Anda di halaman 1dari 23

Makalah

Saling Menasehati Dalam Iislam

Nama :

Muhammad Vicky Firmansyah (25)


SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 SINGOSARI
Jln. Ki Hajar Dewantara No. 1 Banjararum Kab. Malang (65153)

Tahun Ajaran 2019/2020

Kata Pengantar

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, karena


dengan rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat menulis makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan tanpa ada hambatan yang berarti. Shalawat serta salamnya
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para
sahabatnya, dan juga kepada kita semua selaku umatnya yang insya Allah selalu
mengikuti ajaran sunahnya.

Makalah ini merupakan hasil observasi dan merupakan salah satu persyaratan
untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran “ Pendidikan Agama Islam “ tentang
“Saling Menasehati Dalam Islam” yang mencakup hal-hal tentang khotbah, tabliq,
dan dakwah di SMA NEGERI 1 Singosari.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini, dan jauh dari sempurna, itu di karenakan keterbatasan yang saya miliki, karena
saya masih tahap belajar. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhirnya
kepada ALLAH lah kami pasrahkan semua,karena kebenaran hanyalah milik-Nya.

Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi saya dan umumnya bagi pembaca
sekalian Terutama untuk kelas saya tercinta.
Malang, 6 Desember 2019

Muhammad Vicky Firmansyah

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Pengertian Nasihat

B. Saling Menasehati

C. Adab Memberi Nasihat

D. Hikmah dan Manfaat Nasihat

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Khutbah/Khotbah, Tabligh, dan Dakwah

B. Pentingnya Khutbah, Tabligh, dan Dakwah

C. Ketentuan Khotbah, Tabligh, dan Dakwah


D. Menerapkan Perilaku Mulia Sehubungan dengan Khotbah, Tabligh, dan Dakwah

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pengertian Nasihat
Saling mengingatkan dalam hal kebaikan adalah kewajiban sesama muslim.
Dalam islam, mengingatkan orang lain secara lisan semacam itu biasa disebut dengan
nasihat, wasiat, tausiyah, mau’izah, dan tazkirah (peringatan). Semua kegiatan itu
adalah bagian dari dakwah, yaitu dakwah bilisan (secara lisan), karena hanya berupa
ceramah, sedangkan dakwah bukan hanya melalui lisan.

Nasihat berasal dari bahas Arab, dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia nasihat diartikan secara sederhana mauizah yaitu; ajaran atau pelajaran
yangbaik; atau diartikan anjuran (petunjuk, peringatan, teguran) yang baik, kehendak
baik. Saling menasihati berarti saling menganjurkan kebaikan, saling menghendaki
kebaikan, dan saling mengingatkan.

Dalam al-Qur’an tidak didapati kata nasihat kecuali akar kata seperti
kata nashahû ‫ص ُحوا‬
َ َ‫ ن‬yang berarti ikhlas nasihat kepada Allah dalam QS.
Al-Taubah/9: 91 dan kata Nâshihun berarti penasehat

dalam QS. Al-A’raf/7: 68.

Kata “nasihat” banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya Hadis


yang diriwayatkan oleh Muslim dari Tamim al-Dariy, Rasulullah saw bersabda:
ُ‫صي َحة‬ ِّ » ‫سو ِّل ِّه َوألَئِّ َّم ِّة ْال ُم ْس ِّل ِّمينَ َو َعا َّمتِّ ِّه ْم « قُ ْلنَا ِّل َم ْن قَا َل‬
ِّ َّ‫الدينُ الن‬ ُ ‫ِّ َّّلِلِّ َو ِّل ِّكت َا ِّب ِّه َو ِّل َر‬
Artinya :

“Agama adalah nasehat. Kemudian kami (para shahabat) bertanya, “Nasehat untuk
siapa?”, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam menjawab, “Untuk Allah, untuk
Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin kaum muslimin dan untuk kaum
muslimin secara umum” HR. Imam Muslim

Mayoritas isi kandungan agama adalah nasihat. Ada beberapa pengertian nasihat
yang berbeda bergantuk konteks kepada siapa nasihat itu diberika. Al-Khathabiy dan
ulama lain memberikan arti nasihat sebagaimana yang dikutib oleh al-Nawawi pada
sayarah Muslim sebagai berikut:

1. Nasihat untuk Allah diartikan beriman kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya,
mematuhi segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.

2. Nasihat bagi kitab Allah, maknanya beriman keagungan kalam Allah al-Qur’an,
membaca, memahami dan mengamalkannya

3. Nasihat kepada Rasul-Nya, maknanya mengimani kebenarannya, patuh segala yang


datang dari padanya dan menghidupkan Sunah-sunahnya
4. Nasihat terhadap para pimpinan umat Islam, artinya membantu mereka dalam
melaksanakan kebenaran, taat segala perintahnya dan memberikan masukan saran
secara sopan jika mereka menyimpang.

