Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PELAKU BULLYING

BIDANG KEGIATAN

PKM ARTIKEL ILMIAH

Diusulkan oleh :

1. WIDYA TEGAR PRATAMA (1311401608) Angkatan 2014


2. GALUH SETYO FITRIANINGSIH (1311600051) Angkatan 2016
3. ACHMAD JIHAD RISQULLAH (1311600182) Angkatan 2016

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


SURABAYA
2019
PENGESAHAN USULAN PKM ARTIKEL ILMIAH

1. Judul Kegiatan : Pertanggungjawaban pidana anak sebagai pelaku bullying


2. Bidang Kegiata : PKMAI - Humaniora
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Widya Tegar Pratama
b. NIM : 1311401608
c. Jurusan : Ilmu Hukum
d. Perguruan Tinggi : Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
e. Alamat Rumah :
f. Email :
4. Anggota Pelaksana Kegiatan : 3 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Tomy Michael,S.H.,M.H.
b. NIDN/NIDK : 071201873
c. Alamat Rumah dan No. HP : Jl. Ikan Mungsing VIII/82 Perak Barat Surabaya; HP :
0816940128

Surabaya, 19 November 2019

Menyetujui,
Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum, Ketua Pelaksana Kegiatan,

(Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.) (Widya Tegar Pratama)


NIP. 20310130612 NIM. 1311401608

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Dosen Pendamping,

(Dr. Ir. Muaffaq Ahmad Jani, M. Eng.) (Tomy Michael,SH.,M.H.)


NIP/NIK. 20450000515 NIDN. 071201873
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ANAK SEBAGAI PELAKU BULLYING

Widya Tegar Pratama, Galuh Setyo Fitrianingsih, Achmad Jihad Risqullah


Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Jl. Semolowaru No.45, Menur Pumpungan, Sukolilo, Kota SBY, Jawa Timur 60118
truthofayay@yahoo.com

ABSTRAK

Bullying bentuk perilaku agresi,ejekan, hinaan, dan ancaman seringkali merupakan


pancingan yang dapat mengarah ke agresi. Perilaku bullying disekolah ditunjukkan oleh
penentangan anak terhadap peraturan-peraturan sekolah, terhadap guru, tindak kekerasan
terhadap teman sekolah, tindakan perusakan dan perilaku bullying lainnya. Perilaku bullying
yang tidak ditangani sejak dini maka semakin bertambah ditahun-tahun yang akan datang.
Banyak siswa-siswa yang menunjukkan perkembangan positif meski mendapat intimidasi dari
teman-temannya yang disebut dengan “tahan banting” atau resiliensi. Dampak yang lainnya
adalah ada beberapa siswa yang diminta untuk dipindahkan ke sekolah lain karena sering
diganggu. Sekolah perlu bertindak tegas untuk bisa mengkondisikan lingkungan sekolah menjadi
tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan seperti “terpenjara” dalam
peraturan yang mengikat.

Kata kunci : Bullying, anak, korban bullying

ABSTRACT

Bullying forms of aggression, ridicule, insults, and threats are often provocations that can lead
to aggression. Bullying behavior in schools is shown by the child's opposition to school rules,
towards teachers, acts of violence against school friends, acts of destruction and other bullying
behaviors. Bullying behavior that is not addressed early is increasing in the years to come. Many
students who show positive development despite being intimidated by their peers are called
"resilient" or resilient. Another impact is that there are some students who are asked to be
transferred to other schools because they are often disturbed. Schools need to act decisively to
be able to condition the school environment into a pleasant place for children to learn and not
like being "imprisoned" in a binding regulation.

Keywords: Bullying, children, victims of bullying


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
JUDUL .......................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang ...................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C.Manfaat Penelitian ................................................................................ 1
TUJUAN .................................................................................................... 2
METODE
A.Jenis Penelitian .................................................................................... 2
B.Pendekatan Masalah ........................................................................... 3
C.Sumber Bahan Hukum ....................................................................... 4
D.Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum ................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tanggungjawab pidana anak sebagai pelaku
bullying............................................................................................... 6
B. Perlindungan hokum terhadap korban bullying............................ 9
KESIMPULAN
A.Kesimpulan ............................................................................................. 13
B.Saran ......................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 15
LAMPIRAN.................................................................................................. 16
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bullying yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok terhadap seseorang yang
lemah dan sering terjadi secara berulang kali, kejadian yang terjadi berulang kali akan
menimbulkan respon atau reaksi bagi perkembangan psikologis anak tersebut. Bullying memiliki
efek negatif jangka panjang pada pelaku, korban, dan korban yang beralih ke intimidasi sebagai
strategi penanggulangan. Individu yang mengalami intimidasi pada masa kanak-kanak cenderung
memiliki gangguan,kesehatan mental, kecemasan, depresi, gangguan perilaku dan penggunaan
zat terlarang. Fenomena kekerasan disekolah yang dilakukan oleh teman sebaya di Indonesia
semakin banyak bermunculan, kekerasan-kekerasan yang dilakukan siswa yang berlangsung
secara sistematis mengatakan bahwa Bullying adalah bagian dari kehidupan sehari-hari di
sebagian besar sekolah, korban intimidasi atau bullying memiliki dampak negatif yaitu terkait
kesehatan mentalnya.

