Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KONSEP PENYAKIT
A. Tinjauan Teori
1. DEFINISI
Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis (DVT)) adalah
bekuan darah pada vena dalam, seperti terjadi pembuaan darah
didaerah tungkai dan pelvis, DVT merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada semua pasien yang mengalami imobilisasi. Komplikasi
paling berat dari DVT adalah emboli paru dimana bekuan darah
terbawa sirkulasi ke paru dan menyebabkan kondisi yang mengancam
jiwa (Magarita dkk, 2019).
Penekanan pada otot betis bisa membebaskan trombus yang
tersangkut, terutama ketika penderita kembali aktif. Darah di dalam
vena tungkai akan mengalir ke jantung lalu ke paru-paru, karena itu
emboli yang berasal dari vena tungkai bisa menyumbat satu atau lebih
arteri di paru-paru. Keadaan ini disebut emboli paru. Emboli paru
yang besar bisa menghalangi seluruh atau hampir seluruh darah yang
berasal dari jantung sebelah kanan dan dengan cepat menyebabkan
kematian. (PDPI, 2012).

2. ETIOLOGI
1. Venous Statis

2. Hypercoagulability ( pembekuan darah lebih cepat daripada


biasanya)

3. Immobility ( keadaan tak bergerak )

4. Thrombus formation

Faktor-faktor yang menyebabkan Dvt .


a. Paresis (spinal cord injury)

b. Fraktur pelvis atau hip

c. Multiple trauma, burns

d. Usia > 40 tahun

e. Obesitas

f. Varises

g. Riwayat DVT sebelumnya atau riwayat pulmonary emboli

h. MCI, gagal jantung, gagal napas, sepsis

i. Ketidakmampuan mobilitas lebih dari 3 hari

j. Penggunan kontrasepsi

k. Gangguan penyakit kekentalan darah

(Caldeira D, 2015)

3. KLASIFIKASI

Klasifikasi umum DVT terbagi menjadi 2 bagian yaitu :

1. venous thromboembolism (VTE), yang terjadi pada pembuluh balik

2. arterial thrombosis, yang terjadi pada pembuluh nadi

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Kemerahan
2. Kehangatan
3. Kepekaan
4. Edema : disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat
bendungan darah vena
5. Nyeri : nyeri dilukiskan sebagai sakit atau berdenyut dan bisa berat
6. DVT atau deep vein thrombosis terjadi ketika ada kehadiran
pembentukan bekuan darah dalam pembuluh darah yang terletak di
dalam otot tubuh seseorang. Ini biasanya terjadi di kaki, tetapi juga
dapat berkembang pada dada, lengan atau beberapa bagian tubuh.
Keluhan dan gejala trombosis vena dalam dapat berupa :
a. Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas
trombosis.Trombosis vena di daerah betis menimbulkan nyeri
di daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan
anterior paha.
Keluhan nyeri sangat bervariasi dan tidak spesifik, bisa
terasa nyeri atau kaku dan intensitasnya mulai dari yang enteng
sampai hebat. Nyeri akan berkurang kalau penderita istirahat di
tempat tidur, terutama posisi tungkai ditinggikan.
b. Pembengkakan
Pembengkakan disebabkan karena adanya
edema.Timbulnya edema disebabkan oleh sumbatan vena di
bagian proksimal dan peradangan jaringan
perivaskuler.Apabila pembengkakan ditimbulkan oleh
sumbatan maka lokasi bengkak adalah di bawah sumbatan dan
tidak nyeri, sedangkan apabila disebabkan oleh peradangan
perivaskuler maka bengkak timbul pada daerah trombosis dan
biasanya di sertai nyeri. Pembengkakan bertambah kalau
penderita berjalan dan akan berkurang kalau istirahat di tempat
tidur dengan posisi kaki agak ditinggikan.
c. Perubahan warna kulit
Perubahan warna kulit tidak spesifik dan tidak banyak
ditemukan pada trombosis vena dalam dibandingkan trombosis
arteri.Pada trombosis vena perubahan warna kulit di temukan
hanya 17%-20% kasus.Perubahan warna kulit bisa berubah
pucat dan kadang-kadang berwarna ungu.
Perubahan warna kaki menjadi pucat dan pada
perubahan lunah dan dingin, merupakan tanda-tanda adanya
sumbatan cena yang besar yang bersamaan dengan adanya
spasme arteri, keadaan ini di sebut flegmasia alba dolens.
d. Sindroma post-trombosis.
Penyebab terjadinya sindroma ini adalah peningkatan
tekanan vena sebagai konsekuensi dari adanya sumbatan dan
rekanalisasi dari vena besar.Keadaan ini mengakibatkan
meningkatnya tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis
sehingga terjadi imkompeten katup vena dan perforasi vena
dalam.
Semua keadaan di atas akan mengkibatkan aliran darah
vena dalam akan membalik ke daerah superfisilalis apabila otot
berkontraksi, sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan
subkutan, pada keadaan berat bisa terjadi ulkus pada daerah
vena yang di kenai. Manifestasi klinis sindroma post-trombotik
yang lain adalah nyeri pada daerah betis yang timbul /
bertambah waktu penderitanya berkuat (venous claudicatio),
nyeri berkurang waktu istirahat dan posisi kaki ditinggikan,
timbul pigmentasi dan indurasi pada sekitar lutut dan kaki
sepertiga bawah.

5. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


DVT adalah peradangan pada dinding vena dan biasanya disertai
pembentukan bekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada
vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas, tanpa disertai peradangan
maka proses ini dinamakan flebotrombosis. Trombosis vena dapat
terjadi pada semua vena, namun yang paling sering terjadi
adalah pada vena ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang baik
vena superficial maupun vena dalam ungkai. Pada vena superficial,
vena safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam
tungkai, yang paling sering terkena adalah vena iliofemoral, popliteal
dan betis.
Trombus vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel
pada dinding vena , disepanjang bangunan tambahan seperti ekor yang
mengandung fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. “Ekor “ dapat
tumbuh membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat
terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus
tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas
dan mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru.
Fragmentasi thrombus dapat terjadi secara spontan karena bekuan
secara alamiah bisa larut, atau dapat terjadi sehubungan dengan
peningkatan tekanan vena, seperti saat berdiri tiba-tiba atau
melakukan aktifitas otot setelah lama istirahat (Margarita, 2019)
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Venography, menyuntikan zat pewarna (dye) kedalam vena-vena
untuk mencari thrombus, umumnya tidak dilakukan lagi dan telah
lebih menjadi catatan kaki sejarah.
2. D-dimer adalah tes darah yang mungkin digunakan sebagai tes
penyaringan (screening) untuk menentukan apakah ada bekuan
darah. D- dimer adalah kimia yang dihasilkan ketika bekuan darah
dalam tubuh secara berangsur-angsur larut/terurai. Tes digunakan
sebagai indikator positif atau negatif. Jika hasilnya negatif, maka
tidak ada bekuan darah. Jika tes D-dimer positif, itu tidak perlu
berarti bahwa deep vein thrombosis hadir karena banyak situasi-
situasi akan mempunyai hasil positif yang diharapkan (contohnya,
dari operasi, jatuh, atau kehamilan). Untuk sebab itu, pengujian D-
dimer harus digunakan secara selektif.
3. EKG adalah Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-
invasif yang digunakan untuk mencerminkan kondisi jantung yang
mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung. Dengan
posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar,
informasi tentang kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan
mencari pola karakteristik pada EKG
4. MRI Menentukan adanya karakteristik plag dari MS (bersama
dengan gejala klinik, penemuan ini merupakan suatu kesimpulan).
5. Impedence plethysmography
Menggunakan manset tekanan darah dan elektroda untuk menilai
aliran darah dan volume cairan tubuh.
6. Doppler Ultrasound untuk menilai kecepatan aliran darah di
pembuluh darah dan dapat mendeteksi kelainan alran darah.
(Frits R Rosendaal, Harry R Buller, 2010).

