Anda di halaman 1dari 24

SAFE MOTHERHOOD DAN GERAKAN

SAYANG IBU (GSI)

Dosen : Dr. Tati Nuryati, SKM, M.Kes

Disusun Oleh kelompok 2 :


Ade Handriati 1809040727
Agnes M.S. Bupu Reo 1809040728
Neilva Lailatusyifa 1809040722
Ratna Juita Putri S 1809040723
Siska Fristyani 1809047029
Siti Nuraini Wakhida 1809047033

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PROF.DR.HAMKA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Safe Motherhood merupakan upaya yang dilakukan untuk memcegah


angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) berkurang. Angka
kematian ibu dan bayi di negara berkembang dan negara maju ternyata masih
tinggi. Banyak hal yang menyebabkab angka kematian pada ibu dan bayi ini
masih tinggi seperti kurangnya layanan kesehatan, minimnya pengetahuan, dan
faktor-faktor lain.
Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan terus berupaya untuk menekan
Angka Kematian Ibu (AKI) yang pada umumnya disebabkan oleh kehamilan,
persalinan, dan nifas yang tidak sehat. Sebagai suatu bentuk awal perhatian
pemerintah dalam penekanan AKI, pada tahun 1996 dibuatlah suatu gerakan
masyarakat yang disebut Gerakan Sayang Ibu (GSI) atau safe motherhood.
Harapannya, AKI pada tahun- tahun berikutnya dapat diturunkan dari 225 per
100.000 kelahiran hidup menjadi 80 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2018 atau akhir pembangunan Jangka Panjang Kedua. Sadar bahwa kesehatan
ibu dan bayi bukan hanya tanggung jawab ibu seorang, program ini juga
berupaya bekerja sama dengan badan atau organisasi terkait, seperti Aliansi Pita
Putih. Program ini tentunya juga bukan wacana yang hanya diperdengarkan di
level nasional saja. Pada prakteknya, program ini sangat mengandalkan instansi
pemerintahan di level yang terdekat dengan masyarakat.

Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan Gerakan yang dilaksanakan oleh


masyarakat dan Pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia, terutama untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi.
Angka kematian bayi sendiri dapat ditekan dengan menyehatkan para ibu dan
calon ibu yang akan memiliki atau sudah memiliki bayi. Sebagai salah satu
program yang ditargetkan untuk berhasil mengurangi AKI, tentunya diperlukan
strategi-strategi komunikasi yang baik dan benar dalam pensosialisasiannya.
Banyak cara yang dilakukan GSI dalam melakukan edukasi salah satunya
dengan melakukan kunjungan setiap minggunya ke rumah para ibu hamil yang
sudah didata sebelumnya oleh kader-kader GSI.
Melakukan edukasi tentang baiknya memberikan ASI eksklusif bagi
bayi mereka yang baru lahir, melakukan senam bagi ibu hamil, memantau
kesehatan ibu hamil dan bayi yang baru lahir secara rutin, mensosialisaikan
bagaimana melakukan pemeliharaan tali pusar bagi bayi yang baru lahir dan
sebagainya. Hal ini dilakukan GSI dengan rutin melakukan sosialisasi,
kunjungan dan edukasi dari mulut ke mulut sehingga masyarakat dapat
merasakan dampaknya secara merata. Program tersebut sudah berjalan sejak
tahun 2014 sampai dengan 2018 dan dari tahun ke tahun banyak kendala yang
dirasakan oleh GSI. Salah satunya adalah kurang terbukanya pandangan
masyarakat khususnya ibu-ibu hamil akan pentingnya menjaga kesehatan bayi
dan diri mereka sendiri, namun kendala yang dirasa cukup besar adalah kurang
berminatnya masyarakat tentang fasilitas yang telah disediakan pemerintah
seperti kartu BPJS dan JamKesDa. Oleh karena itu kader GSI terpaksa turun
langsung untuk menggalang dana demi membantu biaya persalinan ibu-ibu
hamil tersebut.
Sebagai seorang perempuan sangat penting untuk mengetahui hal-hal
tentang kehamilan dan kesehatan janinnya. Hal ini merupakan salah satu upaya
untuk mencegah angka kematian ibu dan bayi yang tinggi. Mendiagnosis secara
dini ketika terjadi masalah kehamilan, menangani secara cepat ketika dalam
keadaan bahaya. Peleyanan kesehatan mempunyai peranan penting dalam
program-program yang dijalankan pemerintah dalam mengatasi masalah angka
kematian ibu dan bayi. Walaupun program ini sudah dicanangkan sejak dulu,
namun sampai saat ini program safe motherhood belum menunjukkan hasil
yang memuaskan dan hanya beberapa persen saja. Program safe motherhood
perlu mendapat dukungan da semua pihak agar program ini dapat membuahkan
hasil yang baik.
1.2 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Lahirnya Gerakan Sayang Ibu (GSI)
2. Untuk Mengetahui Apa Definisi Gerakan Sayang Ibu (GSI)
3. Untuk Mengetahui Sejarah Lahirnya Safe Motherhod
4. Untuk Mengetahui Apa Definisi Safe Motherhood
5. Untuk Mengetahui 4 Pilar Safe Motherhood
6. Untuk Mengetahui Indikator Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu
7. Untuk Mengetahui Upaya Dalam Penerapan Safe Motherhood Di
Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Gerakan Sayang Ibu