Dampak yang lainnya adalah ada beberapa siswa yang diminta untuk dipindahkan ke
sekolah lain karena sering diganggu. Sekolah perlu bertindak tegas untuk bisa mengkondisikan
lingkungan sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi anak untuk belajar dan bukan
seperti “terpenjara” dalam peraturan yang mengikat. Penanganan perilaku bullying
membutuhkan banyak waktu dan pengawasan sehingga pada beberapa kasus perlu ditangani
dengan cara multidisiplin. Standar maksimal seorang anak dapat dipidana harus ditingkatkan dan
sangat penting apabila standar tersebut mendekati batasan usia yang tertuang dalam Konvensi
Hak Anak yaitu 18 tahun. Perlindungan hukum terhadap anak merupakan suatu upaya untuk
menciptakan kondisi di mana anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. UU Perlindungan
Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada anak korban kekerasan
(bullying) untuk menuntut ganti rugi materil/immateril terhadap pelaku kekerasan. Dengan
demikian terhadap anak pelaku bullying dapat dikenakan Pasal 54 jo. Pasal 9 ayat (1a) apabila
melakukan bullying. Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka
menurut UU Perlindungan Anak, tindakan bullying merupakan tindak pidana.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memamparkan hasil pengawasan kasus


pelanggaran anak dibidang pendidikan selama Januari hingga April 2019. Pelanggaran hak anak
terjadi berupa kekerasan fisik, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual. Kasus pengeroyokan
sebanyak 3 kasus, kasus kekerasan seksual sebanyak 3 kasus, kekerasan fisik sebanyak 8 kasus.
Anak korban kekerasan psikis dan bullying sebanyak 12 kasus dan anak pelaku bullying terhadap
guru sebanyak 4 kasus. Kasus terjadi di jenjang sekolah dasar (SD). Dari 37 kasus kekerasan di
jenjang pendidikan pada Januari hingga April 2019, 25 kasus terjadi di SD, sementara terendah
ada di perguruan tinggi sebanyak 1 kasus. Mayoritas kasus terjadi di jenjang pendidikan SD
sederajat, yaitu sebanyak 25 kasus atau mencapai 67 persen. Jenjang SMP sebanyak 5 kasus,
SMA sebanyak 6 kasus, dan perguruan tinggi sebanyak 1 kasus.

Kasus AY, remaja putri berusia 14 tahun yang dikeroyok remaja putri lainnya, banyak
pihak meminta agar pelaku segera dihukum. Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah
(KPPAD) sempat menyatakan akan mengusahakan kasus ini agar tidak diselesaikan lewat jalur
hukum, sebab pelaku dan korban masih berada di bawah umur. Hukuman pidana, menurut
mereka, akan menghapus hak masa depan para pelaku. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menyebut diversi sebagai upaya pengalihan
penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.
Konsep diversi ini berlandas pada hukum restoratif. Anak sebagai pelaku didorong memahami
dan bertanggung jawab atas kesalahan dan hasil dari tindakan mereka. Pada pasal 7 ayat 2 UU
SPPA, disebutkan bahwa diversi dapat diusahakan pada tindak pidana dengan ancaman penjara
di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian


dengan Judul “Pertanggung jawaban Pidana Anak Sebagai Pelaku Bullying”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana tanggung jawab pidana anak sebagai pelaku bullying?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban bullying?

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dengan adanya penelitian hukum ini, diharapkan dapat memberikan masukan untuk
tercapainya penegakan hukum terkait bentuk tanggungjawab hukum terhadap pelaku
bullying yang dilakukan oleh anak dibawah umur
2. Hasil penelitian hukum ini dapat dijadikan pendoman ataupun bahan masukan dibidang
hukum berkaitan dengan permasalahan tersebut.

Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui bentuk
tanggungjawab hukum terhadap pelaku bullying yang dilakukan oleh anak dibawah
umur, dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap korban bullying.

METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :


A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian dalam artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian normatif, yaitu
suatu penelitian untuk mengkaji ketentuan hukum positif dalam rangka menemukan aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab permasalahan
hukum yang dihadapi.

B. Pendekatan Masalah

Untuk memecahkan masalah yang dirumuskan diatas, maka terdapat beberapa


pendeketan yang digunakan yaitu :

a. Pendekatan Peraturan Perundang-undangan


Pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dilakukan dengan
menelaah segala permasalahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sesuai dengan isu hukum yang dikaji.
b. Pendekatan Konseptual
Pendekatan Konseptual (conceptual approach) beranjak dari pandangan dan doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin
tersebut, maka akan ditemukan ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum,
konsep hukum, dan asas relevan dengan isu yang dihadapi.

