnya adalah zat padat seperti silika, Alumina atau karbon.
Proses pemisahannya karena adanya adsorbsi pada permukaan padatan.
Penggunaan kromatografi cairan menjadi sangat luas, tidak hanya untuk analisis
senyawa – senyawa yang relatif mudah menguap seperti senyawa - senyawa
hidrokarbon yang sederhana, tetapi juga senyawa –senyawa yang lebih kompleks
seperti asam amino, berbagai sterol dan pestisida. Penggunaan GLC untuk analisis
tidak saja karena makin banyaknya fase stasioner, tetapi juga karena adanya
kemungkinan untuk mengadakan modifikasi senyawa yang titik didihnya sangat
tinggi menjadi derivat yang titik didihnya jauh lebih rendah. Keuntungan
penggunaan GLC selain kecepatan dan variasi penggunaannya yang lebih luas, juga
karena dengan cara ini hanya dibutuhkan jumlah sampel relatif sangat sedikit.
Namun komponen yang jumlahnya banyak dalam sampel tersebut mudah dapat
dipisahkan dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak
hanya kuantitasnya, tetapi juga kualitasnya.

b. Gas Pembawa
Yang umum digunakan adalah helium, nitrogen, argon. Gas – gas tersebut
pada suhu dan tekanan normal tidak reaktif dan tidak berbahaya kecuali gas
hidrogen yang mudah terbakar. Gas pembawa yang dipakai harus disesuaikan
dengan jenis detektor, misalnya Thermal Conduvtivity Detector cocok bila
digunakan gas hidrogen atau helium. Selain itu gas pembawa juga harus mempunya
kemurnian yang tinggi, karena kontaminasi dalam jumlah kecil pun, dapat
menyebabkan noise pada signal yang dikirimkan oleh detektor, sehingga dapat
memberikan garis datar, yang tidak lurus. Aliran gas pembawa melalui kolom dapat
terjadi karena adanya perbedaan tekanan pada ujung masuk dan ujung keluar dari
kolom tersebut. Perlu diketahui, bahwa gas umumnya dapat mengalami kompresi.
Oleh karena itu dapat menyebabkan variasi dalam pengukuran kecepatan aliran dan
besarnya volume gas yang mengalir melalui kolom flowmeter dengan gelembung
sabun umum digunakan untuk mengecek kecepatan aliran gas pembawa. Fungsi gas
pembawa adalah mengangkut cuplikan dalam kolom ke detektor.

Bermacam-macam gas telah digunakan dalam KGC, misalnya, hydrogen,


helium, helium, memungkinkan difusi yang lebih longitudinal dari solute, yang
cenderung menurunkan efisiensi kolom, terutama pada laju arus yang lebih rendah.
Maka nitrogen mungkin merupkan suatu pilihan yang lebih baik untuk gas-
pembawa agar dapat dilakukan suatu pemisahan yang benar-benar sukar. Pemilihan
gas pembawa hars disesuaikan dengan jenis detektor yang digunakan. Hubungan
antara gas pembawa dengan detektor dinyatakan dalam table di bawah ini :
Tabel 1.1 Kesesuaian Gas pembawa dengan detector