5. Nasihat kepada kaum muslimin semuanya, artinya memberikan petunjuk dan


bimbingan kepada mereka untuk kemaslahatan dunia dan akhirat serta mencegah
gangguan mereka.[1]

Kata Nasihat sinonim mauizhah sebagaimana yang disebutkan akar kata pada QS.
Lukman/31 : 13 mauizhanya Lukman terhadap anaknya.

Sedangkan Ihsan secara sederhana diartikan berbuat baik. Berbuat baik


adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah dengan sesame manusia.
Ihsan dalam ibadah sebagaimana Hadis Rasulillah ketika ditanya oleh Jibril:

)‫ فَإ ِّ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت ََراهُ فَإِّنَّهُ َي َراكَ …(رواه مسلم‬،ُ‫ أ َ ْن تَ ْعبُدَ هللاِّ َكأَنــَّـكَ ت ََراه‬: ‫ساِّن قَا َل‬ ِّ ‫قَا َل فَأ َ ْخ ِّب ْر ِّن ْي َع ِّن‬
َ ْ‫اإلح‬
Kemudian dia berkata lagi, “Beritakan padaku tentang Ihsan”. Lalu Rasul bersabda:
“Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak dapat
melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat kamu”…(HR. Muslim)

Ihsan dalam ibadah berarti membaguskan ibadah, yaitu menyembah Allah seolah
melihat-Nya atau kalau tidak bisa sesungguhnya Allah melihat kita.
Maknanya usahakan ibadahnya dibuat yang paling bagus dengan menjaga adab dan
tata kramanya baik lahir maupun batin, terutama, keikhlasan, kekhusyu’an dan ke
khudhu’annya. Sedangkan ihsan berbuat baik dalam bermuamalah dengan sesama
saudara dengan shilatur rahim, membantu kerepotan dan kekurangannya.

Dalam hadits tersebut Rasulullah saw.. memberitakan kepada para shahabat


beliau bahwa hakikat agama Islam adalah nasehat. Beliau bersabda “Ad Diinu An
Nashihatu”.

Kata “an nashihah” merupakan kata yang luas cakupan maknanya, maknanya
adalah menghendaki kebaikan bagi orang lain yang diberi nasehat. Perbuatan
seseorang yang memberi nasehat kepada orang lain, pada hakekatnya adalah
menghendaki kebaikan pada orang yang diberi nasehat.

Kata ‘an nashihah’dalam bahasa Arab, dapat ditafsirkan dengan dua penafsiran :

1. Pertama, kata ‘an nashihah’ dimaknai dengan (‫‘ )الخلوص‬al khulus’, yang
artinya suci dan bersih dari kotoran. Semisal dikatakan dalam bahasa
arab : (‫‘)عسل ناصح‬aslun nashihun’, artinya madu yang tidak tercampur dengan
pengotor apapun.

2. Kedua, kata ‘an nashihah’ dimaknai dengan ‘al iltiamu syaiaini’ (dua hal
yang saling merapat dan bersatu, sehingga tidak berjauhan di antara keduanya).
Artinya kita membuat hubungan yang sesuai antara dua hal, sehingga kedua hal
tersebut merapat dan tidak ada celah di antara keduanya. Maka dikatakan bahwa
penjahit (‫‘ )الخياط‬al khiyatu’ merupakan orang yang memberikan
nasehat (‫‘ )ناصح‬an nashihu’, karena biasanya seorang penjahit menyatukan
antara dua sisi kain dengan jahitan yang dia buat.

Adapun nasehat kepada tiga yang awal, yaitu kepada Allah subhanahu wa ta’ala,
kepada Kitab-Nya dan kepada Rasul-Nya, maka makna nasehat di sini dimaknai
dengan ‘iltiamu syaiaini/ merapatnya hubungan antara kedua hal, sehingga keduanya
saling berdekatan dan tidak terpisah. Yaitu dengan memenuhi haknya masing-masing
secara penuh, berupa hak Allah subhanahu wa ta’ala, hak Kitab-Nya dan hak
Rasul-Nya , sebagaimana disebutkan dalam hadits.

Seorang hamba mendekatkan diri kepada Tuhannya yaitu dengan memenuhi


hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala, dimana hal ini merupakan kewajiban bagi
seorang hamba. Begitu pula yang seharusnya seorang hamba lakukan berkaitan
dengan hak-hak Al Quran dan hak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.

B. Saling Menasehati

Agama adalah nasihat bagi orang awam dari umat Islam (rakyat biasa bukan
pemimpin), maksudnya bahwa tegaknya agama hanyalah dengan memberikan kasih
sayang kepada orang-orang kecil, memperhatikan kepentingan mereka, mengajari
apa-apa yang bermanfaat bagi mereka dan menjauhkan semua hal yang
membahayakan mereka.

Pemberian nasihat merupakan pengingatan, dorongan dan pemberitahuan


bahwa kita satu sasaran dan satu tujuan akhir.