C. Sumber bahan Hukum


1. Bahan Hukum Primer

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah


diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

2. Bahan Hukum Sekunder


Bahan Hukum Sekunder sebagai alat bantu untuk melengkapi dan juga mendukung bahan
hukum primer yang telah ada, contoh bahan hukum sekunder bisa berupa literature,
artikel, jurnal, dan media online.
D. Tenik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan metode inventarisasi dan kategoriasi,
sedangkan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan studi kepustakaan.
Setelah bahan hukum dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis rumusan masalah yang
ada menggunakan bahan hukum primer dan menggabungkan pengertian-pengertian, asas-asas
hukum, dasar-dasar hukum yang terdapat pada bahan hukum sekunder. Setelah rumusan masalah
tersebut dibahas dalam bab pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan
pembahasan tersebut
PEMBAHASAN

1 Tanggung jawab pidana anak sebagai pelaku bullying


Secara umum, istilah bullying identik dengan tindakan kekerasan terhadap anak yang
terjadi di sekolah. Dalam konteks bullying di sekolah, Riausika, Djuwita, dan Soesetio dalam
jurnal “Gencet Gencetan” di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA : Naskah Kognitif tentang Arti
Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan” mendefinisikan bullying sebagai perilaku agresif
yang dilakukan berulang-ulang oleh seseorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan,
terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut.1

Adapun bentuk-bentuk bullying di sekolah menurut Yayasan Sejiwa, dapat dikelompokkan


dalam tiga kategori, yaitu :

a. Bullying fisik, meliputi tindakan: menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi,
memalak, melempar dengan barang, serta menghukum dengan berlari keliling lapangan atau
push up.
Bullying verbal, terdeteksi karena tertangkap oleh indera pendengaran, seperti memaki,
menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyebar
gosip dan menyebar fitnah.
c. Bullying mental atau psikologis, merupakan jenis bullying paling berbahaya karena bullying
bentuk ini langsung menyerang mental atau psikologis korban, tidak tertangkap mata atau
pendengaran, seperti memandang sinis, meneror lewat pesan atau sms, mempermalukan, dan
mencibir.2

Menurut Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”),
kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Berdasarkan pendapat di atas dihubungkan dengan pengertian kekerasan dalam UU perlindungan
Anak, maka dapat disimpulkan bahwa bullying termasuk dalam bentuk kekerasan terhadap anak.

Aspek Pidana dan Perdata Bullying Pada Anak.

Mengingat bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka menurut UU


Perlindungan anak, bullying adalah tindak pidana. Terhadap pelaku bullying dapat dikenakan

1
Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” di Mata Siswa/Siswi Kelas 1 SMA: Naskah Kognitif
tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01,
September. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. hal. 50
2
Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap Korban Kekerasan di
Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, hal.232
sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp 72 juta Pasal 54 UU 35/2014 juga mengatur bahwa setiap anak berhak mendapat
perlindungan dari tindak kekerasan di sekolah, sebagai berikut:
(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan
dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak
lain.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.

Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada
anak korban kekerasan (bullying) untuk menuntut Di sisi lain, UU Perlindungan Anak juga
memiliki aspek perdata yaitu diberikannya hak kepada anak korban kekerasan (bullying) untuk
menuntut ganti rugi materil/immateril terhadap pelaku kekerasan Hal ini diatur dalam Pasal 71D
ayat (1) Jo Pasal 59 ayat (2) huruf i UU 35/2014 sebagai berikut:
Pasal 71D ayat (1) UU 35/2014:
Setiap Anak yang menjadi korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf
b, huruf d, huruf f, huruf h, huruf i, dan huruf j berhak mengajukan ke pengadilan berupa
hak atas restitusi yang menjadi tanggung jawab pelaku kejahatan.

Pasal 59 ayat (2) huruf i UU 35/2014:


Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada:
i. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis;
Atau secara umum, bisa juga mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi kepada
pelaku kekerasan atas dasar telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum menggunakan Pasal
1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”).3
Pasal 1365 KUHPerdata
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dari perspektif UU Perlindungan
Anak, kekerasan (bullying) terhadap anak memiliki dua aspek baik pidana maupun perdata.