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Key N, Kasthuri R (2010) penatalaksanaan untuk DVT adalah
:
1. Penatalaksanaan Farmakologis tujuan pengobatan farmakologis
adalah:
a. Mencegah meluasnya trombosis dan timbulnya emboli paru.
b. Mengurangi morbiditas pada serangan akut.
c. Mengurangi keluhan post flebitis
d. Mengobati hipertensi pulmonal yang terjadi karena proses trombo
emboli.
Meluasnya proses trombosis dan timbulnya emboli paru dapat di
cegah dengan pemberian anti koagulan dan obat-obatan fibrinolitik.
Pada pemberian obat-obatan ini di usahakan biaya serendah mungkin
dan efek samping seminimal mungkin.Pemberian anti koagulan sangat
efektif untuk mencegah terjadinya emboli paru, obat yang biasa di pakai
adalah heparin.
Prinsip pemberian anti koagulan adalah Save dan Efektif. Save
artinya anti koagulan tidak menyebabkan perdarahan. Efektif artinya
dapat menghancurkan trombus dan mencegah timbulnya trombus baru
dan emboli.

1) Pemberian Heparin standar


Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan
dengan drips konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips
selanjutnya tergantung hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa
APTT (Activated Partial Thromboplastin Time) untuk menentukan
dosis dengan target 1,5 – 2,5 kontrol.
a) Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.
b) Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.
c) Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.
2) Pemberian Low Milecular Weight Heparin (LMWH)
Pemberian obat ini lebih di sukai dari heparin karena tidak
memerlukan pemantauan yang ketat, sayangnya harganya relatif
mahal dibandingkan heparin.
3) Pemberian Oral Anti koagulan oral.
Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Pemberian
Warfarin di mulai dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam
hari. Dosis dapat dinaikan atau di kurangi tergantung dari hasil INR
(International Normolized Ratio).
Heparin yang diberikan selama 10-12 hari dengan infus
intermitten intravena atau infus berkelanjutan dapat mencegah
berkembangnya bekuan darah dan tumbuhnya bekuan baru.Dosis
pengobatan diatur dengan memantau waktu tromboplastin partial
(PTT).Empat sampai 7 hari sebelum terapi heparin intravena
berakhir, pasien mulai diberikan antikoagulan oral.Pasien mendapat
antikoagulan oral selama 3 bulan atau lebih untuk pencegahan
jangka panjang.
Tidak seperti heparin, pada 50% pasien, terapi trombolitik,
menyebabkan bekuan mengalami dekompensasi da larut.Terapi
trombolitik diberikan dalam 3 hari pertama setelah oklusi akut,
dengan pemberian streptokinase, mokinase atau activator
plasminogen jenis jaringan.Kelebihan terapi litik adalah tetap
utuhnya katup vena dan mengurangi insidens sindrompasca flebotik
dan insufisiensi vena kronis.Namun, terapi trombolitik
mengakibatkan insidens perdarahan sekitar tiga kali lipat disbanding
heparin.PTT, waktu protrombin, hemoglobin, hematokrit, hitung
trombosit dan tingkat fibrinogen pasien harus sering dipantau.
Diperlukan observasi yang ketat untuk mendeteksi adanya
perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, dan tidak dapat
dihentikan, maka bahan trombolitik harus dihentikan.
Penataksanaan Bedah. Pembedahan trombosis vena dalam
(DVT) diperlukan bila ada kontraindikasi terapi antikoagulan atau
trombolitik, ada bahaya emboli paru yang jelas dan aliran darah vena
sangat terganggu yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen
pada ekstremitas. Trombektomi (pengangkatan trombosis)
merupakan penanganan pilihan bila diperlukan pembedahan. Filter
vena kava harus dipasang pada saat dilakukan trombektomi, untuk
menangkap emboli besar dan mencegah emboli paru.

2. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Penatalaksanaan Keperawatan. Tirah baring, peninggian
ekstremitas yang terkena, stoking elastik dan analgesik untuk mengurangi
nyeri adalah tambahan terapi DVT.Biasanya diperlukan tirah baring 5 – 7
hari setelah terjadi DVT. Waktu ini kurang lebih sama dengan waktu yang
diperlukan thrombus untuk melekat pada dinding vena, sehingga
menghindari terjadinya emboli. Ketika pasien mulai berjalan, harus
dipakai stoking elastik. Berjalan- jalan akan lebih baik daripada berdiri
atau duduk lama-lama. Latihan ditempat tidur, seperti dorsofleksi kaki
melawan papan kaki, juga dianjurkan.Kompres hangat dan lembab pada
ekstremitas yang terkena dapat mengurangi ketidaknyamanan sehubungan
dengan DVT. Analgesik ringan untuk mengontrol nyeri, sesuai resep akan
menambah rasa nyaman