Gas pembawa DHP DIN DTE DFN


Helium X X - -
Hydrogen X - - -
Nitrogen X X X X
Argon - - X -

c. Injektor
Seperi pada jenis kromatografi yang lain sampel harus diberikan dalam
waktu yang singkat dengan volume yang sekecil mungkin. Injektor harus
dipanaskan lebih dahulu agar sampel yang berupa cairan dapat segera menguap.
Selain itu desain injektor harus sedemikian, sehingga sampel yang telah menguap
tersebut dapat langsung masuk kolom dengan perantaraan gas pembawa. Bila hal
ini tidak terjadi sampel tersebut mungkin akan tersebar sebelum pemisahn dalam
kolom dapat terjadi. Pada bebrapa alat, sampel tersebut dapat diinjeksikan langsung
ke dalam kolom (on column injection), terutama untuk menghindari kelemahan
tadi. Hal ini juga lebih disukai khususnya untuk sampel yang titik didihnya tidak
terlalu tinggi.
Besarnya sampel yang digunakan ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu
jumlah yang tersedia, kapasitas kolom, dan kepekaan detektor. Kromatograf yang
umum digunakan dilaboratorium biasanya mampu untuk mengadakan pemisahan
sampel cair antara 0,1 – 10 µl dan sampel yang berupa gas antara 1 – 10 ml. Kolom
kapiler, yang nanti akan diterangkan hanya memerlukan jumlah sampel yang sangat
kecil, yaitu antara 10-3 – 10-2 µl. Sampel yang sekecil ini dapat dihasilkan dengan
splitter, yang kecil dari sampel yang diinjeksikan yang akan masuk ke kolom,
sedang sebagian besar dari sampel tersebut akan keluar ke udara atmosfir. Cara ini
tidk dapat dipakai dalam analisis kuantitaf bila dikehendaki hasil yang akurat.
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:
1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan
diuapkan dalam injector yang panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.
2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan
dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel
diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup
pemecah ditutup.
4. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit
dimasukkan langsung ke dalam kolom. Teknik injeksi langsung ke dalam kolom
digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap; karena kalau
penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan
terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau pirolisis.
d. Kolom
Ada dua jenis kolom yaitu kolom dengan isian (packed column) dan kolom pipa
kapiler. Packing butiran penyerap dapat diganti dengan menggunakan kolom
kapiler dari gelas atau silika, dimana dinding kolom berfungsi sebagai penyangga
fase cairan diam. Kolom kapiler sangat bermanfaat untuk pemisahan komponen –
komponen senyawa yang kompleks. Kolom isian merupakan sutau pipa yang diisi
bahan penyangga padat yang permukaannya dilapisi dengan cairan (fase stasioner)
yang non volatil. Panjang. Kolom isian biasanya hanya antara 0,7 – 2 m.

Gambar 1.2.2.2. Kolom Packing Gambar 1.2.2.3 Kolom Kapiler

Suhu kolom mempunyai pengaruh yeng cukup signifikan dalam proses


pemisahan komponen- komponen senyawa yang di analisis. Pada suhu yang tinggi,
pemisahan tidak dapat berlangsung dengan efektif karena kenaikan suhu setinggi
30 oC akan menyebabkan daya larut komponen – komponen senyawa dalam sampel
pada fase stasioner dapat berkurang 50 % sehingga waktu retensinya akan menjadi
setengahya. Suhu yang terlalu tinggi memberikan tendensi menghasilkan puncak –
puncak yang terlalu berdekatan dengan resolusi yang tidak baik. Dengan
pertimbangan ini suhu kolom harus diatur dengan tepat, yang biasanya dengan
mengadakan percobaan terlebih dahulu. Sampai dihasilkan pemisahan yang
optimal.
Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran
yang diinjeksikan pada kolom:

 Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

 Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

 Molekul dapat tetap pada fase gas

Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen.


Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom
secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun,
beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan jalan yang
sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100
o
C. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam kolom.]
Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair.
Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya.
Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada
fase diam, sedangkan senyawa yang suka larut akan menghabiskan waktunya lebih
banyak dalam fase gas.

Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak
bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan dalam satu pelarut
satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai partisi.

a. Waktu Retensi
Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui kolom
menuju ke detektor disebut sebagi waktu retensi. Waktu ini diukur berdasarkan
waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan menunujukkan
tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa memiliki waktu
retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi sangat bervariasi dan
bergantung pada:

1. Titik didih senyawa.


Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur
kolom, akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai
cairan pada awal kolom. Dengan demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki
waktu retensi yang lama.

2. Kelarutan dalam fase cair.


Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase cair, akan mempunyai waktu lebih
singkat untuk dibawa oleh gas pembawa.. Kelarutan yang tinggi dalam fase cair
berarti memiiki waktu retensi yang lama.
3. Laju alir.
Laju alir akan mempengaruhi waktu retensi jika terlalu besar atau terlalu kecil
nilainya. Laju alir yang kecil menyebabkan kecepatan interaksi antara sampel
dengan fase diam akan semakin lama. Hal ini akan mempengaruhi waktu retensi
sampel tersebut yaitu semakin besar. Jika laju alir diperbesar maka kecepatan
interaski antara sampel dengan fase diam akan semakin cepat. Dan waktu retensi
yang diperoleh juga akan semakin kecil. Hubungan antara laju alir dengan waktu
retensi berbanding terbalik.