''Demi masa. Sesungguhya, manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali


orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati
supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.'' (QS
Al-Ashr [103]: 1-3).
Seseorang akan merasa beruntung bila ia menggunakan waktunya untuk saling
menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Memang, alangkah indahnya bila
kehidupan kita sudah disemarakkan dengan semangat saling menasihati.

''Dan, hendaklah ada dari antara kamu segolongan umat yang berseru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan,
merekalah orang-orang yang beruntung.'' (QS Ali Imran [3]: 104).

Namun demikian, terkadang banyak yang mau menasihati orang lain,


memberikan koreksi, bahkan mengkritik. Tapi, sayangnya, ketika ia sendiri yang
dikoreksi dan dinasihati, terkadang sulit sekali untuk berlapang dada menerimanya.

Nasihat yang baik yang boleh kita sampaikan adalah nasihat yang benar,
mengandung muatan positif, dan tentunya penuh makna serta manfaat bagi semua
orang, yaitu mengajak pada kebajikan dan menjauhi kemungkaran yang berdasarkan
Alquran dan sunah.

Dan, bukanlah sebaliknya, menganjurkan kemungkaran dan melarang untuk


mengerjakan kebajikan. Apa pun yang kita sampaikan jika itu benar, alangkah
baiknya bila cara menyampaikannya pun benar.

Dengan nasihat, kita harus membantu yang lupa agar menjadi ingat,
membantu yang lalai agar menjadi semangat, yang tergelincir menjadi bangkit
kembali, yang berlumur dosa menjadi bertobat. Intinya, kalau dilandasi niat yang baik,
tentu akan melahirkan kebaikan pula.

Ayat al-Qur’an dan Hadis Nabi Tentang Saling Nasehat

Firman Allah dalam QS. Lukman/31 : 13-14 tentang nasihat

‫سانَ ِّب َوا ِّلدَ ْي ِّه‬ َ ‫اإل ْن‬ َّ ‫) َو َو‬13( ‫ظ ْل ٌم َع ِّظي ٌم‬
ِّ ْ ‫ص ْينَا‬ ُ َ‫اّلِلِّ ِّإ َّن الش ِّْركَ ل‬
َّ ‫ي َِل ت ُ ْش ِّر ْك ِّب‬ ُ ‫َو ِّإ ْذ قَا َل لُ ْق َمانُ ِِّل ْبنِّ ِّه َوه َُو َي ِّع‬
َّ َ‫ظهُ يَا بُن‬
)14( ‫ير‬ ُ ‫ص‬ ِّ ‫ي ْال َم‬ َ ‫َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َو ِّف‬
َّ َ‫صالُهُ ِّفي َعا َمي ِّْن أ َ ِّن ا ْش ُك ْر ِّلي َو ِّل َوا ِّلدَيْكَ ِّإل‬
Kosa kata:
ُ ‫يَ ِّع‬
memberi nasihat akan dia , memberi mau’izhah kepadanya = ُ‫ظه‬

sungguh kegelapan, penganiayaan = ‫ظ ْل ٌم‬


ُ َ‫ل‬

bersapih dari susuan= ُ‫صالُه‬


َ ِّ‫َوف‬
Terjemahan:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi


pelajaran kepadanya:"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
(QS. 31:13)
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah kepada-Ku dan
kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. 31:14)

Firman Allah QS. al-Baqarah/2: 83 tentang berbuat ihsan. Namun di sini


paparkan QS. al-Nisa/4 : 36 mengingat QS. al-Baqarah/2: 83 sudah dibahas pada
bab sebelumnya KD 3.5. materi kelas 3 SMP tentang tata kraman dan sopan santun.
Pada bab ini diganti dengan ayat yang senada atau hamper sama kandungannya.

‫ار ذِّي ْالقُ ْربَى‬ ِّ ‫ين َو ْال َج‬ َ ‫سا ًنا َوبِّذِّي ْالقُ ْربَى َو ْاليَتَا َمى َو ْال َم‬
ِّ ‫سا ِّك‬ َ ْ‫ش ْيئًا َوبِّ ْال َوا ِّلدَي ِّْن إِّح‬
َ ‫َّللاَ َو َِل ت ُ ْش ِّر ُكوا بِّ ِّه‬
َّ ‫َوا ْعبُد ُوا‬
ً ‫َّللاَ َِل ي ُِّحبُّ َم ْن َكانَ ُم ْخت ًَاِل فَ ُخ‬
‫ورا‬ َ ْ ‫س ِّبي ِّل َو َما َملَك‬
َّ ‫َت أ ْي َمانُ ُك ْم ِّإ َّن‬ ْ
ِّ ‫ب ِّبال َج ْن‬
َّ ‫ب َواب ِّْن ال‬ ِّ ‫اح‬ ِّ ‫ص‬
َّ ‫ب َوال‬ ْ
ِّ ُ‫ار ال ُجن‬ ْ
ِّ ‫َوال َج‬
Kosa Kata:

berbuat baik = ‫سانًا‬


َ ْ‫ِّإح‬
tetangga dekat = ‫ار ذِّي ْالقُ ْر َبى‬
ِّ ‫َو ْال َج‬
ِّ ‫ب بِّ ْال َج ْن‬
tetangga yang jauh = ‫ب‬ ِّ ‫اح‬
ِّ ‫ص‬
َّ ‫َوال‬
Terjemahan:

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.


Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri.(QS.2:

Hadis tentang memberi mau’izhah adalah sebagaimana Hadits berikut:


ً‫ظةً بَ ِّليغَة‬ َ ‫ص ََلةِّ ْالغَدَاةِّ َم ْو ِّع‬ َ َ‫سلَّ َم يَ ْو ًما بَ ْعد‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِّه َو‬َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫سو ُل‬
َ ِّ‫َّللا‬ ُ ‫ظنَا َر‬ َ ‫اريَةَ قَا َل َو‬
َ ‫ع‬ ِّ ‫س‬ ِّ َ‫َع ْن ْال ِّع ْرب‬
َ ‫اض ب ِّْن‬
‫َّللاِّ قَا َل‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ظةُ ُم َودِّعٍ فَ َماذَا تَ ْع َهدُ إِّلَ ْينَا يَا َر‬ َ ‫ت ِّم ْن َها ْالقُلُوبُ فَقَا َل َر ُج ٌل إِّ َّن َه ِّذ ِّه َم ْو ِّع‬ ْ َ‫ت ِّم ْن َها ْالعُيُونُ َو َو ِّجل‬ ْ َ‫ذَ َرف‬
‫ت‬ ِّ ‫يرا َوإِّيَّا ُك ْم َو ُمحْ دَثَا‬ ً ‫اختِّ ََلفًا َك ِّث‬
ْ ‫ش ِّم ْن ُك ْم يَ َرى‬ ْ ‫ي فَإِّنَّهُ َم ْن يَ ِّع‬ ٌّ ‫طا َع ِّة َوإِّ ْن َع ْبد ٌ َحبَ ِّش‬ َّ ‫س ْمع َوال‬
ِّ َّ ‫َّللا َوال‬ ِّ َّ ‫وصي ُك ْم بِّتَ ْق َوى‬ ِّ ُ ‫أ‬
‫اج ِّذ قَا َل‬ ِّ ‫الرا ِّشدِّينَ ْال َم ْهدِّيِّينَ َعضُّوا َعلَ ْي َها بِّالنَّ َو‬
َّ ‫اء‬ ِّ َ‫سنَّ ِّة ْال ُخلَف‬ ُ ‫سنَّتِّي َو‬ ُ ِّ‫ض ََللَةٌ فَ َم ْن أَد َْركَ ذَلِّكَ ِّم ْن ُك ْم فَعَ َل ْي ِّه ب‬ َ ‫ور فَإِّنَّ َها‬ ِّ ‫ْاأل ُ ُم‬
)‫ص ِّحي ٌح ُ (أخرجه الترمذي‬ َ ‫س ٌن‬ ٌ ‫سى َهذَا َحد‬
َ ‫ِّيث َح‬ َ ‫أَبُو ِّعي‬
Dari `Irbadh bin sariyah berkata : Rasulullah saw pernah memberikan mauizhah
kepada kita pada suatu hari setelah shalat shubuh dengan nasihat yang mengharukan
sehingga meneteskan air mata dan membuat hati menjadi takut. Maka ada seorang
laki-laki bertanya : “Apakah ini mauizhah terakhir apa yang engkau sampaikan
kepada kita Ya Rasulullah ?” Beliau bersabda : Aku wasiatkan kepada kalian
hendaklah taqwa kepada Allah, mendengar dan taat kepada pimpinan sekalipun ia
seorang hamba Habsyi (berkulit hitam). Sesungguhnya siapa di antara kalian yang
hidup nanti akan melihat banyak perpecahan dan perbedaan, jauhilah hal-hal yang
baru sesungguhnya ia adalah sesat. Barang siapa di antara kalian yang mendapatinya
maka ikutilah sunnahku dan sunnah khulafaur-Rasyidin yang mendapat petunjuk,
gigitlah dengan gigi gerahammu. (HR. al-Turmudzi, Hadis Hasan Shahih)

C. Adab Memberi Nasihat

1) Ikhlaskan niat

Semata-mata untuk mengharapakan wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.


Karena yang demikian ini berarti pemberi nasehat akan mendapatkan ganjaran
dari Allah Jalla wa ‘Ala, sehingga Allah pun akan membantu engkau agar
orang yang dinasehati diberikan hidayah oleh-Nya.

