Anda di halaman 1dari 8

Nama : Omry Susanto Siregar

Nim : ACC 118 023

Tugas : Resume KIMIA BAHAN MAKANAN

Waspada Berbagai Bahan Kimia Tambahan Dalam Makanan Dan


Dampaknya Bagi Kesehatan

Tiap tahun badan yang berwenang mencatat adanya peningkatan kasus


keracunan pangan akibat adanya berbagai jenis bahan tambahan makanan yang berasal
dari senyawa kimia sintesis. Sebagai konsumen, tentunya kita mempunyai hak untuk
memperoleh kebutuhan pokok yang memadai, mendapatkan keamanan dari makanan dan
minuman yang kita akan kita konsumsi. Bila konsumen mengalami kerugian dalam
mengkonsumsi makanan dan minuman, dapat mengajukan klaim pada instansi yang
berwenang. Dalam hal ini instansi yang berwenang tersebut adalah Direktorat
Pengawasan Obat dan Makanan, dan Departemen Kesehatan.

Beberapa informasi penting yang harus diketahui konsumen adalah:


Pertama, harga, konsumen berhak mendapatkan informasi dan membandingkannya
dengan informasi lain sehingga ia dapat membeli dengan harga sesuai daya beli mereka.
Kedua, label, sebelum mengonsumsi makanan, konsumen perlu memperhatikan
informasi pada kemasan atau label produksi yang harus meliputi nama produk, daftar
bahan yang digunakan, berat atau isi bersih, nama dan alamat produsen dan tanggal
kadaluwarsa. Pemberian label pada makanan kemasan itu bertujuan agar konsumen
mendapatkan informasi yang benar dan jelas tentang produk tersebut.
Ketiga, kemasan dan perubahan fisik, produk makanan dengan kemasan yang sudah
rusak tidak layak dikonsumsi. Perhatikan jika bau tidak sedap, perubahan warna,
bentuk, dan rasa adalah tanda-tanda makanan dalam kemasan telah rusak.

Bahan pengawet seperti Dietilpirokarbonat (DEP), Kloroform, dan Nitrofuran


(ketiganya dilarang penggunaannya), sedangkan lainnya Natrium dan kalium sulfite, Asam
benzoate, Natrium benzoate, Propil p-hidroksi benzoate, serta Natrium dan Kalium nitrit
(dibatasi penggunaannya atau diatur dosisnya). Untuk asam benzoate dan natrium
benzoate bisa menimbulkan reaksi alergi dan penyakit saraf. Sedangkan natrium dan
kalium nitrit, dapat menyebabkan efek seperti kegagalan reproduksi, perubahan sel
darah, tumor pada saluran pernapasan, dan bisa menimbulkan efek toksik pada manusia
di jaringan lemak. Untuk kalium dan natrium sulfite penggunaannya dapat mengganggu
saluran pernapasan pada manusia, mengganggu pencernaan, mengganggu metabolisme
vitamin A dan B dan metabolisme kalsium.

Bahan Pewarna makanan seperti Amaranth, Allura merah, Citrus merah,


Karamel, Erythrosin, indigotine, Karbon hitam, Ponceau SX, Fast Green FCF,
Chocineal, dan Kurkumin (dibatasi penggunaannya). Amaranth dapat menimbulkan
tumor, reaksi alergi pada pernapasan, dan dapat menyebabkan hiperaktif pada anakanak.
Allura merah bisa memicu kanker limpa. Karamel dapat menimbulkan efek pada
sistem saraf, dan dapat menyebabkan penyakit pada sistem kekebalan (imunity system).
Indigotine dapat meningkatkan sensitivitas pada penyakit yang disebabkan oleh virus,
serta mengekibatkan hiperaktif pada anak-anak. Pemakaian Erythrosin menimbulkan
reaksi alergi pada pernapasan, hiperaktif pada anak-anak, dan efek yang kurang baik
pada otak dan perilaku. Ponceau SX dapat berakibat pada kerusakan sistem urin,
sedangkan karbon hitam dapat memicu timbulnya tumor.
Bahan Pemanis Sintetis seperti Dulsin, Aspartam, Xyllotil, Siklamat, dan
Sakharin yakni natrium dan kalium sakarin (dilarang penggunaannya). Pemanis
Aspartam dapat mengakibatkan penyakit fenilketonuria, memicu sakit kepala, pusingpusing,
dapat mengubah fungsi otak dan perilaku. Siklamat mempengaruhi hasil
metabolismenya karena bersifat karsinogenik. Sakarin, yang nama kimia sebenarnya
adalah natrium sakarin atau kalium sakarin penggunaan yang berlebihan dapat memicu
terjadinya tumor kandung kemih, dan menimbulkan rasa pahit getir. Sedangkan
penggunaan Xyllotil akan berimplikasi pada timbulnya kanker karena bersifat bersifat
karsinogenik.
Penyedap rasa dan aroma seperti kafein, brominasi minyak nabati,
monosodium glutamate (MSG), dan asam tannin (semuanya dibatasi penggunaannya).
Pemakaian Kafein yang berlebihan akan merangsang sistem saraf, pada anak-anak
menyebabkan hiperaktif, dan memicu kanker pankreas. Monosodium glutamate
menyebabkan sakit kepala, memicu jantung berdebar, mudah lemah, menyebabkan mati
rasa (Chinese Restorant Syndrome), bisa menyebabkan asma, kerusakan saraf, dan efek
psikologi. Brominasi minyak nabati dapat menyebabkan abnormalitas pada beberapa
anatomi, sedangkan penggunaan asam tarin yang berlebihan dapat merangsang
kerusakan liver, dan memicu timbulnya tumor.
Bahan Pemutih seperti Benzoilperioksida harus dibatasi penggunaannya
karena merusak vitamin C, bersifat karsinogenik dan menimbulkan reaksi alergi. Bahan
sekuestran seperti asam Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA), bisa menimbulkan
gangguan pada absorpsi mineral-mineral esensial seperti tembaga, besi, dan seng.