4. Temperatur kolom.

Temperatur tinggi menyebakan pergerakan molekul-molekul dalam fase gas; baik


karena molekul-molekul lebih mudah menguap, atau karena energi atraksi yang
tinggi cairan dan oleh karena itu tidak lama tertambatkan. Temperatur kolom yang
tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom.
Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang akan anda
dapatkan, tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan senyawa
karena kondensasi yang lama pada bagian awal kolom.
Dengan kata lain, menggunakan temperatur tinggi, segala sesuatunya akan
melalui kolom lebih cepat, tetapi pemisihannya kurang baik. Jika segala sesuatunya
melalui kolom dalam waktu yang sangat singkat, tidak akan terdapat jarak antara
puncak-puncak dalam kromatogram. Jawabannya dimulai dengan kolom dengan
suhu yang rendah kemudian perlahan-lahan secara teratur temperaturnya dinaikkan.

e. Detector

Komponen zat – zat yang terdapat dalam sampel yang telah dapat
dipisahkan oleh kolom harus dapt dideteksi dan akhirnya digambarkan dalam
bentuk kromatogram. Mengingat bahwa masing-masing komponen tersebut
terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah dalam gas pembawa, detector harus
mempunyai kepekaan yang sangat tinggi. Meskipun demikian agar komponen yang
jumlahnya sangat kecil dapat ditunjukan dalam kromatogram masih dilperlukan
amplifier.

Berbeda dengan alat analisis lainnya, detektor pada kromatografi gas pada
umumnya lebih beraneka ragam. Hal ini disebabkan detektor pada GC mendeteksi
aliran bahan kimia dan bukan berkas sinar seperti pada spektrofotometer. Tabel
berikut menujukkan berat minimal dari masing – masing komponen yang masih
dapat dideteksi oleh beberapa detektor .

Tabel 1.2 Spesifikasi Beberapa Detektor

Sifat detector Thermal Flame Electron Capture


Conductivity Ionization

Jumlah minimal yang 2 – 5 g 10-5g 10-7 g


dapa di deteksi
Kepekaan suhu Tinggi Tidak peka Sedang

Gas pembawa He He atau N2 N2

Suhu batas 450 oC 400 oC 225 oC

Respon Semua Senyawa Kec. H2O,CS2 Tidak untuk


hidrocarbon,
alkohol, keton

1. Thermal Conductivity Detection (TCD)


Detector ini mrndasarkan pada suatu kenyataan, bahwa banyaknya panas
yang dipindahkan dari suatu benda oleh aliran gas tergantung komposisi gas
tersebut. Gas yang molekulnya kecil dapat bergerak lebih cepat, sehingga dapat
memindahkan panas yang lebih besar. Atas dasar inilah gas Helium lebih disukai
untuk digunakan sebagai gas pembawa karena dapat mempunyai efek pendingin
yang besar . TCD tersusun dari empat filamen, diatur sedemikian rupa sehingga
dapat merupakan jaringan listrik seperti jembatan wheatsone. Masing – masing
filamen yang mendapat panas dari aliran listrik, ditempatkan dalam lubang tertentu
dari suatu tumpuan logam untuk pembuangan panas. Dua filamen akan
mendapatkan aliran dari gas pembawa, sedangkan dua lainnya dari campuran gas
pembawa dan gas komponen zat yang dianalisa. Konduktivitas listrik adalah ukuran
dari kemampuan suatu bahan utnuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda
potensial listrik ditempatkan pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan-muatan
bergeraknya akan berpindah menghasilkan arus listrik

2. Flame Ionization Detector (FID)


FID merupakan detector yang sangat populer karena kepekaanya dan
realibilitasnya yang tinggi. Pada dasarnya detector ini terdiri dari nyala gas
hidrogen dengan pengaliran O2 dalam keadaan berlebihan. Senyawa organik
akan mengalami pirolisis dalam api hidrogen tersebut dan menghasilkan ion. ion
– ion yang terbentuk dapat dikumpulkan pada suatu elektroda, sehingga
menghasilkan aliran listrik yang dapat diukur dengan suatu electrometer.