2) Menasehati Secara Rahasia

Perhatikanlah, bahwa penerima nasehat adalah orang yang sangat


butuh untuk ditutupi segala keburukannya, dan diperbaiki
kekurangan-kekurangannya. Maka, tidaklah nasehat akan mudah diterima bila
disampaikan secara rahasia.

Imam Abu Hatim bin Hibban Al Busti rahimahumullahberkata:

“Namun nasehat tidaklah wajib diberikan kecuali dengan cara rahasia.


Karena orang yang menasehati saudaranya secara terang-terangan pada
sejatinya ia telah memperburuknya (keadaan penerima nasehat). Barangsiapa
yang member nasehat secara rahasia, maka dia telah menghiasinya. Maka
menyampaikan sesuatukepada seseorang muslim dengan cara menghiasinya,
lebih utama daripada bermaksud untuk memburukkannya”. (Raudhatul Uqala’,
hlm 196)

3) Memberi Nasehat dengan Halus, Penuh Adab dan Lemah Lembut.


Hal ini dikarenakan memberi nasehat ibaratnya seperti membuka pintu.
Sedangkan sebuah pintu tidak akan bisa dibuka kecuali dengan kunci yang pas
& tepat. Maka pintu itu adalah hati, dan kuncinya adalah nasehat yang
disampaikan dengan lemah lembut, santun, dan halus. Ini sesuai dengan sabda
Nabi Muhammad SAW:

“Sesungguhnya kelemahlembutan tidaklah berada dalam sesuatu


kecuali menghiasinya. Dan tidaklah terpisah dari sesuatu kecuali ia perburuk.”
(HR. Muslim)

4) Tidak Memaksa

Orang yang menasehati tidaklah berhak sama sekali untuk menerima


nasehatnya. Karena pemberi nasehat adalah seseorang yang membimbing
menuju kebaikan. Sehingga hak pemberi nasehat hanyalah menyampaikan dan
memberi arahan saja.

5) Memilih Waktu yang Tepat untuk Memberi Nasehat

Ibnu Mas’ud rodhiyallohu’anhu berkata:

“Hati itu memiliki rasa suka dan keterbukaan. Hati juga memiliki
kemalasan dan penolakan. Maka raihlah ketika ia suka dan menerima. Dan
tinggalkanlah ia ketika ia malas dan menolak.” (Al –Adab Asy-Syar’iyyah,
karya Ibnu Muflih)

D. Hikmah dan Manfaat Nasihat

1. Nasihat dari orang lain merupakan kontrol sosial pada saat kita terlena dan
tidak mampu melakukan introspeksi (muhasabah)

2. Mengingatkan diri sendiri untuk konsekuen (jika kita sebagai pemberi nasehat)

3. Selalu menjaga kebersihan hati dan pikiran dari niat dan rencana kotor/tercela

4. Terjalinnya persatuan dan persaudaraan antara pemerintah dan semua lapisan


masyarakat

5. Terjaganya lingkungan dari kemaksiatan dan penyakit sosial

6. Terciptanya keadilan, keamanan, ketentraman, dan perdamaian dalam


masyarakat

7. Mendapat balasan kebaikan dari Allah SWT di dunia dan akhirat


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Khutbah/Khotbah, Tabligh Dan Dakwah

1. Pengertian Khutbah

Khutbah secara bahasa berarti ceramah atau pidato. Selain itu juga,
khutbah dapat bermakna memberi peringatan, pembelajaran atau nasehat dalam
kegiatan ibadah seperti : salat(salat Jumat, Idul Adha, Istisqa’, Kusuf) wukuf
dan nikah.

Sedangkan pengertian khutbah secara istilah yaitu kegiatan ceramah yang


disampaikan kepada sejumlah orang Islam dengan syarat dan rukun tertentun
yang erat kaitannya dengan keabsahan dan/atau kesunahan ibadah (misalnya
khutbah Jumat untuk solat Jumat, khutbah nikah untuk kesunahan akad nikah).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kita dapat menyimpulkan beberapa


macam khutbah, yaitu : khutbah Jumat, khutbah Idul Fitri, khutbah Idul Adha,
khutbah Istisqa’, maupun khutbah dalam rangkaian salat Kusuf dan Khusuf.

2. Pengertian Tabligh

Tablig secara etimologi/bahasa berasal dari kata


ballaga-yuballigu-tabligan yang artinya menyampaikan atau memberitahukan
dengan lisan.

Adapun menurut terminologi/istilah, tablig berarti menyampaikan ajaran


Islam baik dari Al-Quran maupun Hadist yang ditujukan kepada umat manusia.
Tablig juga dapat diartikan sebagai kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah
Subhanahu Wata’ala secara lisan kepada satu orang Islam atau lebih untuk
diketahui dan diamalkan isinya.

Misalnya, Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam memerintahkan kepada


sahabat di majlisnya untuk menyampaikan suatu ayat kepada sahabat yang tidak
hadir.