8. KOMPLIKASI
Komplikasi berat dari trombosis vena dalam adalah emboli paru.
Komplikasi ini sering menyebabkan kematian pederita. Ini timbul akibat
lepasnya trombus dari tempatnya, kemudian mengikuti aliran darah kembali
ke jantung dan menyangkut di arteri pulmonalis sehingga terjadinya
penurunan mendadak aliran darah ke paru penderita (Huon H. gray dkk,
2013).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
a. Umur : Sering terjadi usia 60 tahun / usia tua
b. Jenis kelamin tidak membedakan , akan tetapi pada wanita hamildan
sehabis melahirkan rentan terjadi Trombosis vena dalam { biasanya
terjadi varises dulu }
c. Keluhan utama : hampir 50 % mengeluh nyeri pada daerah tungkai /
betis disertai pembengkakan kemerahan
d. Riwayat penyakit sekarang : perlu diperhatikan sejak kapan mulai
terjadi trombosis vena tersebu, sedang hamil apa tidak, sedang
menjalaninpengobatan keganasan /tidak
e. Riwayat penyakit terdahulu : apakah mempunyai sakit seperti : DM,
HT, penyakit jantung, keganasan, pernah emboli paru sebelumnya /
tidak, hiperkoagulane state,hiperlipidemi,sindroma cushinh,trauma,
sepsis dll.
f. Faktor keluarga :study tentang riwayat keluarga dan anak kembar
hampir 60 % merupakan faktor genetik,riwayat penyakit keluarga
seperti : DM,HT, penyakit jatung dll.
g. Faktor lingkungan : imobilisasi yg lama , duduk yang lama yg
menyebabkan gerak yg minimalmenimbulkan statis aliran darah
h. Pengalaman pembedahan : pembedahan pada ekstremitas bawah,
pembedahan jantung
i. Faktor kebiasaan lain : perokok, obesitas ,dehidrasi, dehidrasiRiwayat
penyakit sekarang.
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri lama
Imobilitas lama (contoh ; trauma orotpedik, tirah baring yang lama,
paralysis, kondisi kecacatan)
Nyeri karena aktifitas / berdiri lama Lemah / kelemahan pada kaki
yang sakit
Tanda : Kelemahan umum atau ekstremitas
b. Sirkulas
Gejala : Riwayat trombosis vena sebelumnya, adanya varise
Adanya factor pencetus lain , contoh : hipertensi (karena kehamilan),
DM, penyakit katup jantung
Tanda : Tachicardi, penurunan nadi perifer pada ekstremitas yang
sakit Varises dan atau pengerasan, gelembung / ikatan vena
(thrombus)
Warna kulit / suhu pada ekstremitas yang sakit ; pucat, dingin,
oedema, kemerahan, hangat sepanjang vena
Tanda human positif
c. Makanan / Cairan
Tanda : Turgor kulit buruk, membran mukosa kering (dehidrasi,
pencetus untuk hiperkoagulasi)
Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan vena pelvis) Oedema
pada kaki yang sakit (tergantung lokasi)
d. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Berdenyut, nyeri tekan, makin nyeri bila berdiri atau
bergerak Tanda: Melindungi ekstremitas kaki yang sakit
e. Keamanan
Gejala : Riwayat cedera langsung / tidak langsung pada ekstremitas
atau vena (contoh : fraktur, bedah ortopedik, kelahiran dengan
tekanan kepala bayi lama pada vena pelvic, terapi intra vena)
Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI)
Tanda: Demam, menggigil
j. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Penggunaan kontrasepsi / estrogen oral, adanya terapi
antikoagulan (pencetus hiperkoagulasi) Kambuh atau kurang
teratasinya episode tromboflebitik sebelumnya