Gambar 4. Detector FID


3. Electron Capture Detector (ECD)

Dasar dari ECD ialah terjadinya absorpsi elektron oleh senyawa yang mempunyai
afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa – senyawa yang mempunyai gugus
elektro negatif. Dalam detektor ini gas yang berasal dari kolom akan terionisasi oleh
partikel yang partikel yang dihasilkan dari zat radioaktif misalnya 3H atau 63
Ni.
ECD merupakan detektor yang selektif dan peka terhadap senyawa yang
mengandung halogen. Fosfor, timbal, gugus nitro dan senyawa aromatik yang
berinti ganda. Detetektor ini juga sangat ideal untuk mendeteksi residu intsektisida
dalam kandungan yang kecil.

f. Etanol

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau alkohol saja,
adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan
merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman
beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat rekreasi yang
paling tua.

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia C2H5OH
dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomerkonstitusional dari dimetil eter.
Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan singkatan dari
gugus etil (C2H5).

Fermentasi gula menjadi etanol merupakan salah satu reaksi organik paling awal
yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi etanol yang memabukkan juga
telah diketahui sejak dulu. Pada zaman modern, etanol yang ditujukan untuk
kegunaan industri seringkali dihasilkan dari etilena. Etanol memiliki titik didih
sebesar 78,29˚C dan titik beku sebesar -114,14˚C.

g. Benzena

Benzena, juga dikenal dengan rumus kimia C6H6, PhH, dan benzol,
adalah senyawa kimia organik yang merupakan cairan tak berwarna dan mudah
terbakar serta mempunyai bau yang manis. Benzena terdiri dari
6 atom karbon yang membentuk cincin, dengan 1 atom hidrogen berikatan pada
setiap 1 atom karbon. Benzena merupakan salah satu jenis hidrokarbon
aromatik siklik dengan ikatan pi yang tetap. Benzena adalah salah satu komponen
dalam minyak bumi, dan merupakan salah satu bahan petrokimia yang paling dasar
serta pelarut yang penting dalam dunia industri. Karena memiliki bilangan
oktan yang tinggi, maka benzena juga salah satu campuran penting pada bensin.
Benzena juga bahan dasar dalam produksi obat-obatan, plastik,
bensin, karet buatan, dan pewarna. Selain itu, benzena adalah kandungan alami
dalam minyak bumi, namun biasanya diperoleh dari senyawa lainnya yang terdapat
dalam minyak bumi. Karena bersifat karsinogenik, maka pemakaiannya selain
bidang non-industri menjadi sangat terbatas. Benzena memiliki titik didih sebesar
80,1˚C dan titik beku sebesar 5,5˚C.
BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat
1. GC Varian 450
2. Komputer
3. Printer
4. Syiringe (jarum suntik)
5. Vial
2.1.2 Bahan
1. Aquades
2. Etanol
3. Benzena
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Menjalankan Instrumen
1. Membuka sumber gas helium dan udara tekan dengan memastikan masing
– masing tekanan sesuai yaitu Nitrogen = 80 psi, Hidrogen = 40 Psi, Udara
Tekan = 60 Psi.
2. Menyalakan PC hingga tampil startup windows.
3. Menyalakan GC dengan mengatur power switch pada posisi ON
4. Mendouble klik icon Galaxie sehingga tampil dialog Galaxie Workstation
Connection.
5. Memasukkan user indification : analisa, kemudian memilih project dan
memasukkan pasword : gc, kemudian mengklik OK.
6. Pada menu File memilih open kemudian open method, memilih method ON.
7. Pada bagian control klik button “ over view” kemudian mengklik button

untuk mengaktifkan method dan menunggu sampai status ready.