Seseorang yang melakukan tabligh disebut dengan muballig. Muballig ini


biasanya menyampaikan tablignya dengan gaya dan retorika yang menarik.
Sobat pasti sering mendengar istilah tabligh akbar, istilah tersebut dapat
diartikan sebagai kegiatan menyampaikan ‘pesan’ Allah Subhanahu Wata’ala
dalam jumlah pendengar yang banyak.

3. Pengertian Dakwah

Dakwah berasal dari Bahasa Arab yaitu da’a – yad’u – da’watan yang
berarti memanggil, menyeru atau mengajak. Menurut istilah, dakwah adalah
kegiatan untuk mengajak orang lain ke jalan Allah Subhanahu Wata’ala secara
lisan atau perbuatan untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan nyata supaya
mendapat kebahagiaan yang hakiki baik di dunia dan akhirat.

Seseorang yang melaksanakan dakwah disebut da’i. Adapun


macam-macam dakwah berdasarkan bentuk penyampaiannya yaitu :

a. Dakwah dengan lisan (kultum, kajian, khutbah). Dakwah dengan tulisan


(majelis buku, membuat artikel lalu diletakkan di majalah dinding atau
diunggah ke internet).

b. Dakwah dengan perilaku (memberi contoh kepada orang lain agar


berperilaku baik sesuai syariat Islam).

Selain itu, kegiatan dakwah dapat berupa aksi sosial yang nyata. Misalnya
santunan kepada anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, dan
sebagainya.

A. Pentingnya Khutbah, Tabligh, Dan Dakwah

1. Pentingnya Khutbah

Ketika khutbah menjadi salah satu aktivitas ibadah, maka tidak mungkin
khutbah ditinggalkan. Jikapun demikian, maka akan membatalkan (tidak sah)
ibadah tersebut. Contohnya, apabila salat Jumat dan wukuf tidak ada
khutbahnya, maka ibadahnya menjadi tidak sah.

Jadi peranan khutbah di sini menjadi sangat penting, apalagi khutbah


menjadi saran untuk membimbing manusia menuju ke-rida-an Allah
Subahanahu Wata’ala. Khutbah juga memiliki kedudukan Agung dalam Islam
sehingga sepatutnya seorang khatib melaksanakan tugasnya dengan
sebaik-baiknya.

2. Pentingnya Tabligh

Telah kita ketahui bersama, tablig merupakan salah satu sifat wajib bagi
rasul. Itulah sebabnya mengapa Allah Subhanahu Wata’ala sering kali
menyebut dalam kitab-Nya bahwa tugas seorang rasul tidak lain hanyalah
menyampaikan. Setelah Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam wafat, kebiasaan
ini dilanjutkan oleh para sahabatnya, pengikut sahabat (tabi’in) dan pengikut
pengikutnya sahabat (tabi’ut tabi’in).

Setelah mereka semua tiada, kita sebagai umat muslim memiliki tanggung
jawab untuk meneruskan kegiatan tabligh tersebut.

Tidak mesti menjadi seorang ulama dahulu, siapapun yang melihat


kemungkaran dimatanya, dan ia mampu menghentikannya maka ia wajib
menghentikannya. Bagi yang mengerti permasalahan agama, ia harus
menyampaikannya kepada yang lain siapa pun mereka, walaupun itu hanya satu
ayat.

Nabi pernah bersabda yang berbunyi :

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (H.R. Bukhari)

3. Pentingnya Dakwah

Dakwah merupakan kewajiban setiap umat Islam. Di antara pentingnya


dakwah yang disebutkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dalam Al Quran
antara lain :

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang


menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang
munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran/3 :104)

Setiap dakwah hendaknya bertujuan untuk mewujudkan kebahagiaan dan


kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat, serta mendapat rida dari Allah
Subhanahu Wata’ala. Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam
mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan,
tulisan dan perbuatan.

Ia memulai dakwahnya kepada istri, keluarga dan teman-temannya hingga


raja yang berkuasa pada saat itu (seperti Kaisar Heraklius dari Byzantium, Raja
Mukaukis dari Mesir, Raja Kisra dari Persia/Iran, dan Raja Najaysi dari
Habasyah/Ethiopia).

C. Ketentuan Khutbah/Khotbah, Tabligh Dan Dakwah

1. Ketentuan Khutbah

a) Syarat Seorang Khatib

1. Islam.

2. Ballig.

3. Berakal sehat.

4. Mengetahui ilmu agama.

b) Syarat Dua Khutbah

1. Khutbah dilaksanakan sesudah waktu masuk dzuhur.

2. Khatib duduk di antara dua khutbah.

3. Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas.

4. Tertib.

c) Syarat-syarat Khotbah Jumat

1. Khutbah dilaksanakan sesudah tergelincirnya matahari (masuk


waktu dzuhur).