Bahan tambahan makanan yang digunakan untuk memperbaiki tekstur, yaitu


karboksimetil selulosa, epikklorohidrin, natrium dan kalsium karagenan, polieksietilen
stearat, saponin, dan natrium alginat. Penggunaan karboksimetil selulosa dapat
menyebabkan gangguan pada usus, dan bersifat karsinogenik. Saponin mengakibatkan
efek pada masa kehamilan, dan gangguan darah. Karagen bisa memicu luka pada hati,
efek pada sistem imun, karsinogenik, dan menyebabkan bisul pada perut. Penggunaan
berlebihan dari Epikklorohidrin dapat menyebabkan kerusakan ginjal, karsinogenik, dan
bahkan efek perubahan pada kromosom. Polieksietilen stearat dapat menyebabkan efek
pada usus lambung dan urin, seperti batu pada tumor, dan kandung kemih. Sedangkan
penggunaan natrium alginat dapat menyebabkan reaksi alergi dan penyerapan pada
mineral esensial.
Dan beberapa bahan tambahan makanan seperti Pembentuk Cita Rasa seperti
Koumarin, Safrol, Minyak kalamus, dan Sinamil Antranilat (semuanya dilarang).
Bahan Antioksidan seperti Asam askorbat, BHA, Tert-butihidrokinon, dan Tokoferol
(harus dibatasi penggunaannya). Bahan Antibusa seperti Dimetilpolisiloksan (dibatasi).
Bahan Pengental seperti Metilsellulosa, CMC, Asam alginat (harus dibatasi
penggunaannya). Bahan Pemantap seperti Propilenglikol (harus dibatasi
penggunaannya).
Pola Makan Hidup Sehat

Pangan yang dikonsumsi berperan menjalankan proses metabolisme dan


menjaga suhu tubuh. Mengurangi konsumsi energi berarti menurunkan suhu tubuh dan
pada gilirannya memperlambat proses metabolisme. Para ilmuwan kemudian berpikir
bahwa laju metabolisme yang lebih lambat dapat menghambat pembentukan radikal
bebas perusak sel, yang merupakan produk samping dari proses metabolisme.

Mengurangi konsumsi energi juga dapat mengembalikan kemampuan sel untuk


menggandakan diri, yang menjamin suplai sel baru yang sehat. Akhirnya, pengurangan
konsumsi energi memperkecil penurunan hormon pertumbuhan (key growth hormone)
yang berkaitan dengan bertambahnya usia berupa dehidroepiandrosteron (DHEA).
DHEA adalah hormon yang membantu memperbaiki sistem kekebalan tubuh untuk
berfungsi seperti sistem kekebalan pada waktu muda. Hormon ini berperan dalam
enunda munculnya penyakit-penyakit yang berkaitan dengan bertambahnya usia (agerelated
diseases).

Pendekatan lain itu adalah memilih jenis pangan sumber energi dengan tepat
merupakan upaya yang tepat untuk menjaga kadar insulin darah pada tingkat tepat.
Konsep indeks glikemik-memilih pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan
lambat-dapat diterapkan untuk menjaga kadar insulin dalam darah berada pada taraf
normal (tidak tinggi).