2.2.2 Membuat Method
1. Pada menu file memilih New dan new method
2. Memastikan bahwa system varian 450 GC terpilih, kemudian mengklik
Next
3. Memasukkan nama method kemudian mengklik OK sehingga nama method
yang dibuat akan tampil
Nama method : Kelompok 5 & 6
4. Mengklik pada bagian control sehingga akan muncul panel control
5. Mengklik pada bagian injector dan melakukan pengaturan terhadap heater,
temperature: 200oC dan split state/ ratio pada front injector.
6. Mengklik pada bagian column oven dan melakukan pengaturan pada
temperature : 600C, time dan stabilization time : 2 menit
7. Mengklik pada bagian column Pneumatics dan melakukan pengaturan:
 Front (EFC) : Checklist Constant flow, lalu mengatur flow yang diinginkan
yaitu ( 0.7; 0.9; 1.1; 1.3 dan 1.5 ml/menit)
8. Mengklik pada bagian detector Front (FID) dan melakukan pengaturan :
 Heater : ON ( untuk mengaktifkan oven detector )
 Setpoint : temperature Detector (230oC)
 Electronic : ON ( Jika ingin mengkaktifkan detector)
 Range : Sensitivity Detector (12)
 Autozero : Fungsi Autozero
 N2 make Up : 25 ml/min
 H2 : 30 ml/min
 Air : 300 ml/min
9. Pada FID mengklik ignite
10. Pada kolom method mengklik pada bagian acquisition dan mengatur
injection volume (1) dan acquisition length (4 menit)
11. Pada menu file memilih save dan save method
12. Mengklik bagian control klik button “ over view” kemudian mengklik

button untuk mengirim method ke alat GC. Menunggu samapai


status ready.
2.2.3 Melakukan Monitoring Baseline
1. Memilih menu bar system kemudian memberi check () pada system yang
sedang running sehingga tampil window monitoring.
2. Pada menu acquisition memilih monitoring baseline, dengan metode operasi
: Kelompok 5&6
3. Memilih method oprasi kemudian mengklik ok sehingga monitoring
baseline dimulai.
4. Menunggu hingga monitoring baseline stabil dengan ciri-ciri peak yang
sudah terbentuk serupa (garis lurus)
5. Mengakhiri monitoring baseline dapat dilakukan dengan mengklik button
stop.
2.2.4 Menginjeksikan Sampel
1. Pada menu acqusition, memilih quick start sehingga tampil dialog quick
start dan memilih method yang telah dibuat.
2. Memilih method analisa, kemudian mengklik ok
3. Pada area sampel information, memasukkan identitas injeksi/sampel pada
field file prefix, identifier, vial , Injection volume
4. Menempatkan sampel sesuai dengan posisi vial yang dipilih kemudian
mengklik button inject dan memulai proses injeksi
5. Menunggu stabilizing selama 2 menit
2.2.5 Melihat dan mencetak Chromatogram
1. Pada menu file memilih open dan open chromatogram sehingga tampil
dialog.
2. Memilih file chromatogram, kemudian mengklik open sehingga report peak
akan tampil pada panel sebelah kanan.
3. Untuk mencetak result file, pada menu file memilih print preview.
4. Mengklik button print
2.2.6 Mematikan Instrument
1 Membuka method off dan mengklik menunggu sampai status
ready dan memastikan bahwa column oven = 30 oC, dan seluruh injector
dan detector lebih kecil dari 100 oC
2. Menutup aplikasi software galaxie workstation dengan memilih quit pada
menu file
3. Mematikan GC dengan mengatur power swicth pada posisi OFF
4. Menutup semua tabung gas
5. Melakukan Prosedur Shut Down PC
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Percobaan


Tabel 3.1 Hasil Percobaan
Temperatur Laju Alir Retention Time Luas Area
No Nama
Oven (˚C) (mL/min) (min) (µV.min)
Aldania
1 60 0,7 3,57 1342566,4
Yulianti
Ririe
2 60 0,9 2,79 2340806,5
Oktobriani R
Riedle
3 60 1,1 2,15 1285475,2
Wilsandy P
Ilham Rahmat
4 60 1,3 2,1 1382633,7
Z