2. Khatib dalam keadan suci dari hadas dan najis.

3. Khatib harus laki-laki.

4. Khatib duduk di antara dua khutbah.


5. Khutbah diucapkan dengan suara yang keras dan jelas.

6. Khutbah dilakukan dalam keadaan berdiri (jika mampu).

7. Hendaknya tertib dalam melakukan rukun khutbah.

d) Rukun Khutbah

1. Membaca hamdallah.

2. Membaca syahadat.

3. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad Salallahu Alaihi


Wassalam.

4. Berwasiat taqwa.

5. Membaca ayat Al Qur’an pada salah satu khotbah.

6. Berdoa pada khutbah kedua.

e) Sunah-sunah Khutbah Jumat

1. Khatib memberikan salam sebelum azan dikumandangkan.

2. Khotbah diucapkan dengan kalimat yang jelas, fasih, mudah


dipahami, dan disampaikan dengan penuh semangat.

3. Khatib menyampaikan khutbah hendaknya diperpendek dan jangan


terlalu panjang, sebaliknya solat Jumatnya yang diperpanjang.

4. Khatib menghadap ke jamaah ketika berkhutbah.

5. Menertibkan rukun-rukun khutbah.

6. Khotbah dilakukan di atas mimbar atau tempat yang tinggi.

Tambahan :

Pada prinsipnya, ketentuan dan cara khutbah, baik itu untuk salat Jumat,
Idul Fitri, Idul Adha maupun salat khusuf itu sama. Letak perbedaannya yaitu
pada waktu pelaksanaannya, yaitu dilaksanakan setelah salat dan diawali
dengan takbir.

Khutbah wukuf adalah khutbah yang dilakukan pada saat wukuf di Arafah
dan merupakan salah satu rukun wukuf setelah melaksanakan salat dzuhur dan
ahsar (di qasar). Khutbah wukuf hampir sama dengan khutbah Jumat, bedanya
pada waktu pelaksanaannya yaitu ketika wukuf di Arafah.

2. Ketentuan Tabligh

a. Syarat Muballig

1. Islam.

2. Ballig.

3. Berakal sehat.

4. Mendalami ajaran Agama Islam.

b. Etika dalam Menyampaikan Tabligh

1. Menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

2. Bersikap lemah lembut, tidak kasar dan tidak merusak.

3. Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh


kesepakatan bersama.

4. Materi dakwah yang disampaikan harus memiliki dasar hukum


yang kuat, sumbernya juga harus jelas.

5. Menyampaikannya dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi,


psikologis dan sosiologi si penerima.

6. Tidak menghasut orang lain untuk merusak, bermusuhan, berselisih,


dan/atau mencari kesalahan orang lain.

3. Ketentuan Dakwah

a) Syarat Seorang Da’i

1. Islam.
2. Ballig.

3. Berakal sehat.

4. Mendalami ajaran Agama Islam.

b) Etika dalam Berdakwah

1. Dakwah dilaksanakan dengan hikmah (diucapkan dengan jelas,


tegas dan sikap yang bijaksana).

2. Dakwah dilaksanakan dengan mauzatul hasanah atau nasihat yang


baik, yaitu cara persuasif (tanpa kekerasan) dan edukatif
(pengajaran).

3. Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik.

4. Dakwah dilaksanakan dengan mujadalah, yaitu diskusi atau bertukar


pikiran yang berjalan dengan dinamis dan santun serta menghargai
pendapat orang lain.

c) Objek Dakwah (Mad’u)

Objek dakwah adalah orang yang didakwahi, dengan kata lain orang
yang diajak kepada agama Allah dan untuk kebaikan. Objek dakwah
mencakup seluruh manusia, tak terkecuali si pendakwah itu sendiri.

d) Materi Dakwah (Al Maudhu’)

Materi dakwah adalah segala sesuatu yang disampaikan kepada


subyek dakwah kepada objek dakwah yang meliputi seluruh ajaran Islam
yang bersumber dari Al Quran maupun Hadist.

Secara umum, materi dakwah mencakup 4 hal yaitu : akidah


(keyakinan), syariah (hukum), akhlak (perilaku), dan muamalah
(hubungan sosial).

e) Metode Dakwah (asalibud da’wah)

Metode dakwah yaitu cara-cara yang digunakan oleh seorang da’i


dalam berdakwah agar maksud dari dakwah tersebut tercapai. Metode
dakwah tersebut telah disebutkan dalam Al Quran Surah An-Nahl ayat
125 yang artinya :
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapat petunjuk” (Q.S. An-Nahl/16 : 125)

Metode dakwah tersebut jika kita jabarkan menjadi :

a) Berdakwah dengan Hikmah

1. Al Quran dan sunah.

2. Ucapan ringkas yang mengandung banyak makna.

3. Manfaat serta rahasia setiap hari.

b) Berdakwah dengan Mau’idah Hasanah

1. Memberikan motivasi untuk berbuat baik atau memberi


peringatan jika melakukan maksiat.