Mengurangi konsumsi energi secara tidak langsung juga berarti


menyeimbangkan pola makan dengan cara mengganti kekurangan konsumsi pangan
sumber energi dengan pangan sumber vitamin dan mineral. Oleh karena itu, makan dua
pertiga kenyang bukan hanya lebih hemat tetapi juga lebih "menyehatkan".
Era Baru Kimia Bahan Makanan dan Kesehatan

Masyarakat dewasa ini semakin meyakini bahwa melalui konsumsi makanan


mereka bisa memelihara kesehatan dan menghindarkan diri dari risiko menderita sakit.
Mereka yang berusaha mengendalikan kadar kolesterol darah berusaha menghindari
lemak hewani. Yang ingin menjaga struktur tulang yang kokoh akan mengutamakan,
misalnya, mengonsumsi susu sebagai sumber kalsium. Yang ingin mencegah risiko
kanker usus besar (kolon) akan mengonsumsi makanan berserat. Yang ingin
mengendalikan berat badan akan memperhatikan nilai kalori makanannya. Pemahaman
masyarakat tersebut muncul karena advokasi atau rekomendasi dari para ahli berbagai
asosiasi profesi yang berkaitan dengan makanan dan kesehatan hampir di seluruh dunia,
termasuk di Indonesia. Rekomendasi tersebut disebarluaskan sebagai upaya untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui konsumsi makanan. Namun, masyarakat juga
sering bingung ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa jenis makanan yang sama
dikonsumsi oleh individu yang berbeda menimbulkan efek yang berbeda pula.
Hal yang kurang disadari adalah walaupun secara genetik memiliki kesamaan
hingga 99,9 persen, semua manusia masih menyisakan 0,1 persen perbedaan yang justru
menjadi pembeda antarindividu. Dengan kata lain, bisa dipahami bahwa tidak ada dua
individu yang semuanya sama persis sekalipun mereka saudara kembar. Dalam
perjalanan usia tidak ada dua individu yang memiliki "sejarah" makan dan kegiatan
yang sama persis. Demikian pula kondisi psikologis dan fisiologis tubuh manusia
tidaklah stabil selama 24 jam.

