Anda di halaman 1dari 7

Makam-Makam Para Sultan di Kerajaan Gowa-Tallo

Moch Fajar Ramadhan, NIM: 200732637608


Email: moch.fajar.2007327@students.um.ac.id, Alamat: Kota Malang
Abstrak
Trade and Shipping is a maritime activity that happened long ago, from trade and
shipping to the entry of foreign cultures that existed, in Sulawesi itself Islamic culture entered
through trade and shipping routes, then Islam spread to Sulawesi areas starting from South
Sulawesi, which is the starting place. From the arrival of Islamic culture, Islam was well
received in Sulawesi which was then acculturated with the original culture in Sulawesi, namely
maritime culture. The spread of Islam in Sulawesi was carried out first by approaching the kings
in Sulawesi who later changed the title to Sultan and spread Islam to the people in his kingdom.
Cultural acculturation also occurs in tombs that can be traced by looking at the attributes of the
tomb, as well as the characteristics of the tombs of the sultans in Sulawesi.
Perdagangan dan Pelayaran merupakan aktivitas maritim yang terjadi dahulu sekali, dari
perdagangan dan pelayaran masuknya kebudayaan asing yang ada, pada sulawesi sendiri budaya
islam masuk melalui jalur perdagangan dan pelayaran, kemudian agama islam menyebar ke
daerah-daerah sulawesi yang dimulai dari sulawesi selatan yaitu tempat awal dari kedatangan
budaya islam, agama islam diterima dengan baik di sulawesi yang kemudian berakulturasi
dengan kebudayaan asli di sulawesi yaitu budaya maritim. Penyebaran agama islam di sulawesi
dilakukan pertama dengan pendekatan pada raja-raja yang ada di sulawesi yang kemudian
berganti gelar menjadi sultan dan menyebarkan agama islam ke rakyat di kerajaannya.
Akulturasi budaya juga terjadi pada makam yang dapat ditelusuri dengan melihat atribut dari
makam tersebut, serta ciri khas dari makam para sultan di sulawesi.

Kata Kunci
Makam Sultan Sulawesi, Ciri Khas Makam Islam di Sulawesi, Kepurbakalaan Makam Sulawesi

Pendahuluan
Kedatangan dari bangsa melayu ke tanah sulawesi memberikan pengaruh yang cukup
masif pada perkembangan kerajaan Gowa-Tallo, Orang melayu berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi, keagamaan dan pelayaran, dalam pelayaran sendiri tumbuh dengan
menghubungkan ke daerah-daerah lain di nusantara, Kerajaan Gowa-Tallo yang semula
berorientasi ke sistem agraris kemudian berpindah ke sistem maritim yang ditandai dengan
diangkatnya orang melayu menjadi pejabat syahbandar. Selain itu pemindahan ibukota dari
kalegowa ke somba opu yang merupakan daerah pesisir juga menunjukkan adanya pergerakan
dari kerajaan gowa-tallo menuju kemaritiman.
Selain orang melayu yang berperan dalam bidang pelayaran, orang jawa juga memiliki
peran dalam menybarkan agama islam di tanah sulawesi, hal ini ditandai dengan koloni
pedagang muslim dari gresik yang bermukim di dekat sungai jeneberang yang kemudian dikenal
sebagai sungai garrasik.
Jejak Islam di kerajaan Gowa-Tallo terekam dalam peninggalan sejarah yang berbentuk
artefaktual yang salah satunya berupa makam, Keberadaan dari makam-makam isalm di periode
kerajaan Gowa-Tallo menyimpan banyak rekaman sejarah seperti tokoh dari makam tersebut,
refleksi keragaman budaya, bentuk dari akulturasi budaya dan toleransi kehidupan keagamaan
yang berbaur dengan budaya maritim.

Metode Penelitian
Pada Artikel kali ini, penulis menggunakan metode penelitian berupa Metode Korelasional dan
Deskriptif, penulis akan menghubungkan kemiripan dari Makam-makam yang ada di sulawesi
dengan makam yang ada di daerah lain nusantara, dan menjelaskan secara objektif dan mendetail
dari makam-makam di sulawesi.