3.2 Pembahasan
Pada praktikum GC (Gas Chromatography) ini bertujuan untuk memahami
prinsip analisa dengan menggunakan GC, mampu mengoperasikan alat GC dan
mengetahui pengaruh laju alir terhadap retention time.
GC merupakan teknik pemisahan campuran komponennya dengan bantuan
perbedaan fisik maing-masing komponen yaitu pada kepolarannya. Pada
kromatografi terdapat dua fase yaitu fase diam (stationer) dan fase gerak (mobile).
Alat yang digunakan terdiri atas kolom yang didasarkan pada fase stasioner, lalu
sampel dimasukkan ke dalam kolom dan akan bergerak dengan bantuan fase mobile
atau carier gas (gas pembawa). Sampel tersebut akan terpisah berdasarkan
kepolarannya. Pada senyawa yang memiliki sifat kepolaran yang hampir sama
dengan fase stasioner maka akan tertahan lebih lama, sedangkan senyawa yang
memiliki sifat kepolaran yang berbeda akan lebih cepat melewati kolom dan keluar
lebih dahulu dari kolom. Sehingga setiap senyawa dapat terpisah dan memiliki
waktu retensi yang berbeda-beda. Waktu retensi adalah waktu yang dibutuhkan
sampel untuk melewati kolom hingga keluar menuju detektor.
Tahap awal dari pengoperasian GC adalah menyalakan alat GC dan
komputer yang terhubung dengan alat. Lalu dikomputer menekan ion galaxie lalu
mengirim perintah ke GC untuk memanaskan agar GC siap digunakan. Setelah itu
mengatur suhu injektor. Aturan untuk mengatur suhu injektor adalah bahwa suhu
tempat injektor sekitar 50˚C lebih tinggi dari titik didih campuran dari cuplikan
yang mempunyai titik didih paling tinggi. Suhu injektor tidak boleh terlalu tinggi,
sebab kemungkinan akan terjadi perubahan karena panas atau penguraian dari
senyaw yang akan dianalisa. Kemudian mengatur suhu oven. Suhu oven harus
diatur dan sedikit di bawah titik didih sampel. Jika suhu diset terlalu tinggi, cairan
pada fase diam akan teruapkan, juga sedikit sampel akan larut pada suhu tinggi dan
bisa mengalir terlalu cepat dalam kolom sehingga menjadi terpisah. Biasanya oven
memiliki jangkauan suhu 30˚C-320˚C. Temperatur kolom dapat lebih rendah
dibandingkan di injektor, sehingga beberapa komponen campuran dapat
berkondensasi pada awal kolom. Pada temperatur tinggi, pemisahan menjadi tidak
efektif setiap kenaikan temperatur, karena dapat menyebabkan berkurangnya daya
larut komponen. Mengatur laju alir dalam kolom sesuai yang diinginkan antara 0,7
mL/min-1,3 mL/min. Kemudian dalam detektor, mengatur suhu detektor yaitu 30-
50˚C diatas suhu injektor. Lalu pada FID mengklik ignite yang berfungsi untuk
menyalakan proses pembakaran pada detektor. Kemudain mengatur acquisition
yaitu kolom injektor yangg digunakan dan waktu acquisition, waktunya disesuaikan
lebih besar dibanding waktu retensi dari sampel, sehingga puncak yang
mengindikasikan sampel dapat terbaca. Setelah itu bagian monitoring baseline yang
berfungsi melihat dan memastikan alat dalam keadaan stabil, dengan ciri-ciri peak
yang terbentuk sudah serupa. Setelah itu mengirimkan perintah tadi ke GC,
menunggu hingga ready. Setelah GC ready masuk tahap penginjeksian sampel.
Fungsi dari injeksi adalah untuk menginjeksikan sampel yang kemudian masuk ke
dalam alat GC dengan menggunakan siring hingga menembus lempengan karet
(septum). Sampel yang digunakan harus bisa menguap dan jika sampel berupa
padatan, maka terlebih dahulu diencerkan agar sampel tersebut lebih mudah
menguap. Pada saat penginjeksian, sampel harus dilakukan dalam keadaan yang
singkat, agar sampel tidak tersebar sebelum pemisahan dalam kolom dan tidak
boleh mengijeksikan sampel terlalu banyak, karena GC sangat sensitif. Biasanya
jumlah sampel yang diinjeksikan dalam analisa 0,5 mL – 50 Ml untuk gas dan 0,2
mL – 20 mL untuk cairan.
