Pendekatan lain itu adalah memilih jenis pangan sumber energi dengan tepat
merupakan upaya yang tepat untuk menjaga kadar insulin darah pada tingkat tepat.
Konsep indeks glikemik-memilih pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan
lambat-dapat diterapkan untuk menjaga kadar insulin dalam darah berada pada taraf
normal (tidak tinggi).
Hubungan antara konsumsi makanan dan beragamnya respons pada berbagai individu
dengan latar belakang genetik yang berbeda sudah lama diketahui, misalnya pada kasus
galaktosemia dan phenylketonuria (PKU). Galaktosemia, pertama kali ditemukan tahun 1917
oleh F Goppart, adalah varian genetik di mana individu sejak lahir tidak memiliki
kemampuan memetabolisme galaktosa (tidak memiliki aktivitas enzim galaktosa-1-phosphat
uridyltranferase). Sebagai akibatnya pada individu ini jika mengonsumi makanan yang
mengandung galaktosa akan terjadi akumulasi galaktosa dalam darahnya yang berimplikasi
munculya berbagai gangguan kesehatan, termasuk gangguan pertumbuhan mental. PKU,
ditemukan tahun 1934 oleh Asbjorn Folling, adalah varian genetik pada individu yang
menyebabkan tidak adanya aktivitas enzim phenilalanin hidroksilase. Sebagai akibatnya pada
individu ini jika mengonsumsi makanan yang mengandung phenilalanin akan terjadi
akumulasi phenilalanin dalam darahnya yang bisa berakibat terjadinya kerusakan neurologis.
Namun, adanya kedua varian tersebut sudah bisa diketahui sejak dini setelah lahir dan
ditangani dengan mengelola makanannya agar rendah galaktosa atau rendah phenilalanin.
Dengan semakin majunya perkembangan ilmu gizi, biologi molekuler, genetika molekuler,
patologi, toksikologi, fisiologi, dan bioinformatika telah membawa kemajuan pengetahuan
manusia menuju dunia ilmu yang baru yang disebut Nutrigenomik. Nutrigenomik
mempelajari interaksi antara komponen bioaktif dari makanan dan pengaruhnya pada pola-
pola ekspresi gen. Dalam hal ini termasuk juga interaksi antara komponen bioaktif dari
makanan dengan sitesis protein, degradasi protein, dan modifikasi protein yang
keseluruhannya bermuara pada metabolisme sel.
Virus dalam Bahan Makanan
Virus adalah makhluk hidup terkecil yang ditemukan saat ini dengan ukuran 25 – 250
nanometer (1 nanometer = sepersejuta milimeter). Dikarenakan ukurannya yang amat kecil,
virus tidak dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan hanya dapat diamati dengan
mikroskop beresolusi tinggi, seperti mikroskop elektron. Struktur virus lebih sederhana jika
dibandingkan dengan makhluk mikroskopis lainnya, seperti bakteri, kapang, ataupun kamir.
Virus umumnya mengandung materi genetika berupa DNA (asam deoksiribonukleat) atau
RNA (asam ribonukleat) dan tidak pernah keduanya, yang terbungkus dalam suatu protein
serta kadang-kadang lipida. Virus tidak memiliki organ atau struktur untuk metabolisme.
Oleh karena itu, virus harus meminjam dengan cara hidup menumpang pada makhluk hidup
lainnya.
Dikarenakan harus menumpang pada makhluk hidup lainnya, virus dikatakan bersifat
parasit mutlak (obligate parasite), yang artinya hanya dapat hidup pada jaringan atau sel yang
hidup. Jadi, virus hidup dengan baik pada daun tanaman hidup, misalnya. Akan tetapi, jika
daun tersebut dipetik dan kemudian mati, virus akan sukar bertahan. Hal yang sama diketahui
untuk virus dalam jaringan sel hewan, yang akan hidup dengan baik pada hewan hidup, tetapi
akan sukar bertahan jika hewan tersebut mati.