Awal dari kemunculan Gerakan Sayang Ibu ini tepat pada puncak acara
peringatan Hari Ibu pada tahun 1996. Acara tersebut diadakan di Desa Jaten,
Karanganyar, tempat kelahiran Ibu Tien Soeharto (almarhumah). Pada
kesempatan itu Presiden Soeharto meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yang
tujuannya mempercepat penurunan AKI. Sebelumnya, pada 19-21 Juni 1996,
diadakan Lokakarya Penurunan Angka Kematian Ibu di Jakarta. Di situ
Presiden menekankan perlunya percepatan penurunan AKI. Karena memang
tanpa percepatan penurunan angka kematian ibu hamil dan bersalin, maka
kemajuan wanita yang telah dicapai pada waktu itu dirasa tidak lengkap.
Usaha tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh
organisasi internasional misalnya program menciptakan kehamilan yang lebih
aman (making pregnancy safer program) yang dilaksanakan oleh WHO (World
Health Organisation), atau program Gerakan Sayang Ibu (Safe Motherhood
Program) yang dilaksanakan oleh Indonesia sebagai salah satu rekomendasi
dari konferensi internasional di Mesir, Kairo tahun 1994. Selain usaha-usaha
tersebut, ada pula beberapa konferensi international yang juga bertujuan untuk
menurunkan angka kematian ibu seperti Internasional Conference on
Population and Development, di Cairo, 1994 dan the World Conference on
Women, di Beijing, 1995.