Peran Serta Sekolah, Keluarga, Pemerintah, dan Penegak hukum bila ditinjau dari UU
35/2014

3
Dalam mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (perdata), sebaiknya menunggu putusan pidana terhadap
pelaku bullying berkekuatan hukum tetap, agar pembuktian untuk menuntut ganti rugi menjadi mudah.
Pada prinsipnya, seluruh elemen masyarakat baik Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau Wali, berkewajiban dan bertanggung jawab
memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Terkait dengan pihak-pihak, peran dan tanggungjawab masing-masing dalam
upaya memberikan perlindungan terhadap anak dapat dilihat dalam beberapa pasal yang ada di
dalam UU Perlindungan Anak sebagai berikut:
1. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Negara dan Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban untuk memenuhi, melindungi,
dan menghormati Hak Anak, berkewajiban dan bertanggung jawab dalam merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang penyelenggaraan Perlindungan Anak, berkewajiban dan
bertanggung jawab memberikan dukungan sarana, prasarana, dan ketersediaan sumber daya
manusia dalam penyelenggaraan Perlindungan Anak, menjamin perlindungan, pemeliharaan,
dan kesejahteraan Anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban Orang Tua, Wali, atau
orang lain yang secara hukum bertanggung jawab terhadap Anak, serta mengawasi
penyelenggaraan Perlindungan Anak.
2. Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat
Kewajiban masyarakat dilaksanakan melalui kegiatan peran Masyarakat dalam
penyelenggaraan Perlindungan Anak. Pasal 72 UU 35/2014 menambahkan peran serta
masyarakat, media massa, dan pelaku usaha dalam perlindungan anak sebagai berikut:
a. Peran masyarakat (baik orang perseorangan, lembaga perlindungan anak, lembaga
kesejahteraan sosial, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan), dilakukan
dengan cara: memberikan informasi melalui sosialisasi dan edukasi mengenai Hak
Anak dan peraturan perundang-undangan tentang Anak; memberikan masukan dalam
perumusan kebijakan yang terkait Perlindungan Anak; melaporkan kepada pihak
berwenang jika terjadi pelanggaran Hak Anak; berperan aktif dalam proses
rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Anak; melakukan pemantauan, pengawasan
dan ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak;
menyediakan sarana dan prasarana serta menciptakan suasana kondusif untuk tumbuh
kembang Anak; berperan aktif dengan menghilangkan pelabelan negatif terhadap
Anak korban; dan memberikan ruang kepada Anak untuk dapat berpartisipasi dan
menyampaikan pendapat.
b. Peran media massa dilakukan melalui: penyebarluasan informasi dan materi edukasi
yang bermanfaat dari aspek sosial, budaya, pendidikan, agama, dan kesehatan Anak
dengan memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak.
c. Peran dunia usaha dilakukan melalui: kebijakan perusahaan yang berperspektif
Anak; produk yang ditujukan untuk Anak harus aman bagi Anak; berkontribusi dalam
pemenuhan Hak Anak melalui tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua
Kewajibannya yaitu mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak;
menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; mencegah
terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan memberikan pendidikan karakter dan penanaman
nilai budi pekerti pada Anak.
Dalam hal Orang Tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab
tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung
jawabnya dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa semua pihak baik keluarga,
masyarakat hingga pemerintah memegang peran dan tanggung jawabnya masing-masing guna
memberikan perlindungan dan menjamin terpenuhinya hak asasi Anak.

2 Perlindungan hukum terhadap korban bullying


Pasal 1 angka 1 UU Perlindungan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk pula anak dalam kandungan. Selanjutnya anak
sebagai korban menurut Pasal 1 angka 4 UU SPPA, merupakan “anak yang menjadi korban
tindak pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi
yang disebabkan oleh tindak pidana”. Sedangkan Anak sebagai pelaku adalah anak yang
berkonflik dengan hukum, yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18
(delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA). Terkait
usia minimum seorang anak yang dikategorikan sebagai anak yang berkonflik dengan hukum,
Adenwalla (2006) dalam tulisannya yang berjudul Child Protection and Juvenile Justice System:
for Juvenile in Conflict with Law berpendapat bahwa anak-anak, baik laki-laki maupun
perempuan yang berusia 18 tahun ke bawah harus memperoleh perlindungan dalam peraturan
mengenai peradilan anak. Apapun alasannya, standar maksimal seorang anak dapat dipidana
harus ditingkatkan dan sangat penting apabila standar tersebut mendekati batasan usia yang
tertuang dalam Konvensi Hak Anak yaitu 18 tahun. Pelindungan hukum terhadap anak
merupakan suatu upaya untuk menciptakan kondisi di mana anak dapat melaksanakan hak dan
kewajibannya.

Berdasarkan konsep parents patriaemenurut Rochaeti (2008), negara memberikan


perhatian dan pelindungan kepada anak sebagaimana layaknya orang tua kepada anaknya, maka
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum juga harus dilakukan demi kepentingan
terbaik bagi anak serta berpijak pada nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengadilan bagi anak dilakukan secara khusus.Terkait dengan pelindungan
terhadap anak korban bullying, UU Perlindungan Anak yakni Pasal 54 jo Pasal 9 ayat (1a)
menyatakan bahwa: “Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan
pelindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.
Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa anak wajib mendapat pelindungan dari tindak
kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya. Dengan demikian anak sebagai
korban bullying wajib mendapat pelindungan hukum. Terkait dengan pelaku kekerasan dapat
dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana apabila melakukan kekerasan dalam segala bentuk
apapun kepada orang lain. Adapun kekerasan yang dimaksud adalah kekerasan fisik, psikis,
kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya. Dengan demikian terhadap anak pelaku bullying dapat
dikenakan Pasal 54 jo. Pasal 9 ayat (1a) tersebut apabila melakukan bullying. Mengingat
bullying merupakan tindakan kekerasan terhadap anak, maka menurut UU Perlindungan Anak,
tindakan bullying merupakan tindak pidana. Terhadap pelaku bullying dapat dikenakan sanksi
pidana berupa penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak
Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

UU Perlindungan Anak memberikan jaminan pelindungan khusus bagi anak korban


tindak pidana (tindakan bullying) dan anak yang berhadapan dengan hukum. Anak korban dan
anak yang berkonflik dengan hukum (anak pelaku) menurut Pasal 1 angka 2 UU SPPA termasuk
ke dalam anak yang berhadapan dengan hukum. Menurut Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) jo. Pasal
59A UU Perlindungan Anak, anak yang berhadapan dengan hukum termasuk dalam kategori
anak yang memerlukan perlindungan khusus dalam bentuk: penanganan yang cepat, termasuk
pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan
gangguan kesehatan lainnya; pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai
pemulihan; pemberian bantuan sosial bagi anak yang berasal dari keluarga tidak mampu; dan
pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.Selain itu Pasal 64 UU
Perlindungan Anak juga menentukan bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum dilakukan melalui: perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan
kebutuhan sesuai dengan umurnya; pemisahan dari orang dewasa; pemberian bantuan hukum
dan bantuan lain secara efektif; pemberlakuan kegiatan rekreasional; pembebasan dari
penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi serta merendahkan
martabat dan derajatnya; penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur
hidup; penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir
dan dalam waktu yang paling singkat; pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang
objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum; penghindaran dari
publikasi atas identitasnya; pemberian pendampingan orang tua/wali dan orang yang dipercaya
oleh anak; pemberian advokasi sosial; pemberian kehidupan pribadi; pemberian aksesibilitas,
terutama bagi anak penyandang disabilitas; pemberian pendidikan; pemberian pelayanan
kesehatan; dan pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dalam UU SPPA merupakan


keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap
penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Sarana hukum
pidana melalui sistem peradilan pidana termasuk peradilan pidana anak yang dapat juga disebut
sebagai sidang anak, bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
anak sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.Adapun
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dalam kasus bullying dapat juga dilakukan
melalui upaya diversi, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 7 UU SPPA bahwa diversi
sebagai upaya pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di
luar peradilan pidana. Konsep diversi ini berlandas pada hukum restoratif. Anak sebagai korban,
fokus utama pendekatan restoratif terletak pada pemulihan dan kompensasi kerugian (Tirto.id, 12
April 2019). Dalam proses mediasi, korban dan pelaku harus didampingi orangtua atau wali,
pembimbing kemasyarakatan (PK), dan pekerja sosial profesional. Namun, penerapan atau
pelaksanaan proses diversi tidak dapat terhadap semua anak yang melakukan atau semua jenis
tindak pidana yang dilakukan oleh anak, sehingga penyidik dalam melakukan diversi harus
mempertimbangkan kategori tindak pidana dan umur anak. Terkait dengan pelindungan hukum
terhadap anak, selain upaya penegakan hukum peran DPR sangat diperlukan dalam melakukan
pengawasan yang lebih intensif terhadap pelaksanaan Undang-Undang dan berbagai kebijakan
pemerintah terkait pelindungan anak. Dalam bidang pengawasan dan anggaran, peran DPR
sangat diperlukan dalam melihat sejauh mana kebijakan pemerintah dalam politik anggaran bagi
kesejahteraan anak-anak khususnya terhadap beberapa program pemerintah dalam mengatasi
persoalan anak serta koordinasi antar-kementerian lembaga terkait dengan pelindungan anak.
PENUTUP

Bullying merupakan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak dalam
bentuk fisik, verbal dan psikologis, karena itu bullying merupakan tindak pidana dan anak
korban mempunyai hak untuk mendapat perlindungan hukum. UU Perlindungan Anak
memberikan jaminan perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum baik anak
sebagai korban maupun anak sebagai pelaku. Penanganan anak yang berhadapan dengan hukum
dalam kasus bullying dilakukan berdasarkan UU SPPA dan upaya diversi dapat menjadi solusi
penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Untuk itu, penegakan hukum dan
perlindungan terhadap anak harus dapat dilaksanakan secara lebih bijaksana dan hati-hati untuk
kepentingan anak di kemudian hari. Terkait dengan perlindungan hukum terhadap anak, selain
upaya penegakan hukum peran DPR sangat diperlukan dalam melakukan pengawasan yang lebih
intensif terhadap pelaksanaan Undang-Undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait
perlindungan anak. Dalam bidang pengawasan dan anggaran, peran DPR sangat diperlukan
dalam melihat sejauh mana kebijakan pemerintah dalam politik anggaran bagi kesejahteraan
anak-anak khususnya terhadap beberapa program pemerintah dalam mengatasi persoalan anak
serta koordinasi antar-kementerian lembaga terkait dengan perlindungan anak. DPR RI
mempunyai peran penting dalam dalam melakukan pengawasan yang lebih intensif terhadap
pelaksanaan undang-undang dan berbagai kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak.
DAFTAR PUSTAKA