Temuan
Pada awalnya kerajaan gowa-tallo tidak memeluk agama islam, pada kerajaan gowa
sendiri terdapat sembilan komunitas yang disebut sebagai sembilan bendera atau bate salapang,
sembilan komunitas tersebut ialah Bisei, Kalili, Sero, Data, Agangjene, Parang-parang, Saumata,
Lakiung dan Tambolo. Dengan berbagai macam cara yang dilakukan dari perdamaian hingga
pemaksaan sembilan komunitas ini membentuk kesatuan dibawah kerajaan gowa pada abad ke-
14. Pada masa itu raja dari kerajaa gowa masih menganut kepercayaan animisme.
Kerajaan Tallo sendiri terbentuk setelah perang saudara antara Tonangtaka lopi, batara
gowa dan Karaeng Loe ri Sero yang saling berebut tahta kerajaan gowa, setelah batara gowa
menang dalam perang saudara, Karaeng Loe ri Sero turun ke muara tallo dan disana membentuk
kerajaan Tallo. Selama bertahun-tahun 2 keraajan ini tidak pernah akur satu sama lain, namun
pada masa raja Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna dari kerajaa gowa membentuk
perjanjian dengan raja tallo “dua raja tetapi satu rakyat” pada tahun 1565. Perjanjian tersebut
bermaksud bahwa 2 kerajaan tersebut tidak boleh menyerang satu sama lain. Setelah kerajaan
gowa dan tallo bersatu dan membentuk kerajaan makassar, sistem pemerintahan dibagi menjadi
raja yang dipilih dari gowa dan perdana menteri dari tallo.
Syiar agama islam pertama kali masuk pada abad ke-16 yang dibawa oleh penyebar dari
tanah minangkabau, bernama Datu Ri Bandang, raja sulawesi yang pertama kali memeluk agama
sekaligus menerimanya yaitu raja tallo bernama I Malingkang Daeng Manyori pada 22
September 1605, setelah memeluk agama islam ia memiliki gelar sultan dengan nama Abdullah
Awwalul Islam, di lain sisi raja gowa ke-16 I Mangarangi Daeng Manrabia juga memeluk agama
islam dengan gelar sultan abdullah.
Setelah islam diterima oleh kerajaan gowa-tallo penyebaran agama islam menyebar
dengan cepat seiring dengan perkembangan aktivitas maritim di kerajaan tersebut, hal ini
dikarenakan runtuhnya kerajaan malaka pada tahun 1511 yang berakhir dengan makassar tampil
sebagai raksasa maritim daerah timur nusantara. Posisi strategis sebagai pelabuhan transit yang
menhubungkan rempah-rempah dari maluku, banyak pedagang dari belahan dunia seperti
portugis, tiongkok, india, arab, inggris yang datang ke wilayah makassar. Puncaknya pada akhir
abad ke-16 hingga awal abad ke-17 makassar menjadi pusat dari perniagaan beberapa negara
eropa dan tiongkok. Bahkan pada masa pemerintahan Tunipalangga Ulaweng Raja Gowa ke X
(1546-1565 M) Pedagang portugis telah menjalin kerja sama dengan makassar dan mendirikan
perwakilan dagangnya disana.

Analisis
Makam dari kerajaan gowa dan tallo sendiri pertama kali bercorak seperti agama
animisme dan hindu-budha sebelum masuknya agama islam, agama islam masuk sebagai agama
dan kebudayaan di daerah sulawesi, mengajarkan norma-norma yang ada di agama islam dan
menyambut kebudayaan dari islam secara baik. Makam juga termasuk dengan kebudayaan islam,
namun perbedaan dari makam-makam yang ada di daerah lainnya nusantara dengan makam
sulawesi ialah makam tersebut berakulturasi dengan kebudayaan maritim atau budaya lokal
dengan budaya islam.
Makam para sultan kerajaan tallo sendiri berada di jalan sultan abdullah raya, kelurahan
tallo, kecamatan tallo atau jika di ukur dari kota makassar berada di 8km sebelah utara, makam-
makam tersebut dulunya ialah bukit kecil yang terletak di tepi sungai dan tepi laut dan sebagian
sudah menjadi kawasan pemukiman penduduk. Masuk ke kawasan makam tersebut terdapat 81
buah makam yang sebagian sudah dalam keadaan rusak dan sebagian lagi dalam keadaan utuh.
Kompleks dari makam tersebut ialah kumpulan dari keluarga kerajaan dan raja tallo itu sendiri.
Raja tallo yang dimakamkan disana ialah Raja tallo ke-7 (1598-1641), raja tallo ke-9, raja tallo
ke-12 (1770-1778), raja tallo ke-13 dan raja tallo ke-15. Kompleks makam ini sendiri dibangun
sekitar abad ke-17 Masehi sampai abad ke-19. Pada tahun 1974-1975 dan 1981-1982, kompleks
makam ini dipugar oleh pemerintah, melalui ditjen kebudayaan, departemen pendidikan dan
kebudayaan dan direktorat perlindungan dan pembinaan peninggalan sejarah.
Tujuan dilakukan pemugaran ini ialah agar bangunan makam tersebut dapat menjadi
objek wisata dan budaya serta secara fisik dapat kembali ke bentuk semula. Saat ini kompleks
dari makam tersebut sudah tertata rapi dan asri.
Ciri khas dari makam di kerajaan tallo ialah bangunan makam tersebut lebih mirip
dengan candi dengan dibuat dari batu cadas dan batu bara yang direkatkan satu sama lain.
Ornamen yang digunakan di makam ini dibagi menjadi 3 tipe dari 78 makam yaitu: tipe papan
batu, tipe kubah dan tipe susun timbun. Tipe susun timbun juga dapat disebut sebagai jiret semu
yang ciri makam tersebut dapat banyak dijumpai di daerah sulawesi selatan dan umumnya jenis
dari makam jiret semu ini untuk raja, pembesar istana dan para pejabat raja.
Adapun ornamen lain yang digunakan pada makam ini meliputi medalion, panel, tumpal,
piring keramik pada panel hias, kaligrafi dan tumbuhan, daun yang disitilir. Adapun nama-nama
makam dari raja tallo yang masih dapat diidentifikasi yaitu:
1. Sultan Mudafar (Raja Tallo ke-7)
2. Sultan Abd. Kadir (Raja Tallo ke-9)
3. Sultan Syaifuddin (Raja Tallo ke-12)
4. Sultana Sitti Saleha (Raja Tallo ke-13)
5. Sultan Muh Zainal Abidin (Raja Tallo ke-15)

(Sumber: http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2016021000126/kompleks-
makam-raja-tallo)
Sedangkan pada makam kerajaan gowa sendiri terletak di jalan pallantikang, kelurahan
katangka, kecamatan somba opu, kabupaten gowa yang berada di puncak bukit tamalate. Jika di
ukur dari kota makassar, kompleks makam ini berjarak sekitar 3,3 km. Kompleks makam ini
biasa disebut sebagai kompleks makam sultan hasanuddin, dinamakan sebagai kompleks makam
sultan hasanuddin karena puncak kejayaan dari kerajaan gowa tallo berada di tangan sultan
hasanuddin di tahun 1653-1669, hal ini karena pada masanya berhasil memajukan sistem
pendidikan dan kebudayaan di kerajaan gowa tallo, selain itu sultan hasanuddin juga bergelar
pahlawan nasional. Pada masanya Sultan hasanuddin menentang keras kehadiran dari kongsi
dagang VOC yang banyak menguasai kerajaan kecil di sulawesi, sosok sultan hasanuddin
disebut oleh VOC sebagai ayam jantan dari timur yang tidak mudah terpengaruh oleh pihak
asing. Pada masanya kerajaan gowa tallo menjadi pusat perdagangan di bagian timur, hal ini juga
terpengaruh oleh kebudayaan disana yang berafiliasi terhadap budaya maritim termasuk juga dari
budaya makam di sulawesi.
Pada kompleks makam sultan hasanuddin sendiri saat ini dikelola oleh Badan Pelestarian
Cagar Budaya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kompleks makam ini seluas 12.666 m2,
yang ditempati oleh 21 makam, 7 dari 21 makam tersebut merupakan raja gowa. Ciri khas dari
kompleks makam ini dapat dibagi menjadi 3 tipe makam yaitu: Makam berkubah, Makam
berupa jirat atau kijing dan makam punden berundak. Ornamen dari makam tersebut memiliki
ciri khas budaya islam.
Pada tahun 1952, kompleks makam tersebut pada 2 makam tertua diantaranya dipugar yang
mengubah posisi orientasi makam dari semula berorientasi ke arah timur barat menjadi orientasi
ke arah utara selatan, serta ditambahkan cungkup berbentuk kubah ke raja makam gowa ke-11.
Nama-nama dari kompleks makam sultan hasanuddin sendiri ialah:
1. I Tajiibang Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta (Raja Gowa ke-11)
2. Karaeng I Mallingkari Daeng Manjori Karaeng Katangka Sultan Abdullah Awalul Islam
Tumenanga Riagamana Raja Tallo (Raja Gowa ke-13)
3. I Mangngarangi Daeng Manrabbia, Karaeng Lakiung Sultan Alauddin tumenangna ri
Gaukanna. (Raja Gowa ke-14)
4. I Mannungtungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiung Sultan Malikussaid
Tumenanga Ri Papanbatuna (Raja Gowa ke-15)
5. I Mallombasi Daeng Mattawang Muhammad Baqir karaeng Bontomangape sultan
Hasanuddin tumenanga ri Balla Pangkana. (Raja Gowa ke-16) (Dikenal sebagai Sultan
Hasanuddin)
6. I Mappasomba Daeng Nguraga Karaeng Lakiung Sultan Amir Hamzah Tumammalianga
ri Allu. (Raja Gowa ke-17)
7. I Mappaosang Daeng Mangngewai Karaeng Bisei Sultan Muhammad Ali Tumenanga ri
Jakattara. (Raja Gowa ke-18)
8. Sombangta Imappadulung Daeng Mattimung Karaeng sanrobone sultan Abdul Djalil
Tumenanga Rilakiung. (Raja Gowa ke-19)

(Sumber: https://www.viva.co.id/gaya-hidup/travel/956754-ziarah-makam-para-raja-raja-gowa)
Pada makam sultan hasanuddin sendiri memiliki bentuk betingkat dengan dua kayu nisan yang
berada di atas makamnya. Pada bagian makam sendiri ada tulisan yang menandakan tanggal
kelahiran dan tanggal wafatnya sultan hasanuddin yaitu tanggal 12 Juni 1670.

Diskusi
Corak dari makam-makam yang berada di daerah sulawesi, memiliki ciri khas yaitu kebudayaan
maritim yang pada masanya kerajaan gowa tallo berorientasi ke pusat pelayaran dan pedagangan.
Selain itu makam-makam tersebut memiliki kesamaan dengan makam yang ada di daerah jawa
dan sumatera, hal ini dapat dipahami mengingat pembawa agama islam di tanah sulawesi ialah
orang dari jawa dan sumater, pada jawa sendiri masyarakat yang menyebarkannya berasal dari
daerah kota gresik dan di daerah sulawesi dinamai menjadi kampung garassik.
Pada masa penyebaran agama islam di tanah sulawesi, prosesnya ialah melalui raja-raja di daerah
tersebut yang kemudian raja tersebut menyebarkannya ke masyarakat kerajaan tersebut dan cara
ini memang berhasil dan di tahun kedua sejak penyebaran agama islam melalui raja-raja
sulawesi. Masyarakat disana sudah memeluk agama islam.
Pada masa sekarang, makam-makam tersebut menjadi objek pariwisata yang ada di daerah
sulawesi dan juga menjadi objek penelitian, hal ini karena masih ada sebagian makam yang
belum dapat teridentifikasi dengan baik dan hanya sebagian kecil saja yang dapat diidentifikasi.
Kompleks makam kerajaan gowa dan tallo merupakan hasil dari akulturasi yang dipadukan
dengan banyak kebudayaan seperti budaya islam, budaya aceh, budaya maritim sulawesi, budaya
tradisional dan budaya jawa. Hal ini juga menandakan bahwa masyarakat yang ada di sulawesi
memiliki sifat keterbukaan dalam memahami suatu kebudayaan asing dan memiliki nilai plus
dengan kemajuan di bidang kemaritiman.

