Anda di halaman 1dari 3

LIHAT KE HALAMAN ASLI

Amirsyah Oke

Hobi Nulis

TERVERIFIKASI

Pemerhati Keuangan negara. Artikel saya adalah pemikiran & pendapat pribadi.

FOLLOW

Sikap Tabe’, Kearifan Lokal Untuk Menghormati Orang Lain

26 Desember 2013 22:44 | Diperbarui: 24 Juni 2015 03:27

Dalam suatu kesempatan saya ditugaskan mengunjungi suatu instansi Pemerintah Daerah Kabupaten
Sinjai, saya dipersilahkan duduk menunggu karena pejabat yang akan saya temui sedang rapat di
ruangan lainnya. Tempat duduk saya merapat ke dinding berjarak sekitar dua meter di depan meja
sekretaris. Jarak tersebut kebetulan adalah koridor ruangan tempat orang lain berlalu lalang bila hendak
masuk ke ruangan sang pejabat.

Saat itu beberapa orang melewati kami sambil membawa map menuju ruangan sang pejabat. Mereka
kembali lagi melewati kami namun sudah tidak lagi membawa map. Sepertinya mereka adalah staf yang
menyerahkan hasil pekerjaannya ke meja sang pejabat. Hal tersebut adalah hal yang biasa. Namun ada
yang unik menjadi perhatian saya, yaitu orang-orang yang lalu lalang melewati kami selalu tersenyum
lalu agak menunduk sambil meluruskan tangannya disamping lutut dan berucap tabe’. Setiap orang
selalu melakukan hal yang sama ketika melewati kami baik saat hendak masuk maupun keluar ruangan.
Kami pun membalasnya dengan sedikit menunduk dan memberikan senyum.

Hal ini mengingatkan saya tatkala masih kecil saat usia sekolah dasar. Saat itu sedang ada tamu yang
merupakan saudara dari kampung yang bermalam di rumah kami. Ayah dan Ibu terlihat sedang asyik
berbincang dengan mereka di ruang tengah. Saat saya berjalan melewati tepat di tengah-tengah mereka,
ayah dan ibu saya menegur. “Tabe’ dulu dong kalau mau lewat di depan orang tua” Akhirnya saat hendak
kembali dan lewat lagi ditengah-tengah mereka, saya pun mengucapkan tabe’ lalu menundukkan badan
sambil meluruskan tangan di samping lutut. Sang tamu pun tersenyum melihat sikap saya, “wah anak
pintar!” Pujinya.

Sikap yang sama yaitu sikap tabe’ saat melewati orang lain ini membuat saya sadar, bahwa hal itu adalah
kearifan lokal yang sudah menjadi budaya dan masih dilestarikan masyarakat di Sulawesi Selatan
khususnya pada Suku Bugis. Kebetulan penduduk asli Kabupaten Sinjai di Sulawesi Selatan masih
serumpun dengan suku Bugis, bahasa daerahnya pun sama meskipun ada beberapa kata yang berbeda
pengucapan dan artinya. Kebetulan juga saya masih ada keturunan dengan Suku Bugis meskipun lahir
dan lama tinggal di luar pulau Sulawesi. Jadi tidak aneh bila sikap tabe’ nya sama persis.

Sikap tabe’ ternyata sampai saat ini masih dilakukan di daerah Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten
Sinjai, meskipun di kantor-kantor instansi pemerintah. Di tempat lain terutama di kota-kota besar, sikap
ini sudah mulai ditinggalkan dan dianggap kuno terutama oleh anak-anak muda meskipun di kalangan
orang-orang Sulawesi Selatan ataupun dari keturunan Suku Bugis sendiri. Bila ingin lewat, ya tinggal
lewat saja, meskipun harus menghalangi orang-orang yang tengah berbincang bahkan melangkahi kaki
orang lain. Budaya tabe’ seolah telah terlupakan.

Sikap tabe’ adalah serupa dengan sikap mohon ijin atau mohon permisi ketika hendak melewati orang-
orang yang sedang duduk berjajar terutama bila yang dilewati adalah orang-orang yang usianya lebih tua
ataupun dituakan. Sikap tabe’ dilakukan dengan melihat pada orang-orang yang dilewati lalu
memberikan senyuman, setelah itu mulai berjalan sambil sedikit menundukkan badan dan meluruskan
tangan disamping lutut. Sikap tabe’ dimaksudkan sebagai penghormatan kepada orang lain yang
mungkin saja akan terganggu akibat perbuatan kita meskipun kita tidak bermaksud demikian. Mereka
yang mengerti tentang nilai luhur dalam budaya tabe’ ini biasanya juga akan langsung merespon dengan
memberikan ruang seperti menarik kaki yang bisa saja akan menghalangi atau bahkan terinjak orang
yang lewat, membalas senyuman, memberikan anggukan hingga memberikan jawaban “ye, de’ megaga”
(bahasa bugis) atau dapat diartikan sebagai “iya tidak apa-apa” atau “silahkan lewat”.

Sekilas sikap tabe’ terlihat sepele, namun hal ini sangat penting dalam tata krama masyarakat di daerah
Sulawesi Selatan khususnya pada Suku Bugis. Sikap tabe’ dapat memunculkan rasa keakraban meskipun
sebelumnya tidak pernah bertemu atau tidak saling kenal. Apabila ada yang melewati orang lain yang
sedang duduk sejajar tanpa sikap tabe’ maka yang bersangkutan akan dianggap tidak mengerti adat
sopan santun atau tata krama. Bila yang melakukannya adalah anak-anak atau masih muda, maka orang
tuanya akan dianggap tidak mengajari anaknya sopan santun. Oleh karena itu biasanya orang tua yang
melihat anaknya yang melewati orang lain tanpa sikap tabe’ akan langsung menegur sang anak langsung
di depan umum atau orang lain yang dilewati, sebagaimana yang dilakukan Ayah-Ibu yang menegur saya
saat tidak bersikap tabe’ kala melewati tamu yang sedang duduk di lantai. Hal inipun saya ajarkan kepada
anak-anak saya baik dengan memberitahu secara lisan maupun dengan memberikan contoh secara
langsung bagaimana bersikap tabe’ saat akan melewati orang lain ataupun mereka yang sedang duduk
atau saling berhadapan.

Demikianlah kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan yang masih tetap dilakukan sampai sekarang,
meskipun cukup banyak generasi muda di perkotaan yang sudah tidak melakukannya lagi. Sangat
sederhana memang, namun memiliki makna yang mendalam agar kita saling menghormati dan tidak
mengganggu satu sama lainnya. Daerah-daerah lainnya di Indonesia juga memiliki budaya yang serupa.
Budaya luhur dan kearifan lokal seperti ini sangat perlu dilestarikan baik dengan mengajarkannya kepada
anak-anak dan generasi muda maupun dengan menginformasikannya melalui website yang membahas
tentang pariwisata Indonesia seperti di Indonesia Travel. Kearifan lokal yang terus dipertahankan akan
menjadi jati diri kita sebagai bangsa Indonesia yang memiliki budaya dan nilai-nilai luhur. Hal ini yang
menjadikan Indonesia spesial dan berbeda dari negara-negara lainnya di dunia

Anda mungkin juga menyukai