2.1.1. Faktor Pendukung Lahirnya Gerakan Sayang Ibu (GSI)


Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan suatu gerakan yang
dilaksanakan dalam upaya membantu salah satu program pemerintah
untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan
yang berdampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena
hamil, melahirkan dan nifas.
Penyebab tidak langsung dari tingginya AKI adalah: Pendidikan
ibu yang masih rendah sehingga kurang mengetahui pentingnya
perawatan kesehatan khususnya saat kehamilan, sosial ekonomi rendah
sehingga kesehatan menjadi sesuatu yang kurang diprioritaskan, sosial
budaya menyebabkan ibu hamil belum menjadi prioritas dalam
pemenuhan gizinya, status gizi yang rendah, prevalensi anemi ibu hamil
yang tinggi, kondisi 4 terlalu seperti, terlalu muda saat hamil, terlalu tua
saat hamil, terlalu banyak anak, terlalu dekat usia kelahiran, serta
kondisi geografis yang menyebabkan rendahnya akses untuk
mendapatkan perawatan persalinan yang memadai.
Dengan demikian, perhatian terhadap ibu khususnya ibu hamil
merupakan langkah preventif untuk menekan angka kematian ibu. Oleh
sebab itu, dengan adanya program seperti GSI ini, diharapkan menjadi
wadah sekaligus sarana untuk memperhatikan dan memprioritaskan
peningkatan gizi pada ibu hamil. Harapannya ”Ibu Sehat, Anak Sehat,
Bangsa Kuat“ dapat terwujud.
Negara-negara di Asia, termasuk Indonesia, adalah negara
dimana setiap warga perempuannya memiliki kemungkinan 20-60 kali
lipat dibanding negaranegara Barat dalam hal kematian ibu karena
persalinan. Beberapa faktor penyebabnya adalah pertama berkaitan
dengan faktor pelayanan kesehatan, termasuk fasilitas yang kurang baik
dan ketidakmampuan untuk menerima perlakukan yang khusus oleh
seorang ahli medis. Faktor kedua adalah faktor reproduksi perempuan
sendiri, yaitu perempuan yang terlalu muda atau terlalu tua dimana
badannya tidak kuat untuk menangani persalinan. Sedangkan faktor
yang ketiga adalah sosio-ekonomi, dimana dalam faktor ini termasuk
juga hal-hal seperti kemiskinan, buta huruf, kekurangan gizi dan status
sosio-ekonomi perempuan yang sering rendah. Dan semua faktor ini
jauh lebih sering muncul di negara berkembang dari pada di negara
Barat.
2.1.2. Apa Yang Harus Dilakukan?
Seharusnya usaha yang dilakukan agar keberadaan GSI tidak
hanya sebagai sebuah nama organisasi dengan susunan pengurusnya
saja, beberapa diantaranya adalah dengan mengadakan dan
merealisasikan berbagai program dan kegiatan seperti, seminar,
penyuluhan, dll. Dengan adanya kegiatan semacam ini diharapkan dapat
membantu ibu-ibu untuk lebih memperhatikan kesehatan mereka dan
menyadari ancaman yang terjadi. Untuk itu diharapkan pula adanya
dukungan dari pemerintah agar program semacam ini bisa lebih optimal.
Hal yang tidak kalah penting untuk diingat adalah bahwa
kematian ibu dan keamanan bagi kehamilan setiap calon ibu tentunya
akan menjadi tanggungjawab seluruh warga dunia, bukan hanya
organisasi internasional, seperti WHO atau PBB tetapi juga
tanggungjawab kita semua. Dan ini menjadi sesuai dengan tujuan PBB
yaitu menurunkan tiga per empat angka kematian ibu di seluruh dunia
sebelum tahun 2015. Semoga keberadaan GSI ini selain untuk
menyadarkan mereka akan pentingnya keselamatan ibu, juga semoga
mampu berperan maksimal dan tercapai apa yang menjadi tujuan
utamanya.
2.1.3. Pengertian Gerakan Sayang Ibu (GSI)
Gerakan Sayang Ibu adalah Suatu Gerakan yang dilaksanakan
oleh masyarakat, bekerjasama dengan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan
yang mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian
ibu karena hamil, melahirkan dan nifas serta penurunan angka
kematian bayi.
Gerakan Sayang Ibu (GSI) mempromosikan gerakan yang
berkaitan dengan kecamatan sayang ibu dan rumah sakit sayang ibu
untuk mencegah tiga macam keterlambatan, yaitu :
 Keterlambatan di tingkat keluarga dalam mengenali tanda
bahaya dan membuat keputusan dalam mencari pertolongan.
 Keterlambatan dalam mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
 Keterlambatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan
Gerakan Sayang Ibu perlu dilakukan karena :
1. SDM yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan suatu
pembangunan.
2. Pembentukkan kualitas SDM yang berkualitas ditentukan dari
janin dalam kandungan, karena perkembangan otak terjadi
selama hamil sampai dengan 5 tahun.
3. Kesehatan Ibu dan Anak factor paling strategis untuk
meningkatkan mutu SDM.
4. Angka Kematian Ibu ( AKI ) karena hamil, bersalin dan nifas
di Indonesia tergolong tinggi diantara Negara2 ASEAN.
5. Tingginya AKI dan AKB di Indonesia memberikan dampak
negati pada berbagai aspek.
6. Kematian Ibu menyebabkan bayi menjadi piatu yang pada
akhirnya akan menyebabkan penurunan kualitas SDM
akibatnya kurangnya perhatian, bimbingan dan kasih sayang
seorang ibu.
Dasar Pelaksanaan :
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, tentang Pengesahan
Konvensi Mengenai Penghapusan segala bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan.
2. Kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat,
Menteri Kesehatan, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan
pada tanggal 12 Maret 2002.
Maksud dan Tujuan :
1. Menyegarkan dan meningkatkan pengetahuan Satgas GSI
tentang berbagai program Gerakan Sayang Ibu ( GSI ) dari
stake holder terkait.
2. Menyegarkan dan meningkatkanpengetahuan Satgas Gerakan
Sayang Ibu ( GSI ) tentang peran stake holder terkait dalam
Gerakan Sayang Ibu.
3. Identifikasi Masalah yang menyebabkan kematian Ibu faktor
determinan yang perlu diperhatikan antara lain :
4. Kondisi sosial Ekonomi keluarga meliputi : pendapatan ( daya
beli ), derajat pendidikan ibu,m pengetahuan keluarga dan
masyarakat tentang kesehatan.
5. Kesehatan reproduksi : umur, paritas, status perkawina.
6. Tingkat partisipasi masyaraka. Potensi institusi dan peran serta
masyarakat.
7. Kondisi sosial budaya masyarakat ( nilai-nilai budaya yang
mendukung dan menghambat ).
8. Komitmen politik dan pemerintah daerah : Gubernur,
Bupati/Walikot, Camat dan Kepala Desa/Lurah.
9. Komitmen para pelaksana : PLKB, Bidan, dll.

