Anda di halaman 1dari 11

SATUAN ACARA PENYULUHAN POST TUBEKTOMI

Disusun oleh :
Kelompok 1

1. Novita Sari (NIM : 1320162016)


2. Nur Sayidah A (NIM : 1320162017)
3. Pitri Isnaini (NIM : 1320162018)

Prodi D3 Kebidanan Semester 5


STIKES MUHAMMADIYAH KUDUS
2018
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : Post Tubektomi


n Sasaran : Pasangan Suami-Istri Warga Desa Purwosari Kudus
Metode : Ceramah dan diskusi
Media : Leaflet
Tempat : Kudus
Hari dan tanggal : Senin, 22 Oktober 2018
Pukul : 13.00 WIB

B. TIU ( Tujuan Intruksional Umum )


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan diharapkan pasangan suami-istri warga Desa
Hang Tuah Surabaya dapat mengerti dan memahami tentang kontrasepsi mantap.

C. TIK ( Tujuan Intruksional Khusus )


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan selama 1x30 menit diharapkan pasangan suami-
istri warga Desa Hang Tuah Surabaya mampu :
1. Mengerti dan memahami tentang pengertian kontrasepsi mantap.
2. Mengerti dan memahami tentang jenis – jenis kontrasepsi mantap.
3. Mengerti dan memahami tentang keuntungan dan kerugian kontrasepsi mantap.
4. Mengerti dan memahami tentang indikasi dan kontraindikasi kontrasepsi mantap.
5. Mengerti dan memahami tentang efek samping dan komplikasi kontrasepsi mantap.

D. POKOK BAHASAN
1. Menjelaskan pengertian post tubektomi.
2. Menjelaskan tujuan post tubektomi
3. Menjelaskan efek samping post tubektomi

E. MATERI
Terlampir
F. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi

G. MEDIA
1. Leaflet

H. KRITERIA EVALUASI
1. Kriteria Struktur :
a. Peserta hadir minimal 10 orang.
b. Penyelenggara pendidikan kesehatan dilakukan di Desa Purwosari Kudus
c. Pengorganisasian penyelenggaraan pendidikan kesehatan dilakukan sebelum dan saat
pendidikan kesehatan.
2 Kriteria Proses :
a Peserta antusias terhadap materi pendidikan kesehatan.
b. Peserta fokus mendengarkan pendidikan kesehatan.
c. Paserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara benar.
3. Kriteria Hasil :
a. Peserta hadir minimal 10 orang.
b. Peserta kooperatif dalam acara pendidikan kesehatan.
c. Peserta bertanya dan mampu menjawab pertanyaan dari penyaji.
d. Peserta mampu memahami materi pendidikan kesehatan yang telah disampaikan.

I. KEGIATAN PENDIDIKAN KESEHATAN


No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Audience
1 5 Menit Pembukaan
1. Penyuluh memulai penyuluhan1. Menjawab salam.
dengan mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan.
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan. 3. Memperhatikan.
4. Menyebutkan materi yang akan4. Memperhatikan.
diberikan.
5. Membagikan leaflet. 5. Menerima dan
membaca.
2 10 Menit Pelaksanaan
1. Menjelaskan materi tentang1. Memperhatikan.
pengertian kontrasepsi mantap.
2. Menjelaskan materi tentang2. Memperhatikan.
jenis – jenis kontrasepsi mantap.
3. Menjelaskan materi tentang
keuntungan dan kerugian3. Memperhatikan.
kontrasepsi mantap.
4. Menjelaskan materi tentang
indikasi dan kontraindikasi4. Memperhatikan.
kontrasepsi mantap.
5. Menjelaskan materi tentang efek
samping dan komplikasi5. Memperhatikan.
kontrasepsi mantap.
6. Tanya jawab.
6. Bertanya dan
mendengarkan
jawaban.
3 10 Menit Evaluasi
1. Memberikan kesempatan 1. Bertanya dan
audience untuk bertanya. mendengarkan jawaban
2. Meminta audience menjelaskan2. Menjelaskan tentang
tentang materi kontrasepsi mantap Materi
yang telah disampaikan.
4 5 Menit Terminasi
1. Mengucapkan terima kasih atas1. Memperhatikan.
perhatian yang diberikan.
2. Mengucapkan salam penutup. 2. Membalas salam.

J. SETTING TEMPAT
K. PENGORGANISASIAN
1. Pembawa acara dan moderator : Pitri Isnaini
2. Penyaji : Nur Sayidah A
3. Observer :.Novita Sari

4. Fasilitator : kelompok 1
5. Konsumsi : kelompok 1
.
6. Dokumentasi :kelompok 1

7. Perlengkapan : kelompok

Kudus , 22 Oktober 2018


Mengetahui,

Penanggung Jawab Kegiatan Ketua Pelaksana

(Novita Sari) (Pitri Isnaiani)

Pembimbing Institusi

(Indah Puspita Sari SSiT, M.Keb)


MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Kontrasepsi Mantap


Kontrasepsi mantap (kontap) adalah suatu tindakan untuk membatasi keturunan
dalam jangka waktu yang tidak terbatas yang dilakukan terhadap salah seorang dari
pasangan suami isteri atas permintaan yang bersangkutan, secara mantap dan sukarela
(Zietraelmart, 2010).

B. Kontrasepsi Mantap Tubektomi


Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas
(kesuburan) seorang perempuan (Saifuddin, 2006).