Berbagai jenis virus telah dilaporkan dapat bertahan dalam bahan pangan dalam
rentang waktu relatif lama dan menyebabkan penyakit pada manusia yang mengonsumsinya.
Virus asal pangan (food borne viruses) umumnya berukuran 25-30 nanometer (nm) dan yang
paling besar mencapai 75 nm. Kebanyakan virus yang ditularkan melalui makanan
mengandung materi genetika berupa RNA. Virus pada bahan pangan jika menyebabkan
penyakit pada manusia umumnya memerlukan waktu inkubasi yang panjang. Artinya, jarak
waktu konsumsi dan waktu timbulnya gejala penyakit cukup lama sehingga pelacakan
terhadap makanan penyebab penyakit ini cukup sulit ditelusuri. Sebelum ditemukan proses
pasteurisasi (pemanasan pada suhu rendah untuk melenyapkan bakteri Coxiella burnetti) serta
penerapan sanitasi yang baik, manusia bisa terjangkit penyakit polio melalui virus polio yang
terdapat pada susu mentah. Susu mentah pertama kali dilaporkan di Amerika Serikat (AS)
sebagai pembawa virus polio pada tahun 1914.
Salah satu virus asal pangan lainnya yang penting adalah virus hepatitis A. Virus yang
umumnya berasal dari kotoran manusia ini dapat mencemari air. Jika praktik higiene sanitasi
tidak dilakukan dengan baik, virus ini dapat mencemari makanan, khususnya yang tidak
diolah dengan pemanasan atau perlakuan pemasakan lainnya. Waktu inkubasi penyakit
hepatitis A adalah 15-50 hari dengan rata-rata 28 hari. Kerang adalah jenis makanan yang
paling sering dihubungkan dengan virus hepatitis A. Kerang dapat mengandung virus ini
karena: (1) perairan tempat tumbuhnya tercemar feses manusia, (2) cara makannya dengan
cara filter feeder (menyaring) menyebabkan virus terkonsentrasi dalam kerang, (3) saluran
pencernaannya selalu ikut dimakan, (4) sering kali tidak dimasak dengan sempurna, dan (5)
kerang melindungi virus selama pemanasan.
Virus Norwalk-like saat ini dilaporkan sebagai penyebab utama keracunan
pangan akibat virus di AS. Virus yang terdiri atas beberapa serotipe ini mengakibatkan
gastroenteritis dengan ciri diare dan muntah dengan waktu inkubasi 18-36 jam. Di
negara AS dan Inggris, salad adalah makanan yang paling sering dilaporkan sebagai
penyebab keracunan pangan oleh Norwalk-like. Beberapa virus bersifat zoonosis. Virus
penyebab ensefalitis, misalnya, dapat disebabkan oleh konsumsi susu mentah yang diperah
dari kambing, sapi, atau domba yang memperoleh virus tersebut dari gigitan serangga.
Karena itu, penyakitnya disebut tick-borne encephalitis. Berbeda dengan mikroba lain, seperti
bakteri, virus tidak dapat berkembang biak di dalam bahan pangan. Oleh karena itu, jumlah
virus dalam makanan tidak akan bertambah, bahkan mungkin menurun jika rentang waktu
antara saat pencemaran terjadi dan saat makanan tersebut dikonsumsi cukup besar. Hal ini
disebabkan bahan pangan bukanlah benda hidup yang dapat mendukung pertumbuhan virus.
Oleh karena itu, untuk menghindari keracunan akibat virus dalam bahan pangan,
dianjurkan tiga praktik pengolahan makanan yang baik, yaitu cook, clean, dan separate
(masaklah, bersihkan, dan pisahkan). Masaklah semua bahan pangan sampai benar - benar
matang, bersihkan tangan dan semua peralatan yang digunakan untuk memasak, kemudian
pisahkan bahan mentah dengan bahan matang.