2.1.4. Jenis-Jenis Intervensi yang dapat dilakukan oleh Daerah


Setiap Daerah memiliki variasi alternatif pemecahan masalah
yang berbedabeda. Untuk itu jenis-jenis intervensi yang dilakukan
disesuaikan dengan sosial budaya, ekonomi dan tingkat pendidikan
keluarga dan masyarakat. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah
satu wujud hak asasi perempuan dan anak, akan tetapi pada saat ini
kesehatan ibu dan anak khususnya bayi baru lahir, merupakan tugas
bersama antara pemerintah, masyarakat, organisasi kemasyarakatan,
organisasi perempuan dan organisasi profesi.
Disamping itu strategi Pemerintah dalam meningkatkan
percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi ini juga dilakukan
program advokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) bagi
bidan, LPM, PKK, PLKB, tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam
pendataan ibu hamil serta pengembangan rujukan oleh masyarakat
serta peningkatan kualitas kesehatan kepada masyarakat. Disamping
ada “SIAGA” ( Siap, Antar, Jaga ) oleh pemerintah juga telah
dikembangkan P 4 K (Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi) yang dimaksudkan untuk menuju persalinan
yang aman dan selamat bagi ibu.
Selain itu juga untuk meringankan warga dalam hal
pembayaran, biaya persalinan tersebut dicicil melalui tabungan ibu
bersalin (tabulin). Cicilan dibayar sejak seorang ibu positif hamil
sampai tiba saatnya melahirkan. Besar cicilan disesuaikan kemampuan
masing-masing keluarga. Ada yang mencicil Rp 200 seminggu atau
lebih. Uang itu disimpan pada bidan desa. Bila saat melahirkan tiba
namun tabulin belum mencapai Rp 175.000, ibu bersangkutan boleh
mencicil sisa biaya setelah melahirkan. Diharapkan langkah – langkah
tersebut merupakan langkah preventif untuk menekan angka kematian
ibu. Oleh sebab itu program Gerakan Sayang Ibu kali ini, diharapkan
menjadi momentum untuk memperhatikan dan memprioritaskan
peningkatan gizi pada ibu hamil. Harapannya ”Ibu Sehat, Anak Sehat,
Bangsa Kuat“ dapat terwujud.
2.2 Definisi Safe Motherhood
Safe Motherhood adalah standar upaya atau tindakan yang dilakukan
agar kehamilan perempuan/wanita berjalan lancar atau dengan kata lain untuk
menyelamatkan agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman. Program
Safe Motherhood sering disebut juga dengan Four Pillars of Safe Motherhood
( konsep yang dikembangkan oleh WHO, 1994). Empat Pilar Safe Motherhood
tersebut terdiri dari keluarga berencana, persalinan bersih dan aman, asuhan
antenatal, dan pelayanan obstetri esensial.
2.2.1. Sejarah Safe Motherhood
Upaya Safe Motherhood dirintis untuk mengatasi perbedaan
yang sangat besar antara angka kematian ibu di negara maju dengan
angka kematian ibu di negara berkembang. Dibandingkan angka
kematian bayi atau (AKB), perbedaan angka kematian ibu (AKI)
ternyata jauh lebih besar. Hasil penelitian WHO dan UNFPA (United
Nations Fund for Population Activities) menunjukan tingginya angka
kematian ibu di berbagai negara berkembang dan di negara maju. Hasil-
hasil penelitian semacam ini kemudian dibicarakan pada interregional
meeting on the prevention of maternal mortality di WHO Geneva pada
bulan November 1985.
Pertemuan ini kemudian menjadi dasar dari gerakan dunia
menyelematkan ibu dari kesakitan dan kematian, yang kemudian
dicanangkan dalam Konferensi Internasional Safe Motherhood
(International Conference on Safe Motherhood) di Nairobi, Kenya, pada
bulan Oktober 1987 atas kerja sama Bank Dunia, UFPA, World Health
Organization (WHO), dan United Nations Development Programme
(UNDP).
Forum pertama yang secara khusus membahas masalah
kematian ibu karena kehamilan dan persalinan. Dalam konferensi
tersebut diungkapkan terjadinya 585.000 kematian ibu di dunia setiap
tahunnya. Sekitar 99% kematian ibu tersebut terjadi di negara-negara
berkembang. Kenyataan ini membuka mata dunia bahwa telah terjadi
ketimpangan yang besar antara masalah kesehatan perempuan di negara
maju dan di negara berkembang. Mulai saat itu, dicanangkanlah upaya
Safe Motherhood sebagai upaya global untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada perempuan dan bayi baru lahir, khususnya
di negara berkembang.
Konferensi kedua yang menjadi tonggak upaya Safe
Motherhood adalah World Summit for Children tahun 1990. Dalam
pertemuan pertemuan tersebut satu dari tujuh deklarasi adalah
menurunkan AKI menjadi setengahnya pada tahun 1990-2000. Untuk
mencapai hal ini kemudian dibentuk jaringan global guna meningkatkan
kesadaran, prioritas masalah, mobilisasi penelitian, bantuan teknis dan
informasi tentang masalah kematian ibu. Hal ini berarti setiap negara
dari 166 negara yang menandatangani deklarasi tersebut telah
menyatakan komitmennya untuk menurunkan AKI di negara masing-
masing sebesar 50%. Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut
menandatangani deklarasi tersebut juga telah bertekad untuk
menurunkan angka kematian ibu dari 450 per 100.000 kelahiran hidup
menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2000.
Konferensi yang ke tiga juga menentukan adalah Intenational
Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo pada
bulan September tahun 1994. Konsensus umum yang disepakati adalah
perubahan paradigma dari kontrol penduduk menjadi pemenuhan hak-
hak reproduksi manusia. Hal tersebut lebih memfokuskan pada
peningkatan kualitas hidup manusia yang hanya dapat dicapai melalui
partisipasi penuh dari kaum perempuan di segala bidang.
Selanjutnya, pada Konferensi Dunia IV tentang wanita di
Beijing pada tanggal 15 Oktober 1995, penekanan tentang
gender sangat berbeda dengan pemikiran di Nairobi yang lebih sempit
tentang upaya yang “terpusat pada wanita”. Peserta konferensi
menganggap bahwa ICPD 1994 merupakan awal pengakuan global
tentang kemitraan pria-wanita (equity) dan pemberdayaan wanita
sebagai dasar dalam merencanakan program kesehatan dan
kependudukan yang efektif.
Pertemuan yang diikuti oleh wakil dari 65 negara tersebut
mengakui bahwa telah banyak usaha yang dilakukan dalam 10 tahun,
tetapi masih banyak yang perlu dilakukan. Dalam pertemuan tersebut,
disampaikan 10 pesan aksi untuk dapat dilaksanakan di setiap Negara
yaitu :