Hubungan antara konsumsi makanan dan beragamnya respons pada berbagai individu
dengan latar belakang genetik yang berbeda sudah lama diketahui, misalnya pada kasus
galaktosemia dan phenylketonuria (PKU). Galaktosemia, pertama kali ditemukan tahun 1917
oleh F Goppart, adalah varian genetik di mana individu sejak lahir tidak memiliki
kemampuan memetabolisme galaktosa (tidak memiliki aktivitas enzim galaktosa-1-phosphat
uridyltranferase). Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumi makanan yang
mengandung galaktosa akan terjadi akumulasi galaktosa dalam darahnya yang berimplikasi
munculya berbagai gangguan kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan mental. PKU,
ditemukan tahun 1934 oleh Asbjorn Folling, adalah varian genetik pada individu yang
menyebabkan tidak adanya aktivitas enzim phenilalanin hidroksilase. Sebagai akibatnya pada
individu ini jika mengonsumsi makanan yang mengandung phenilalanin akan terjadi
akumulasi phenilalanin dalam darahnya yang bisa berakibat terjadinya kerusakan neurologis.
Namun, adanya kedua varian tersebut sudah bisa diketahui sejak dini setelah lahir dan
ditangani dengan mengelola makanannya agar rendah galaktosa atau rendah phenilalanin.
Dengan semakin majunya perkembangan ilmu gizi, biologi molekuler, genetika molekuler,
patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika telah membawa kemajuan pengetahuan
manusia menuju dunia ilmu yang baru yang disebut Nutrigenomik. Nutrigenomik
mempelajari interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dan pengaruhnya pada pola-
pola ekspresi gen. Dalam hal ini termasuk juga interaksi antara komponen bioaktif dari
makanan dengan sitesis protein, degradasi protein, dan modifikasi protein yang
keseluruhannya bermuara pada metabolisme sel.
Virus dalam Bahan Makanan
Virus adalah makhluk hidup terkecil yang ditemukan saat ini dengan ukuran 25 – 250
nanometer (1 nanometer = sepersejuta milimeter). Dikarenakan ukurannya yang amat kecil,
virus tidak dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan hanya dapat diamati dengan
mikroskop beresolusi tinggi, seperti mikroskop elektron. Struktur virus lebih sederhana jika
dibandingkan dengan makhluk mikroskopis lainnya, seperti bakteri, kapang, ataupun kamir.
Virus umumnya mengandung materi genetika berupa DNA (asam deoksiribonukleat) atau
RNA (asam ribonukleat) dan tidak pernah keduanya, yang terbungkus dalam suatu protein
serta kadang-kadang lipida. Virus tidak memiliki organ atau struktur untuk metabolisme.
Oleh karena itu, virus harus meminjam dengan cara hidup menumpang pada makhluk hidup
lainnya.
Dikarenakan harus menumpang pada makhluk hidup lainnya, virus dikatakan bersifat
parasit mutlak (obligate parasite), yang artinya hanya dapat hidup pada jaringan atau sel yang
hidup. Jadi, virus hidup dengan baik pada daun tanaman hidup, misalnya. Akan tetapi, jika
daun tersebut dipetik dan kemudian mati, virus akan sukar bertahan. Hal yang sama diketahui
untuk virus dalam jaringan sel hewan, yang akan hidup dengan baik pada hewan hidup, tetapi
akan sukar bertahan jika hewan tersebut mati.
Berbagai jenis virus telah dilaporkan dapat bertahan dalam bahan pangan dalam
rentang waktu relatif lama dan menyebabkan penyakit pada manusia yang mengonsumsinya.
Virus asal pangan (food borne viruses) umumnya berukuran 25-30 nanometer (nm) dan yang
paling besar mencapai 75 nm. Kebanyakan virus yang ditularkan melalui makanan
mengandung materi genetika berupa RNA. Virus pada bahan pangan jika menyebabkan
penyakit pada manusia umumnya memerlukan waktu inkubasi yang panjang. Artinya, jarak
waktu konsumsi dan waktu timbulnya gejala penyakit cukup lama sehingga pelacakan
terhadap makanan penyebab penyakit ini cukup sulit ditelusuri. Sebelum ditemukan proses
pasteurisasi (pemanasan pada suhu rendah untuk melenyapkan bakteri Coxiella burnetti) serta
penerapan sanitasi yang baik, manusia bisa terjangkit penyakit polio melalui virus polio yang
terdapat pada susu mentah. Susu mentah pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat (AS)
sebagai pembawa virus polio pada tahun 1914.
Salah satu virus asal pangan lainnya yang penting adalah virus hepatitis A. Virus yang
umumnya berasal dari kotoran manusia ini dapat mencemari air. Jika praktik higiene sanitasi
tidak dilakukan dengan baik, virus ini dapat mencemari makanan, khususnya yang tidak
diolah dengan pemanasan atau perlakuan pemasakan lainnya. Waktu inkubasi penyakit
hepatitis A adalah 15-50 hari dengan rata-rata 28 hari. Kerang adalah jenis makanan yang
paling sering dihubungkan dengan virus hepatitis A. Kerang dapat mengandung virus ini
karena: (1) perairan tempat tumbuhnya tercemar feses manusia, (2) cara makannya dengan
cara filter feeder (menyaring) menyebabkan virus terkonsentrasi dalam kerang, (3) saluran
pencernaannya selalu ikut dimakan, (4) sering kali tidak dimasak dengan sempurna, dan (5)
kerang melindungi virus selama pemanasan.
Virus Norwalk-like saat ini dilaporkan sebagai penyebab utama keracunan
pangan akibat virus di AS. Virus yang terdiri atas beberapa serotipe ini mengakibatkan
gastroenteritis dengan ciri diare dan muntah dengan waktu inkubasi 18-36 jam. Di
negara AS dan Inggris, salad adalah makanan yang paling sering dilaporkan sebagai
penyebab keracunan pangan oleh Norwalk-like. Beberapa virus bersifat zoonosis. Virus
penyebab ensefalitis, misalnya, dapat disebabkan oleh konsumsi susu mentah yang diperah
dari kambing, sapi, atau domba yang memperoleh virus tersebut dari gigitan serangga.
Karena itu, penyakitnya disebut tick-borne encephalitis. Berbeda dengan mikroba lain, seperti
bakteri, virus tidak dapat berkembang biak di dalam bahan pangan. Oleh karena itu, jumlah
virus dalam makanan tidak akan bertambah, bahkan mungkin menurun jika rentang waktu
antara saat pencemaran terjadi dan saat makanan tersebut dikonsumsi cukup besar. Hal ini
disebabkan bahan pangan bukanlah benda hidup yang dapat mendukung pertumbuhan virus.
Oleh karena itu, untuk menghindari keracunan akibat virus dalam bahan pangan,
dianjurkan tiga praktik pengolahan makanan yang baik, yaitu cook, clean, dan separate
(masaklah, bersihkan, dan pisahkan). Masaklah semua bahan pangan sampai benar - benar
matang, bersihkan tangan dan semua peralatan yang digunakan untuk memasak, kemudian
pisahkan bahan mentah dengan bahan matang.

Anda mungkin juga menyukai