2. Ucapan yang lemah lembut.

3. Pengajaran yang mengandung pesan positif.

4. Jadi, mau’idah hasanah dapat diartikan sebagai nasihat yang


diucapkan dengan perkataan lemah lembut sehingga dapat
masuk ke dalam hati orang yang didakwahi dan dapat diterima
dengan penuh kesadaran.

c) Berdakwah dengan Mujadalah Ahsan

Mujadalah ahsan adalah melakukan diskusi, bertukar pikiran


ataupun membantah perkataan yang lembut dan tidak menggunakan
ucapan yang kasar sehingga dapat diterima oleh lawan dengan
lapang dada.

D. Menerapkan Perilaku Mulia Sehubungan Dengan Khutbah, Tabligh Dan


Dakwah

Sebagai umat Islam yang baik, kita tentu harus merealisasikan nilai-nilai
khutbah, tabligh dan dakwah di mana saja kita berada. Adapun cara-cara yang dapat
dilakukan yaitu :
1. Ketika solat Jumat, hendaknya mengamati dan menyimak khutbah yang
disampaikan khatib. Dengan memperhatikannya secara utuh, diharapkan suatu
saat nanti bisa tampil seabagi khatib pada waktu salat Jumat.

2. Ketika kita melihat keadaan sekitar yang termasuk maksiat (seperti mencuri,
tawuran, mencontek, dan sebagainya), kita harus mencegahnya dengan
memberikan alasan yang logis, baik atas dasar agama maupun sosial. Cara
mencegahnya dapat kita lakukan dengan perbuatan, jika tidak mampu dengan
lisan, dan jika tidak mampu juga maka dengan hati.

3. Jika melihat sesuatu yang baik, contohlah. Dimulai dari diri sendiri, dari
tindakan yang kecil dimulai dari sekarang.

4. Lebih aktif mengikuti kegiatan keagamaan.

5. Memprakarsai kegiatan di lingkungan sekolah, remaja masjid, karang taruna,


dakwah kampus, dan sebagainya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Makna nasehat beragam intinya anjuran (petunjuk, peringatan,


teguran) yang baik, kehendak baik. Saling menasihati berarti saling menganjurkan
kebaikan, saling menghendaki kebaikan, dan saling mengingatkan. Kata “nasihat”
banyak disebutkan dalam beberapa Hadis di antaranya Hadis yang diriwayatkan
oleh Muslim bahwa agama itu nasihat. Sedangkan Ihsan secara sederhana diartikan
berbuat baik. Berbuat baik adakalanya dalam ibadah dan adakalanya bermuamalah
dengan sesama manusia.

Isi kandungan QS. Lukman/31 : 13-14 bersyukur kepada


Allah dan bersyukur kepada kdua orang tua. Syukur kepada Allah berarti taqwa, taat
kepada pimpinan sekalipun dipimpin seorang hamba yang rendah berkulit hitam dan
berpegang teguh kepada Sunah nabi dan Sunah para sahabat Khulafaur Rasyidin.
Sedang bersyukur kepada kedua orang tua adalah hormat da patuh mereka. Isi
kandungan QS. al-Nisa/4 : 36 Perintah berbuat Ihsan (berbuat baik) secara seimbang,
yakni berbuat ihsan kepada Allah dan berbuat Ihsan kepada manusia;dua orang tua
ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Bentuk bererbuat
Ihsan dengan sesama manusia dalam berbagai bentuk,ucapan, perbuatan dan sikap,
secara moral maupun material dan social yang disebut dengan shialaturahim.

Makna dari nasihat adalah 'menyuruh kebajikan dan melarang


kemungkaran', yaitu mengajak orang lain untuk mengerjakan perbuatan yang dapat
mendekatkan dirinya kepada Allah SWT dan mengajaknya untuk tidak melakukan
perbuatan yang malah dapat menjauhkan diri dari-Nya.

Khutbah secara bahasa berarti ceramah atau pidato. Selain itu juga, khutbah
dapat bermakna memberi peringatan, pembelajaran atau nasehat dalam kegiatan
ibadah seperti : salat(salat Jumat, Idul Adha, Istisqa’, Kusuf) wukuf dan nikah.

Tablig secara etimologi/bahasa berasal dari kata ballaga-yuballigu-tabligan yang


artinya menyampaikan atau memberitahukan dengan lisan.

Dakwah berasal dari Bahasa Arab yaitu da’a – yad’u – da’watan yang berarti
memanggil, menyeru atau mengajak. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan untuk
mengajak orang lain ke jalan Allah Subhanahu Wata’ala secara lisan atau perbuatan
untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan nyata supaya mendapat kebahagiaan
yang hakiki baik di dunia dan akhirat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku Paket SMA/SMK Pendidikan Agama Islam kelas XI


https://guardianangel568.wixsite.com/foxmarine/blog/bab-4-saling-mena
sehati-dalam-islam

Anda mungkin juga menyukai