1. Mengembangkan Safe Motherhood melalui hak azasi manusia.


2. Memberdayakan wanita, memberi kesempatan memilih Safe
Motherhood.
3. Investasi sosial dan ekonomi yang vital.
4. Menunda perkawinan dan kehamilan pertama.
5. Setiap kehamilan menghadapi risiko.
6. Memastikan persalinan ditolong oleh tenaga terdidik/terampil.
7. Meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan ibu yang
berkualitas.
8. Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengatasi
aborsi yang tidak aman.
9. Mengukur kemajuan program Safe Motherhood.
10. Kekuatan dalam kemitraan untuk Safe Motherhood

2.2.2. 4 Pilar Save Motherhood


1. Keluarga Berencana (KB) adalah program pemerintah
indonesia yang disusun untuk menjaga keseimbangan antara
kebutuhan dan jumlah penduduk. Secara umum KB bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan antara ibu dan anak dalam
rangka mewujudkan NKKBS (Normal Keluarga Kecil Bahagia
Sejahtera). Dalam program KB akan direncanakan mengenai
waktu yang tepat untuk Ibu hamil, menentukan jumlah anak
serta mengatur jarak kehamil¬an.
Program tersebut juga dimaksudkan untuk mengurangi
ang¬ka aborsi dikalangan anak muda. Penerapan Konsep KB
pertama kali diperkenalkan di Kota Matlab, Bangladesh pada
tahun 1976. Pelayanan KB harus menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, baik ibu/ca¬lon ibu dan perempuan remaja.
Konseling yang terpusat sangat diperlukan dalam memberi
pelayanan KB pada kebutuhan ibu dan berbagai pilihan metode
KB termasuk penggunaan alat kontrasepsi darurat.
2. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal merupakan sarana pendidikan bagi wanita
tentang kehamil¬an dan upaya un¬tuk mendeteksi secara dini
pada komplikasi kehamilan. Komponen Pelayanan antenatal
terdiri dari :
a) Deteksi dan penanganan komplikasi pada kelainan
letak, pre-eklampsia, hipertensi ( tekanan darah tinggi )
dan pembengkakan pada tungkai (edema).
b) Pengobatan anemia dan skrining, Pengobatan ma¬laria,
dan berbagai penyakit menular seksual.
c) Penyuluhan terhadap komplikasi yang po¬tensial, serta
kapan dan bagaimana cara mendapatkan pelayanan
rujukan.
3. Persalinan yang Aman
Persalinan yang aman bertujuan untuk memastikan setiap
Bidan atau Dokter selaku penolong kelahiran/persalinan
mempunyai keterampilan, kemampuan, dan alat untuk
memberikan pertolongan serta pelayanan nifas pada ibu dan
bayi. Dalam penanganan persalinan :
a) Wanita hamil harus mendapatkan pertolongan oleh
tenaga kesehatan yang professional.
b) Tenaga kesehatan harus bisa mengenali secara dini
gejala serta tanda komplikasi persalinan
c) Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan
komplikasi persalinan.Sebagian besar komplikasi
obstetri yang berkaitan dengan kematian ibu hamil
tidak dapat diprediksi atau dicegah, namun dapat
ditangani bila ada pelayanan yang memadai.
4. Pelayanan Obstetri Esensial
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah adanya
ketersediaan pelayanan selama 24 jam untuk bedah cesar,
transfusi darah, pengeluaran plasenta secara manual,
pengobatan anestesi, antibiotik, dan cairan infus, serta aspirasi
vakum untuk abortus inkomplit. Tanpa peran serta masyarakat,
mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin
tercapainya keselamatan ibu. Puskesmas juga merupakan salah
satu penyedia pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan
angka kematian ibu melalui program yang mengacu pada
konsep Four Pillars of Safe Motherhood.
2.2.3. Indikator upaya Penurunan Angka Kematian Ibu
Pemantauan dan evaluasi upaya penurunan AKI tidak hanya
didasarkan pada pengukuran tentang perubahan kematian ibu, namun
meliputi pemantauan proses dan luaran. Indikator dampak sebagai
berikut :
1. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio)
AKI adalah kematian ibu dalam periode satu per 100.000
kelahiran hidup pada periode yang sama.
2. Rate Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate) yaitu jumlah
kematian ibu dalam satu periode per 100.000 wanita usia subur.
3. Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (Lifetime risk)
Risiko wanita terhadap kematian ibu terjadi sepanjang usia
suburnya..
4. Proporsi Kematian Ibu Pada Wanita Usia Reproduksi
(Proportional Mortality ratio) Indikator ini merupakan
presentase kematian ibu dari kematian total pada wanita usia
15-49 tahun.
2.2.4. Strategi untuk menurunkan Angka Kematian Ibu
Sejak dilaksanakannya Konferensi International Safe
Motherhood di Nairobi tahun 1987, hampir setiap Negara berkembang
berusaha sekuat tenaga untuk menurunkan angka kematian ibu. Maine
dkk mengindentifikasi “rantai penyebab” kematian ibu dan
menghubungkannya dengan strategi intervensi yang dikelompokkan
dalam tiga kategori sebagai berikut :

 Mencegah/memperkecil kemungkinan wanita untuk


menjadi hamil dengan keikutsertaan ber-KB.
 Mencegah/Memperkecil kemungkinan wanita hamil
mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan.
 Mencegah/Memperkecil kematian wanita yang mengalami
komplikasi dalam kehamilan/persalinan.

2.2.5. Intervensi untuk Mencegah Kematian Ibu


Intervensi untuk mencegah kematian ibu dilakukan terhadap
ketiga jenis determinan. Intervensi yang memberi dampak relative
cepat terhadap penurunan AKI adalah intervensi terhadap pelayanan
kesehatan. Intervensi yang ditujukan kepada determinan antara akan
memberikan efek pada jangka menengah, misalnya peningkatan gizi
serta pendidikan ibu. Intervensi yang diarahkan kepada determinan
konstektual akan memberikan efek pada jangka panjang, misalnya
melalui kegiatan pemberdayaan wanita dan kemitraan pria wanita.

2.2.6. Upaya dalam Penerapan Safe Motherhood Di Indonesia


1. Making Pregnancy Safer
Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun
atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin
pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti
ilmiah yang dikenal dengan sebutan “Making Pregnancy Safer
(MPS)” melalui tiga pesan kunci. Berdasarkan Lesson Learned dari
upaya Safe Motherhood, maka pesan-pesan kunci MPS adalah :
 Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih.
 Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat
pelayanan yang adekuat.
 Setiap perempuan usia subur mempunyai akses terhadap
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan
penanganan komplikasi keguguran.
MPS meminta perhatian pemerintah dan masyarakat di setiap
negara untuk :
 Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas utama
dalam rencana pembangunan nasional dan internasional.
 Menyusun acuan nasional dan standar pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal.
 Mengembangkan sistem yang menjamin pelaksanaan
standar yang telah disusun.
 Memperbaiki akses pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal, KB, aborsi legal, baik publik maupun swasta.
 Meningkatkan upaya kesehatan promotif dalam kesehatan
maternal dan neonatal serta pengendalian fertilitas pada
tingkat keluarga dan lingkungan.
 Memperbaiki sistem monitoring pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal.

