Anda di halaman 1dari 4

Seloto, Benteng Terakhir di Sumbawa, Saksi Perjuangan "Lalu Unru" Menentang

Belanda

Peta Perang Kemutar Telu. Dok. Swartz 1908

Desa Seloto terletak sekitar 10 Km dari pusat Kota Taliwang sebagai Ibu Kota Wilayah Kesultanan
Sumbawa Kedatuan Taliwang sebelum jatuh di tangan pemerintahan Kolonial Belanda 1930. Di Seloto,
sebuah perkampungan masyarakat yang awalnya dihuni oleh keturunan bangsawan Kedatuan Taliwang
dan juga para pejuang Kemutar Telu yang enggan berkompromi dengan penjajah Belanda.

Seloto adalah benteng alam tempat persembunyian para pejuang tanah "Kemutar Telu." Dari sanalah
para pejuang merancang perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Kelompok masyarakat ini terbentuk di bagian timur Lebo atau danau besar yang menghubungkan antara
wilayah Taliwang, Meraran, Air Suning, Seran, Seteluk dan Seloto. Diperkirakan orang-orang "Kemutar
Telu" mulai mendiami wilayah Seloto sejak 10 generasi yang lalu yang tidak terpisahkan dari perangkat
adat Kedatuan Taliwang.

Desa terpencil dan tersembunyi itu, dikelilingi oleh gugusan pegunungan sehingga sulit sekali penjajah
Belanda dan antek-antek Belanda untuk mengesan keberadaan dan aktivitas masyarakat di situ. Seloto
termasuk daerah yang subur, suhu udaranya yang sejuk, dari tiap gunung terpancar mata air yang
mengalir bak sungai kecil yang jernih, di dalamnya banyak ikan, kepiting dan udang.

Sungai kecil yang oleh masyarakat setempat disebut "erat" bermuara ke sungai utama yang melewati
pinggir desa Seloto. Sebuah desa yang asri, dengan suasana kehidupan masyarakat yang solid memegang
teguh adat istiadatdan syariat Islam. Pada umumnya, masyarakat Seloto bekerja sebagai petani.

Latar belakang nama Seloto


Karena lokasi perkampungan itu hanya satu, maka diberilah nama "Seloto" yang diambil dari kata "se"
artinya satu, dan "loto" yang artinya beras. Jadi secara harfiah, Seloto bermasud sebiji atau sebutir beras,
merupakan terminologi yang memberi maksud satu desa atau satu kelompok masyarakat yang mendiami
wilayah terpencil tanpa ada hubungan transportasi khusus ke daerah lain secara komersial.

Di zaman kolonial, para pejuang banyak bersembunyi di Seloto dan dari sana sekaligus menyusun strategi
perlawanan terhadap penjajah yang menguasai wilayah yang Kemutar Telu. Sejak awal, karakter
masyarakat Seloto adalah berpegang teguh dengan perinsip dan tidak mudah terpengaruh dan
berkompromi dengan penguasa dan penjajah yang zalim.

Salah satu tokoh sentral atau pejuang di Seloto adalah Papun Ja'far. Beliaulah yang mengetuai
perjuangan masyarakat setempat dalam melawan Belanda ketika bangsa kolonial itu dapat mengesan
keberadaan masyarakat Seloto yang terkenal enggan mematuhi kehendak Belanda dan penguasa
setempat yang tidak sesuai dengan syariat agama dan adat istidat yang dianuti oleh masyarakat Seloto.

Di awal terbentuknya masyarakat Seloto,desa itu bisa dikatakan tidak memiliki akses kendaraan. Hal
tersebut disengaja supaya pihak luar tidak mudah mengesannya. Untuk pergi ke Seloto, hanya bisa
menelusuri jalan setapak dengan menunggang kuda. Akses hubungan antara pejuang di Seloto dan
pejuang dari luar Seloto hanya dengan mengendarai kuda-kuda perang yang hebat.

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa situasi seperti ini disengaja supaya Belanda tidak menemukan
keberadaan masyarakat Seloto. Dalam waktu yang cukup lama, akhirnya Belanda dapat menemukan
keberadaan Seloto lewat mata-mata yang tertangkap dan dipaksa berbicara oleh Belanda.

Papun Ja'far, pejuang dari Seloto

Dalam cerita para sepuh Seloto yang saya peroleh tahun 1980 silam, ternyata di Seloto ada seorang
pejuang bernama Papun Ja'far. Beliau merupakan lelaki yang tangguh menunggang kuda dan sangat
pemberani. Papun Ja'far dipercayai memiliki ilmu bertarung dan memainkan senjata seperti tombak dan
pedang yang sangat hebat.