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204) b.d kurang
pengetahuan tentang proses penyakit ditandai dengan trauma

b. Nyeri akut (00132) b.d agen cidera fisik ditandai dengan post
kecelakaan

c. Defisiensi pengetahuan (00126) b.d kurang sumber pengetahuan


ditandai dengan gangguan fungsi kognitif
4. INTERVENSI

a. DX 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204) b.d kurang


pengetahuan tentang proses penyakit ditandai dengan trauma

NOC NIC

Perfusi jaringan perifer (0407) Manajemen sensasi perifer


1. Edema perifer dari skala 1 (2660)
(berat) ke skala 3 (sedang) 1. Kaji skala nyeri pasien

2. Kelemahan otot dari skala 1 2. Kaji tingkat mati rasa pada luka
(berat) ke skala 3 (ringan) pasien

3. Kerusakan kulit dari skala 2 3. Berikan tirah baring, peninggian


(cukup berat) ke skala 3 (ringan) ekstremitas yang terkena

4. Tidak ada nekrosis 4. Edukasi pasien untuk menjaga


posisi tubuh ketika sedang
merubah posisi

5. Kolaborasikan dengan dokter


untuk pemberian obat analgesic
untuk mengurangi sensai nyeri
dan obat anti koagulan untuk
menjegah pembekuan darah jika
diperlukan
b. DX 2 : Nyeri akut (00132) b.d agen cidera fisik ditandai dengan
post kecelakaan

NOC NIC

kriteria hasil: Manajemen Nyeri (1400)

Tingkat nyeri (2102) 1. Lakukan pengkajian nyeri

1. Ekspresi wajah nyeri dar skala 1 secara kompherensif yang

(berat) ke skala 4 (ringan) meliputi lokasi, karakteristik,


frekuensi, dan factor pencetus
2. Keluar keringat berlebihan dar
skala 1 (berat) ke skala 4 (ringan) 2. Berikan teknik relaksasi nafas
dalam untuk mengurngi nyeri
3. Tidak bisa beristirahat dari skala
1 (berat) ke skala 4 (ringan) 3. Edukasi pasien jika nyeri
tiba-tiba timbul lakukan
relaksasi nafas dalam

4. Kolaborasikan dengan dokter


untuk pemberian analgesik
jika diperlukan
c. DX 3 : Defisiensi pengetahuan (00126) b.d kurang sumber
pengetahuan ditandai dengan gangguan fungsi kognitif

NOC NIC

Kriteria hasil : Peningkatan Kesadaran


Pengetahuan : pencegahan Kesehatan (5515)
thrombus (1865) 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
1. Mampu mengetahui tanda gejala dan keluarga mengenai
thrombus dari skala 1 (tidak ada pengobatan thrombus
pengetahuan) ke skala 4
2. Berikan informasi tentang
(pengetahuan banyak)
thrombus vena perifer meliputi
2. Mampu mebatasi aktivitas etiologi, manifestasi klinis,
berisiko tinggi dari skala 1 (tidak patofisiologi dan penatalksanaan
ada pengetahuan) ke skala 4
3. Edukasi pasiendan klien untuk
(pengetahuan banyak)
mengajukkan pertanyaan
3. Mampu mengetahui factor yang mengenai hal yang belum
menyebabkan risiko stastis vena dimengerti
dari skala 1 (tidak ada
4. Evaluasi pemahaman pasien dan
pengetahuan) ke skala 4
keluarga mengenai informas yang
(pengetahuan banyak)
telah diberikan
Caldeira D, Rodrigues FB, dkk. Non-vitamin K antagonist oral anticoagulants and
major bleeding-related fatality in patients with atrial fibrillation and
venous thromboembolism: a systemic review and meta-analysis. Heart
2015; 101: 1204-1211.

Frits R Rosendaal, Harry R Buller, Venous thrombosis. In: Dan L Longo, editor.
Horrison’s hematology and oncology. New York: Mc-Grow Hill
Company; 2010.p.246-53

Huon H. Gray, Keith D. Dawkins, John M. Morgan, IAIN A. Simpson. 2013,


Kardiologi. Jakarta: Erlangga

N. Margarita Rehatta, Elizeus Hanindito, Aida R. Tantri. 2019. Anestesiologi dan


Terapi Intensif: Buku Teks Kati-Perdatin. Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai