BIDANG KEGIATAN
Diusulkan oleh :
Menyetujui,
Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum, Ketua Pelaksana Kegiatan,
ABSTRAK
ABSTRACT
Bullying forms of aggression, ridicule, insults, and threats are often provocations that can lead
to aggression. Bullying behavior in schools is shown by the child's opposition to school rules,
towards teachers, acts of violence against school friends, acts of destruction and other bullying
behaviors. Bullying behavior that is not addressed early is increasing in the years to come. Many
students who show positive development despite being intimidated by their peers are called
"resilient" or resilient. Another impact is that there are some students who are asked to be
transferred to other schools because they are often disturbed. Schools need to act decisively to
be able to condition the school environment into a pleasant place for children to learn and not
like being "imprisoned" in a binding regulation.
A. Latar Belakang
Bullying yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok terhadap seseorang yang
lemah dan sering terjadi secara berulang kali, kejadian yang terjadi berulang kali akan
menimbulkan respon atau reaksi bagi perkembangan psikologis anak tersebut. Bullying memiliki
efek negatif jangka panjang pada pelaku, korban, dan korban yang beralih ke intimidasi sebagai
strategi penanggulangan. Individu yang mengalami intimidasi pada masa kanak-kanak cenderung
memiliki gangguan,kesehatan mental, kecemasan, depresi, gangguan perilaku dan penggunaan
zat terlarang. Fenomena kekerasan disekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia
semakin banyak bermunculan, kekerasan-kekerasan yang dilakukan siswa yang berlangsung
secara sistematis mengatakan bahwa Bullying adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di
sebagian besar sekolah, korban intimidasi atau bullying memiliki dampak negatif yaitu terkait
kesehatan mentalnya.
Dampak yang lainnya adalah ada beberapa siswa yang diminta untuk dipindahkan ke
sekolah lain karena sering diganggu. Sekolah perlu bertindak tegas untuk bisa mengkondisikan
lingkungan sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan
seperti “terpenjara” dalam peraturan yang mengikat. Penanganan perilaku bullying
membutuhkan banyak waktu dan pengawasan sehingga pada beberapa kasus perlu ditangani
dengan cara multidisiplin. Standar maksimal seorang anak dapat dipidana harus ditingkatkan dan
sangat penting apabila standar tersebut mendekati batasan usia yang tertuang dalam Konvensi
Hak Anak yaitu 18 tahun. Perlindungan hukum terhadap anak merupakan suatu upaya untuk
menciptakan kondisi di mana anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. UU Perlindungan
Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada anak korban kekerasan
(bullying) untuk menuntut ganti rugi materil/immateril terhadap pelaku kekerasan. Dengan
demikian terhadap anak pelaku bullying dapat dikenakan Pasal 54 jo. Pasal 9 ayat (1a) apabila
melakukan bullying. Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka
menurut UU Perlindungan Anak, tindakan bullying merupakan tindak pidana.
Kasus AY, remaja putri berusia 14 tahun yang dikeroyok remaja putri lainnya, banyak
pihak meminta agar pelaku segera dihukum. Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah
(KPPAD) sempat menyatakan akan mengusahakan kasus ini agar tidak diselesaikan lewat jalur
hukum, sebab pelaku dan korban masih berada di bawah umur. Hukuman pidana, menurut
mereka, akan menghapus hak masa depan para pelaku. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menyebut diversi sebagai upaya pengalihan
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Konsep diversi ini berlandas pada hukum restoratif. Anak sebagai pelaku didorong memahami
dan bertanggung jawab atas kesalahan dan hasil dari tindakan mereka. Pada pasal 7 ayat 2 UU
SPPA, disebutkan bahwa diversi dapat diusahakan pada tindak pidana dengan ancaman penjara
di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana tanggung jawab pidana anak sebagai pelaku bullying?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban bullying?
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dengan adanya penelitian hukum ini, diharapkan dapat memberikan masukan untuk
tercapainya penegakan hukum terkait bentuk tanggungjawab hukum terhadap pelaku
bullying yang dilakukan oleh anak dibawah umur
2. Hasil penelitian hukum ini dapat dijadikan pendoman ataupun bahan masukan dibidang
hukum berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui bentuk
tanggungjawab hukum terhadap pelaku bullying yang dilakukan oleh anak dibawah
umur, dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap korban bullying.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dalam artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu
suatu penelitian untuk mengkaji ketentuan hukum positif dalam rangka menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi.
B. Pendekatan Masalah
Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan metode inventarisasi dan kategoriasi,
sedangkan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan studi kepustakaan.
Setelah bahan hukum dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis rumusan masalah yang
ada menggunakan bahan hukum primer dan menggabungkan pengertian-pengertian, asas-asas
hukum, dasar-dasar hukum yang terdapat pada bahan hukum sekunder. Setelah rumusan masalah
tersebut dibahas dalam bab pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan tersebut
PEMBAHASAN
a. Bullying fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi,
memalak, melempar dengan barang, serta menghukum dengan berlari keliling lapangan atau
push up.
Bullying verbal, terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki,
menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyebar
gosip dan menyebar fitnah.
c. Bullying mental atau psikologis, merupakan jenis bullying paling berbahaya karena bullying
bentuk ini langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak tertangkap mata atau
pendengaran, seperti memandang sinis, meneror lewat pesan atau sms, mempermalukan, dan
mencibir.2
1
Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA: Naskah Kognitif
tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01,
September. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. hal. 50
2
Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Korban Kekerasan di
Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, hal.232
sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp 72 juta Pasal 54 UU 35/2014 juga mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat
perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan
dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak
lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada
anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga
memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk
menuntut ganti rugi materil/immateril terhadap pelaku kekerasan Hal ini diatur dalam Pasal 71D
ayat (1) Jo Pasal 59 ayat (2) huruf i UU 35/2014 sebagai berikut:
Pasal 71D ayat (1) UU 35/2014:
Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf
b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa
hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari perspektif UU Perlindungan
Anak, kekerasan (bullying) terhadap anak memiliki dua aspek baik pidana maupun perdata.