Dasar hukum:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah
oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Referensi:

[1] Riauskina, Djuwita, & Soesetio. 2005. “Gencet Gencetan” di Mata Siswa/Siswi Kelas 1
SMA: Naskah Kognitif tentang Arti Skenario, dan Dampak “Gencet-Gencetan”. Jurnal
Psikologi Sosial. Volume. 12. Nomor. 01, September. Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia. hal. 50.
[2] Muhammad, Aspek Perlindungan Anak dalam Tindak Kekerasan (Bullying) terhadap
Korban Kekerasan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Kabupaten Banyumas, Jurnal Dinamika
Hukum Vol. 9 No. 3, 2009, hal.232
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
1.1. Biodata Ketua
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap
2 Jenis Kelamin Laki laki
3 Program Studi S1 Ilmu Hukum
4 NIM
5 Tempat, Tanggal Lahir
6 Alamat E-mail
7 Nomor HP
B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah Diikuti

No. Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1
2
3
C. Penghargaan Yang Pernah Diterima
No. Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Ketua Tim

(Tegar )
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
1.2. Biodata Anggota
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Galuh Setyo Fitrianingsih


2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Program Studi S1 Ilmu Hukum
4 NIM 1311600051
5 Tempat, Tanggal Lahir Sidoarjo, 03 September 1998
6 Alamat E-mail Galuhsetyo28@gmail.com
7 Nomor HP 089653508001
B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah Diikuti

No. Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1 Seminar kuliah umum Peserta 16 November 2016,
mengenai “Pentingnya Karakter Universitas 17 Agustus 1945
Bangsa Dalam Pendidikan Surabaya
Tinggi”
2 Seminar Memperingati Hari Peserta 15 November 2017,
Pahlawan mengenai Universitas 17 Agustus 1945
“Menumbuhkan Kembali Jiwa Surabaya
Patriot Dalam Insan Muda
Indonesia Berdasarkan Pada
Alenia Ke-4 UUD 1945”
3 Talk Show mengenai “Pemilih Peserta 15 Mei 2018, Universitas 17
Cerdas,Pemilu Berkualitas” Agustus 1945 Surabaya
4 Seminar Mahasiswa, Hukum Panitia 4 Januari 2019, Universitas 17
Pendaftaran Tanah “Data Agustus 1945 Surabaya
Yuridis Sebagai Kekuatan
Pembuktian”
C. Penghargaan Yang Pernah Diterima
No. Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim

(Galuh Setyo Fitrianingsih)


LAMPIRAN-LAMPIRAN
Biodata Ketua, Anggota, dan Dosen Pendamping
1.3. Biodata Anggota
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Achmad Jihad Risqullah


2 Jenis Kelamin Laki laki
3 Program Studi S1 Ilmu Hukum
4 NIM 1311600182
5 Tempat, Tanggal Lahir Jakarta, 10 September 1997
6 Alamat E-mail Achmadjihad01@gmail.com
7 Nomor HP 081326296191
B. Kegiatan Kemahasiswaan Yang Sedang/Pernah Diikuti

No. Jenis Kegiatan Status dalam Kegiatan Waktu dan Tempat


1 Penyelesaian sengketa bisnis Peserta 28 Maret 2018
melalui arbitrase dan
Alternative Penyelesaian
Sengketa (ADR)
2 Hak politik mantan narapidana Peserta 21 September 2018
dalam perspektif konstitusi,
Ham dan moralitas dalam
negara hukum
3 Korupsi Modus dan OTT KPK Peserta 16 November 2018
C. Penghargaan Yang Pernah Diterima
No. Jenis Penghargaan Pihak Pemberi Penghargaan Tahun

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim

(Achmad Jihad Risqullah)


1.4. Biodata Dosen Pendamping
A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Tomy Michael, S.H, M.H


2 Jenis Kelamin Laki laki
3 Program Studi Ilmu Hukum
4 NIP/NIDN 20310130613/071201873
5 Tempat, Tanggal Lahir Surabaya, 12 Januari 1987
6 Alamat E-mail tomy@untag-sby.ac.id
7 Nomor HP 0816940128