C. Indikasi dan Kontraindikasi Kontrasepsi Mantap Tubektomi


Indikasi
Yang dapat menjalani tubektomi menurut Saifuddin (2006) antara lain:
1) Usia lebih dari 26 tahun.
2) Paritas lebih dari dua.
3) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya.
4) Pada kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius.
5) Pasca persalinan.
6) Pasca keguguran.
7) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini.
Menurut seminar Kuldoskopi Indonesia pertama di Jakarta (18-19 Desember
1972) dalam Wiknjosastro (2007), sebaiknya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita
yang memenuhi syarat-syarat berikut :
1) Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup.
2) Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup.
3) Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup.
Sedangkan pada konferensi khusus perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela
Indonesia di Medan (3-5 Juni 1976) dalam Wiknjosastro (2007) dianjurkan pada umur
antara 25-40 tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut :
1) Umur antara 25-30 tahun dengan 3 anak atau lebih.
2) Umur antara 30-35 tahun dengan 2 anak atau lebih.
3) Umur antara 35-40 tahun dengan 1 anak atau lebih.
Kontraindikasi
Menurut Saifuddin (2006) yang tidak boleh melakukan tubektomi antara lain :
1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
2) Perdarahan pervaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi).
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
5) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan.
6) Belum memberikan persetujuan tertulis.
Kontraindikasi relatif menurut Everett (2008) adalah:
1) Meminta sterilisasi pada usia muda, misalnya dibawah 25 tahun.
2) Obesitas dapat dikontraindikasikan untuk prosedur laparoskopik.
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani Tubektomi
yaitu:
1) Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai.
2) Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya.
3) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol.
4) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan.

D. Keuntungan dan Kerugian Kontrasepsi Mantap Tubektomi


Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara lain:
1) Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi.
2) Tidak mengganggu kehidupan suami istri.
3) Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri.
4) Tidak mempengaruhi ASI.
5) Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), lebih
efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari kontrasepsi mantap adalah
sebagai berikut:
1) Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan).
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3) Tidak bergantung pada faktor senggama.
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius.
5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal.
6) Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
b. Kerugian
Kerugian dalam menggunakan kontrasepsi mantap menurut Noviawati dan Sujiyati (2009)
yaitu antara lain:
1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat dipulihkan
kembali.
2) Klien dapat menyesal dikemudian hari.
3) Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum.
4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi atau dokter
spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6) Tidak melindungi diri dari IMS (Infeksi Menular Seksual).

E. Efek Samping dan Komplikasi Kontrasepsi Mantap Tubektomi


a. Efek Samping
Menurut Saifuddin (2006) efek samping yang ditimbulkan setelah prosedur bedah biasanya
adalah:
1) Nyeri bahu selama 12 – 24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas (CO 2
atau udara) di bawah diafragma.
2) Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa (Apabila mempergunakan metode
hormonal sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah pembedahan).
b. Komplikasi
Komplikasi minor antara lain adalah rasa sakit pada tempat irisan, demam, perdarahan ringan,
dan infeksi luka. Komplikasi mayor adalah perdarahan banyak yang membutuhkan operasi
yang lebih jauh atau transfusi, perlukaan usus atau kandung kencing, infeksi panggul berat,
sepsis dan kematian (Siswosudarmo, 2001).

PERAWATAN PASIEN POST OPERASI TUBEKTOMI

 Selama fase post-operasi, aktivitas keperawatan meliputi mengkaji respon klien


(fisiologis dan psikologis) terhadap pembedahan, melakukan intervensi untuk
memfasilitasi penyembuhan dan mencegah komplikasi, memberikan penyuluhan dan
memberikan dukungan kepada klien dan individu pendukungnya, serta merencanakan
perawatan di rumah. Tujuan dari fase ini adalah membantu klien untuk mencapai status
kesehatan paling optimal yang dapat diraih
 Tahapan perawatan pasca operasi (Majid et al 2011):
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan
 Pemindahan pasien ke ruang pemulihan harus mempertimbangkan posisi agar pasien
tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain atau selang drainase
2. Perawatan pasien di ruang pemulihan
 Pasien dirawat sementara di ruang pemulihan sampai kondisi pasien stabil, tidak
mengalami komplikasi operasi dan memnuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang
perawatan/bangsal. Alat monitoring digunakan untuk menilai kondisi pasien yang
meliputi pemantauan hemodinamika.
 Kriteria penilaian yang digunakan untuk pemindahan pasien ke ruang
perawatan/bangsal meliputi fungsi pulmonal yang tidak terganggu, hasil oksimetri
menunjukkan saturasi oksigen adekuat, tanda-tanda vital stabil, orientasi pasien pada
tempat, waktu dan orang, urin output tidak kurang dari 30 ml/jam, mual dan muntah
terkontrol, nyeri minimal (Majid et al, 2011)
3. Perawatan pasien di ruang rawat/bangsal
 Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainase, tube/selang dan
komplikasi
 Manajemen luka
 Mobilisasi dini
 Dapat dilakukan ROM (Range of Motion), nafas dalam, dan batuk efektif yang penting
untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir
 Tujuannya adalah mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar peredaran darah,
membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar
eliminasi alvi (buang air besar) dan urin, mengembalikan aktivitas tertentu sehingga
pasien dapat kembali memenuhi kebutuhan harian
 Rehabilitasi
 Diperlukan untuk memulihkan kondisi pasien kembali, dapat berupa latihan spesifik
yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala
 Discharge Planning
 Nutrisi
 Karena tidak adanya kontra indikasi, pemberian nutrisi secara enteral lebih dipilih
dibanding rute parenteral, khususnya jika terdapat komplikasi infeksi
 Mobilisasi bertahap
 Makin cepat pasien beraktivitas seperti biasa semakin bagus, seperti mandi 2 kali sehari,
kontrol secara teratur, dan minum obat sesuai anjuran dokter

Anda mungkin juga menyukai