Sampel kemudain dibawa oleh carier gas bersama fase gerak dimana carier
gas yang umumnya digunakan adalah Nitrogen. Pemilihan gas pengangkut atau
pembawa ditentukan oleh detektor yang digunakan. Tabung gas pembawa
dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengatur tekanan. Pengaturan
tekanan pada tabung gas bisa juga dilihat dari manual book. Kemudian carier gas
membawa sampel ke kolom sampai ke detektor. Detektor berfungsi sebagai
pendeteksi komponen-komponen yang telah dipisahkan dari kolom secara terus-
menerus, cepat, akurat dan dapat dilakukan pada suhu yang lebih tinggi. Fungsi
umumnya yaitu mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus
listrik kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan
kromatogram. Dalam praktikum ini detektor yang digunakan adalah FID ( Flame
Ionization Detector). Detektor ini peka terhadap berbagai komponen dan dapat
berfungsi pada berbagai konsentrasi, tetapi detektor jenis ini tidak dapat mendeteksi
air. FID bekerja berdasarkan pembakaran solut sehingga terjadi ionisasi. Kemudian
arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder dan memberi hasil keluaran berupa
kromatogram. Kromatogram berbentuk peak-peak dengan pola yang sesuai dengan
kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan.
Dari tujuan ketiga yaitu mengetahui pengaruh laju alir terhadap Retention
Time (RT), didapat kesimpulan bahwa semakin cepat laju alir maka RT nya
semakin kecil. Ini berarti hubungan antara laju alir dan RT berbanding terbalik. Dari
variasi laju alir yang digunakan yaitu 0,7 mL/min; 0,9 mL/min; 1,1 mL/min dan 1,3
mL/min dengan suhu oven 60˚C didapat hasil RT yang semakin kecil. Ini terjadi
karena sampel melewati kolom dalam waktu yang juga semakin cepat untuk menuju
detektor. Waktu yang semakin cepat menyebabkan pemisahan yang tidak
sempurna. Karena kolom membutuhkan waktu yang sesuai untuk menganalisa atau
mendeteksi komponen-komponen apa saja yang terdapat dalam sampel tersebut.
Manfaat dari variasi laju alir ini adalah untuk mengetahui laju alir optimum
sehingga didapat peak yang bagus, waktu yang efektif dan pemisahan yang
sempurna.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip dasar analisa dengan menggunakan GC yaitu sampel diinjeksikan ke
dalam injektor diubah fasenya menjadi gas kemudian oleh fase gerak atau mobile
dibawa menuju kolom, dimana sampel tersebut akan terpisah berdasarkan
perbedaan nilai kepolarannya sehingga akan dibaca oleh detektor dan
menghasilkan keluaran berupa kromatogram.
2. Saat menginjeksikan sampel ke injektor, perlu diperhatikan kecepatan
penginjeksian yang harus konstan, waktu yang singkat dan volume yang sekecil
mungkin kerena akan mempengaruhi hasil pemisahan dan waktu retensinya.
3. Laju alir semakin cepat maka RT semakin kecil. Ini berarti hubungan antara laju
alir dan retention time time berbanding terbalik.
5.2 Saran
1. Mencoba menggunakan variasi temperatur oven untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap RT.
2. Mencoba menganalisa sampel yang mengandung minyak atsiri, produk gas
alam atau asam lemak misalnya.
DAFTAR PUSTAKA

Khopkar,S.M.2007. “ Konsep Dasar Kimia Analitik “. Jakarta : UI Press


Adnan, M., 1997, Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan, 10 – 11,
Penerbit ANDRI, Yogyakarta.
https://www.academia.edu/8351564/Komatografi_Kimia_Dasar?auto=download

https://id.wikipedia.org/wiki/Etanol

https://id.wikipedia.org/wiki/Benzena
LAMPIRAN

Kurva Pengaruh Laju Alir terhadap RT


4
3.5 y = -2.525x + 5.1775
R² = 0.8989
Retention Time (min)

3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.3 1.4
Laju Alir (mL/min)
GAMBAR ALAT

GC Varian 450 Komputer

Printer Vial

Syiringe

Anda mungkin juga menyukai