2. Primary Health Care


Karena tingginya angka kematian ibu di berbagai daerah, WHO dan
UNICEF melaksanakan pergemuan di Alma Atta Uni Soviet tahun
1978 dan mencetuskan “primary health care” dengan tekanan pada
pelaksanaan antenatal care, gizi, imunisasi, gerakan keluarga
berencana, meningkatkan sistem rujukan dan pertolongan
persalinan. Tindak lanjut primary health care diikuti serangkaian
pertemuan tentang safe motherhood dengan tujuan agar dapat
menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal,
menuju “well born baby” dan “well health mother”.
3. Bidan Desa
Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah
untuk mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu) dan
AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia adalah dengan
mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang antara
lain dilakukan melalui penempatan Bidan di Desa. Keterlambatan
dalam upaya memberikan pelayanan yang bermutu dan menyeluruh
bertambah dengan kurangnya jumlah dokter spesialis obstetri dan
ginekologi. Para spesialis obstetri dan ginekologi di Indonesia
sebagian besar berada di perkotaan, sehingga pelayanan kepada
masyarakat masih dilakukan oleh dukun beranak. Untuk mengatasi
masalah tersebut, maka penyebarluasan bidan di desa diharapkan
dapat menggantikan peran dukun beranak.
Berkaitan dengan tugas bidan di desa, salah satu strategi
pemerintah yang digunakan di tingkat desa adalah program “Desa
Siaga” . Tujuan dari Desa Siaga adalah untuk meningkatkan
jangkauan pelayanan dan mutu pelayanan kesehatan serta
menurunkan angka kematian ibu (AKI). Bidan desa merupkan
motor penggerak dari Desa Siaga. Ada pun peran Bidan lainnya
yaitu :
 Fasilitator yaitu fungsi dalam mendampingi
masyarakat.
 Motivator.
 Katalisator.
 Gerakan Sayang Ibu
4. P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi)
P4K adalah suatu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan di desa
dalam rangka peningkatan peran aktif suami, keluarga dan
masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan
persiapan menghadapi komplikasi bagi ibu hamil, termasuk
perencanaan dan penggunaan KB pasca persalinan dengan
menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran dalam rangka
meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu dan
bayi baru lahir. Ada beberapa batasan program P4K yang meliputi:
 P4K dengan stiker
 Pendataan ibu hamil dengan stiker.
 Forum peduli kesehatan ibu dan anak (KIA)
 Kunjungan rumah.
 Rencana pemakaian alat kontrasepsi pasca persalinan.
 Persalinan oleh nakes.
 Kesiagaan.
 Tabulin (Tabungan Ibu Bersalin) .
 Dasolin (Dana sosial ibu bersalin).
 Ambulans desa.
 Calon donor darah .
 Inisiasi menyusui dini.
 Kunjungan nifas.
 Pemberdayaan masyarakat.
 Buku KIA.
 PPGDON (Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri
Nenotal).
5. Jampersal
Jampersal merupakan kependekan dari Jaminan Persalinan,
artinya jaminan pembiayaan yang digunakan untuk pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk
pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang
pembiayaannya dijamin oleh Pemerintah. Ada 5 alasan khusus
jampersal dilaksanakan, yaitu :
 Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas oleh tenaga
kesehatan.
 Meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh
tenaga kesehatan.
 Meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan.
 Meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil,
bersalin, nifas dan bayi baru lahir.
 Serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien,
efektif, transparan dan akuntabel.
6. Program Emas (Expanding Maternal and Neonatal Survival)
EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) adalah sebuah
program kerjasama Kementrian Kesehatan RI selama lima tahun
(2012-2016) dalam rangka mengurangi angka kematian ibu dan
bayi baru lahir. EMAS befokus terhadap dua prioritas, yaitu :
a) Membangun rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakata
yang akuntabel untuk meningktakan kualitas pelayanan
maternal dan bayi baru lahir
b) Menjalin keselamatan ibu hamil di tengah situasi darurat
dan mengantarkan ibu hamil dan bayi menuju pelayanan
fasilitas kesehatan dan diberikan pelayanan keselamatan ibu
hamil selama menuju rumah sakit. EMAS bertujuan untuk:
c) Meningkatkan kualitas pelayanan PONED & PONEK.
Memastikan intervensi medis prioritas yang mempunyai
dampak besar pada penurunan kematian diterapkan di RS
dan Puskesmas. Pendekatan tata kelola klinis (clinical
governance) diterapkan di RS dan Puskesmas.
d) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem rujukan antar
Puskesmas/Balkesmas dan RS. Penguatan sistim rujukan.
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjamin
akuntabilitas dan kualitas nakes, faskes dan Pemda.
Dalam mencapai programnya, EMAS melakukan
pendekatan Vanguard atau dapat diartikan dengan istilah Garda
Depan, yaitu dengan melakukan penerapan tata kelola yang baik
terkait kelangsungan hidup bayi dan ibu baru lahir yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kegawatdaruratan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir di fasilitas kesehatan,
pemanfaatan teknologi informasi mutakhir (SMS, hotline, media
sosial) dalam hal meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam
pelayanan kegawatdaruratan yang dilakukan untuk peningkatan
sistem rujukan yang efektif, efisien berkualitas dan aman dalam
kegawatdaruratan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Gerakan Sayang Ibu (Safe Motherhood Program) yang dilaksanakan oleh
Indonesia sebagai salah satu rekomendasi dari konferensi internasional di
Mesir, Kairo tahun 1994.
2. Presiden Soeharto meluncurkan Gerakan Sayang Ibu, yang tujuannya
mempercepat penurunan AKI. Sebelumnya, pada 19-21 Juni 1996,
diadakan Lokakarya Penurunan Angka Kematian Ibu di Jakarta.
3. Faktor Pendukung Lahirnya GSI :
a) Pendidikan ibu yang masih rendah sehingga kurang mengetahui
pentingnya perawatan kesehatan khususnya saat kehamilan.
b) Sosial ekonomi rendah sehingga kesehatan menjadi sesuatu yang
kurang diprioritaskan.
c) Sosial budaya menyebabkan ibu hamil belum menjadi prioritas
dalam pemenuhan gizinya.
d) Status gizi yang rendah,
e) Prevalensi anemi ibu hamil yang tinggi.
f) Kondisi 4 terlalu seperti, terlalu muda saat hamil, terlalu tua saat
hamil, terlalu banyak anak, terlalu dekat usia kelahiran, serta
kondisi geografis yang menyebabkan rendahnya akses untuk
mendapatkan perawatan persalinan yang memadai.
4. GSI merupakan gerakan percepatan penurunan angka kematian ibu dan
bayi yang dilaksanakan bersama-sama antara pemerintah dan masyarakat,
untuk lebih meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian dalam
upaya interaktif dan sinergis.
5. Safe Motherhood adalah standar upaya atau tindakan yang dilakukan agar
kehamilan perempuan/wanita berjalan lancar atau dengan kata lain untuk
menyelamatkan agar kehamilan dan persalinannya sehat dan aman.
Ada empat pilar safe motherhood yaitu :
 Keluarga Berencana (KB)
 Pelayanan Antenatal.
 Persalinan yang Aman
 Pelayanan Obstetri Esensial
Upaya penerapan safe motherhood di Indonesia :
 Making Pregnancy Safer.
 Primary Health Care.
 Bidan Desa
 P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi).
 Jampersal
 Program Emas (Expanding Maternal and Neonatal
Survival.