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2
Nama Perguruan Tinggi Universitas 17 Agustus 1945 Universitas Brawijaya
Surabaya Malang
Bidang Ilmu Hukum Hukum
Tahun Masuk-Lulus 2004/2008 2009/2011
Judul Skripsi/Tesis Penegakan Hukum Hak Status Komisi Pengawas
Kekayaan Intelektual Persaingan Usaha Dalam
Terhadap Program Game Sistem Hukum Tata Negara
Ilegal Pada Cakram optik Di Di Indonesia
Surabaya
Nama Pembimbing Dipo W Hariyono, S.H., Dr. Mohammad Ridwan,
M.Hum. S.H., M.S dan Dr.
Sihabudin, S.H., M.H

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
1. 2016 Kajian Implementasi Pemerintah Daerah Rp. 25.000.000
Undang-Undang Nomor Kabupaten Pacitan
6 Tahun 2014 Tentang
Desa
2. 2017 Naskah Akademik Pemerintah Daerah Rp. 20.000.000
Rancangan Peraturan Kabupaten Sumenep
Daerah Kabupaten
Sumenep Tentang
Pemberian Insentif Dan
Kemudahan Penanaman
Modal
3. 2018 Pemenuhan Hak Kemenristekdikti 12.220.000,-
Perkawinan Lesbian, 2018
Gay, Biseksual,
Transgender (Lgbt)
Menurut Prinsip-Prinsip
Yogyakarta 2007
Di Provinsi Jawa Timur

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema penelitian DIKTI maupun dari sumber lainnya.

D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan


Sumber* Jml (Juta Rp)
- - - - -

* Tuliskan sumber pendanaan baik dari skema pengabdian kepada masyarakat DIKTI maupun
dari sumber lainnya.

E. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Volume/Nomor/Tahun


1. Kritik Terhadap Kata “Agama” Pada DiH Jurnal Ilmu Volume 11 Nomor 21
“Kuesioner Riwayat Kesehatan & Hukum Fakultas Pebruari 2015 ISSN 0216-
Pernyataan Donor” Di Palang Merah Hukum Universitas 6534
Indonesia Kota Surabaya Unit Donor17 Agustus 1945
Darah Surabaya
2. Esensi Etika Dalam Norma
DiH Jurnal Ilmu Volume 11 Nomor 22
Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil
Hukum Fakultas Agustus 2015 ISSN 0216-
Presiden Hukum Universitas 6534
17 Agustus 1945
Surabaya
3. Law Of Sport And Athlete Football Majalah Perspektif Volume XX Nomor 3
Professional Universitas Wijaya Tahun 2015 Edisi
Kusuma September ISSN : 1410-
3648

F. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No. Penyelenggara Judul Tulisan Nama Temu Waktu Dan Tempat


Ilmiah/Seminar
1. Universitas 17 Korelasi Empat Pilar Lokakarya Empat Universitas 17
Agustus 1945 Dengan Eksistensi Pilar Kehidupan Agustus 1945
Surabaya dengan Pencipta Berbangsa Dan Surabaya, 28
Majelis Bernegara. Kajian September 2013
Permusyawaratan Sistem
Rakyat Republik Ketatanegaraan
Indonesia Indonesia. Urgensi
Dan Relevansi
Pembentukan
Badan Pengkajian
Dan
Pemasyarakatan
Empat Pilar
Kehidupan
2. Universitas Kristen Esensi Etika Dalam Seminar Nasional Universitas Kristen
Petra Surabaya Norma dan Call for Papers Petra Surabaya,
dengan Pusat Studi Pemberhentian Studi Etika dan Kamis 22 Mei 2014
Etika dan Sosio- Presiden Dan/Atau Sosio-religiositas
religiositas Wakil Presiden Meretas Kehidupan
Etis dan Sosio-
religius Indonesia
3. STKIP PGRI Tuhan Dalam Acara “Bedah Buku Aula STKIP PGRI
Jombang Undang-Undang Nabi Khung Che Jombang Gedung A
(Hermeneutika Lt 2, Rabu 18 Juni
Ajaran Tentang 2014.
Tuhan Dewa Ilahiat
Dalam Buku Chung
Yung)”
4. Fakultas Hukum Pengangkatan Dan Konferensi Universitas
Universitas Andalas Pemberhentian Nasional Hukum
Andalas dan Hotel
Panglima (Pemikiran Tata Negara Ke-2Bumi Minang,
Niccolo Padang – Sumatera
Machiavelli) Barat, 10 – 12
September 2015
5. Epistema Institute, Eksistensi Ilmu Konferensi Ke-5 Universitas
Universitas Bina Hukum Profetik Di Asosiasi Filsafat Muhammadiyah
Nusantara, Masa Mendatang Hukum Indonesia Surakarta, 17 – 18
Universitas November 2015
Airlangga, ISSN 978-602-
Universitas 1304-09-9
Pasundan, STF
Driyarkara, dan
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta.
6. Universitas 17 Memaknai Frasa National Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta “Dengan Rahmat Conference & Call Agustus 1945
Tuhan Yang Maha Of Papers Jakarta, 25 – 26
Esa” Dalam “Semangat Februari 2016
Undang-Undang Nasionalisme Untuk ISBN 178-602-
Republik Indonesia Membangun 74105-3-4
Nomor 12 Tahun Bangsa Melalui
2011 Tentang SAINS &
Pembentukan HUMANIORA”
Peraturan
Perundang-
Undangan
7. PT Rahayu Perdana Hukum Laut Dan Seminar Dan Hotel Pullman
Trans Surabaya Kekiniannya Pelatihan PT Surabaya, Kamis
Rahayu Perdana 21 April 2016
Trans dengan topik
“Hukum Kelautan
Dan Perjanjian-
Perjanjian Yang
Terkait Dengan
B/L”
8. Fakultas Dharma Implikasi Lampiran Kegiatan Seminar Aula Kampus
Duta Institut Hindu Instruksi Direktur Nasional Jurusan IHDN Denpasar,
Dharma Negeri Jenderal Bimbingan Hukum dengan 12 Mei 2016 ISBN
Denpasar Masyarakat Islam tema “Kebijakan 978-602-72630-9-3
Nomor: Hukum Pidana
KEP/D/101/1978 Terhadap
Terkait SARA Di Radikalisme
Indonesia Berbasis SARA”