Peran Serta Sekolah, Keluarga, Pemerintah, dan Penegak hukum bila ditinjau dari UU
35/2014
3
Dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (perdata), sebaiknya menunggu putusan pidana terhadap
pelaku bullying berkekuatan hukum tetap, agar pembuktian untuk menuntut ganti rugi menjadi mudah.
Pada prinsipnya, seluruh elemen masyarakat baik Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali, berkewajiban dan bertanggung jawab
memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Terkait dengan pihak-pihak, peran dan tanggungjawab masing-masing dalam
upaya memberikan perlindungan terhadap anak dapat dilihat dalam beberapa pasal yang ada di
dalam UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
1. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Negara dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memenuhi, melindungi,
dan menghormati Hak Anak, berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak, berkewajiban dan
bertanggung jawab memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya
manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak, menjamin perlindungan, pemeliharaan,
dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak, serta mengawasi
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2. Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat
Kewajiban masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak. Pasal 72 UU 35/2014 menambahkan peran serta
masyarakat, media massa, dan pelaku usaha dalam perlindungan anak sebagai berikut:
a. Peran masyarakat (baik orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga
kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan), dilakukan
dengan cara: memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai Hak
Anak dan peraturan perundang-undangan tentang Anak; memberikan masukan dalam
perumusan kebijakan yang terkait Perlindungan Anak; melaporkan kepada pihak
berwenang jika terjadi pelanggaran Hak Anak; berperan aktif dalam proses
rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Anak; melakukan pemantauan, pengawasan
dan ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh
kembang Anak; berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif terhadap
Anak korban; dan memberikan ruang kepada Anak untuk dapat berpartisipasi dan
menyampaikan pendapat.
b. Peran media massa dilakukan melalui: penyebarluasan informasi dan materi edukasi
yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak
dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak.
c. Peran dunia usaha dilakukan melalui: kebijakan perusahaan yang berperspektif
Anak; produk yang ditujukan untuk Anak harus aman bagi Anak; berkontribusi dalam
pemenuhan Hak Anak melalui tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua
Kewajibannya yaitu mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah
terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman
nilai budi pekerti pada Anak.
Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab
tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung
jawabnya dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua pihak baik keluarga,
masyarakat hingga pemerintah memegang peran dan tanggung jawabnya masing-masing guna
memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak.
Bullying merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak dalam
bentuk fisik, verbal dan psikologis, karena itu bullying merupakan tindak pidana dan anak
korban mempunyai hak untuk mendapat perlindungan hukum. UU Perlindungan Anak
memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum baik anak
sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
dalam kasus bullying dilakukan berdasarkan UU SPPA dan upaya diversi dapat menjadi solusi
penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk itu, penegakan hukum dan
perlindungan terhadap anak harus dapat dilaksanakan secara lebih bijaksana dan hati-hati untuk
kepentingan anak di kemudian hari. Terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak, selain
upaya penegakan hukum peran DPR sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan yang lebih
intensif terhadap pelaksanaan Undang-Undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait
perlindungan anak. Dalam bidang pengawasan dan anggaran, peran DPR sangat diperlukan
dalam melihat sejauh mana kebijakan pemerintah dalam politik anggaran bagi kesejahteraan
anak-anak khususnya terhadap beberapa program pemerintah dalam mengatasi persoalan anak
serta koordinasi antar-kementerian lembaga terkait dengan perlindungan anak. DPR RI
mempunyai peran penting dalam dalam melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap
pelaksanaan undang-undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Dasar hukum:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah
oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Referensi:
[1] Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” di Mata Siswa/Siswi Kelas 1
SMA: Naskah Kognitif tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal
Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01, September. Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. hal. 50.
[2] Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap
Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, hal.232
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
1.1. Biodata Ketua
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap
2 Jenis Kelamin Laki laki
3 Program Studi S1 Ilmu Hukum
4 NIM
5 Tempat, Tanggal Lahir
6 Alamat E-mail
7 Nomor HP
B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah Diikuti
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Ketua Tim
(Tegar )
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
1.2. Biodata Anggota
A. Identitas Diri
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2
Nama Perguruan Tinggi Universitas 17 Agustus 1945 Universitas Brawijaya
Surabaya Malang
Bidang Ilmu Hukum Hukum
Tahun Masuk-Lulus 2004/2008 2009/2011
Judul Skripsi/Tesis Penegakan Hukum Hak Status Komisi Pengawas
Kekayaan Intelektual Persaingan Usaha Dalam
Terhadap Program Game Sistem Hukum Tata Negara
Ilegal Pada Cakram optik Di Di Indonesia
Surabaya
Nama Pembimbing Dipo W Hariyono, S.H., Dr. Mohammad Ridwan,
M.Hum. S.H., M.S dan Dr.
Sihabudin, S.H., M.H
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.
* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun
dari sumber lainnya.
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim
Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-AI saya dengan judul “Pertanggungjawaban
pidana anak sebagai perilaku bullying” yang diusulkan untuk tahun anggaran 2020 adalah asli
karya kami dan belum pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan seluruh
biaya yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar benarnya.
2. Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding maupun jurnal
sebelumnya.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan pihak
manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.