3.2 Saran
Dengan hadirnya GSI ini diharapkan SDM yang berkualitas yang
ditentukan dari janin dalam kandungan, karena perkembangan otak terjadi
selama hamil sampai dengan 5 tahun; Kesehatan Ibu dan Anak faktor paling
strategis untuk meningkatkannya. Karena Angka Kematian Ibu (AKI) karena
hamil, bersalin dan nifas di Indonesia tergolong tinggi diantara Negara-negara
ASEAN. Maka kita mesti mengetahuinya melalui program GSI yang
digalakkan oleh pemerintah.
Hendaknya seorang tenaga medis dalam memberikan asuhan harus
mengacu pada evidence based. Salah satunya adalah melakukan program safe
motherhood yaitu upaya untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu.
Diharapkan angka kematian ibu setiap tahunya akan menurun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar, Azrul. 2001. Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer di


Indonesia 2001-2010. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2. Suprijadi.1999. Bidan di masyarakat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
3. www.google.com/Safe Motherhood
4. Ronoatmodjo, Sudarto. 2000. Materi Ajar Modul Safe Motherhood.Jakarta : DEPKES
RI.
5. GATRA, Artikel: Gerakan Sayang Ibu-Masri Singarimbun. Nomor 08/III, 11 Januari
1997-diakses: 31 Januari 2008.
6. KBI Gemari, Artikel: Memacu Gerakan Ibu Sehat Sejahtera- Prof. Dr. Haryono
Suyono, Pengamat Masalah Sosial Kemasyarakatan. Copyright©2004_KBI.
Gemari.or.id.
7. Rahima; Pusat Pendidikan dan Informasi Islam dan Hak-hak
Perempuan_copyright©Rahima 2001_rahima2000@cbn.net.id.
8. Tempointeraktif.com-Gerakan Sayang Ibu Belum Efektif Menekan Angka Kematian-
Dwi Riyanto Agustiar–Kamis, 03 Mei 2007 | 02:30 WIB–diakses: 26 Desember
2008.
9. www.menegpp.go.id 6. www.presidensby.info

Anda mungkin juga menyukai