Simpulan
Makam-Makam islam yang berupa peninggalan dari kerajaan Gowa-Tallo merupakan
artefak budaya yang mencerminkan aktivitas kebudayaan yang terjadi di masa lalu, Kerajaan
Gowa-Tallo yang semula berorientasi ke bidang agraris kemudian berubah ke bidang maritim
berkat kedatangan orang melayu dan kedatangan dari orang jawa juga menyebarkan agama islam
di tanah sulawesi. Salah satu kebudayaan yang ada di sulawesi yang dapat diteliti secara detail
yaitu makam, Kajian tipologi dan analisis sejarah pada kompleks makam sultan kerajaan Gowa-
Tallo memperlihatkan adanya jejak kemaritiman pada makam-makam tersebut, seperti
keberadaan nisan tipe aceh, nisan tipe demak yang berkembang di jawa dan sumatra.
Daftar Rujukan
Mulyadi, Y. 2017. Jejak Budaya Kemaritiman Pada Makam-Makam Islam di Sulawesi Selatan.
(Online),(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsulsel/wpcontent/uploads/sites/
32/2017/12/Jejak-Budaya-Kemaritiman-pada-Makam-Makam-Islam-di-Sulawesi
Selatan.compressed.pdf), diakses 6 Desember 2021.
Rosmawati. 2013. Perkembangan Tamadun Islam di Sulawesi Selatan, Indonesia: dari Perspektif
Arkeologi dan Sejarah. Disertasi Doktor, University Sains Malaysia.
Hendri F.Isnaeni. 2017. Perkembangan Islam di Sulawesi Selatan.(Online),
(https://historia.id/agama/articles/perkembangan-islam-di-sulawesi-selatan-P9j5m)
diakses 6 Desember 2021
Dengtawang. 2012. Makassar dari Masa ke Masa. (Online),(
https://daenggassing.wordpress.com/2012/06/11/makassar-dari-masa-ke-masa/), diakses
6 Desember 2021.
Bahrir, Samsir. 2009. Perbandingan Bentuk dan Ragam Hias Nisan Makam Islam pada Wilayah
Pesisir dan Wilayah Pedalaman di Sulawesi Selatan. (Online),(
http://digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/
ZjQ3NWE5OGZhNDI0MjEwZmEyMDUyYzcwZDBhZDhjNGU3MjE2MWE2NQ==.p
df), diakses 6 Desember 2021.
Lestari, Widya Ningsih. 2021. Sejarah Awal Kerajaan Gowa-Tallo. (Online)
(https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/27/155418879/sejarah-awal-kerajaan-
gowa-tallo?page=all), diakses 8 Desember 2021.
CNN Indonesia. 2021. Sejarah Kerajaan Gowa Tallo dan Jejak Peninggalannya. (Online).
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210602104709-31-649361/sejarah-kerajaan-
gowa-tallo-dan-jejak-peninggalannya), diakses 8 Desember 2021.
Iman Mustafa. 2018. Ziarah makam raja-raja Tallo dan Gowa. (Online).
(https://lokadata.id/artikel/ziarah-makam-raja-raja-tallo-dan-gowa), diakses 9 Desember
2021.

Anda mungkin juga menyukai