G. Karya Buku dalam 5 Tahun Terakhir

No. Judul Buku Tahun Jumlah Penerbit


Halaman
1. Menyikapi Pragmatisme Dewasa Ini 2015 75 Fakultas Filsafat
(Bunga Rampai) Universitas Katolik
Widya Mandala,
Surabaya
2. Konstelasi Teori dalam Ilmu Hukum 2015 81 R.A.De.Rozarie

H. Perolehan HKI dalam 10 Tahun Terakhir

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID


- - - - -

I. Pengalaman Merumuskan Kebijakan Publik/Rekayasa Sosial Lainnya dalam 10 Tahun


Terakhir

No. Judul/Tema/Jenis Tahun Tempat Respon Masyarakat


Rekayasa Sosial Lainnya Penerapan
yang Telah Diterapkan
- - - - -
J. Penghargaan Dalam 10 tahun terakhir (dari peemrintah, asosiasi atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institusi Tahun


Pemberi
Penghargaan
1 - - -

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam pengajuan PKM-AI.
Surabaya, 19 November 2019
Anggota Tim

(Tomy Michael, S.H, M.H)


YAYASAN PERGURUAN 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 (UNTAG) SURABAYA
Kampus : Jl. Semolowaru No. 45 Surabaya 60118 Telp. +62 31 5931800 (hunting) Fax. +62 31 5927817
FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK - TERAKREDITASI FAKULTAS TEKNIK - TERAKREDITASI
FAKULTAS EKONOMI - TERAKREDITASI FAKULTAS PSIKOLOGI - TERAKREDITASI
FAKULTAS HUKUM - TERAKREDITASI FAKULTAS SASTRA - TERAKREDITASI
Homepage : www.untag-sby.ac.id E-mail : humas@untag-sby.ac.id

SURAT PERNYATAAN KETUA PENELITI

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Widya Tegar Pratama
NIM : 1311401608
Program Studi : Ilmu Hukum
Fakultas : Hukum

Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-AI saya dengan judul “Pertanggungjawaban
pidana anak sebagai perilaku bullying” yang diusulkan untuk tahun anggaran 2020 adalah asli
karya kami dan belum pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya
bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan mengembalikan seluruh
biaya yang sudah diterima ke kas negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar benarnya.

Mengetahui, Surabaya. 19 November 2019


Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum Ketua Penelitian

(Wiwik Afifah, S.Pi., S.H., M.H.) (Widya Tegar Pratama)


NIP. 20310130612 NIM. 1311401608
SURAT PERNYATAAN SUMBER TULISAN PKM-AI

Saya yang menandatangani Surat Pernyataan ini:


Nama : Widya Tegar Pratama
NIM : 1311401608
1. Menyatakan bahwa PKM-AI yang saya tuliskan bersama anggota tim lainnya benar
bersumber dari kegiatan yang telah dilakukan:
- Tugas Kelompok yang telah dilakukan sendiri oleh penulis bukan oleh pihak lain.
- Studi Kasus Kelompok dalam rangka pemenuhan tugas khusus mata kuliah Hukum
Perlindungan Anak.
- Tahun 2019 di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

2. Naskah ini belum pernah diterbitkan/dipublikasikan dalam bentuk prosiding maupun jurnal
sebelumnya.
Demikian Surat Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan pihak
manapun juga untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Surabaya, 19 November 2019 Menyetujui,


Ketua Penelitian Ketua Prodi S1 Ilmu Hukum

(Widya Tegar Pratama) (Wiwik Afifah, S.Pi, S.H., M.H.)


NIM. 1311401608 NIP. 20310130612

Anda mungkin juga menyukai