Oleh karena itu, musuh atau orang asing yang datang ke wilayah tersebut akan dicegat di jalan setapak
seperti "tengkal," yang posisinya persis di ujung utara Olat Jaleka.
Aksi Lalu Unru dan Papun Ja'far telah mengganggu rencana Belanda dalam upaya menguasai wilayah
Kemutar Telu. Oleh karena itu, Lalu Unru dan Papun Ja'far menjadi buruan serdadu Belanda. Oleh mata-
mata Belanda, diketahuilah lokasi persembunyian Lalu Unru dan prajurit perangnya yaitu di Seloto.

Maka suatu saat pasukan Belanda datang ke Seloto untuk menangkap Lalu Unru dan menghabisi prajurit-
prajuritnya. Namun Lalu Unru dan Papun Ja'far tak gentar sama sekali. Seperti strategi perang yang telah
mereka atur, serdadu Belanda yang juga dibantu oleh pribumi yang mendukung Belanda dicegat dan
dipancing ke Selak Tepek yaitu area terbuka yang sempit antara Olat Jaleka dan Olat Purang Bai. Maka
terjadilah perang yang dahsyat antara pasukan Belanda dan pasukan Lalu Unru yang bergabung dengan
pasukan Papun Ja'far.

Pertempuran tersebut terjadi di "Selak Tepek" yaitu area persawahan antara Olat Purang Bai dan Olat
Jaleka sehingga penjajah tidak bisa mengesan keberadaan sebenar letak area perkampungan Desa Seloto
yang menjorok kearah utara dari lokasi perang.

Dari informasi itu, diketahui bahwa Lalu Unru tewas oleh timah panas yang menembusi tubuh Lalu Unru.
Kuda perang yang ditunggangi Lalu Unru juga tertembak dan tersungkur bersama tuannya. Selain Lalu
Unru, banyak juga para prajurit pejuang yang tewas ketika itu baik prajurit Papun Ja'far maupun prajurit
Lalu Unru.

Dari cerita yang terhimpun, jenazah Lalu Unru dimakamkan di Sampar Olat Jaleka bersama kuda
tunggangannya. Semua peralatan perang baik yang dipakai Lalu Unru maupun yang ada pada kuda
perangnya, yang terbuat dari emas dan tembaga murni juga dimasukkan ke dalam liang yang dalam. Agar
aman, para prajurit menutup kuburan tersebut dengan batu besar, selain untuk mengelabui penjajah
akan keberadaan kuburan tersebut.

Para prajurit Lalu Unru dan Raden Jaleka yang gugur dalam pertempuran tersebut dimakamkan secara
terpisah yaitu di "Olat Purang Bai,"sebuah gunung kecil yang berada di tengah-tengah area persawahan
sekitar dua kilo meter dari Olat Jaleka. Hal ini juga supaya makam Lalu Unru tidak mudah dikesan oleh
orang-orang yang memiliki kepentingan dan niat yang tidak baik seperti aktivitas komersial dan juga
pemujaan yang berbau khurafat.
Lalu Unru sangat dihormati oleh masyarakat Seloto, terutama oleh prajurit Papun Ja'far. Orang Seloto
juga memanggil Lalu Unru dengan sebutan "Raden" yang bermaksud orang yang dihargai dan dipanuti.
Karena di "Sampar Jaleka" telah dimakamkan jasad Lalu Unru, maka puncak gunung itu disebut dengan
"Puncak Raden Jaleka," dan gunungnya disebut dengan Olat Raden Jaleka.

Lalu Unru merupakan tokoh sentral dan pejuang hebat menentang penjajah Belanda di Pulau Sumbawa.
Sangat direkomendasikan supaya Lalu Unru mendapat penghargaan yang layak dari Pemerintah
Indonesia dengan mengesahkannya sebagai Pahlawan Tanah Sumbawa. Hal ini sangat penting supaya
masyarakat menghargai jasa para pejuang Tanah Sumbawa dan sekaligus dapat menjiwai semangat
patriotismeLalu Unru dan juga para pejuang lain di Tanah Sumbawa.(*)

Tulisan ini dikembangkan dari catatan asal yang penulis susun pada tahun 2000 di Universitas Kebangsan
Malaysia (UKM).

https://www.kompasiana.com/thsalengke/5a1576b4ca269b09e849a0e2/seloto-benteng-terakhir-
perjuangan-lalu-unru-menentang-belanda?page=3

Anda mungkin juga menyukai